Keributan di Tesalonika, 27 November 2022

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita masuk ke dalam Kisah Rasul pasal 17, dari pelayanan Rasul Paulus, maka Bapak, Ibu bisa melihat, ternyata pelayanan yang dilakukan oleh Rasul Paulus itu bukan satu pelayanan yang mudah, melainkan penuh dengan kendala. Dan kendala-kendala itu adalah penolakan yang dilakukan oleh orang-orang yang iri hati terhadap hasil atau buah daripada pelayanan Rasul Paulus ini. Bapak, Ibu bisa melihat dari pasal 16. Di situ, Rasul Paulus ketika pergi ke Filipi untuk memberitakan Injil, ternyata ia kemudian ditangkap, dianiaya, dipenjarakan tanpa ada satu pengadilan tertentu. Dan itu bisa Bapak, Ibu baca juga di dalam surat 1 Tesalonika 2:2, Paulus mengangkat kembali kasus yang terjadi di dalam Kisah Rasul pasal 16 ini. Bahkan ketika mereka sudah ada di dalam penjara, sebelum itu mereka disesah, tanpa ada 1 pengadilan tertentu. Mereka dihina dan direndahkan, yang dikatakan dalam Tesalonika itu. Apa yang mereka lakukan, menariknya adalah mereka tidak berhenti di situ, tetapi mereka kemudian memiliki keberanian untuk memberitakan Injil lagi di Tesalonika.

Nah, di dalam Tesalonika 2:2 itu dikatakan, semua itu adalah bukan karena kekuatan mereka sendiri, tetapi karena karunia yang Tuhan berikan kepada diri mereka. Jadi, ini yang dialami oleh seorang yang begitu giat untuk melayani Tuhan. Dan pada waktu mereka mengalami masalah atau ketika mereka memberitakan Injil di Tesalonika, terjadi permasalahan lagi di sana, yaitu dari orang-orang yang tidak berkenan kepada mereka. Akhirnya, mereka kemudian pergi ke Berea dan di situ, mereka memberitakan Injil. Walaupun di sini dikatakan jemaat Berea lebih baik daripada jemaat Tesalonika, tetapi ternyata masalah tetap datang. Orang-orang Yahudi dari Tesalonika yang mendengar Injil dan ada orang yang bertobat, datang ke Berea untuk kemudian menghasut dan mengadakan satu perlawanan terhadap Paulus, sehingga ia harus pergi lagi.

Nah, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, apa yang memberikan Paulus kekuatan untuk melayani seperti itu? Apa yang mendorong orang-orang itu kemudian menolak Paulus dan juga Silas di dalam pelayanan ini? Atau bahkan kalau Bapak, Ibu mau mundur, termasuk Petrus dan rasul-rasul yang lainnya. Saya pernah seringkali berbicara kalau di antara 12 rasul yang menjadi rasul yang dipilih oleh Yesus Kristus, kecuali dari Yudas Iskariot, semuanya mati martir kecuali yang 1 lagi ya, Yohanes. Rasul Yohanes yang merupakan saudara dari Rasul Yakobus. Apa yang mendorong mereka rela untuk pergi, bahkan menempuh perjalanan yang jauh, dan bahkan menyerahkan nyawanya di dalam pelayanan penginjilan itu? Nah, apakah ini adalah sesuatu yang bisa menjadi satu teladan di dalam kehidupan kita, atau kita pelajari pengertian, atau makna, atau prinsip yang ada di balik dari tindakan mereka itu? Saya percaya, itu adalah hal yang kita bisa lihat dan kita gali dari Kisah Rasul pasal yang ke-17 ini di dalam kehidupan dari Paulus dan Silas ini ya.

Nah, apa yang terjadi di situ? Dikatakan, orang-orang Yahudi iri hati terhadap buah-buah yang dihasilkan di dalam pelayanan Paulus, yaitu berita Injil yang dia kabarkan. Dan pada waktu mereka iri hati, mereka kemudian memfitnah Paulus itu dan Silas telah mengajarkan suatu bahaya kepada kerajaan Romawi. Jadi, mereka ngomong, Paulus dan Silas ini adalah seorang yang menjadi sumber revolusi terhadap kerajaan Romawi, karena mereka mengajarkan kalau ada raja lain yang lahir, raja lain yang berkuasa daripada raja, yaitu kaisar sendiri. Dan bagi kerajaan Romawi, itu adalah satu pemberontakan, ketika ada kaisar lain yang muncul di dalam pemerintahannya dan itu harus dibasmi. Saya percaya, ini menjadi 1 dasar untuk memenjarakan Paulus, atau menangkap Paulus, atau ada kemungkinan untuk membunuh Paulus di dalam pelayanan yang Paulus lakukan.

Nah, dasarnya apa? Apakah karena Paulus merencanakan untuk melakukan pemberontakan? Apakah Paulus adalah memang orang yang menimbulkan kekacauan di Tesalonika dan Berea ataupun di Filipi, seperti itu? Saya percaya, jawabannya ya dan tidak. Tidak, karena apa? Karena Paulus ketika melayani selalu mengajarkan bahwa kita harus menghormati pemerintah. Bapak, Ibu bisa melihat di dalam Roma pasal 13. Bapak, Ibu bisa melihat itu di dalam surat Timotius juga. Paulus bahkan mengatakan, “Kita harus hormat kepada pemerintah karena pemerintah itu adalah wakil dari Tuhan sendiri di dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.” Jadi, pemerintah itu Tuhan berikan di dalam dunia ini untuk menjaga keamanan dari masyarakat atau manusia dan kelangsungan hidup dari manusia, dan menegakkan keadilan mewakili Tuhan. Itu sebabnya sebagai seorang Kristen yang baik ketika melihat ada satu pemerintahan yang baik, kita tidak boleh memberontak kepada pemerintahan itu, kalau dia menjalankan fungsinya dengan baik. Tapi kita perlu menundukkan diri dan mendoakan pemerintahan yang ada itu. Jadi, dari sini kita bisa melihat bahwa apa yang diajarkan oleh Paulus itu menunjukkan bahwa ia ketika mengajarkan tentang kebenaran Injil Kristus Yesus, memang dia mengajarkan bahwa ada raja yang lain, yaitu Yesus Kristus di dalam dunia ini, yang lebih dari semua raja yang ada. Tetapi tujuannya bukan untuk memberontak melawan kekaisaran yang ada di dalam dunia ini.

