Gembala yang Baik, 19 Desember 2021

Yoh 10:1-18

Vik. Nathanael Marvin, M.Th.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, sebagai manusia, sebagai orang yang hidup di dalam dunia ini kita diciptakan terbatas ruang dan waktu, dan itulah yang membuat kita juga menyadari bahwa hidup kita itu harus senantiasa belajar. Hidup manusia itu penuh dengan pembelajaran. Tidak ada manusia yang tidak belajar dalam dunia ini. Untuk bisa melakukan segala sesuatu kita perlu belajar, belajar, dan belajar. Waktu kita menggunakan anggota tubuh kita, kita semuanya itu dalam rangka awal-awal itu dalam proses pembelajaran. Kita belajar sesuatu. Menggerakkan tubuh, kemudian bernafas menggunakan paru-paru, Saudara sekalian, atau ketika waktu bayi itu bernafas dengan ari-ari dari kandungan ibu di rahim tersebut itu belajar, belajar hidup, belajar bertahan hidup, kita belajar bergerak, kita belajar untuk bisa membaca dengan rapi, dengan teratur, dengan baik, kita belajar lagi untuk apa? Makan dan minum yang sehat, yang baik, dengan menikmati seluruh anugerah Tuhan kita bisa belajar tidur dan lain-lain yang betul, yang baik, yang benar itu kita terus belajar, sampai hari ini pun kita terus belajar, pengetahuan itu terus di-update, dan kita mau agar hidup kita ini lebih baik lagi sebagai manusia. Kalau di dalam gereja, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita juga belajar, kita belajar bernyanyi, memuji Tuhan yang baik seperti apa, kita belajar mendengarkan firman Tuhan dengan hati, sikap hati seperti apa, kita belajar juga melayani seperti apa, dan pembelajaran ini tidak akan pernah habis sampai kita meninggalkan dunia ini. Karena kita terbatas, kita manusia yang lemah, ada hal yang membuat kita tidak bisa tahu segalanya karena kita manusia ciptaan Tuhan. Kita belajar.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, belajar itu apa sih? Apa sih arti dari belajar? Ada pemahaman yang umum bahwa belajar itu adalah sebuah pengabdian waktu, pengabdian perhatian untuk sebuah pengetahuan dan sebuah kemampuan. Pengabdian itu bicara soal apa? Kita mau memfokuskan perhatian kita atau waktu kita kepada hal yang akan kita pelajari, akan hal yang kita ketahui, itu namanya belajar sesuatu. Untuk belajar sesuatu itu bentuk pengabdian, ibadah bahkan ya. Bentuk fokus, arah kita, cara pandang kita, belajar. Dan terutama didefinisikan itu melalui buku. Melalui buku kita belajar. Bayangkan ya setiap institusi pendidikan biasanya itu ada buku. Setiap mau menurunkan atau mengestafetkan sebuah pengetahuan, sebuah kemampuan, skill, itu semua ada bukunya. Internet berlimpah-limpah tulisan tentang pengetahuan, di situ kita bisa belajar. Sekarang lebih mudah lagi belajar ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, asal punya tekad yang kuat kita bisa belajar sesuatu begitu banyak lewat Youtube, lewat internet, lewat buku-buku. Bahkan sekarang ada yang bilang ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, “Sudahlah tidak usah beli buku lagi. Semua ada di internet. Nggak usah beli buku.” Sampai segitunya ya karena pengetahuan yang berlimpah-limpah tersebut. Pengabdian. Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini adalah defisinis yang unik tentang pembelajaran itu ada suatu pengabdian waktu, attention, atensi, perhatian, kita mau belajar pengetahuan yang begitu banyak di dalam subjek yang ingin kita pelajari. Kemudian belajar juga adalah sebuah penyelidikan, sebuah investigasi, analisa terhadap situasi dan kondisi yang terjadi. Jadi kita menyelidiki sesuatu, menyelidiki Alkitab, kita belajar.

Nah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, pada hari ini kita sedang apa? Kita sedang ibadah kepada Tuhan, kita sedang menyembah Tuhan, kita mau taat kepada Tuhan untuk menguduskan dan mengingat hari Sabat. Kita mau taat kepada bahwa orang-orang Kristen itu Tuhan senang ketika orang-orang Kristen itu berkumpul bersama-sama, memuji Tuhan, menyembah Tuhan. Kita melakukan ibadah, kita melakukan pendengaran akan firman Tuhan, kita dengar khotbah, kita melakukan sesuatu.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini bisa saja kita pisahkan ya, melakukan sesuatu itu satu hal tetapi melakukan sesuatu dengan sikap hati belajar itu hal yang lain. Banyak orang-orang Kristen hanya melakukan sesuatu, doing something. Akhirnya itu menjadi tradisi, akhirnya itu menjadi rutinitas, akhirnya itu menjadi iman yang buta, iman yang berjalan dalam kegelapan. “Ngapain kamu berlutut?” “Ya memang harus begini berlutut.” “Ngapain kamu hari Minggu ke gereja?” “Ya memang karena saya orang Kristen kalau nggak orang tua saya marah,” hanya sebatas itu. ikut ke gereja karena apa? Karena saya orang Kristen, karena saya betul-betul sudah biasa setiap Minggu. Kalau nggak hari Minggu ibadah kita rasanya itu cuma nggak enak saja, tetapi tidak mengerti esensi kenapa kita ibadah Minggu, kenapa kita mendengar firman, dan lain-lain. Yang membuat setiap tindakan kita berbeda dengan orang lain yang melakukan sesuatu saja adalah di dalam sikap hatinya. Sikap hati yang mau belajar. Nah ini penting. Kita mau belajar itu penting. Kita mau belajar lagu-lagu misalkan lagu-lagu yang tadi kita nyanyikan kita mau belajar lebih tepat, itu gampang, itu bagus malah. Oke masih belum bisa menyanyikan lagu tapi kita mau belajar. Sikap hati belajar ini membedakan kita dengan orang yang hanya melakukan sesuatu saja. Ini penting sekali punya hati seperti demikian, hati yang rendah hati itu artinya mau belajar, sikap hati yang belajar. Sikap hati seorang murid. Kita menyembah Allah, kita melakukan sesuatu, tetapi yang membedakan kualitas tindakan tersebut adalah sikap hati kita. Maka, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, meskipun di ruangan yang sama, dengar khotbah yang sama, itu beda-beda semua berkatnya. Tergantung apa salah satunya? Tergantung sikap hati, selain anugerah Tuhan.

Kadang-kadang, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu dengar khotbah bisa jadi orang itu merasa diberkati tapi pesannya itu kayak di luar khotbah. Khotbahnya tentang apa, dapat berkatnya tentang hal yang lain kayak gitu. Itu bicara soal anugerah Tuhan. Anugerah Tuhan itu tidak terbatas usaha manusia. Anugerah Tuhan itu bisa bekerja lewat cara yang ajaib. Maka dari itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita sangat penting untuk memiliki hati seorang murid, hati yang belajar, dan juga jangan lupa anugerah Tuhan. Anugerah Tuhan waktu kita melakukan segala sesuatu.

Bahkan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau kita melihat sisi yang gelap, waktu kita berdosa pun karena manusia adalah diciptakan sebagai manusia yang belajar, bertumbuh, dosa pun kita belajar. Bagaimana supaya lebih mahir? Lama-lama terbiasa, makin kebal, hati nurani makin keras. Tentu ini ada hal pembelajaran yang salah. Kita mengabdi kepada perbuatan dosa, mencurahkan waktu untuk berdosa, nah ini kegagalan lain ya. Tapi bukan itulah yang harus kita lakukan. Kita bukan belajar untuk fokus ahli menjadi berdosa. Tanpa belajar pun kita bisa ahli berdosa. Apalagi kalau orang yang niat berdosa itu bisa lebih jahat lagi. Hati-hati. tapi kita bukan fokus kepada pembelajaran untuk melakukan dosa, bukan, kita belajar untuk memuliakan Tuhan, Allah yang mulia itu. Kita belajar mengenal Allah. Pengetahuan tentang Allah dan sesama, itu John Calvin, theolog Reformed itu sangat menekankan demikian. Pengenalan akan Allah dan sesama, knowledge of God, knowledge of man, pengetahuan itu kita pelajari. Nah sumber hidup kita, kita tidak pernah berhenti melakukan satu pekerjaan yang diinginkan Tuhan yaitu apa? Belajar mengenal Allah, belajar memahami sesama, mengasihi Allah dan sesama.