Jadi, itu sebabnya waktu kita berkata, “Apakah memang benar Paulus itu menghasut orang-orang untuk memberontak terhadap kaisar seperti yang dituduhkan oleh orang-orang Yahudi ini?” Jawabannya, tidak. Tetapi kenapa kalau tidak, mereka kemudian seperti orang yang kebakaran jenggot, lalu marah, dan lalu kemudian menghasut orang, dan tidak bisa menerima Paulus dan Silas dan pengajaran yang diajarkan? Ada beberapa sebab sih. Kalau Alkitab bilang, misalnya kalau Saudara lihat sebelumnya, karena pengabaran Injil itu mengakibatkan usaha dagang orang mati. Ada yang seperti itu. Karena di dalam zaman itu dagang yang paling laku, mungkin dagang yang paling maju itu adalah buat patung, lalu kemudian menamakan itu misalkan dewi Artemi atau dewi Diana, lalu kemudian menjualnya kepada orang-orang yang menyembah dewi-dewi itu sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang besar. Tetapi ketika Paulus itu memberitakan tentang Tuhan Yesus Kristus dan tidak ada berhala seperti itu, maka akhirnya orang-orang yang bertobat menjadi orang Kristen tidak lagi membeli dagangan itu. Dan bahkan mungkin mempengaruhi orang-orang yang belum Kristen untuk mulai mempertanyakan dagangan yang mereka jual itu, sehingga akhirnya ekonomi mereka atau pendapatan mereka merosot dengan sangat drastis sekali. Ini membuat orang-orang itu marah. Tapi di bagian ini, mungkin karena ini adalah orang Yahudi.

Lalu ketika Paulus melayani adalah selalu datang ke sinagoge terlebih dahulu, walaupun sinagoge di sini adalah bukan di Yerusalem ataupun di Yudea, tetapi ada di Tesalonika dan di Berea. Dan di dalam sinagoge itu terdiri dari orang Yahudi dan orang non-Yahudi yang tertarik untuk ikut di dalam menyembah Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Dan ketika orang-orang Yahudi itu melihat bahwa orang-orang ini ternyata “meninggalkan iman mereka” – di dalam tanda kutip – lalu mengikuti pengajaran Paulus, mereka tidak bisa menerima. Tapi sebelum saya masuk ke dalam bagian itu, saya mau jelaskan mengapa saya pakai istilah tanda kutip itu. Karena bagi orang Yahudi, kekristenan itu adalah berbeda dari mereka. Kekristenan itu adalah 1 agama lain yang menyangkal agama Yahudi. Kekristenan itu adalah sesuatu agama yang mengatakan bahwa agama Yahudi itu berbeda dari kekristenan. Tetapi bagi orang-orang Kristen sendiri, kalau Bapak, Ibu baca di dalam Kisah Para Rasul kaya gitu dan juga penjelasan dari Paulus di dalam surat-suratnya, Petrus, Yakobus, dan Yudas, dan yang lain-lainnya, maka kita akan menemukan bahwa mereka tidak pernah mengajarkan sesuatu yang berkontradiksi dengan apa yang diajarkan oleh Taurat atau Perjanjian Lama, tapi justru mereka mengajarkan bahwa penantian yang selalu dinanti-nantikan oleh para nabi dan umat Allah di dalam Perjanjian Lama itu sudah datang dan sudah digenapi di dalam Yesus Kristus.

Jadi, istilah lainnya adalah apa yang diajarkan oleh Petrus, apa yang diajarkan oleh Paulus, apa yang diajarkan oleh semua rasul yang lain, itu adalah kesinambungan dari nubuat atau pengajaran yang diberikan oleh para nabi yang ada di dalam Perjanjian Lama. Jadi, mereka bukan mengajarkan sesuatu yang baru, para rasul ini. Tetapi para rasul justru menunjukkan bahwa semua nabi di dalam Perjanjian Lama itu menunjuk kepada Yesus Kristus. Dan Yesus Kristus itu sungguh datang. Dia adalah Mesias itu. Dan persis seperti yang dinubuatkan oleh para nabi di dalam Perjanjian Lama. Bapak, Ibu bisa lihat itu di dalam surat 1 Petrus 1:10-11, dikatakan, “Keselamatan itulah yang diselidiki dan diteliti oleh nabi-nabi, yang telah bernubuat  tentang kasih karunia yang diuntukkan bagimu. Dan mereka meneliti saat yang mana dan yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam mereka, yaitu Roh yang sebelumnya memberi kesaksian tentang segala penderitaan yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyusul sesudah itu.” Jadi, nabi bicara tentang Kristus. Rasul juga merujuk atau menunjuk dan membuktikan kalau Kristus itu adalah Mesias itu.

Itu sebabnya Saudara bisa lihat di dalam ayat yang ke-3, atau ayat yang ke-2 (Kis 17:2-3) “Seperti biasa Paulus masuk ke rumah ibadat itu. Tiga hari Sabat berturut-turut ia membicarakan dengan mereka bagian-bagian dari Kitab Suci.  Ia menerangkannya kepada mereka dan menunjukkan, bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati, lalu ia berkata: “Inilah Mesias, yaitu Yesus, yang kuberitakan kepadamu.”” Ada orang yang selalu mengangkat di dalam commentary, ada 3 kata yang digunakan oleh Paulus di sini, yaitu “membicarakan” itu berarti Paulus mengajak orang-orang ini berdialog. Lalu kemudian, “menerangkan” itu berbicara tentang Paulus menjelaskan, memberikan pengertian tentang apa yang dikatakan Kitab Suci berkenaan dengan Yesus Kristus dan ketika berbicara tentang menunjukkan itu berarti membuktikan berdasarkan Kitab Suci, bahwa Yesus adalah Mesias itu, karena Yesus menggenapi semua yang dikatakan nabi di dalam perjanjian lama, baik penderitaannya ataupun kemuliaan yang dialami oleh Yesus Kristus, seperti yang dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama. Jadi, itu yang menjadi pemahaman kita dan para rasul berkenaan dengan nubuat di dalam Perjanjian Lama dan relasi antara Taurat dengan Injil. Atau kepercayaan yang sebenarnya dari para nabi dan orang-orang Yahudi di dalam Perjanjian Lama dengan kekristenan di dalam Perjanjian Baru, seperti itu.

Ada yang pernah bertanya kepada saya seperti ini. “Pak, bagaimana Efesus pasal 2?”  Di dalam Efesus pasal 2 itu dikatakan, bahwa sekarang Taurat sudah dibatalkan. Kalau Taurat sudah dibatalkan, itu berarti bahwa kekristenan tidak lagi mengadopsi Taurat? Berarti kekristenan itu harusnya menolak Taurat karena ada Injil sekarang yang membatalkan yang lama itu sehingga yang lama tidak lagi berlaku, tetapi yang baru ini yang berlaku, seperti itu. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, memang Kitab Suci itu mengatakan ada pakai istilah “membatalkan” di dalam Efesus. Di dalam Ibrani juga ada kata “membatalkan” di situ. Tetapi prinsip kita sebagai orang Kristen dan prinsip yang Alkitab nyatakan sendiri, kata “membatalkan” itu bukan berarti nubuat atau wahyu yang baru itu mengubah semua wahyu yang lama. Atau wahyu yang baru itu sesuatu yang ketika berbeda dengan wahyu yang lama, maka wahyu yang lama itu berhenti, tidak berlaku lagi, maka kita pegang wahyu yang merupakan versi atau edisi yang terbaru itu. Ini bukan prinsip kristiani. Tetapi kekristenan melihat istilah “membatalkan” itu berarti menggenapi. Kenapa menggenapi? Karena di dalam Matius pasal yang ke-5, Yesus pernah datang. “Aku datang bukan untuk membatalkan Taurat, tetapi Aku datang untuk menggenapi Taurat.” Jadi, pengertian membatalkan itu sendiri berarti bahwa apa yang dikatakan oleh Taurat sudah tidak perlu dinanti-nantikan lagi. Karena semua yang dikatakan oleh Taurat itu sudah terjadi, seperti yang Taurat katakan tentang Yesus Kristus. Itu pengertiannya.

Jadi, pada waktu kita melihat antara orang Yahudi dan berita Injil yang diajarkan oleh Paulus, mengapa mereka menolak Paulus? Karena mereka merasa mungkin, atau mereka melihat bahwa Paulus itu mengajarkan suatu pengajaran yang berbeda, dan mereka tidak bisa menerima itu. Mata mereka gelap, kalau kita pakai istilah lain dari Perjanjian Baru, mata mereka itu ada selubung atau hati mereka itu ada selubung yang menutupinya, sehingga mereka tidak bisa melihat kepada kebenaran itu, dan akibatnya adalah mereka nggak suka dan mereka iri hati melihat buah yang dihasilkan oleh pelayanan para rasul. Dan ini menyeret dari orang-orang Yahudi untuk mengikuti mereka, saudara kandung mereka itu diajak untuk berkhianat atau mualaf ke yang lain sehingga menyangkali Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Ada aspek itu juga. Makanya mereka marah kepada Paulus dan Silas, kepada Petrus dan rasul-rasul yang lain.

Saya percaya, kalau mau ditarik masih ada banyak faktor yang lain, tetapi paling dasar sekali adalah karena mereka adalah orang yang berdosa. Dan natur berdosa adalah lebih mengandalkan kemampuan diri daripada mengandalkan anugerah dan kasih karunia yang Tuhan berikan di dalam Kristus Yesus. Itu yang membuat kita menolak Injil, seringkali. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita berbicara tentang menolak Injil ini, jangan dilihat sebagai 1 sikap di mana oh, seperti orang-orang Yahudi ini yang menolak Petrus, menolak Paulus, lalu kemudian memfitnah mereka, lalu kemudian mereka kemudian mengakibatkan sebuah kerusuhan seperti itu. Tetapi saya juga lihat bahwa istilah “penolakan” ini juga bisa dikaitkan dengan prinsip suam-suam kuku. Kalau Bapak, Ibu lihat di dalam kitab Wahyu, Tuhan Yesus menegur 1 gereja. Gereja apa, masih ingat nggak? Laodikia, yang dikatakan mereka adalah suam-suam kuku. Tidak panas, tidak dingin. Menolaknya di mana? Karena di situ Yesus berkata, “Aku mau memuntahkan mereka. Lebih baik mereka dingin atau lebih baik mereka panas, tetapi jangan suam-suam kuku.” Artinya adalah kalau kita mengikut Kristus, Tuhan tidak ingin kita ikut Dia dengan ala kadarnya. Dengan standar-standar saja. Tetapi Tuhan ingin kita mengikut Dia dengan full commitment. Dan istilah full commitment itu, misalnya Saudara bisa lihat di dalam Efesus, banyak sekali menggunakan istilah “penuh” di situ.  Lalu, Saudara bisa melihat juga di dalam Kisah Rasul ketika berbicara tentang Stefanus. Seorang yang “penuh” dengan iman. Seorang yang “penuh” dengan kasih karunia. Seorang yang “penuh” dengan Roh Kudus. Seorang yang “penuh” dengan kuasa. Maksudnya apa “penuh” itu? Maksudnya adalah ketika kita mengikut Kristus, kita nggak pernah bisa setengah-setengah hati. Kita nggak bisa berkata, “O, saya yang penting datang ibadah dalam gereja. Saya nggak mau terlibat di dalam hal-hal yang lain. Yang penting saya menjalankan ibadah saya. Cukup untuk hal itu dan saya orang Kristen yang baik.” Tetapi istilah “penuh” itu sendiri itu berbicara tentang kita tidak di tengah-tengah, tetapi kita ada di dalam 1 sisi bandul, yaitu sepenuhnya tanpa ada keraguan atau tanpa ada pertimbangan-pertimbangan yang lain untuk membuat kita tidak menaati Tuhan di dalam hidup kita. Itu namanya “penuh”. Kalau kita “penuh” Roh Kudus, itu berarti kita sepenuhnya dipimpin oleh Roh Kudus dan mengikuti apa yang Roh Kudus inginkan, tanpa menunda-nunda atau menahan-nahan atau bernegosiasi dengan apa yang Roh Kudus inginkan. Kalau dibilang kita “sepenuhnya” taat, itu berarti bahwa apapun yang dikatakan oleh Kristus, kita betul-betul pegang dan tanpa keraguan sama sekali di dalam, kita percaya kepada diri Dia dan melakukan apa yang menjadi kehendak Dia.