Kemudian, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau kita melihat metode pembelajaran dari Yesus Kristus, firman Tuhan, waktu Yesus Kristus mengajar firman Tuhan, mengajarkan Kerajaan Allah kepada orang-orang di sekitarnya, Yesus menggunakan salah satu metode yang Dia sukai yaitu dengan perumpamaan. Di dalam Yohanes 10:1-18 yang menjadi pembahasan kita itu ada perumpamaan-perumpamaan yang dijelaskan oleh Yesus Kristus tentang untuk menyampaikan pesan Kerajaan Allah dan kebenaran Allah. Supaya orang-orang bisa mengenal Allah dan mengenal sesama, Tuhan Yesus kasih perumpamaan. Contohnya apa sih perumpamaan? Bagaimanakah Yesus mengajar orang-orang Kristen, orang-orang di sekitarnya dengan sebuah perumpamaan?

Yang pertama Yesus menyatakan kisah sehari-hari untuk menjelaskan tentang suatu kebenaran yang menjelaskan tentang suatu kebenaran Dia gunakan keadaan sehari-hari. Misalkan virus COVID ini sangat menyebar, sangat mudah ketika kita bersentuhan dengan orang lain bisa kena virus orang lain tersebut dalam kurun waktu bagaimana, dengan cara apa, misalkan dengan droplet, dengan macam-macam. Demikian juga ketika dikasih perumpamaan ternyata virus itu mudah sekali menyebar. Dengan demikian kita bisa kasih pelajaran bawah tindakan kita pun sebenarnya mempengaruhi orang secara sadar maupun tidak sadar. Kita hadir di sana, kita bertindak sesuatu, berkata sesuatu, melakukan sesuatu itu bisa saja mempengaruhi orang lain. Kita adalah garam dan terang. Itu semua perumpamaan, garam dan terang itu perumpamaan.

Kita bandingkan hati kita waktu ibadah dengan hati kita waktu kuliah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, lebih serius mana? “Waktu kuliah dong. Kalau saya nggak belajar baik-baik saya bisa tidak lulus. Orang tua bisa kecewa, uang bisa hilang begitu saja,” dan lain-lain. Semua kita pikirkan resiko-resiko ketika kita tidak kuliah dengan baik. Tetapi kalau kita tidak ibadah dengan baik, kita pikirkan nggak resikonya? Bagaimana ya tidak ibadah dengan baik nanti hari Minggu? Kecapekan hari Sabtu weekend. Sekarang kan Yogyakarta sudah mulai penuh waktu weekend, begitu padat, tempat-tempat semua itu sudah penuh, sudah tidak ada pandemi kelihatannya ya, sudah seperti tidak ada pandemi. Kemudian hari Minggu bagaimana supaya kita bisa ibadah dengan baik? Itu kan perlu kita pelajari juga. Itu namanya perumpamaan. Contoh demi contoh. Yesus menceritakan kisah dunia dengan pesan sorgawi. Kisah dunia tapi dikasih pesan sorgawi. Nah itu contoh.

Mempelajari sesuatu supaya kita bisa mengenal Allah dan sesama lebih dalam lagi, mengenal diri kita seperti apa. Pengenalan akan Allah, itu gunanya perumpamaan. Umat Allah itu belajar bersama-sama di dunia ini dengan perumpamaan. Itulah Yesus Kristus ketika mengajarkan firman Tuhan. Yesus Kristus seringkali menggunakan perumpamaan, itu cara utama Yesus mempresentasikan ajaran. Memang Yesus itu ingin mengajarkan sesuatu hal yang mudah, yang sederhana, yang dapat dimengerti oleh orang. Maka dari itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita semua ada jenjangnya juga kan ya. Jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, kuliah itu semua ada, itu secara umum. Gereja pun sama, ada pelajaran kurikulum, SD pakai Show Me Jesus kurikulumnya, itu dibedakan dalam beberapa kelas, kelas balita, kelas batita, 1-2 SD, 3-4 SD, 5-6 SD, lalu kelas remaja juga kita cari bahan-bahan yang memang penting untuk remaja, pemuda juga cari bahan-bahan firman Tuhan yang betul-betul untuk pemuda, yang umum seperti ini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita pikirkan juga ya. nah itu perlunya mendoakan hamba Tuhan. Karena di GRII itu hamba Tuhan tidak ditentukan temanya ya oleh majelis atau jemaat sendiri. Hari Minggu ibadah ya hamba Tuhan bebas mau khotbah apa sesuai dengan pergumulannya dengan Tuhan, sesuai dengan kebutuhan jemaat. Nah ini kan berarti bebas ya, temanya bebas. Itu harus dipimpin oleh Roh Kudus kalau nggak kita ngomong hanya khotbah saja. Kita belajar melakukan sesuatu saja tanpa menyatakan isi hati dari Tuhan sendiri.

Itu ya, Yesus menggunakan perumpamaan untuk mempresentasikan ajaran-Nya. Dan biasanya perumpamaan itu diceritakan dalam satu narasi yang tepat dan jelas, tepat dalam arti padat, lengkap, jelas yaitu Yesus memang mengartikan perumpamaan. Tetapi sisi yang lain dari perumpamaan adalah perumpamaan itu juga bersifat ganda. Artinya dapat dimengerti oleh orang sekaligus tidak dapat dimengerti oleh orang yang lain. Memang Tuhan Yesus sendiri katakan orang mendengar tapi dia tidak betul-betul mendengarkan, orang melihat tapi tidak betul-betul melihat, orang berjalan tapi tidak betul-betul berjalan, karena apa? Karena perumpamaan itu. Mereka sudah mendengar, mereka sudah melihat, tapi tidak mengerti. Karena apa? Karena memang belum diberikan anugerah untuk mengerti, belum dapat anugerah khusus untuk bisa mengerti. Dan itu menyadarkan bahwa kita ini manusia yang terbatas. Tanpa anugerah Tuhan, meskipun kita sudah belajar, belajar, belajar setengah mati, tapi kalau tanpa anugerah Tuhan, kita mendengar ya mendengar tapi tidak betul-betul mendengar. Kita melihat ya melihat tapi tidak betul-betul melihat yang Tuhan nyatakan.

Ini membuat kita rendah hati, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, karena apa? Karena banyak orang pintar, banyak orang suka belajar, tapi tidak bisa mempraktekkan apa yang sudah dia pelajari, apa yang sudah ketahui. Banyak orang Reformed tahu firman Tuhan, tahu segala doktrin, tapi hidupnya tidak menjadi berkat bagi orang lain. Justru orang yang sederhana, nggak tahu doktrin Reformed, tapi hatinya itu mau belajar, sungguh-sungguh melihat, dapat anugerah Tuhan, malah bisa jadi berkat bagi banyak orang lain. Sayang sekali kan ya. Tapi bukan berarti tidak penting ya kita belajar doktrin itu sangat penting karena doktrin itu mengubah kita, doktrin itu mengubah organisasi, doktrin itu mengubah dunia bahkan, firman Tuhan, ajaran firman Tuhan itu. Tetapi ada orang-orang tertentu yang memang sudah belajar, sudah belajar sungguh-sungguh tapi hatinya tidak dibukakan. Itu bicara soal kedaulatan Tuhan, itu bicara soal anugerah Tuhan pada orang tersebut. Nah ini kita hanya bisa berdoa untuk orang-orang tersebut. Kita tidak bisa usahakan apa-apa. Kita bisa usahakan, betul, tapi kita minta anugerah Tuhan kepada orang tersebut.

Nah di dalam Yohanes 10 yang menjadi pembahasan kita pada hari ini, Yesus itu menggunakan perumpamaan di dalam menjelaskan diri-Nya. Yesus gunakan gambaran tentang kandang domba, Yesus gunakan gambaran tentang pintu kandang domba, Yesus gunakan gamabaran tentang domba gembala, pencuri, penjahat, yang sehari-hari terjadi, yang orang pada umumnya tahu ada pekerjaan gembala. Seperti kita tahu ada pekerjaan di Indonesia misalkan tukang becak. Itu tahu, tukang parkir, tahu orang semuanya tahu. Nah itulah gembala dan domba, pencuri dan penjahat kita sudah tahu juga secara umum. Dan Yesus pakai gambaran dunia ini untuk menjelaskan pesan sorgawi, pesan dari sorga.