Saya percaya ini adalah hal yang penting untuk kita sadari, karena kita umumnya ketika melihat kepada kehidupan Kristen, kita itu melihat kehidupan Kristen itu seperti sebuah potongan pai. Kalau kita melihat sebuah pai yang bulat kaya gini ya. Anggaplah ini bulat kayak gitu. Kekristenan itu seperti apa? Ibadah kepada Tuhan itu seperti apa? Itu adalah salah satu aspek dari hidup kita. Sehingga kalau kita jalani hidup ini, kita bekerja, kita studi, kita berkeluarga, kita melakukan yang lain, kita nggak datang ibadah kepada Tuhan, kita nggak melayani Tuhan, itu seperti ada bagian dari diri kita yang hilang. Nah, itu menimbulkan ketidaknyamanan dan akibatnya apa? “Ya sudahlah, saya setor muka paling tidak dalam 1 bulan 1 kali, terlambat juga nggak pa-pa lah yang penting saya muncul” kayak gitu. Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ketika kita lakukan itu, kita merasa sudah “penuh”. Ini bukan kekristenan. Kekristenan itu seluruh hidupnya sentral kepada Kristus. Ibadah kita, ketaatan kita kepada Tuhan itu bukan 1 bagian seperti pai yang dibelah seperti itu. Tetapi itu merupakan seluruh dari kehidupan kita untuk Tuhan. Dan ibadah itu bagian dari memang ekspresi iman kita kepada Tuhan atau penyembahan kita kepada Tuhan. Tetapi sebenarnya, baik di dalam studi, di dalam pekerjaan, di dalam keluarga, di dalam rekreasi, di dalam apapun yang kita lakukan, perkataan, perbuatan yang kita lakukan, relasi yang kita bangun dengan pertemanan kita sentralnya itu harus Kristus. Itu sebabnya pada waktu kita mengikut Tuhan, Tuhan berkata dalam Matius 6:33, sebagai satu ayat yang sangat penting sekali. Saya percaya ini adalah 1 ayat yang sangat penting kita hafal seperti itu, tetapi seringkali kita lupakan, yaitu, “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kehendak-Nya, lalu semua itu akan ditambahkan kepadamu.” Kita hafal itu. Tapi selalu ketika kita mencari, apa yang kita cari terlebih dahulu? Bukan kerajaan Allah. Bukan kehendak-Nya. Tapi yang ditambahkan itu.

Kemarin, setelah seminarnya Pdt. Tama yang di Solo, lalu di-relay ke Jogja, ada 1 orang WA ke saya malam-malam. Jam 12 malam kayak gitu. Kebetulan, saya belum tidur. Saya tidurnya di atas jam 12 ya. 3 sudah bangun lagi. Lalu, di WA itu, dia bilang, “Ini seminar bagus sekali. Benar-benar bagus sekali. Tetapi saya heran, kenapa orang-orang Kristen yang mau datang itu sedikit sekali ya?” Walaupun di Solo ada 40-an orang, di Jogja ada 15 orang seperti itu yang hadir di dalam seminar ini, tetapi itu masih kuantitas yang sangat sedikit sekali sebenarnya, kalau dibandingkan dengan jumlah jemaat kita yang hadir di dalam kebaktian Minggu.  Dan dari antara jumlah itu, dipotong lagi dengan orang-orang luar yang bukan merupakan jemaat GRII yang datang untuk itu. Lalu dia berkata seperti ini, “Satu hal, saya sangat bersyukur sekali. Memang tidak ada orang yang bisa datang untuk mau belajar Firman, mengerti Firman, kalau tidak digerakkan oleh Tuhan. Dan saya digerakkan oleh Tuhan untuk datang di dalam pemberitaan Firman itu sehingga saya sangat bersyukur sekali dan saya sangat diberkati sekali.” Dia bilang seperti itu ya.

Saya ingatkan kepada dia, memang 1 sisi, kita bisa mengerti kebenaran, kita bisa digerakkan untuk mengikuti Tuhan, kita bisa diberikan rasa haus dan lapar akan Firman, lalu mengejar untuk menuntut kebenaran Firman itu adalah anugerah Tuhan. Tetapi di dalam Matius itu dikatakan, “Berbahagialah mereka yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.” Artinya apa? Yang punya lapar dan haus itu siapa? Kita. Dan kalau kita tidak pernah memuaskan diri dengan Firman, kebenaran, maka itu berarti ada yang kurang. Kita nggak bisa menggunakan, “O, itu adalah anugerah. Saya belum digerakkan oleh Tuhan, maka saya nggak akan menuntut itu.” Padahal Tuhan sudah ngomong terlebih dahulu. Harus kejar. Harus rindukan itu. Harus cari tahu. Harus bertumbuh di dalam kebenaran dan pengenalan akan Tuhan. Jadi, ada aspek tanggung jawab yang kita harus lakukan yang membuat kita nggak pernah bisa berkata, “Aku adalah orang Kristen yang baik, dengan ada di antara jemaat, duduk ibadah, memenuhi bagian kursi ini di dalam hidupku.” Tuhan ingin kita fokus total, utamakan kerajaan Dia, utamakan kebenaran Dia, apapun yang ada di dalam kehidupan kita, atau dalam aspek apapun di dalam kehidupan kita. Itu adalah kekristenan. Dan ini membuat saya percaya, kehidupan Kristen bukan sesuatu yang gampang, tapi hal yang berat. Tetapi saya percaya juga, kalau kita adalah orang Kristen yang sungguh-sungguh memiliki Roh Kudus di dalam kehidupan kita, maka Tuhan akan memberikan ada 2 sifat paling tidak di dalam hati kita. Pertama adalah kerendahan hati untuk mau dibentuk oleh Tuhan. Yang kedua adalah kerelaan untuk mau melakukan apa yang Tuhan ingin kita lakukan di dalam hidup kita, untuk menjadikan Tuhan itu pusat dalam segala sesuatu yang kita lakukan. Nah, kalau kita memiliki prinsip ini, apa yang akan terjadi di dalam hidup kita? Saya percaya, apa yang akan terjadi di dalam hidup kita itu adalah tidak jauh dari apa yang terjadi kepada Paulus dan Silas.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam zaman gereja kita saat ini, umumnya kita seringkali mendengar orang Kristen itu harus membawa damai sejahtera di dalam dunia ini. Saya setuju, kita harus membawa damai sejahtera di dalam dunia ini. Ada orang yang mengatakan seperti ini, “O, menjadi orang Kristen itu adalah menyatakan surga di dalam dunia ini. Betul nggak pak?” Saya bilang, “Iya, benar lah. Kehadiran kita itu menyatakan kehadiran Kristus. Dan kalau Kristus hadir di dalam diri kita, yang adalah raja dari kerajaan Surga, seharusnya orang yang ada di sekitar kita merasakan damai sejahtera itu, karena dia melihat ada seorang yang sudah diperdamaikan dengan Allah yang suci di dalam Kristus, yang menyatakan hidup yang diperdamaikan itu kepada orang-orang di sekitar dia.” Nggak salah. Bisa seperti itu, kita menyatakan damai itu. Tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, jangan salah, dunia di mana kita hidup itu bukan dunia yang terang, tetapi dunia yang gelap. Kalau dunia di mana kita hidup itu adalah dunia yang gelap dalam pengertian mereka adalah orang-orang yang ada di dalam kuasa dosa, yang matanya terselubungi itu, kalau mereka melihat terang yang mereka akan lakukan itu adalah bukan tersadar. Kalau mereka bisa tersadar oleh terang yang mereka lihat, mereka bisa tersadar oleh damai sejahtera yang dimiliki oleh orang-orang Kristen yang tidak mereka miliki di dalam kehidupan mereka, itu adalah kasih karunia. Tetapi kalau kasih karunia itu tidak dikaruniakan kepada diri mereka, yang terjadi itu adalah mereka akan menolak terang itu, bukan mengadopsi terang itu. Makanya, di dalam peristiwa di pasal 17, pada waktu Paulus memberitakan tentang Kristus, yang terjadi adalah orang-orang Yahudi yang ada di Tesalonika itu kemudian mengatakan, “Ini Paulus dan Silas, bahaya! Dia sudah memutarbalikkan, dia menjungkirbalikkan, dia membuat kekacauan.” Tetapi yang sebenarnya membuat kekacauan itu siapa? Orang-orang Kristen itu? Tetapi orang Kristen buat kekacauan nggak? Dia juga buat kekacauan. Setuju nggak?

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kenapa mereka menuduh orang Kristen membuat kekacauan lalu memang membuat kekacauan? Tadi saya sudah jelaskan, karena mereka nggak bisa menerima, mereka adalah orang berdosa. Tetapi kenapa orang Kristen dituduh sebagai orang yang membuat kekacauan? Karena yang namanya terang nggak bisa hidup dalam kegelapan. Yang namanya terang pasti harus menyatakan terang. Yang namanya terang ketika ada di dalam kegelapan, kegelapan pasti menolak yang terang itu. Kalau kita berpikir saya bisa hidup sebagai orang Kristen baik-baik di dalam dunia, tanpa penolakan, tanpa penentangan, pertentangan yang terjadi, bukan karena kita mencari-cari itu ya, tapi kalau kita berpikir harus damai dengan semua orang di dalam dunia ini dan mereka bisa menerima keberadaan kita, justru yang bermasalah mungkin diri kita. Karena kita tidak hidup di dalam full commitment kepada Kristus. Sedangkan orang-orang yang hidup full commitment kepada Kristus sudah dicontohkan di dalam Kitab Suci sebagai orang yang pasti mengalami penolakan di dalam hidup mereka. Jadi ada full commitment itu ya. Pertanyaannya adalah apa yang membuat mereka mau full commitment kepada Kristus?

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ada beberapa dasar yang membuat seseorang itu full commitment kepada Kristus. Yang pertama saya percaya adalah karena dia mengerti perkataan Alkitab itu adalah perkataan otoritas yang berotoritas atas hidup dia karena itu bersumber dari Tuhan. Karena apa yang dikatakan oleh Kitab Suci itu adalah Firman Tuhan yang berasal dari Raja kita, Tuhan kita, dan kalau Firman yang berotoritas dan saya percaya itu adalah Firman yang berotoritas dalam hidup saya maka artinya apa? Kalau saya taat akan diberkati, kalau tidak taat saya akan dikutuk oleh Tuhan. Itu namanya otoritas. Dan Alkitab menjamin kita kalau penghakiman Tuhan itu datang pertama-tama kepada gereja-Nya, bukan kepada dunia. Tetapi dilakukan Tuhan di dalam gereja-Nya terlebih dahulu, Surat Petrus, baru kepada dunia. Berarti pada waktu Tuhan berkata, waktu Bapak, Ibu dengar perkataan Firman, waktu Bapak, Ibu baca Alkitab, kalau Bapak, Ibu cuma simpan itu sebagai satu pengetahuan dan tidak ada satu kepenuhan hidup bagi Kristus itu, sebagai sentral di dalam hidupmu, maka Tuhan akan menuntut itu dari diri kita.

Maka tadi saya bilang ya, pada waktu kita hidup sebagai orang Kristen, yang jadi orang Kristen itu nggak mungkin suam-suam. Yang jadi orang Kristen itu nggak mungkin jadi orang Kristen rata-rata. Kalau dia rata-rata, dia suam-suam, posisinya itu adalah di dalam posisi menentang Tuhan dan tidak mentaati Tuhan. Bukan di dalam penundukkan diri kepada Tuhan. Karena penundukkan diri kepada Tuhan itu bukan bersifat persentase, misalnya kalau 90% taat, 10% tidak taat, saya adalah orang yang taat kepada Tuhan yang sisa 10% itu yang tidak taat ya itu sesuatu yang mungkin bisa Tuhan ampuni. Karena di dalam Yakobus 2:10 dikatakan kalau pun kita gagal di dalam mentaati 1 bagian dari Firman, kita adalah pendosa, kita adalah pelanggar hukum Tuhan. Itu adalah yang Tuhan katakan bagi diri kita. Jadi itu sebabnya jadi orang Kristen, saya yakin sekali, kita akan selalu diingatkan tentang salib Kristus, karena kita nggak pernah bisa menjadi orang yang 100% full commitment bagi Tuhan selama hidup kita. 30 tahun Tuhan berikan, 30 tahun tanpa ada celah sama sekali. Kalau itu yang bisa kita lakukan, kita nggak butuh Kristus dalam hidup kita. Tapi yang kita lihat adalah pada waktu kita berusaha mentaati Tuhan, ternyata kita adalah orang yang gagal. Akibatnya apa? Kita bertobat dan kita kembali kepada Tuhan. Pada waktu kita berusaha lagi, kita gagal. Kita bertobat kembali dan kita kembali kepada Tuhan. Nggak ijinkan kita untuk akhirnya makin jauh, makin jauh, makin tenang, makin menyingkirkan diri dari komunitas atau kehidupan ibadah kepada Tuhan Allah di dalam Kristus Yesus. Saya percaya itu bagian dari komitmen di dalam kita mengikut Tuhan. Tapi untuk bisa hal itu, saya percaya, kita perlu mengerti Firman adalah Firman yang berotoritas di dalam hidup kita.

Itu sebabnya ketika Bapak, Ibu baca di dalam pasal 17 ayat 2 ini cara Paulus untuk menjelaskan tentang Injil, tentang Kristus bagaimana? Alkitab. Kitab Suci mengatakan ini, Kitab Suci mengatakan ini. Saya ambil contoh ya, kalau ada suatu hari, andaikata, umpama, Bapak, Ibu bertemu dengan orang Yahudi, yang bisa berbahasa Indonesia lah ya, kalau nggak kita ngomong Bahasa Arab, Bahasa Inggris, mungkin agak kesulitan. Yang bisa Bahasa Indonesia, yang tidak berpegang kepada Perjanjian Baru, tetapi hanya berpegang kepada 39 Kitab Perjanjian Lama. Bapak, Ibu bisa buktikan tidak Yesus dari Perjanjian Lama? Saya kira itu menjadi satu tuntutan yang kita perlu belajar juga untuk kita bisa mengerti Yesus memang penggenapan dari nubuatan Nabi di dalam Perjanjian Lama itu.