Di daerah Palestina pada masa Yesus itu sungguh banyak orang yang bekerja sebagai gembala domba. Dan ketika mereka mendengarkan Yesus bicara kemudian Yesus bicara soal gembala dan domba, mereka bisa tahu betapa susahnya menjadi seorang gembala dan betapa berbahayanya domba-domba di padang yang luas tersebut. Mereka tahu bahaya yang begitu besar. Alkitab sangat menjelaskan tentang gambaran domba dan gembala, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita ambil contoh Raja Daud yang masih remaja, dipercaya oleh ayahnya untuk menggembalakan domba ayahnya, dan kemudian Daud dilatih untuk memiliki hati yang berani, yang berkorban, bahkan rela mati demi domba-domba. Domba-domba binatang yang biasa itu. Kenapa? Karena Daud itu sepenuh hati, dia mau belajar menjadi gembala. Bahkan ketika ketemu beruang, ketemu singa, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Daud itu berani menghadapi singa dan beruang. Dia ambil domba tersebut yang sudah dincengkram, yang sudah dimakan oleh beruang atau singa, dia tidak putus asa, dia ingin ambil domba yang sudah dimangsa tersebut.

Nah sekarang kita lihat bagian pertama, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ayat 1-6 ini adalah perumpamaan Yesus yang pertama yaitu tentang kandang domba ya. Di situ Yesus berkata kepada orang-orang di sekitar-Nya, Dia berkata bahwa truly, truly I say to you, “Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok.” Nah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kandang domba di zaman dahulu adalah sebidang tanah yang tertutup sebidang batu. Sebidang tanah yang dikelilingi sebidang batu entah itu bundar, entah itu kotak ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dan kemudian di dalamnya ada domba-domba yang bisa dihitung dari atas, maksudnya dari luar, ketika gembala itu melihat bisa dihitung supaya benar nggak jumlahnya. Kemudian yang menjadi penutup atau pintunya, jalan masuk dan keluar domba itu adalah pintu yang terbuat dari kayu biasanya. Ataupun kandang domba itu bisa juga kayu di sekeliling padang tersebut, bidang tanah tersebut kayu semua. Itu untuk menjaga domba dari binatang-binatang buas baik di siang hari maupun di malam hari. Dan Yesus menjelaskan apa yang sudah diketahui oleh orang-orang pada zaman itu bahwa kalau gembala dia masuk melalui pintu itu.

Membuka pintu itu dengan mudah. Suara-suara gembala itu sudah diketahui oleh domba-domba tersebut. Tetapi seorang pencuri, seorang perampok itu masuk ke kadang domba itu dengan apa? Dengan loncat, dengan pagar bukan melalui pintu. Memanjat tembok batu atau memanjat tembok kayu tersebut. Nah itu adalah dua peran yang berbeda yang sangat jelas sekali. Yesus tekankan bahwa gembala itu tokoh yang baik sedangkan pencuri dan penjahat itu tokoh yang buruk. Yesus menjelaskan tentang perumpamaan kadang domba. Kita tahu bahwa pencuri dan perampok memang orang yang berdosa. Itu mereka melakukan perbuatan dosa, mencuri dan merampok. Tetapi sebagai gembala, dia melakukan pekerjaan-Nya.

Tentu bekerja itu bukan dosa ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bekerja itu juga adalah menaati firman Tuhan. Jadi kita bisa lihat bahwa dua orang ini, yang satu menaati firman Tuhan, yang satu tidak menaati firman Tuhan. Dua-duanya punya tujuan yang sama antara gembala, pencuri atau perampok itu punya tujuan yang sama yaitu apa? Ke domba-domba tersebut. Dan tujuannya berbeda ya. Tujuannya sama ke arah domba tersebut tapi yang satu memelihara yang satu membinasakan, menghancurkan, mengeksploitasi. Nah ini tujuan, dua orang memiliki tujuan kepada domba tetapi berbeda sekali.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita bisa lihat di sini apa sih yang mereka inginkan? Apa sih yang mereka mau tuju kepada domba-domba tersebut? Yang mereka inginkan adalah betul-betul jati diri mereka, mereka mau melakukan yang memang menjadi keinginan hati mereka. Gembala itu memang mau merawat demi kebaikan domba, sedangkan pencuri itu mau merusak. Nah ini betul-betul perbedaan jelas. Yesus jelaskan dua tokoh ini. Lalu bagaimana dengan sang gembala? Sang gembala di ayat 2-4, sang gembala itu dijelaskan lebih jelas. Kalau memang pencuri dan perampok memanjat, ya sudah memanjat dijelaskan dengan singkat, tetapi sang gembala ini dijelaskan lebih jelas.

Jadi fokusnya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bukan ke arah pencuri dan perampok itu tetapi kepada gembala. “Siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba,” dan, “untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar.” Ini adalah tindakan gembala. Dia dapat sambutan, kalau memang si gembala tersebut punya penjaga pintu ya. Kalau dia bisa sewa orang untuk menjaga pintunya supaya aman itu dia disambut. Ketika kalau dia itu tidak punya penjaga pintu sewaan, upahan, ya dia sendiri yang menjaga pintu.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian begitu banyak hal yang dikerjakan oleh gembala ya yaitu apa? Dia memanggil domba-dombanya menurut namanya dan dia menuntunnya keluar. Ia memanggil nama-nama domba tersebut terus menuntun domba-domba tersebut keluar untuk apa? Untuk domba-domba tersebut melakukan tugasnya ya supaya bisa bertahan hidup dia makan, minum, domba-domba tersebut dan akhirnya mereka menikmati kepuasan hidup. Itu tugas gembala. Kemudian, Bapak, Ibu, Saudara sekalian gembala itu bukan saja memanggil domba-dombanya menurut namanya, bukan saja menuntun mereka keluar tetapi gembala itu juga, “Berjalan di depan mereka,” berjalan di depan mereka, tahu arah yang aman, tahu di manakah makanan dan minuman, domba itu mengikuti gembala dari belakang. Jadi posisi domba itu di belakang, gembala itu berjalan di depan bukan kebalikannya ya. Bukan kebalikannya domba yang di depan, gembala yang di belakang, bukan. Tapi gembala yang di depan berjalan. Di sini kita bisa melihat bahwa ciri-ciri gembala dari dombanya sendiri dia itu betul-betul be welcomed, dia itu betul-betul memanggil ya, dia juga menuntun orang dan juga dia berjalan di depan. Ini maksudnya apa? Memimpin.

Nanti kita akan pelajari makna-maknanya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Gembala itu luar biasa ya. Bahkan sebutannya ya sebutan di Indonesia kan gembala ya kalau pendeta kan pendeta itu pemimpin tertinggi gembala. Kita bisa belajar menjadi hamba Tuhan yang baik, pendeta gembala yang baik itu seperti di dalam perumpamaan ini. Kandang domba, Matthew Henry mendefinisikan atau menafsirkan bahwa kandang domba ini adalah gerejanya, kandang domba itu gerejanya. Lalu kita bisa pelajari gembala itu hamba Tuhannya, harusnya Yesus Kristus ya gembala agung yang utama Yesus Kristus tapi kita sebagai wakilnya hamba Tuhan, Penatua kemudian domba-dombanya itu ya jemaatnya. Itu yang ideal. Yang ideal itu seperti ini. Si gembala tahu namanya, tahu setiap orang di tempat ini namanya, misalkan demikian ya. Tapi kalau kebanyakan ya nggak bisa juga kan ya kalau ribuan jemaat misalkan di GRII Pusat ya nggak bisa mau gimana. Itu harus bagi tugas hamba Tuhannya mengenal seluruh jemaatnya. Bagi tugas berapa hamba Tuhan supaya bisa mengenal orang. Seberapa orang mampu mengenal nama orang itu juga kita nggak ada yang tahu ya. Otak kita itu mampu mengenal berapa nama. Itu beda-beda setiap orang kemampuannya. Itu ya dicontohkan demikian. Ini salah satu dari perumpamaan kemudian, “Seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal.” Suara-suara orang asing yang domba itu dengar pasti mereka nggak mau mengikuti suara tersebut.