Paulus ketika menjelaskan bagian ini dari mana? Perjanjian Lama, karena belum ada Perjanjian Baru. Yesus Kristus pada waktu bangkit dari kematian-Nya, Lukas 24, menjelaskan tentang diri Dia dari mana? Perjanjian Lama. Karena itu adalah Firman yang berotoritas. Saya percaya pengertian dan pemahaman itu kalau kita sungguh-sungguh pahami, kita mengerti Tuhan adalah penggenapan itu dan Yesus Kristus adalah Tuhan itu sendiri, saya yakin perkataannya itu menjadi perkataan yang berotoritas di dalam kehidupan kita. Itu yang harus kita pegang ya.

Yang kedua adalah kita mengenal siapa Kristus. Kita tahu mungkin Firman-Nya itu berotoritas. Ya kalau ngomong kaya gini maksud saya adalah bukan mengkontrakan pengertian mengenal Firman itu berotoritas dan mengenal Kristus ya. Tapi kadang-kadang kita menerima otoritas Firman itu hanya di dalam taraf intelektual, “Saya tahu kok Firman Tuhan otoritatif. Saya tahu kok Firman Tuhan itu tidak bersalah.” Tetapi di dalam realitanya adalah kita menjalani hal-hal yang selalu tawar menawar dengan Firman Tuhan dan tuntutan Tuhan dalam hidup kita. Di dalam banyak hal di dalam kehidupan kita mungkin kita adalah orang-orang yang gagal di dalam mentaati Tuhan, dan bahkan lebih memilih hidup dalam dosa dan kekuatiran dan ketakutan atau sesuatu kehidupan yang membela dan melindungi diri kita sendiri ketika kita melihat ada satu ancaman yang akan datang terahadap kenyamanan kita, diri kita, keamanan diri kita karena Injil Kristus. Saya percaya itu mengatakan bahwa kita nggak mengenal efek kedua ini yaitu kita nggak mengenal siapa Tuhan kita.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita hidup sebagai orang Kristen, saya percaya sekali ya, ketika Tuhan memberikan tokoh-tokohNya di dalam Perjanjian Lama, yang kita bisa ceritakan mulai dari Nuh atau Henokh, Nuh, lalu sebagai orang yang beriman kepada Tuhan dan pahlawan-pahlawan Rohani di dalam Ibrani, saya kira kita sudah salah baca atau setengah baca di dalam siapa mereka. Karena pada waktu kita membaca tokoh-tokoh itu, Tuhan ingin kita melihat siapa Tuhan dari tokoh-tokoh itu. Dia ingin kita mengenal Tuhan kita itu sama dengan Tuhannya mereka. Kalau kita nggak bisa baca itu, saya kira kita akan jatuh ke dalam dosa-dosa yang kita lakukan sekarang dan yang mungkin mereka lakukan juga.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, menjadi Kristen itu bukan menjadi seorang legalis. Walau banyak anak muda mungkin melihat kekristenan itu penuh dengan legalis. Sehingga lebih nyaman untuk bergaul dengan orang Kristen dari orang non-Kristen. Karena ketika bertemu dengan orang Kristen dituntut ini, dituntut itu, nggak boleh ini, nggak boleh itu. Tapi kalau kita baca, kekristenan itu legalis, kita salah baca. Kekristenan itu bukan legalis tetapi kekristenan itu adalah, banyak orang ngomong, relasi. Orang Kristen yang baik ngomong kekristenan itu adalah kekristenan itu adalah relasi. Yaitu kita melalui hukum-Nya, kita melalui perkataan Firman-Nya, kita mulai mengenal siapa Allah yang kita sembah itu. Dan dari situ memunculkan trust kepada Dia. Dan trust itu membuat kita memiliki keberanian untuk hidup bagi Dia.

Ambil contoh kaya gini ya, yang suami istri, saya pakai ilustrasi suami istri karena ini gambaran antara Kristus dan jemaat di dalam Efesus 5, dan Tuhan memang menggunakan relasi itu untuk menyatakan relasi Kristus dengan jemaat supaya kita mengerti melalui gambaran itu ya. Yang belum menikah tolong sabar ya, yang sudah menikah mungkin bisa lebih mengerti tentang gambaran ini. Jangan mendahului sebelum waktu Tuhan dan pemberkatan. Di dalam relasi itu, missal kalau suami itu adalah Kristus, jemaat itu adalah istri, misalnya suaminya ngomong, “Istriku karena kamu jemaat, kamu harus taat kepadaku. Mulai hari ini bangun pagi jam 4, masakkin untuk saya ya, sarapan. Karena saya jam 6 sudah harus jalan dari rumah untuk pergi bekerja. Lalu setelah saya pergi saya ingin kamu untuk membersihkan rumah. Saya maunya ketika saya pulang kerja jam 5 sore, rumah harus dalam kondisi bersih, nggak boleh berantakan sama sekali. Anak-anak sudah mandi, nggak boleh ada yang bau. Engkau sendiri harus mandi, pakai parfum supaya menyambut saya dengan baik. Di meja sudah harus ada teh atau kopi dan makanan juga harus sudah komplit. Dan baju saya sudah setrika semua di lemari atau ada yang perlu digantung supaya besok ketika saya pergi lagi maka saya tinggal ambil dan nggak perlu cari-cari.” Misalnya kaya gitu. Hari pertama, hari kedua ada poin lagi, hari ketiga ada yang lain lagi, hari ke-empat ada yang lain lagi. Kira-kira yang jadi istri itu tertekan dan mau nggak terus menikah di dalam kehidupan keluarga, ketika dia tidak lakukan itu langsung dimarahi oleh suaminya. Saya kira tidak. Itu kalau kita melihat relasi pernikahan seperti itu, itu adalah satu legalisme. Saya cuma mentaati karena saya takut dihukum. Saya mentaati supaya saya diberkati. Dan kita melihat kekristenan itu hanya sekedar tuntutan demi tuntutan di dalam hidup kita. Tetapi kalau kita melihat kepada kehidupan suami istri yang memiliki relasi yang baik, coba perhatikan, istri itu akan dengan senang hati melayani suaminya. Walaupun suaminya nggak minta. Suami juga akan dengan senang hati untuk menyenangkan istrinya walaupun istrinya nggak minta. Betul nggak Pak Rio?

Saya ada kenal satu pasang suami istri ya, kalau istrinya ada apa ya, dulu waktu pacaran beda negara. Dia tau dengar pacarnya ada sesuatu, besoknya atau hari itu muncul di situ untuk nengokin pasangannya. Sampai hari ini pun kalau dia tau istrinya ada sesuatu, misalnya, walaupun tengah malam, dia akan pergi untuk nemuin istrinya tanpa diminta. Sampai istrinya ngomong kaya gini, “Tolong, tolong jangan kasih tahu dia. Kalau dia tahu, dia pasti muncul di sini. Tolong, tolong tahan saja, saya nggak mau dia direpotkan.” Lucu saya lihat keluarga ini ya. Tapi saya lihat di situ ada saling pengertian, ada saling cinta kasih satu sama lain. Mengapa hal itu bisa muncul, saya percaya itu karena mereka memiliki relasi yang baik satu dengan yang lain. Dan Tuhan ingin kita seperti itu juga dengan Dia. Kalau kita ingin bisa mengandalkan Dia, kalau kita ingin punya satu keberanian untuk menghadapi dunia ini yang dalam kegelapan, kalau kita ingin hidup sungguh-sungguh bagi Kristus di dalam dunia yang gelap ini tanpa ada satu kompromi di dalam hidup kita, kalau kita sungguh-sungguh ingin hidup di dalam satu kekudusan dan kebenaran, maka hal yang perlu bertumbuh di dalam hidup kita adalah pengenalan akan Dia. Dan melalui pengenalan akan Kristus itu, kita mulai menumbuhkan rasa percaya kita kepada Dia. Dan dari situ saya percaya apapun yang menjadi kesulitan yang kita hadapi karena Kristus, atau karena keinginan Kristus, kita lebih rela untuk membayar harga diri kita bagi Kristus.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di mana orang Kristen berada, Tuhan ingin kita menjadi terang. Kalau kita ingin dijadikan terang oleh Tuhan, itu berarti di mana pun kita berada pasti ada orang-orang yang kepanasan, nggak nyaman dengan kita, menolak kita. Kalau itu terjadi, bisa nggak mematahkan semangat? Bisa! Bisa nggak memberi rasa takut? Bisa! Tapi kalau kita mengerti apa pun yang kita alami itu ada kuasa Tuhan yang lebih besar menjaga kita, memimpin kita, melindungi kita, saya yakin kita akan punya kekuatan untuk melewati ini.

Yang berikutnya adalah apa yang mendorong kita punya kekuatan? Saya percaya hidup yang suci, bukan hidup di dalam dosa. Kalau Saudara hidup di dalam dosa, saya yakin kita nggak akan berani bersuara. Kita nggak akan punya suatu keberanian untuk commit. Kita nggak akan punya keberanian untuk menegur orang yang bersalah. Kita nggak akan berani untuk berkata, “Tidak boleh!” kalau kita hidup di dalam dosa. Maka di dalam kehidupan orang Kristen kita perlu mengalami pertobatan.

Dan yang ke-4 adalah yang mendorong kita punya keberanian itu adalah kalau kita bisa bersyukur kepada Tuhan. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kadang-kadang di daalm perjalanan iman penggembalaan, saya melihat ada orang-orang Kristen walau pun sudah berpuluh-puluh tahun ikut Tuhan ya, susah sekali mengucap syukur. Bahkan ada orang Kristen yang nggak bisa doa. Celaka kan! Mengapa ucapan syukur itu menjadi hal yang penting? Saya yakin sekali pada waktu kita belajar bersyukur kepada Tuhan, maka ucapan syukur kita itu akan membuat mata kita meninggalkan dunia ini dan melihat kepada kuasa Tuhan. Kita akan menilai segala sesuatu itu bukan berdasarkan apa yang kita lihat, apa yang menjadi perlakuan orang kepada diri kita, tetapi kita akan melihat apa yang menjadi rencana Tuhan melalui apa yang kita alami itu. Kalau tidak, saya yakin nggak akan bersyukur. Makanya itu sebabnya Tuhan mengatakan orang Kristen di satu sisi itu akan bersyukur dalam pengertian itu bukan sebagai satu perintah. Tetapi di sisi lain bersyukur dalam bentuk perintah. Supaya kita belajar satu sisi bersyukur itu karena meresponi keadaan yang ada, tapi sebelum kita meresponi keadaan yang ada kita diminta bersyukur kepada Tuhan terlebih dahulu tiap hari supaya kita bisa meresponi keadaan kita secara benar.

Itu menjadi satu dasar untuk kita bisa memiliki satu keberanian dan kekuatan seperti Paulus atau pun Petrus di dalam menjalani kehidupannya yang bersaksi, yang berkomitmen bagi Tuhan. Kalau nggak, mungkin kita akan menjadi orang yang suam-suam kuku, mungkin kita akan jadi orang yang tidak pernah bisa punya kesetiaan kepada Tuhan. Karena kita selalu maju mundur, pas mood-nya baik kita maju, kita rajin. Pas mood-nya kurang baik kita mundur, menghilang. Pas suasananya baik dan semuanya mendukung kita tampil lagi. Pas sedikit ada masalah kita menghilang lagi. Saya kira itu bukan sebuah kehidupan yang menyatakan kasih setia Tuhan ada pada diri kita. Prinsip kasih setia itu adalah menyatakan apa yang Tuhan katakana itu pasti terjadi atau pasti Tuhan genapi, Tuhan pastikan yang Dia katakana ya pasti selalu ya. Tetapi juga yang dimaksud kasih setia itu adalah apa yang Tuhan katakan pasti bisa terjadi persis seperti apa yang Tuhan katakana karena Dia mampu untuk memelihara apa yang Dia katakan itu terjadi.

Kita sebagai orang Kristen adalah orang yang satu sisi manusia itu dicipta dengan gambar Allah, tetapi sebagai orang Kristen yang sudah percaya kepada Kristus, gambar Allah kita dipulihkan di dalam Kristus, itu membuat kita harusnya menampilkan selain dari damai itu atau kasih dalam kehidupan kita tetapi juga ada kasih setia. Dan kasih setia itu adalah satu konsistensi di dalam kita mengikut Tuhan tanpa digoncang oleh ombak atau angin atau badai di dalam hidup kita. Saya tahu ngomongnya gampang, jalaninya sulit. Tetapi paling tidak kita sudah tahu terlebih dahulu, itu yang Tuhan kehendaki dari kita. Dan kita berjuang untuk hidup dalam hal itu. Apa yang menjadi kehidupan kita itu mencerminkan Kristus. Saudara pernah berpikir tidak, Kristus seperti apa yang Saudara perlihatkan kepada orang yang melihat hidup Saudara? Pikirkan itu. Jangan-jangan kita menyesatkan orang dengan membawa mereka kepada Kristus yang lain. Karena apa? Karena perbuatan itu jauh lebih mendalam dan menancap daripada perkataan.