Ternyata Bapak, Ibu, Saudara sekalian meskipun domba itu selalu kita hina-hina ya betapa bodohnya dia, betapa mudah tersesatnya dia, betapa dia itu nggak tahu mana yang aman mana yang tidak aman dan dia itu kaya ah pokoknya bodoh. Sangat bodoh tetapi Bapak, Ibu, Saudara sekalian satu hal yang pintar dari domba adalah dia mampu mendengar dan dia tahu siapa suara tersebut, suara gembala dia ikuti, dia ikut. Tetapi suara dari orang asing, pencuri, perampok, dia takut bukan ikut. Suara gembala itu dia mau tunduk, ikut pimpinan gembala, nurut. Nurut pimpinan gembala. Tetapi kalau suara dari orang asing yang bukan gembalanya dia bisa takut, mundur, udah nggak usah dengar, hati-hati ya bahkan menjauh lari saja. Inilah perumpamaan yang pertama yang Yesus jelaskan kepada orang-orang di sekitarnya yaitu perumpamaan tentang kandang domba, gembala domba dan juga pencuri dan penjahat.

Ketika Yesus katakan perumpamaan tersebut kepada mereka, disimpulkan oleh Rasul Yohanes bahwa mereka itu tidak mengerti dan ia berkata kepada mereka dengan perumpamaan tetapi mereka tidak mengerti. Mereka nggak ngerti maksudnya Tuhan Yesus ngomong itu apa. Memang nggak terlalu jelas ya, nggak terlalu jelas Yesus jelaskan hanya sebatas kandang domba, gembala, pencuri, dan penjahat. Sudah demikian. Maksudnya apa sih, Tuhan? Nggak tahu. Tapi kalau kita ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian diberikan anugerah terus kita mulai tahu ya, mulai tahu tadi kaya sudah diberikan definisi-definisi itu mulai ada yang tahu juga oh ini maksudnya Yesus Kristus. Tapi supaya lebih jelas lagi Yesus jelaskan di ayat 7-10 yaitu perumpamaan yang kedua Bapak, Ibu, Saudara sekalian yaitu Akulah pintu ke domba itu. Yesus katakan sekali lagi bahwa “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu.” Yesus beri perumpamaan yang lain mengaitkan perumpamaan itu dengan diri-Nya sendiri. Kalau perumpamaan yang pertama itu bicara soal yang di sana. Kalau gembala domba, kandang domba, pencuri dan perampok itu seperti itu, di perumpamaan yang selanjutnya supaya lebih jelas Yesus kaitkan bukan gembala dulu ya, bukan pencuri, penjahat, bukan domba, tetapi malah Yesus mengacu kepada pintunya, Aku pintu itu. Ini kan baru jelas oh maksudnya Yesus itu menggambarkan diri-Nya sebagi pintu ke domba-domba tersebut. Pintu ya.

Pintu itu punya fungsi yang sangat baik Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya meskipun kita tidak sadari kita masuk melalui pintu waktu kita pergi ke toilet ada pintu ditutup. Pintu itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian secara umum untuk apa sih? Untuk menjadi jalan masuk dan keluar dari tempat yang berbeda, tetapi bukan hanya jalan masuk dan keluar ya, penyambung kan itu penghubung tetapi ketika pintu itu ditutup, itu juga menjadi pemisah antara dua tempat yang berbeda. Ini sifat paradoks dari pintu. Pintu itu menghubungkan dua tempat yang berbeda dan juga memisahkan dua tempat yang berbeda supaya kita tahu ini fokus kita itu di ruangan mana, ada pintunya. Ada temboknya gitu ya. Ini ya penghubung sekaligus pemisah. Ini luar, ini dalam, ini kandang tempat istirahat, itu padang rumput untuk makan, minum di sana ketika pintu itu dibuka bagi para domba tersebut. Ini sangat penting kita memahami pintu. Bukan hanya itu, pintu juga sebenarnya bisa menjaga dan melindungi dari segala hal yang dilarang masuk, segala hal yang dilarang masuk itu dilindungi oleh pintu, ditutup. Tutup, kunci kamar kita. Orang-orang yang tidak kita izinkan masuk tidak bisa masuk karena sudah ada pintu yang dikunci, itu untuk melindungi ya, melindungi, untuk menjaga ya itu menjaga kita yang ada di dalam ruangan tersebut sehingga tidak mudah langsung orang bisa masuk kayak gitu ya. Di sini dikatakan bahwa Yesus adalah pintu, pintu dan dijelaskan bahwa, “Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka.”

Jadi Yesus sudah kaitkan diri-Nya dengan pintu ya pintu ke domba-domba tersebut lalu Yesus juga jelaskan tentang orang-orang lain. Semua orang yang datang sebelum Aku berarti Yesus sudah mengaitkan perumpamaan itu dengan diri-Nya sendiri dan dengan orang lain. Orang-orang yang datang sebelum Aku itu adalah pencuri dan perampok dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka. Ini sudah semakin jelas berarti bicara soal manusia, pencuri perampok itu yang datang sebelum Yesus.

Yesus pada waktu itu masih berumur 30 tahunan berarti yang datang sebelum Yesus itu siapa? Ya orang-orang yang hidup sebelumnya dan Yesus waktu datang itu Dia menggunakan fungsi seorang nabi memberitakan firman, mengajar, memberkati banyak orang dan siapakah orang-orang yang dipanggil untuk memberitakan firman, mengajar, dan juga memberkati banyak orang? Orang-orang yang katanya umat Allah, orang-orang yang katanya nabi-nabi, orang-orang yang katanya pengajar-pengajar, orang-orang yang katanya orang yang betul-betul tahu firman Tuhan dan inilah ya, inilah Yesus menjelaskan kepada siapa Dia sedang berbicara tentang perumpamaan ini. Konteks Yesus berbicara soal perumpamaan ini itu mengacu kepada siapa? Kepada pengajar-pengajar Yahudi ya orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat, Yesus katakan demikian, “Kamu itu sudah datang lebih dahulu. Ada domba-domba Allah, umat Allah ya, umat Allah yang kamu perlu layani. Tetapi kamu tidak melayani, kamu itu seperti pencuri dan perampok. Kamu melukai domba tersebut. Kamu mencuri domba tersebut. Kamu membinasakan domba tersebut. Sedangkan Aku ini adalah penjaga domba tersebut. Aku adalah pintu menuju domba-domba tersebut. Aku akan jaga domba-domba yang ingin kamu curi.”

Ini ya Yesus sedang jelaskan tentang nabi-nabi palsu, pengajar-pengajar palsu yang sudah dipercaya untuk menggembalakan umat Allah dikatakanlah, “Semua orang yang datang sebelum Aku,” ini mengkontraskan dengan pemimpin Yahudi ya sekali lagi orang-orang Yahudi, pemimpin-pemimpin umat Allah yang mementingkan ego mereka itu ditegur dengan keras oleh Yesus Kristus dengan perumpamaan ini. Ini tanggung jawab kita juga ya sebagai pemimpin-pemimpin gereja terutama sebagai hamba Tuhan, sebagai Penatua, pengurus gereja, sebagai orang yang dipercaya menjadi PIC misalkan, koordinator itu ada orang yang mengikuti kita, ada domba-domba yang mengikuti pimpinan kita nah itu kita perlu jaga.

Lalu Yesus jelaskan lagi di Yohanes 10:9 Bapak, Ibu, Saudara sekalian dikatakan lagi sekali lagi, “Aku adalah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.” Di kandang domba itu adalah jalan yang memisahkan domba antara tempat yang aman dan tidak aman. Tetapi domba itu tetap perlu keluar dari kandang domba tersebut untuk makan dan minum. Jadi domba ini tetap pergi keluar ya, tetap pergi ke luar tidak tinggal di kandang terus meskipun kandang itu aman. Sedangkan dia pergi ke luar, kenapa? Supaya bisa mempertahankan hidupnya ataupun bisa melangsungkan kehidupannya, domba itu keluar meskipun di luar kandang domba itu tidak aman.