Saya kembali ke dalam bagian ini, jadi Paulus adalah orang yang dikatakan sebagai seorang yang membuat dunia ini goncang, membuat dunia ini gempar. Dan kegemparan itu karena apa? Saya percaya ada satu kehidupan yang sungguh-sungguh commit bagi Kristus, itu membuat dunia ini gempar. Karena kita berbeda dari dunia ini. Tetapi juga ketika kita ingin hidup sebagai orang yang menggemparkan dunia, dan memang harus seperti itu, hal kedua yang tidak boleh kita abaikan adalah Kristus sendiri. Yaitu kebenaran tentang Kristus yang harus kita nyatakan bagi mereka seperti yang Paulus buktikan melalui membuktikan Kristus yang sungguh-sungguh dinyatakan di dalam Kitab Suci atau berita Injil itu. Kita ketika melayani hidup kita di dalam dunia ini kita harus membawa orang mengenal siapa Kristus, baik itu melalui hidup kita atau melalui pekabaran yang kita lakukan. Dan dari situ kita menjadi orang yang boleh membawa orang di dalam kegemparan. Dan untuk itu, saya percaya ada bagian yang harus kita kerjakan sebagai orang Kristen selain dari pengenalan dan yang lain itu ya. Dan kita bisa lihat itu di dalam jemaat Berea. Bapak, Ibu boleh lihat di dalam ayat yang ke-11, “Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.” Di situ ada sikap seperti apa? Ada kerelaan hati untuk mau belajar, menerima, menguji, menyelidiki, dan ada sikap hati yang menyelidiki kapan? Setiap harinya. Ada satu relasi yang dibangun setiap hari dengan kebenaran.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya ini yang mendorong jemaat Berea itu bertumbuh. Ini yang mendorong orang Kristen itu bertumbuh. Dan ini yang menjadi tanggung jawab dari kehidupan semua orang Kristen. Hamba Tuhan bisa mengajar tapi kalau Bapak, Ibu nggak mau meneliti, lalu nggak mau belajar lebih jauh setiap harinya, bertumbuh nggak? Kalau Bapak, Ibu nggak mau belajar untuk menuntut diri setahap demi setahap coba ikut Tuhan dengan bayar harga, bertumbuh tidak? Itu adalah 2 pihak, seperti suami istri. Setiap kali saya ngomong, misalnya kaya gini, kalau kalian ribut sebagai suami istri, siapa yang harus berubah? Biasanya yang ngomong 2-2 nya, selalu yang ngomong 2-2 nya. Walaupun saya suka ngomong, ya kita jangan menunggu. Tapi memang 2-2 nya itu benar. Maksudnya adalah kalau kita ingin bertumbuh, mimbar harus khotbah yang benar, setia tentang Kristus, tapi jemaat juga harus tuntut diri. Bapak, Ibu juga nggak bisa cuma dengar tok, lalu lupa ketika keluar pintu itu. Celaka lagi nggak usah keluar pintu itu, baru saat teduh, sudah lupa semua yang diomongin. Catat kalau perlu. Ingatkan diri, baca ulang yang dibahas Minggu itu apa. Renungkan 1 minggu kemudian, minggu depan sambung lagi. Kalau bisa baca sebelum kita membahas Firman itu. Teliti terlebih dahulu yang dibahas itu apa, uji yang disampaikan Pendeta itu benar atau tidak. Kalau benar, lakukan, terima, jangan keraskan hati. Lihat itu bukan satu perkataan yang bersifat mungkin teguran sepihak dari seorang manusia, kalau itu menegur kita. Bukan lihat itu sebagai sesuatu yang itu bersumber dari manusia, tapi lihat kalau itu perkataan yang sesuai dengan Kitab Suci, kalau Bapak, Ibu menolak Pendeta itu punya perkataan, Bapak, Ibu bukan menolak Pendeta itu lho. Bapak, Ibu menolak Tuhan. Dan itu celaka. Hidup di dalam satu kehidupan Kristen ada tanggung jawab yang harus kita lakukan, bukan cuma menuntut, tetapi kita melakukan yang Tuhan kehendaki. Karena Tuhan memanggil kita untuk itu. Kiranya Tuhan boleh memberkati kita ya. Jadilah orang-orang Kristen yang menggoncang dunia. Nggak usah dunia mungkin scope kita, paling tidak keluarga dulu, tetangga, teman. Dan kalau Tuhan percayakan yang lebih besar, kita tetap setia dalam perkara kecil sampai kita dipercayakan kepada perkara yang besar. Tuhan kiranya boleh memberkati kita ya, mari kita masuk dalam doa.

Kami kembali bersyukur Bapa untuk kebenaran yang boleh Engkau nyatakan bagi kami. Tolong kami Bapa untuk menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh boleh diberkati tetapi juga memberkati. Kami boleh menjadi orang Kristen yang selain diterangi, tetapi juga boleh menerangi. Kami boleh menjadi orang Kristen yang dikasihi, tetapi juga yang mengasihi dalam kehidupan kami. Kami boleh menjadi seorang Kristen yang menyatakan karakter Kristus dalam kehidupan kami sehingga ketika dunia melihat kehidupan kami, mereka tidak bisa dia, mereka harus tergoncang karena mereka melihat ada satu pertanggungjawaban yang Tuhan tuntut di dalam kehidupannya, yang mereka bisa lihat di dalam kehidupan kami. Tetapi juga di sisi lain, ada cinta kasih yang terus mendoakan mereka dan ingin mereka untuk mengalami pertobatan di dalam kehidupan mereka dan kembali kepada Kristus yang kami boleh nyatakan sebagai anak-anakMu. Tolong ya Tuhan ketika kami menjalani kehidupan kami, kami boleh menjadi seperti Petrus atau Paulus, Silas, yang dengan konsisten menyatakan Injil-Mu, menyatakan kerajaan-Mu dan kebenaran-Mu dalam kehidupan kami. Dan jangan biarkan kami hidup dalam keadaan yang suam-suam kuku. Karena kami tahu itu sama dengan ketidaktaatan. Tolong belas kasih Mu ya Tuhan, tolong berkat-Mu, dan kekuatan untuk kami boleh berjalan di dalam dunia ini, karena kami tahu Engkau selalu menyertai anak-anakMu yang setia, yang berusaha menjalankan Firman-Mu tanpa kompromi di dalam kehidupan kami. Dalam nama Tuhan Yesus, yaitu Tuhan dan Juru Selamat kami yang hidup kami berdoa. Amin. (HSI)

 

 

Comments