Kita mengerti gambaran ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian sebagai orang Kristen harusnya di gereja itu kita rasa aman karena ada apa? Karena ada Tuhan. Tuhan hadir di gereja, di bait Allah, Bait Suci, Tuhan mau hadir dan menerima sembah puji kita, kita aman. Ada orang-orang Kristen lainnya yang seiman dengan kita, kita harusnya rasa aman, jangan rasa tidak aman ya. Kalau kita semua sudah sungguh-sungguh melayani Tuhan, harusnya aman. Kalau rasa tidak aman berarti bagaimana? Kita ada salah konsep tentang gereja. Tempat yang aman untuk beristirahat. Di hari Sabat kita beribadah menyembah Tuhan, tetapi sebagai umat Tuhan ada waktunya kita pergi keluar meskipun tidak aman. Di luar sana banyak orang yang menolak Yesus. Di luar sana ada yang tidak suka agama Kristen, ada yang tidak suka orang Kristen. Di luar sana kita bisa disalahpahami, lebih parah ya. Di luar sana banyak bahaya, tetapi kita diutus untuk pergi keluar sebagai umat Tuhan untuk apa? Supaya kita bisa menjalankan tugas kita sebagai orang Kristen. Kita mengabarkan Injil, kita berbuat baik kepada sesama, kita melayani Tuhan, berbagi kasih, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Ini ya. Ini gambaran kita juga sebenarnya, gambaran gereja ketika kita memahami perumpamaan ini.

Kemudian dijelaskan lagi Bapak, Ibu, Saudara sekalian Yesus katakan Dia pintu dan Dia jelaskan, “Pencuri datang hanya untuk mencuri, membunuh dan membinasakan. Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” Yesus sebagai pintu. Dia itu memberikan keselamatan bagi domba-domba-Nya dan juga Yesus memberikan pemeliharaan kepada domba-domba-Nya padang rumput, dan lain-lain. Tetapi bukan hanya itu, Yesus menjelaskan tentang diri-Nya, Dia itu berbeda dengan pencuri dan perampok. Yesus katakan tujuan Dia datang ke dalam dunia ini adalah untuk memberikan hidup. Hidup itu bicara soal bukan saja selamat ya tetapi pemeliharaan Tuhan ya yang kita bisa lihat bahwa Yesus menjelaskan tentang diri-Nya sebagai pintu, Yesus menjelaskan tentang keselamatan dan pemeliharaan. Ini namanya kehidupan. Maka dari itu Yesus katakan supaya orang itu mereka mendapatkan hidup yang dengan segala kelimpahan.

Orang-orang biasanya terus menjelaskan kelimpahan itu seperti apa sih? Kelimpahan itu adalah seperti misalkan gelas ya, gelas itu diisi air sampai luber, itu kelimpahan ya. Sampai tidak kuat menampungnya lagi atau makanan Bapak, Ibu, Saudara sekalian, perbedaan makanan di istana dan makanan di penjara itu menunjukkan kelimpahan dan kekurangan. Makanan di penjara seadanya, porsinya segini, nggak bisa nambah kemudian di istana wah satu raja mejanya saja panjang terus makanannya begitu banyak itu menunjukkan apa? Kelimpahan. Dia makan, nggak? Nggak bisa makan, nggak bisa habiskan. Tapi kenapa disediakan makanan begitu banyak? Itu bicara soal menunjukkan kelimpahan. Demikian juga Bapak, Ibu, Saudara sekalian kerohanian kita itu sudah disediakan dengan begitu limpah ya. Banyak sekali acara gereja kita bisa akses bahkan sekarang karena pandemi ya karena kesulitan ini online di mana-mana kemudian kita bisa ke gereja lebih sering dibandingkan dengan mungkin gereja-gereja lain yang sedang dalam penganiayaan ya. Tetapi gereja yang di dalam penganiayaan mereka apakah dikatakan tidak limpah? Limpah juga. Limpah anugerah Tuhan, limpah anugerah umum, limpah anugerah khusus, firman Tuhan ini saja sudah limpah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian kita mau habiskan juga bisa sepanjang waktu kita bisa baca. Begitu limpah anugerah Tuhan, itulah hidup yang berkelimpahan. Ini bicara soal hal rohani ya bukan materi.

Kalau limpah materi itu orang-orang di luar Kristen pun bisa kok limpah materi bahkan orang-orang terkaya di dunia pun bukan orang Kristen. Itu bicara soal limpah materi tetapi yang dibicarakan di ayat ini Yohanes 10 :10 itu bicara soal limpah rohani. Jadi Bapak, Ibu, Saudara sekalian kita harus merasa syukur, puas, masa kita katakan saya kurang Tuhan, kurang puas gitu ya. Kurang puas, saya kurang puas ini, kurang puas itu. Tuhan sendiri sudah nyatakan Aku sudah melimpahkan hidup yang berkelimpahan. Kita kalau menyadari ayat ini sungguh-sungguh nggak akan pernah ngomel Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Nggak akan pernah tidak mengucap syukur. Kita akan terus merasa syukur karena Tuhan sendiri yang memberi kelimpahan di dalam kehidupan kita.

Penjelasan perumpamaan selanjutnya Bapak, Ibu, Saudara sekalian ayat 11-18 itu adalah perumpamaan Akulah gembala yang baik. Jadi untuk menuju perumpamaan Akulah gembala yang baik Yesus jelaskan tentang kandang domba dulu kemudian Yesus jelaskan tentang Akulah pintu. Barulah Yesus menjelaskan Akulah gembala yang baik. Yesus menjelaskan bahwa gembala yang baik itu adalah Aku. Akulah gembala yang baik. Salah satu contoh gembala yang baik Bapak, Ibu, Saudara sekalian adalah seorang misionaris Jerman bernama Ludwig Ingwer Nommensen ya kita tahu semuanya ya khususnya orang-orang batak sangat tahu tentang Nommensen ini salah satu misionaris yang berhasil di sepanjang sejarah negara Indonesia, sejarah kekristenan kenapa dia bisa berhasil? Karena memang dia punya konsep gembala ya, gembala yang baik. Dia punya konsep pintu, dia punya konsep itu sehingga dia lakukan firman Tuhan itu, dia menjadi pintu jalan masuk dan keluar untuk orang-orang suku batak. Jalan masuk kepada keselamatan di dalam Yesus Kristus dan jalan keluar juga supaya orang-orang bisa keluar dari permasalahan dosa, permasalahan penyembahan yang bukan kepada Allah yang sejati. Ini adalah jalan masuk kepada Kristus, jalan keluar kepada dosa dari dosa.

Nommensen berhasil melakukannya, dia juga menjadi Hamba Tuhan yang sungguh mengasihi seluruh jemaat-Nya. Nommensen punya pengaruh yang besar Bapak, Ibu, Saudara sekalian di Indonesia ini sangat besar sekali. Orang-orang Batak itu banyak sekali jemaatnya ya mungkin jemaat terbesar di Indonesia itu adalah jemaat gereja Batak, gereja suku Batak, orang-orang Kristen di sana ya. Itu pengaruhnya luar biasa kemudian Nommensen juga menerjemahkan Perjanjian Baru dalam bahasa batak tentu ini adalah hal yang luar biasa yang sulit sekali di mana kita bisa melihat perjuangan dan kerja kerasnya. Sebelum Nommensen sudah banyak misionaris yang berdatangan ya ke Indonesia, orang Inggris ada 3 orang dia ditangkap dan diusir mereka diusir juga misionaris Amerika itu 2 orang ditangkap dan dihukum dan dibunuh dan kemudian dagingnya dimakan bersama-sama oleh orang-orang batak di pasar. Makan daging manusia kaya gitu ya. Itu perjuangan dari seorang Nommensen Bapak, Ibu, Saudara sekalian dia adalah hamba Tuhan, gembala yang baik.

Baru-baru ini juga Indonesia mengalami kesedihan karena kakak dari Pdt. Stephen Tong, Pdt. Caleb Tong juga baru meninggal dan Pdt. Stephen Tong itu memuji kakaknya dengan luar biasa di dalam khotbahnya. Dia adalah gembala, hamba Tuhan yang menjadi gembala itu paling lama di suatu gereja yaitu 60 tahun. Bayangin dia mendirikan gereja, dia jadi gembala selama 60 tahun. Itu Pdt. Caleb Tong ya. Itu arti gembala ya. Sangat mudah kok. Hamba Tuhan itu sangat mudah untuk melepaskan diri tidak jadi hamba Tuhan, sangat mudah. Atau pindah dari gereja lain, sangat mudah. Bisa? Bisa. Gampang kok. Nggak jadi hamba Tuhan pun bisa hidup ya. Kalau bicara soal hidup saja sih gampang nggak jadi hamba Tuhan ya. Kenapa susah-susah jadi Hamba Tuhan ya, menggembalakan jemaat ya, luar biasa sampai 60 tahun setia ya tidak ada pensiun juga ya tapi terus melayani di dalam khotbah dan lain-lain. Karena apa? Karena hati Tuhan. Tuhan itu nggak pernah capek sama kita, iya kan? Tuhan Yesus itu adalah Gembala Agung kita yang menuntun domba-domba yang tersesat, Dia terus mau menggembalakan kita meskipun kita berdosa.

Yesus menggembalakan dengan kasih yang besar dan Yesus menggembalakan kita itu bukan terbatas umur atau waktu tetapi Yesus menggembalakan kita itu secara kekal dan Tuhan Yesus menunjukkan penggembalaan-Nya itu luar biasa yaitu ketika Dia hadir dari sorga menuju dunia selama 33,5 tahun di dunia itu Yesus menggembalakan kita mulai dari bayi, mulai dari rahim ya di rahim itu janin sampai umur 33,5 tahun kenapa Yesus mau datang? Itu demi menggembalakan kita yang berdosa. Itulah gembala yang baik ya. Yesus adalah seorang yang betul-betul turut merasakan segala kelemahan kita, penderitaan kita, Yesus dikatakan sebagai seorang imam yang turut merasakan seluruh keluh kesah kita. Yesus itu sama dengan manusia yang berbeda cuma satu, Yesus itu tidak berdosa, yang lainnya sama dengan kita. Bukan hanya itu ya. Yesus jadi sama dengan manusia, Dia tidak berdosa. Tetapi Dia juga sungguh-sungguh mau menjadi pintu dan gembala yang baik bagi hidup kita. Kita bisa melihat bahwa di ayat 11 Yesus katakan Akulah gembala yang baik. “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.”

Mari kita lihat Yohanes 15:13, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Di situ dikatakan bahwa apa? “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Ini adalah kasih yang terbesar yaitu kita sampai rela mati, rela mati, rela mati. Susah ya. kita belum pernah mengalami kematian. Mungkin ada yang pernah mengalami hampir mati. Itu mungkin akan bisa memahami ayat ini dengan lebih jelas lagi. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara sekalian kita dituntut ya mempelajari kasih seorang Gembala yang Agung yaitu Yesus Kristus yang mati bagi domba-dombanya, rela mati. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya, dan inilah kasih yang terbesar, ketika seorang rela mati bagi sesamanya, ya.

Para martir, para rasul, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, mereka mendahului kita untuk menyatakan kasih yang besar kepada domba-domba Allah, mereka rela mati demi iman mereka. Ya, itu adalah kasus-kasus khusus, kita tidak semua dipanggil untuk mati bagi orang-orang tertentu, tidak ya. Tetapi yang penting apa? Kita mau, rela mati, beda dengan betul-betul mati untuk orang tersebut. Kita tidak dipanggil betul-betul mati untuk orang lain, kecuali memang Tuhan panggil. Tetapi yang panggilan umum adalah kita mau mati untuk sesama kita. Nah itu kasih pengorbanan, itu pengorbanan yang betul-betul Tuhan nyatakan kepada kita semua, dan Yesus sudah lakukan itu. Yesus lakukan untuk manusia.

Sekarang pertanyaannya, kalau Yesus lakukan untuk manusia, Allah mati bagi manusia, apa susahnya sih manusia mati bagi Tuhan? OK lah mati bagi sesama kita, kita jengkel, kita males, kita nggak mau. Tapi kalau Tuhan, ya, menjelma jadi manusia, waktu Yesus mati, Dia itu adalah Tuhan dan juga sekaligus manusia, Dia mau mati, ya, Yesus mati dengan tubuh-Nya, sebagai manusia, Dia mau mati bagi manusia, sekarang, susahnya apa kita mati bagi Tuhan? Ya, mati bagi Tuhan. Kesempatan itu jarang sekali didapatkan, hamba-hamba Tuhan yang terbaik pun tidak dapat kesempatan mati bagi Tuhan, gitu ya, sampai martir, seperti Stefanus, misalkan, dia mati untuk Tuhan, betul-betul mati. Tapi yang kita bisa pelajari adalah yang penting rela mati dulu. Nah ini adalah satu perjuangan besar ya, rela mati, suatu latihan yang tidak mudah. Karena ini adalah apa? Ini adalah kasih yang terbesar. Ya coba, rela mati untuk orang yang tidak dikenal, untuk bukan keluarga kita, ya, untuk sesama manusia. Nommensen lakukan demikian, ya, Nommensen lakukan demikian, rela mati. Mati nggak? Ya nggak, Tuhan lindungi ya, meskipun sering kali Nommensen mau dibunuh, tapi dia rela. Susah ya, kita punya hati yang rela ini nggak mudah. Kita harus pelajari terus, kita harus bersandar, bergantung terus, ya.

Yesus katakan sekali lagi ya tentang gembala atau seorang upahan, gembala upahan dengan gembala yang sejati. Yesus bedakan perumpamaan yang terakhir ini dengan seorang upahan. Seorang upahan itu, dia nggak mau urus domba-dombanya dengan baik, dibayar. Dia dibayar, dia lakukan seadanya, dia lakukan seadanya bukan dengan pengabdian, bukan dengan sikap hati yang mau belajar Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tetapi sikap hati yang malas, sikap hati yang, ya udah, rutinitas, “Saya memelihara domba, saya membukakan pintu, ya, kemudian, saya, ya udah, menggiring domba, ada yang hilang nggak apa apa, ada yang mati, nggak apa apa.” Ya, kemudian dia setelah menggiring domba ke padang rumput, dia memasukkan domba-domba tersebut ke kandang domba, dia nggak hitung jumlahnya lagi, lengkap nggak, dia nggak panggil nama domba-domba tersebut. Dia kan diupah, ya sudah, yang penting pelihara, hasilnya terserah bagaimana. Nah itu adalah seorang upahan.

Ada gembala yang baik, ada gembala yang buruk. Gembala upahan, itu adalah siapa? Mengacu kepada orang-orang Farisi, Imam, ahli Taurat, pemimpin-pemimpin Israel, ya, mereka yang egois, mereka yang hanya pikir uang. Orang-orang Farisi disebut sebagai hamba uang bahkan, di dalam Alkitab disebut mereka itu hamba uang, hamba egonya sendiri. Ya, dan kemudian Yesus selesaikan perumpamaan ini dengan mengatakan bahwa, “Aku sudah menyerahkan nyawa-Ku untuk sesama, untuk domba-domba Allah. Aku sudah menyerahkan nyawa-Ku untuk domba-domba Allah, itu sebagai bentuk Aku mengasihi mereka dengan kasih yang terbesar.” Tetapi bukan hanya itu, waktu Yesus mati di atas kayu salib, Yesus juga menyatakan bahwa, “Aku mengasihi Bapa dengan kasih yang terbesar.” Kasih yang terbesar dari Yesus Kristus adalah Dia taat sampai mati di atas kayu salib, Dia menaati Allah Bapa.

Nah ini ya, tapi kalau kita melihat Yesus berkorban bagi hidup kita, itu bukan bicara kasih kepada kita satu arah saja, bukan, waktu Yesus mati di atas kayu salib, menanggung hukuman dosa kita, Yesus itu menyatakan kasih ke dua arah, kepada manusia, dan taat kepada Allah Bapa. Kasihnya begitu, wah, terurai. Kasih Yesus itu terpancar ke semuanya ketika Dia menyerahkannyawanya untuk keselamatan bagi umat Allah. Kasih kepada umat, dan kasih kepada Bapa. Nah itu Yesus Kristus.  Di sini kita bisa belajar Bapak, Ibu, Saudara sekalian, perbedaan Yesus sebagai gembala yan baik dan gembala pada umumnya adalah kematian Yesus itu menyatakan kasih kepada Allah dan kepada domba-domba Allah, umat Allah. Tetapi gembala upahan itu, waktu dia mati, tidak menyatakan kasih, itu justru mereka mati, malah domba-dombanya juga mati, ya, tidak diurus, dan akhirnya celaka. Gembala yang baik itu menyelamatkan dan memelihara domba-dombanya, dan gembala yang buruk itu justru tidak menyelamatkan dan juga membiarkan domba-dombanya.

Ini adalah perumpamaan-perumpamaan yang kita bisa pelajari Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ya, kita adalah orang yang belajar, seharusnya, jangan malas belajar. Ya, kita perlu punya sikap hati yang belajar, dan dari perumpamaan ini, kita bisa belajar tugas-tugas orang Kristen juga. Bukankah itu firman Tuhan bagi orang Farisi, ahli Taurat, dan para Imam? Saya kan domba, saya kan umat Tuhan, saya jemaat, jadi itu firman, perumpamaan untuk pemimpin-pemimpin gereja lah. Kenapa harus kami dengar? Gitu ya, kenapa kita dengar firman Tuhan ini? Ya karena Tuhan sudah menentukannya Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Kita tahu bahwa Alkitab ini pengarang utamanya adalah Roh Kudus. Kalau Roh Kudus sudah kasih firman Tuhan, itu untuk kita semua juga. Tapi ini memang lebih spesifik untuk para pemimpin gereja. Tetapi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, secara umum, bagi kerohanian kita, kita pun punya tugas ini, yang tidak mungkin kita katakan, “Itu bukan tugasku.” Kita punya tugas ini juga, yaitu apa?

Yang pertama adalah tugas sebagai pintu, ya tugas sebagai pintu. Apa itu pintu? Yaitu sebagai jalan masuk dan jalan keluar, tapi dalam makna rohani. Ya, seperti Yesus Kristus adalah jalan kebenaran dan hidup, ya jalan masuk menuju hidup yang kekal dan mengenal Allah Bapa, demikian juga kita menjadi jalan, menjadi jalan supaya orang bisa tahu Tuhan, kenal gereja. Bagaimana orang bisa tahu kabar baik kalau tidak ada yang memberitakan kepada mereka? Ya itu kita sebagai pintu. Ya, pintu masuk ke keselamatan. Bukan saja itu, kita pintu keluar, untuk pergi menjalankan tugas gereja yaitu pergi ke luar untuk memberitakan Injil, menghadapi bahaya. Tetapi ingat, kita selalu disertai oleh Tuhan. Kita selalu disertai oleh Yesus Kristus. Itu adalah pintu, pintu dari segala dosa juga ya, keluar dari jalan dosa, nah itu ya. Jadi pintu keluar untuk melayani, tetapi juga pintu keluar untuk segala permasalahan dosa. Nah itu tugas kita sebagai orang Kristen, sebagai orang-orang yang mempelajari Yesus adalah pintu, kita pun mau supaya menjadi pintu ya.

Pintu juga menyatakan sebuah sarana anugerah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Sarana anugerah di mana lewat pintu, kita mendapatkan suatu anugerah. Kita tahu di dalam theologi Reformed, sarana anugerah itu ada tiga ya, yaitu apa? Firman Tuhan, doa, dan sakramen. Itu sarana anugerah. Di mana ada firman Tuhan, Tuhan pasti kasih anugerah, di mana ada doa, di situ Tuhan kasih anugerah-Nya, di mana ada sakramen, Tuhan kasih anugerah-Nya, pemberian-Nya, pasti dapat berkat. Tidak ada yang tidak akan mendapat berkat ketika menyentuh atau mendapatkan sarana anugerah ini. Nah ketika seseorang sungguh-sungguh mendapatkan sarana anugerah ini, baik firman Tuhan, baik doa, baik sakramen, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orang-orang itu terus dipenuhi firman dan doa, dia pun bisa menjadi sarana anugerah juga bagi orang lain. Itu yang diinginkan Tuhan. Renungkanlah firman Tuhan siang dan malam, berdoalah senantiasa, ya, tinggal lah di dalam Aku, itu bicara apa sih? Itu kan bicara belajar firman, menghidupi firman, berdoa, menyatakan kesatuan dengan Kristus. Ketika kita betul-betul menyadari sarana anugerah, kita bisa menjadi pintu yang Tuhan inginkan.

Yang kedua, tugas kita adalah sebagai domba ya, sebagai domba, pertama-tama, kita mengikuti Gembala Agung dulu, yaitu Yesus Kristus, jangan gembala manusia ya. Gembala manusia ini perpanjangan Gembala Agung, yaitu Yesus Kristus, maka gembala kita siapa? Ketika ditanya, “Gembala kamu siapa?” Ya bukan pendeta kita tetapi gembala yang pertama itu adalah Yesus Kristus. Kalau gembala gereja itu baru kita sebut pendeta kita. Kita sebagai domba itu coba dengar suara Yesus, dengar firman Tuhan, dengar suara Roh Kudus. Kita ikut pimpinan Tuhan. Maka Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau kita, ya, menghadiri suatu acara, misal acara gereja, acara gereja, kita biasanya orang yang sudah kenal Yesus Kristus itu nggak suka acara gereja yang suaranya itu bukan suara Yesus Kristus, ya. Suaranya itu suara duniawi, suara-suara motivator, kita nggak suka, kita lari. Yang aneh adalah kalau ada orang yang suka dengar suara-suara yang lain semua, berarti dia nggak kenal Yesus Kristus memang.

Ya juga menentukan sikap ibadah kita Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Kalau kita sungguh-sungguh kenal suara Yesus Kristus, kita akannyaman ketika kita bisa mendengar kotbah di gereja yang memang memberitakan firman Kristus. Ya semua pakai firman Kristus kan? Tetapi kalau kita datang ke gereja, kemudian dengar firman yang bukan Kristus, lari, sudah lari aja. Lari itu menunjukkan kita domba yang mengenal Gembala Agung kita. Bukan berarti kita tidak mengasihi gereja itu, bukan. Kita cuma sebagai domba, nggak tahan di gereja ini apa ini, gereja apa ini, kalau memang gerejanya tidak sesuai dengan firman Tuhan. Kita akan cari suara gembala kita kita. Di mana suara gembala kita, di begitu banyak gereja, di mana suara gembala kita? Kita juga tidak akan sembarangan Bapak, Ibu, Saudara sekalian, menghadiri acara gereja. Ya asal ada Natalan, Natalan di sana, ya ada acara apa, kita ikut. Wah kita nggak sembarangan. Domba itu pendengarannya peka. Kalau memang ini suara Yesus, ikut ke sana, kalau bukan lari. Itu tugas domba Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita mengikuti pimpinan Gembala yang Agung itu. Haus dan lapar akan kebenaran firman Tuhan, ya, haus dan lapar akan kebenaran firman Tuhan itu juga adalah tugas kita. Meskipun sering kali kita, ya, cuek ya, mau lapar, mau haus, nggak ngerti gitu ya, soal rohani itu sering kali kita tidak sadari ya, harusnya itu kita harusnya lapar dan haus akan kebenaran firman Tuhan. Kalau kita nggak baca firman satu hari saja, rasanya itu bukan domba, ya, ya, kita bukan sebagai domba.

Ketiga, yang terakhir, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yang ketiga adalah tugas sebagai gembala. Ini yang paling sulit, ya, ini yang paling sulit kita kerjakan sebagai orang Kristen, karena kerohanian kita semua beda-beda. Ada yang kuat, ada yang lemah. Kita tidak bisa sama-ratakan standar kita orang Reformed harus begini. Yang lemah, mundur, ya, yang kuat bertahan, masa kaya gitu ya? Seleksi alam? Gereja jadi seleksi alam? Bukan, gereja itu menerima semua orang, baik yang lemah, yang kuat, yang bemasalah, yang baik-baik saja, yang sakit, yang sehat, yang kaya, yang miskin, yang semua itu kita terima, dan semua itu kita gembalakan. Bukan hanya orang-orang yang cocok dengan kita. Kita mau berkawan ya, berkawan dengan siapapun. Dan tidak mudah ya, apalagi kita punya karakter-karakter sendiri, ada orang yang pendiam, ya, nggak mau ngobrol sama orang, ya, tapi punya komunitas yang dekat. Nah itu ya, saya lihat itu kaya gitu, justru orang yang pendiam, punya komunitas, teman yang akrab. Tapi ada orang yang heboh, heboh, heboh, tapi ya, dia cuma heboh-heboh aja, nggak ada punya komunitas yang dekat, kaya gitu ya. Nah itu karena apa? Karakter kita. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dua-duanya bisa dipakai Tuhan untuk menggembalakan sesama ya. Kita, ya, berteman, berteman, mau mengasihi siapapun itu dia, mau belajar mengenal dia. Nah ini yang penting ya, waktu kita mengenal orang juga, kita belajar mengenal dia. Ini pembelajaran, mau mengasihi dia.

Yesus pernah bertanya kepada Simon Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” jawab Petrus, “Ya, benar Tuhan, aku mengasihi Engkau,” kemudian Yesus katakan kepada Petrus bahwa, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Tiga kali perintah ini dijelaskan betapa pentingnya tugas seorang gembala, ya, betapa pentingnya panggilan ini kepada hidup kita semua. Setelah Petrus diperintahkan demikian, Petrus pun ketika menulis surat kepada umat Tuhan, kepada para penatua, pemimpin-pemimpin gereja, dia katakan juga di dalam 1 Petrus 5:2, “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa,” jangan maksa orang, jangan paksa orang ikut ibadah, jangan paksa orang ikut PA, jangan paksa orang ikut ini dan itu, paksa gitu ya. Tapi dengan pengertian, dengan menjelaskan urgensinya, dengan anugerah Tuhan, kita doakan. Ini gembalakanlah kawanan domba Allah, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah. Kita juga dengan sukarela menggembalakan, kita juga tidak terpaksa, jangan karena mau mencari keuntungan tetapi dengan pengabdian diri.

Ternyata, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tugas-tugas orang Kristen, baik sebagai gembala, sebagai domba, sebagai pintu, itu perlu pengabdian diri, perlu pembelajaran. Ya, perlu pembelajaran. Yesus Kristus diutus oleh Allah Bapa untuk menggembalakan umatnya. Waktu Yesus Kristus nubuatannya didengar oleh orang-orang majus dari Timur, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orang-orang Majus dari Timur itu bertanya kepada raja Herodes, “Di manakah Raja orang Yahudi yang baru lahir itu?” Nah ini adalah suatu iman yang luar biasa ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu orang-orang Majus dari Timur, dari daerah Persia itu, menuju kepada Betlehem, daerah Yudea, itu mereka ada penelitian mengatakan bahwa mereka itu melakukan perjalanan 1000 km, selama kurang lebih 40 hari. Lebih beriman siapa sih? Orang Majus atau ahli Taurat, imam kepala? Ya lebih tulus mana di dalam mempelajari kehendak Tuhan, orang Kristen, gereja, atau orang non-Kristen di sana, di luar sana?

Kisah Natal ini suatu hal yang aneh sekali. Orang yang harusnya mencari raja orang Yahudi, tidak mencari. Tapi orang yang di luar sana, yang justru tidak tahu siapa Yesus Kristus, malah mencari Yesus Kristus. Orang majus ini adalah orang-orang yang melakukan perjalanan yang jauh sekali untuk bertemu dengan Yesus Kristus, 1000 km, bayangkan. Para imam kepala dan ahli Taurat menjawab di Betlehem, tanah Yehuda, Yudea, akan bangkit seorang pemimpin yang akan menggembalakan umat-Nya, Israel. Jadi Yesus Kristus hadir, lahir itu untuk menggembalakan umat-Nya, Israel. Masalah penggembalaan ini, masalah Yesus Kristus, Yesus Kristus itu datang untuk menggembalakan.

Kalau di dalam GRII kita bisa belajar, paling penting apa? Pembelajaran, penginjilan, Yesus datang, sebagai pemimpin untuk menggembalakan. Waktu menggembalakan itu semua ada, semua ini saling terkait. Waktu menggembalakan kita sedang mengajar orang, mengabarkan Injil kepada orang. Waktu kita menginjili orang, kita juga menggembalakan, mengajar orang. Waktu kita mengajar orang juga, kita menginjili orang, dan kita menggembalakan orang juga. Dan Yesus dijelaskan di dalam perkataan imam kepala dan para ahli Taurat, “akan bangkit seorang pemimpin yang akan menggembalakan umat-Nya, Israel.” Yesus hadir, Dia datang ke dalam dunia ini untuk menggembalakan kita. Yesus adalah pintu, Yesus adalah gembala yang baik. Inilah Natal, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, inilah makna kelahiran Yesus Kristus ke dunia ini, yaitu Yesus mau menjadi pintu menuju keselamatan, pintu jalan keluar dari segala dosa kita, pintu jalan keluar untuk bisa melayani Allah dengan bisa disertai oleh Tuhan, itu oleh Yesus Kristus semua.

Yesus Kristus lahir ke dunia ini untuk menggembalakan umatnya, yaitu kita, yaitu Dia adalah gembala yang baik. Gembala yang baik mau menjadi manusia, turut merasakan kelemahan-kelemahan kita semua. Yesus bisa sakit, tapi sakitnya Yesus itu bukan karena dosa, ya, bukan karena natur yang berdosa. Yesus bisa lapar, haus, itu bukan karena natur berdosa ya. Yesus bisa mati, ya, itu bukan karena natur berdosa. Kita itu bisa mati karena natur berdosa, kita bisa sakit karena kita berdosa, kita bisa mengalami penderitaan itu karena dosa. Tapi, Yesus tidak karena dosa, Dia mengalami penderitaan, tidak karena dosa Dia mengalami sakit, tidak karena dosa Dia mengalami kematian. Itulah penggembalaan Yesus. Yesus nggak harus kok jadi manusia, Yesus nggak harus kok menyelematkan kita, Yesus, nggak hanya itu, nggak harus menciptakan kita. Tapi ketika Yesus melakukan semuanya itu di dalam rancangan yang kekal itu, Yesus mau menggembalakan kita.

Puji Tuhan Bapak, Ibu, Saudara sekalian untuk Yesus sebagai Gembala Agung kita, kita punya sahabat yang terbaik, kita punya Tuhan yang mengerti segala keluh kesah kita, dan Dia adalah pintu, Dia adalah gembala. Saya undang kita semua untuk membaca Mazmur 23, menutup khotbah kita pada hari ini, judulnya adalah “TUHAN, Gembalaku yang Baik,” Mazmur 23:1-6, “Mazmur Daud. Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa.” Mari kita sama-sama berdoa.

Bapa kami yang ada di sorga, terima kasih Tuhan, Engkau adalah pintu, Engkau adalah gembala kami yang baik. Terima kasih kami boleh mendengarkan firman Tuhan, beribadah kepada Tuhan pada pagi hari ini, kiranya Tuhan yang boleh terus memberikan kami berkat Tuhan, pengertian, pengenalan akan Allah yang lebih dalam lagi dalam kehidupan kami, sehingga itu boleh mengubah hati kami, untuk bisa serupa dengan Yesus Kristus. Terima kasih Tuhan, kami boleh digembalakan Tuhan sejak kami kecil sampai hari ini, Tuhan selalu beserta dengan kami, Engkau tidak pernah meninggalkan kami, sekalipun kami dalam lembah kekelaman, tetapi Engkau selalu beserta kami, dan juga Tuhan selalu menolong kami untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di hadapan kami, meskipun seringkali banyak hal yang tidak terjadi sesuai dengan harapan dan keinginan kami, tetapi Tuhan selalu menggembalakan kami, Tuhan selalu membimbing kami, mengarahkan kami, untuk bisa terus menjalani hidup bersama dengan Tuhan. Ampunilah segala dosa kami Tuhan, kelemahan kami, jikalau kami sebagai orang Kristen sering kali tidak menjadi orang Kristen, sering kali tidak melakukan firman Tuhan, sering kali tidak memiliki niat untuk semakin bertumbuh. Ampuni kami jikalau kami tidak bisa menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kami ataupun keluarga kami. Kami menyerahkan Tuhan, supaya Tuhan boleh terus memakai kami, Tuhan boleh membimbing kami, supaya kami bisa terus maksimal di dalam melayani Tuhan seumur hidup kami. Terima kasih Tuhan untuk berkat-Mu, di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami sudah berdoa. Amin. (KS) 

 

Transkrip khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah