Selalu Mengejar yang di Depan, 8 Desember 2019

Flp. 3:12-14

Vik. Leonardo Chandra, M.Th.

Di dalam bagian ini ada suatu kulminasi di dalam pembahasannya, dan di dalam bagian ini ada kaitan dengan ayat-ayat sebelumnya yang tadi saya bacakan, yaitu akan ada pergerakan  ke depan yang akan mengejar full knowing of Christ itu, jadi mengejar pengenalan yang penuh akan Kristus dan memang yang belum diperoleh sepenuhnya. Di bagian ini itulah sebabnya dia mengatakan, “Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini, aku telah sempurna.” Di bagian sini kalau kita lihat di dalam ayat-ayat sebelumnya, bukankah Paulus sudah mengenal Kristus dengan banyak hal? Dari banyak aspek yang sudah dibahas dari ayat yang sudah saya bacakan, apalagi kalau kita bandingkan dengan surat-surat lainnya yang telah ditulis oleh Paulus, mungkin Paulus bisa berpikir dia sudah mengenal Kristus dalam banyak aspek. Ada banyak yang sudah dia jabarkan di dalam surat-surat lainnya dan juga sudah disampaikan dalam bagian-bagian awal dari surat ini ya, bisa lihat dari pasal 1, pasal 2, sampai pasal 3 yang kita baca di ayat-ayat sebelumnya. Tapi sampai semua pembahasan itupun dia masih mengatakan bahwa, “aku itu bukan seolah-olah aku telah memperoleh semua ini, aku telah sempurna, tapi masih ada yang kukejar di depan,” sehingga ini bicara bahwa memang masih ada yang diekspektasikan, bahwa masih ada yang diharapkan di depan yang belum diperoleh di masa kini, yaitu bicara mengenai pengenalan akan Kristus yang lebih mendalam itu sendiri.

Di sini kita melihat di dalam kehidupan kita itu bicara tentang eskatologi itu memang selalu ada aspek already and  not yet ya, ada yang sudah dan ada yang belum. Dan ini berfokus pada apa yang belum dan masih ada di depan yang memang dikejar. Masih ada memang dalam kehidupan ini yang memang masih kita menantikan kesempurnaan itu ketika konfirmasi tiba. Ketika penyempurnaan tiba baru kita akan tahu sesempurnanya yang memang kita belum dapatkan sekarang. Sehingga kalau ada orang Kristen yang merasa “Oh akhirnya sudah,” itu kadang Pak Tong pakai istilah itu kalau ada istilah sudah langsung ada titik omega di situ padahal kita belum mencapai kesempurnaan itu, kita masih menanti kesempurnaan itu di akan datang, kita belum mencapai kesempurnaan ya. “Oh sudah,” itu akhirnya ada titik saat itu kita akhirnya turun. Kayak Pak Tong makanya suka ngomong bahwa jangan apa-apa itu suka berpikir titik omega tapi berpikirlah titik alfa, titik permulaan. Segala sesuatu itu ada permulaan itu, ada permulaannya. “Oh akhirnya saya sudah lulus,” itu artinya sudah berakhir semua yang dia kejar selama ini. “Oh akhirnya saya sudah pacaran,” itu menjadi titik akhir semua kehidupannya. “Oh akhirnya saya sudah menikah,” itu berarti saya sudah selesai dari apa yang dia kerjakan selama ini. Tapi kalau kita lihat itu adalah titik alfa, titik awal, maka itu adalah masih panjang perjalanan ke depan, masih ada yang kita kejar ke depan, dan memang masih belum mencapai kesempurnaan itu. Kita tidak menjadi cepat puas dengan keadaan yang ada tetapi kita masih mengejar dengan apa yang ada di depan. Ini yang disampaikan Paulus di sini.

Kalau kita pikir ya, dibandingkan tadi rasul-rasul lainnya, Surat Filipi ini sendiri kan adalah Kitab yang dicatat belakangan, jadi kemungkinan besar dia sudah catat Surat-surat yang lain, ada Galatia, Korintus, ada Tesalonika, dan juga ada surat seperti Roma yang itu padat sekali ya penjabaran dalam Kitab Roma itu. “Kan saya sudah tulis Roma, saya sudah tulis itu sampai banyak sekali, enggak usahlah kita tulis ini yang Filipi,” selesai kita. Tapi kalau kita lihat justru yang Paulus kerjakan itu dia lihat masih ada hal yang  dikejar di depan dan masih ada yang terus direnungkan, direfleksikan akan apa yang Kristus kerjakan dalam kehidupannya, dan itu menjadi suatu yang tidak habis-habisnya kita renungkan dan akhirnya kita bisa mendapat surat seperti ini. Kembali ya, memang dalam kedaulatan Allah, semuanya itu berada di dalam penetapan rencana-Nya, tapi ada aspek respon tanggung jawab manusia, dan di bagian situ kita lihat Paulus masih kerja di depan yang kedua itu, akhirnya biasa orang menyatakan terakhir dia tulis di situ memang surat Timotius. Kalau kita pikir ya, Paulus itu kalau dia mau bandingkan dengan orang lain itu, apalagi dibandingkan dengan rasul-rasul lain, oh dia sudah tulis begitu banyak tapi ternyata masih ada yang dikejar di depan, masih ada proses. Sehingga kita mengerti bagian ini selama kita di dunia ini kita belum pernah sempurna, kita belum pernah mencapai sempurna dan berarti masih ada titik untuk kita berkembang, masih ada titik untuk kita beralih maju lagi ke depan melihat masih ada yang masih bisa kita kejar, masih ada bagian-bagian yang diperbaiki di hari-hari ke depan.

Di dalam bagian ini, Water Hansen di dalam commentary-nya itu mengatakan bahwa kalau masih ada yang belum diperoleh itu berarti meng-against ada dua pemahaman yang sering kali orang jatuh dalam dua ekstrem. Ekstrem yang pertama itu seringkali orang jatuh ke dalam moral perfectionism. Kadang-kadang  ada orang berpikir bahwa, “Saya sudah tahu doktrin Reformed, saya sudah tahu banyak hal,” maka dia pikir dia sudah sempurna di dunia ini. Water Hansen di bagian ini mengingatkan bahwa bagian ini ketika Paulus mengatakan bahwa masih ada yang belum diperoleh itu berarti menentang adanya pemikiran kita bisa sempurna di  bagian ini. Against moral perfectionism. Ada orang itu suka pikir dia lebih baik daripada sesamanya, ada orang yang suka pikir saya sudah lulus nih kelas-kelas doktrin dasar. “Oh saya sudah belajar ini, ini, dan  itu, saya sudah hadir dalam setiap kegiatan di gereja ini, saya sudah  hadir semuanya, berarti saya sudah sempurna.” Nggak, tidak ada yang sempurna selama kita masih di dunia ini, ada bagian yang masih bisa kita kejar. Dan seringkali memang ketika kita pikir itu sempuna, karena itu sebenarnya kita itu banding horisontal kan, kita bandingnya dengan sesama kita, “Saya lebih baik daripada kamu, saya lebih baik daripada dia,” dengan itu kita pikir kita sempurna. Tapi kalau kita melihat di dunia ini sebenarnya tidak ada orang yang sempurna, bahkan sebenarnya di dalam dunia ini tidak ada satupun dari kita yang tidak pernah tidak mengalami kegagalan. Siapa dari kita yang tidak pernah gagal sama sekali seumur hidupnya? Nyatanya kita pernah gagal. Menarik ya, saya ingat di dalam renungan pak Tong itu pernah mengatakan bahwa kadang kenyataannya dalam kehidupan ini, misalnya dalam perencanaan saya di dalam pekerjaan misalnya, apa yang kita rencanakan baik-baik, sudah persiapkan semua planning-nya dari A-Z, eh malah bisa hasilnya rugi. Sebaliknya, apa yang tidak kita terlalu rencanakan, eh bisa untung. Tentu bagian ini bukan lalu kita pikir, “Oh kalau gitu saya nggak usah planning apa-apa,” enggak juga seperti itu, kita tidak masuk ke fatalisme. Tapi memang bagian itu mengajarkan bahwa kenyataannya ada hal-hal yang di luar kontrol kendali kita sehingga hal ini mengingatkan kita bahwa sebenarnya yang berdaulat memang hanya Allah. Hanya Allah yang berdaulat, dan kita itu hanya bagian kita bertanggung jawab dalam kehidupan kita, di dalam kita kerjakan terbaik bagian kita, tapi kita tidak berhak mengontrol segala sesuatunya, kita tidak berdaulat untuk mengendalikan semua hasilnya pasti terjadi sesuai ekspektasi kita. Ada hal-hal di luar dari perkiraan kita. Sehingga ada kegagalan bisa terjadi dalam kehidupan ini.

Sehingga ketika lihat dari aspek kegagalan ini, kita sadar kita memang nggak bisa sempurna di dalam dunia ini. Ini kembali lagi ya, ada sebagian orang itu berpikir dia bisa sempurna, dan akhirnya karena kalau untuk demi kesempurnaan itu sedemikian, akhirnya dia akan pangkas semua bagian-bagian lain, “Oh ini yang bikin saya jatuh, potong, potong, potong semua,” akhirnya dia hidup terisolasi, hidup menyendiri, dengan begitu dia rasa dia bisa sempurna. Kenyataannya itu juga nggak sempurna. Kesempurnaan kita itu bukan karena kita terisolasi sendiri, tidak ada kaitan semua dengan di luar, tapi dalam kita berelasi satu sama lain, dengan mengerjakan berbagai pelayanan yang ada, dan di dalam melibatkan di dalam konteks budaya dan lingkungan sekitar, memang akhirnya kita itu bisa terbuka pada kerentanan dan termasuk juga kegagalan di situ. Dalam kehidupan kita memang demikian. Kadang-kadang kita pikir kan dengan, oh kita pangkas nih semua faktor-faktor X, faktor-faktor di luar, lalu lantas ini bisa sempurna. Kenyataan juga Allah tidak mengkhendaki yang demikian. Saya teringat juga di dalam bagian ini, pernah David Tong itu di dalam kesempatan salah satu khotbahnya, dia mengatakan bahwa sebenarnya penderitaan ataupun bencana yang menimpa kehidupan kita, itu mengingatkan kita bahwa betapa rapuhnya kehidupan kita di dunia ini, bahwa memang tidak ada yang sempurna. Sehingga itu menyadarkan, ketika kita sadar bahwa kita nggak bisa sempurna, supaya kita itu tidak over optimist, atau juga pun, over confident. Terlalu yakin pasti bisa, bisa, bisa… akhirnya jadi over confident, atau over optimist, gitu ya, melihat ke depan itu seperti apa, melihat pasti bisa, pokoknya progress, progress, pokoknya tiap tahun harus naik pendapatan, harus naik, naik, naik, dan segala sesuatunya. Kenyataannya nggak selalu seperti itu, ada banyak hal yang bisa terjadi, dan tidak tentu progress, bisa digress. Kehidupan memang demikian.

Tapi juga di dalam bagian ini, Walter Hansen mengatakan juga, di bagian ini juga mengingatkan kita itu tidak kembali lihat tidak jatuh pada ekstrim moral perfectionism, tapi kita juga tidak masuk kepada moral libertinism, yaitu akhirnya menjadi pikir, “Ya sudahlah, karena juga gagal, tidak ada yang sempurna, ya sudah tidak usah lakukan apa-apa.” Jadi ini akhirnya jatuh kepada pesimisme. Kembali ya, karena orang itu either begitu super optimist: pasti bisa, bisa, bisa. Begitu mentok, gagal, ah ya sudah akhirnya hidup begitu pesimis, sudah apatis, semuanya sudah nggak bisa, gitu ya. Ini artinya masuk ekstrim lain lagi, akhirnya apa? Ke sebaliknya. Itu malah muter seperti spiral yang makin lama itu makin ke bawah makin terperosok. Akhirnya melihat, ya sudahlah, emang ini sudah tidak bisa diapakan. Lalu lihat, ya sudah jalani, kaya que sera sera – gitu ya, lagu lama kaya gitu ya, ya pokoknya: whatever will be, will be, ya sudah begitu aja. Nggak! Kita juga nggak juga diajari seperti itu. Karena kita diajar itu bahwa ada yang kita kejar di depan, kita tidak sempurna di dunia ini, tapi biarlah kita juga tidak pesimis di dalam menghadapi dunia ini. Karena apa? Karena ada penyertaan Tuhan, masih ada rencana Tuhan, yang masih Dia mau nyatakan dalam kehidupan kita. Di dalam bagian ini, kalau kita melihat masih ada yang dikejar di depan, berarti kita lihat kita belum sempurna. Tetapi kembali juga kita lihat, di dalam proses ini, Tuhan membentuk kita sehingga kita juga tidak perlu terlalu persimis ya, di dalam menghadapi situasi-situasi yang kita lihat sepertinya sudah nggak mungkin. Ketika kita pun tidak lihat, kita lihat wah tidak mencapai target tertentu, tetapi berarti minimal masih Tuhan, ada pemeliharaan Tuhan kan? Di dalam batasan yang memang Tuhan tetapkan dalam kehidupan kita.

Ketika kita, misalnya, sudah mendoakan, misalnya untuk KKR nanti harusnya targetnya datang berapa eh ternyata tidak mencapai target, kadang-kadang kita bisa masuk jadi masuk pesimis, “Ya sudahlah nggak bisa apa.” Hei, jangan salah Bapak Ibu Saudara sekalian, berapa banyak sebenarnya dalam kehidupan kita, kita bisa memikirkan ya, kalaupun tidak bisa mencapai banyak dari dalam KKR misalnya, setidaknya kita sudah pernah bawa orang. Kenyataannya juga, kadang-kadang ada kan juga kita bawa itu ya, misalnya meskipun nggak banyak. Makanya kita jangan juga over pessimist di dalam bagian itu. Kembali kita tidak masuk kepada perfectionism, soalnya kita bisa over optimist dalam segala sesuatu. Tapi kita juga tidak masuk moral libertinism, akhirnya jadi fatalist di situ – ah sudahlah buat dosa saja, nggak usah lakukan apa-apa. Nggak! Kita lihat tetap ada pekerjaan Tuhan yang terus berjalan dalam kehidupan kita dan kita belajar mencukupkan dengan apa yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita itu. Kenyataannya adalah dalam kehidupan, ya ketika memang kita sudah kerjakan terbaik, ternyata hasilnya seperti itu, ya kita belajar bersyukur atas apa anugerah Tuhan, sesuai porsinya dan waktunya itu. Dan ini bagian di dalam kehidupan kita, itu mengejar tetap ada progress, ada bagian kita maju bergerak ke depan. Kita tidak menjadi pasif, diam. Kita maju ke depan, tapi kita maju langkah dengan pikiran bersandar pada Tuhan dan melihat masih ada di depan yang masih Tuhan sediakan untuk kita kerjakan. Kita belum mencapai kesempurnaan itu, tapi memang kita akan menuju ke sana. Kita akan menuju ke sana.

Dan kemudian di ayat selanjutnya itu mengatakan, pembagian selanjutnya itu mengatakan, “Kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus.” Sebenarnya bagian-bagian ayat yang seperti ini itu kembali mengingatkan kita bahwa ini bukan karena kekuatan kita menangkap Kristus, tapi sebaliknya kitalah yang ditangkap Kristus. Bagian ini, Gordon Fee di dalam commentary-nya mengatakan di bagian sini ini adalah suatu poin yang selalu sangat ditekankan Paulus, bahwa bukan kita yang mengerjakan lalu Allah berespon, tapi sebenarnya adalah pekerjaan dari karya Kristus itulah yang mendahului semua usaha kita ini, bahwa Allah yang lebih dahulu aktif, berinisiatif, bekerja dalam kehidupan kita. Dan di bagian sini kita itu sebenarnya hanya berespon dan hanya mengerjakan sesuai dengan apa yang telah Allah tanamkan dalam hati, pikiran kita itu. Allah yang lebih dahulu bekerja menangkap kita, lalu kita itu mengejar Dia. Jadi bagian situ itu selalu balance ya. Di dalam bagian ini makanya ketika bilang kita kejar itu kan ada bagian, wah kita ini aktif ya, kita mengerjakan bagian kita, ini tanggung jawab kita, kita kejar ke depan. Kembali, kita tidak masuk satu ekstrem yang over optimist ataupun juga over pessimist. Kita jalani ke depan dan sampai proses ini kita lihat Allah sudah tangkap kita lebih dahulu. Nah ini makanya menjadi dasar pengertian keselamatan kita, kita dapat kepastian keselamatan itu kenapa? Karena kita ditangkap Kristus, karena kita dimiliki Kristus. Memang kadang-kadang dalam khotbah, apalagi di dalam penginjilan Saudara bilang, “Kamu sudah mengenal Kristus belum?” Tapi mungkin pertanyaannya bisa dibalik, “Kristus sudah mengenal kamu belum?” Nah itu bagian itu kita melihat itu ada relasi yang dinamis di dalam bagian situ. Bukan masalah “Oh saya sudah kenal iman Kristen dalam hati saya,” ya itu ada bagian kita bagian situ, tapi ada nggak ya kita itu suatu kesadaran bahwa kita ini memang ditangkap Kristus, kita ini dimiliki Kristus, kita diambil menjadi milik-Nya. Dan itu bicara relasi kita secara personal pada Kristus di mana kita mengerti bahwa kita ini yang ditangkap Kristus, bukan kita yang menangkap Dia.

Dan di dalam bagian ini makanya ketika kita bergumul dan mengenal Allah yang demikian hidupnya dalam kehidupan kita, realistis dalam kehidupan kita, Dia bukan cuma abstraksi, ide, tapi Dia adalah sungguh yang menangkap kita dan kita karena ditarik oleh Dia kita sadar bahwa kita hidup kita bukan milik kita sendiri, tapi kita sudah dimiliki oleh Kristus. Di bagian sini menjadi dasar ketika juga bicara kembali di dalam aspek doktrin keselamatan, bahwa bukan karena kita, kekuatan kita berhasil menangkap Kristus, tapi kitalah yang ditangkap Kristus. Dalam kehidupan kita ini ada bagian kembali kita diingatkan itu ya, ada di dalam pengejaran Paulus saya lihat itu dalam banyak hal itu kembali mengingatkan kita itu Allah yang berdaulat yang memimpin kehidupan kita, dan Dia yang tarik kita, Dia tarik kita. Kita sendiri pernah merasa enggak bahwa kita itu sudah ditarik Tuhan? Kita sendiri ada suatu relasi dalam kesadaran enggak dalam bergumul kita dengan Tuhan? Bukan hanya kita bergumul, mau mentaati kehendak Tuhan, tapi ada bagian memang Tuhan tarik kita sedemikian, menggelisahkan hati kita untuk kembali datang pada Dia, kembali datang pada Dia. Kenapa? Karena itulah artinya kita dimiliki Kristus. Kalau kita sudah dimiliki Kristus, pasti Kristus akan tarik kita. Ya memang kita milik-Nya kok, ya kan? Sama seperti misalnya tas saya yang saya taruh depan itu, kalau memang itu milik saya ya, saya tidak mungkin tinggalkan toh. Bukan dia yang cari saya, saya akan cari, saya yang akan ingat untuk tarik dia karena itu milik saya. Berapa banyak dalam kehidupan kita, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dalam kita menjalani kehidupan, mungkin kita sering berpikir, misalnya dalam kehidupan ya, saya keputusan untuk hari ini saja, saya bangun, saya mau datang ibadah, oh itu kan keputusan saya. Tapi berapa banyak kita sadar bahwa sebenarnya itu adalah keputusan Kristus yang mau tarik kita, yang mendorong kita untuk mau ibadah, datang mencari, beribadah pada Dia pada hari ini. Dan ketika itu ada dalam kehidupan kita, biarlah kita belajar lebih lembut hati untuk siap ditarik oleh Kristus datang pada Dia, karena kita milik-Nya, kita adalah domba kepunyaan-Nya. Kita ditarik oleh Dia. Dan sini bagian yang Paulus di dalam sebenarnya secara keseluruhan ayat ini memang penekanan dia proses kejar di depan ya, tapi kemudian di dalam pengejarannya itu dia ingat, itu bukan karena dia yang seolah-olah.. tapi Tuhan yang sudah tarik dia dari awal, Tuhan yang sudah tarik dia dari awal.

Lalu kemudian ayat selanjutnya mengatakan untuk belajar melupakan yang di belakang itu. Melupakan yang di belakang dan mengejar yang di depan. “Saudara-saudara, aku sendiri tidak mengaku bahwa aku telah menangkapnya tapi ini yang kulakukan, aku melupakan apa yang di belakangku dan mengarahkan diri pada apa yang di hadapanku.” Bagian sini berbicara adalah bagian melupakan yang di belakang. Nah bagian ini menarik ya, ketika bicara melupakan di belakang ini apa? Apakah ini suatu amnesia gitu ya, lupa ingatan gitu ya? Jangan-jangan kalau sudah baca teks ini nanti pulang yang sudah menikah ya, itu langsung lupa gitu, melupakan di belakang, istri saya siapa ya? Lupa gitu ya. Ya nggak seperti itu ya, atau lupa pacar saya siapa gitu, padahal baru jadian kemarin, lupa gitu ya. Nggak, bukan seperti itu. Sebenarnya yang dibahas ini melupakan yang di belakang itu adalah apa? Itu bicara adalah kadang-kadang dalam kehidupan ini ada sesuatu yang terjadi di masa lampau itu akhirnya menjadi ganjalan kita untuk bisa bergerak maju ke depan.

Dan di dalam bagian ini kadang-kadang dalam kehidupan saya lihat dalam realitanya kadang-kadang dalam apa yang terjadi di masa lampau itu bisa bicara 2 aspek, yang pertama itu bisa kegagalan di masa lampau itu kadang bisa menjadi hambatan kita untuk maju ke depan. Kadang-kadang orang sudah begitu ya. Kalau misalnya dia sudah, misalnya lah di dalam mungkin pergumulan pemuda-pemudi itu banyak seperti itu ya. Misalnya sudah patah hati, wah, sudah putus cinta, sudah. Sudah rasa gagal, akhirnya nggak bisa lagi maju ke depan. Akhirnya rasa “sudahlah, ini sudah berakhir ya, sudah putus, akhirnya tidak ada lagi, oh sudahlah saya memang hidup sendiri,” enggak tentu seperti itu, tidak harus seperti itu. Kadang-kadang ada orang karena gagal akhirnya karena gagal itu seperti menjadi sedemikian seperti memang hantu yang mengejar dia itu menjadi ganjalan dia akhirnya lihat sudahlah, sudah pesimis semua untuk menghadapi ke depan. Nah kadang-kadang itu bagian itu ya, kembali, kegagalan masa lampau. Kalau kita tidak bisa mencoba melupakannya itu yang di belakang itu menjadi hambatan kita untuk maju. Berapa banyak dalam kehidupan kita itu ya, ada bagian kegagalan-kegagalan itu yang terus, terus kita ngomong, terus, terus kita utarakan pada sekitar kita ya? Tentu saya di bagian ini bukan mengajak kita lupa sama sekali gitu ya. Kita belajar mengingat pelajaran yang apa yang kita dapat dari yang lampau, tapi biarlah kita ingat kegagalan itu jangan menjadi hambatan kita untuk maju tapi harusnya menjadi pelajaran untuk kita maju lagi ke depan. Kegagalan dalam kehidupan kita itu biarlah bagian untuk kita lupakan ya. Makannya Pak Tong itu dia kadang-kadang itu ngomong masa lampau itu milik setan, masa depan milik Tuhan, masa sekarang milik saya. Satu sisi bilang lho kan dalam kedaulatan Allah semua milik Tuhan, tapi saya percaya di dalam bagian itu bicara bahwa semua yang masa lampau itu kita sudah serahkan saja, sudah lupakan saja, dan kita lihat masih ada di depan yang milik Tuhan yang harus saya kejar di depan itu. Tapi kadang-kadang orang ada itu terus dihantui masa lampaunya itu ya, terus mengingat yang lalu itu begini, terus begitu ya tiap ketemu temannya bolak-balik cerita itu lho karena yang ini, kemarin ini, terus yang kemarin itu dingomong-omong itu ya. Kembali lagi ya bukan berarti kita ndak bisa sharing atau utarakan pergumulan kita itu tapi biarlah kita belajar berbagian seperti yang Paulus katakan, melupakan di belakang itu. Kalau kita lihat yang di bagian belakang itu menghambat kita untuk maju, itu bagian kita melupakannya. Karena kadang memang kegagalan itu bisa menjadi hantu masa lampau yang menjadi hambatan kita bergerak maju. Kalau orang sudah patah hati, “Wah karena ini mengkhianati saya akhirnya semua perempuan sama.” Enak aja, memang semua perempuan sama gitu ya? Sebaliknya semua laki-laki sama. Memang semua laki-laki sama? Ndak juga kan. Ada bagian kita bergerak maju ke depan, move on. Maju bergerak ke depan melupakan yang lama. Kegagalan lampau itu biarlah menjadi pelajaran, tapi biar jangan biarkan itu menjadi ganjalan yang menghambat kita bergerak ke depan. Nah itu kadang itu ya kegagalan itu begitu dalam jadi semacam pengalaman traumatis yang begitu menang, sehingga menghambat orang maju.

Tapi di dalam kebalikannya juga bisa gitu ya. Kenyataannya di dalam aspek lain kadang-kadang kesuksesan atau kejayaan di masa lampau itu juga menjadi hambatan kita maju. Memang manusia itu kompleks ya, satu sisi kalau gagal gitu trauma akhirnya ndak bisa maju, ndak bisa move on, itu penat, terus ingat yang masa lampau; tapi sebaliknya kalau sudah berhasil juga ndak bisa maju karena rasa “saya sudah sukses, saya sudah kerjakan ini,” sudah ndak bisa lihat lagi bergerak ke depan. Kembali lagi ya, kalau bagian ini Paulus itu sudah sukses, dia sudah tulis ada banyak surat, kalau dia rasa “saya sudah sukses, saya sudah tulis tu Surat Roma yang begitu tebalnya dan banyak yang dibahas di sana,” dia ndak akan tulis lho Surat Filipi. Kalau kita bandingkan Surat Roma dan Filipi, aduh Filipi ini lebih tipis, apalah, tapi kalau kita lihat ternyata masih ada pekerjaan Tuhan yang Tuhan mau Paulus kerjakan dan dia tetap setia kerjakan. Memang tidak harus, makanya menarik gitu ya, mungkin di kesempatan lain bahas gitu ya, surat yang ditulis Paulus itu “puncak” memang di Roma gitu kan karena itu surat yang paling tebal yang dicatat dan eksposisi pembahasannya di dalam pengupasan dalam ayatnya itu juga mendalam sekali, mungkin berikutnya pikir “Ah buat apa, semua lihatnya di Roma aja,” tapi kita lihat tetap Paulus itu setia mengerjakan di depan dan kalau Tuhan memang percayakan masih ada wahyu lagi untuk dia tuliskan, dia setia kerjakan itu. Jangan biarkan kesuksesan masa lampau itu juga menjadi hambatan kita untuk bergerak ke depan. Kadang-kadang orang juga bisa lihat “oh saya sudah capai sukses ini,” akhirnya ndak bisa lihat sebenarnya ya kita di dunia ini kan belum sempurna. Kalau belum sempurna berarti masih ada yang bisa kita kerjakan di depan mata kita ya. Suatu spirit yang harusnya kita punya miliki seperti itu ya. Jadi jangan biarkan kesuksesan atau kejayaan di masa lampau itu mengganjal kita untuk bergerak ke depan.

Apalagi kadang-kadang kalau bicara itu masa lampau ya, kadang-kadang meski tiap-tiap orang beda, tapi kadang-kadang dalam berapa orang yang saya temukan itu cenderung juga kita itu ada istilahnya itu over-romanticizing, terlalu meromantisasi apa yang masa lampau, semua dilihat yang lampau itu baik gitu ya. Saya nggak tahu ini ya kita pernah hadapi itu enggak ya. Sederhana, misalnya di sini kalau ditanya anak-anak kuliah, “Bagaimana kamu kuliah?” Suka bilang SMA itu lebih baik, ya kan? Jadi yang dulu itu lebih baik. Nanti kita tanya anak SMA, “Bagaimana SMA?” Waduh SMA itu susah, SMP lebih baik. Tanya anak SMP, waduh SMP itu susah, lebih enak waktu SD. Tanya anak SD, “Senang ya jadi anak SD?” O enggak, lebih enak waktu TK, gitu ya. Terus anak TK ditanya lebih enak kapan? “Oh enak waktu masih di perut mamahku,” gitu ya. Orang itu selalu over-romanticizing itu lho, jadi meromantisasi yang lalu, rasa semua yang lalu lebih baik padahal kenyataannya enggak juga. Kadang-kadang karena memang di dalam memori kita itu kita bisa memilah-milah sedemikian sehingga cuma lihat semua itu yang positif padahal ndak juga sih. Kadang di dalam bagian ini saya dengar misalnya orang kalau sudah berpacaran lalu nanti kadang itu bisa, “O lebih enak waktu masih sendiri gitu ya.” Heran juga gitu ya, enggak ingat ya waktu sendiri itu susah gitu ya. Misalnya kayak gini ada kesulitannya juga, memang pacaran juga ada kesulitannya, dan sama ketika anda sudah menikah ada kesulitannya, tapi kita tidak untuk mundur ke belakang. Karena kadang-kadang kita pikir cuma memori kita itu fleeting gitu ya karena kita cuma ingat yang baik-baiknya padahal juga ada kesulitannya. Tapi biarlah kita makanya ada bagian ini itu kita melupakan yang di belakang. Kenapa? Untuk kita bergerak mengejar ke depan. Kita itu terus development itu pertumbuhan itu. Memang kehidupan seperti demikian, ada kegagalan, ada juga kesuksesan, tapi biar kita lihat itu kita kuburkan, kita fokus lihat ada yang di depan yang Tuhan ingin kita kerjakan. Itu fokus kita. Fokus kita di situ. Kalau kita mau salahkan masa lampau itu ndak habis-habis, kita mau ceritakan kesuksesan kita masa lampau itu ndak habis-habis, tapi kalau kita terus fokusnya lampau kita akhirnya enggak akan lihat yang di depan ini, apa yang Tuhan percayakan. Kalau mungkin kita sudah pernah ya, kalau seperti tadi saya umumkan tentang misalnya ajak untuk KKR ini, kalau kita sudah pernah ingat “Oh saya dulu ajak orang ndak berhasil Pak,” akhirnya kita gagal melihat mungkin ada di depan ini Tuhan percayakan untuk kita jangkau lagi. Sebaliknya juga kalau kita, “Oh saya sudah berhasil pak, jangkau ini, ini, saya puas,” kita gagal melihat ada orang-orang di depan yang lain, yang Tuhan sediakan untuk kita jangkau lagi. Harusnya kita lihat itu berproses apa yang di depan yang masih Tuhan sediakan, karena kembali ya kita belum sempurna, memang masih ada terus bagian yang kita kejar.

Di dalam aspek ini, kadang-kadang juga di dalam kehidupan saya renungkan, gitu ya, kadang-kadang di dalam saya ketemu ada orang Reformed yaitu yang kalau misalnya belum apa-apa itu masuk di dalam pelayanan, lalu pikir seperti, “Oh Pak, saya ini sudah mengerti pelayanan,” orang yang misalnya ini baru masuk di dalam GRII ya, baru masuk GRII belum apa-apa itu langsung pikir, “Oh saya sudah mengerti Pak, pelayanan sudah biasa, karena di dalam yang lama itu saya sudah biasa pelayanan,” akhirnya tidak lihat progres, ada bagian dia juga dia perlu dikoreksi dan dievaluasi untuk lebih baik ke depannya ya. Ini memang saya ada bicara poin aspek lain tapi masih berkaitansi dengan melupakan di belakang itu. Kadang-kadang orang itu juga sih, terutama orang dari latar belakang misal bukan dari GRII lalu dia bergereja di situ, lalu dia pikir, “Oh saya sudah biasa pak pelayanan,” misalnya, “saya sudah biasa pemusik, saya sudah biasa main di situ jadi di sini saya langsung bisa,” tapi kadang-kadang kita lupa ya bahwa dia itu ketika masuk ke dalam pelayanan GRII dia belum mengerti bahwa dia konsep pelayanannya itu belum Reformed sih. Itu masalahnya, kadang-kadang orang cuma mengandalkan skill lalu pikir belum apa itu dia langsung terlibat pelayanan, dia sebenarnya belum mantap secara doktrin Reformed-nya, akhirnya bawa prinsip-prinsip dan kebiasaan lama itu bawa masuk ke GRII gitu ya. Sedangkan saya lihat-lihat, mungkin juga beberapa Bapak-Ibu sudah ada temukan demikian, kalau kita pergi saja kemana-mana lah di bulan Desember ini kita akan ketemu banyak lagu Natal dinyanyikan, kan mau dibilang mall tempat kita makan atau di mana kadang-kadang ketemu ada dinyanyikan lagu Natal dan saya kadang-kadang itu ketemu juga ditempat-tempat tertentu gitu ya. Wah saya tahu ini kan lagu hymn yang ada di KRI, gitu ya, lagunya ada di KRI kita di kidung pujian kita, juga biasa nyanyikan karena ibadah, tapi gaya, stylenya itu lain sekali, ini ada pernah ketemu enggak? Lagu hymn tapi dinyanyikannya itu gayanya jazz, nanti bisa ada gayanya pop, ada yang bisa jadi rock n roll, ada juga yang gayanya itu kayak setengah country, atau kayak dansa, gitu ya. Nah kita lihat itu lagunya sama tapi ketika spiritnya itu dimainkan lain, bisa jadi gayanya lain. Dan di bagian ini  ya, kadang-kadang ketika misalnya orang ambil saja peluang, “Oh saya sudah biasa main musik,” terus enggak mengerti bagaimana prinsip kita main musik di sini, itu kadang-kadang dia bisa bawa sprit-spirit dari gereja sebelumnya. Saya enggak tahu seberapa kita pernah ketemu gitu ya, orang yang sudah biasa, dia tidak mengerti bahwa prinsip kita dalam Reformed itu bagaimana ibadah itu hikmat, dan di mana ada suatu kegentaran saat kita menghadap Tuhan, sehingga itu tidak main-main, kita tidak datang sini dan berdansa dengan cara spirit-spirit yang lain, tapi kita belajar itu dengan ada kekhusyukan dan kita sadar bahwa kita sedang menghadap pada hal yang kudus.

Dan di bagian situ maka ada bagian yang memang kita belajar dikoreksi dulu bagaimana kebiasaan-kebiasaan lama sebelum kita terlibat di dalam pelayanan yang ada ya, sebelum kita masuk di dalamnya, ataupun kita yang sudah terlibat di dalam kita belajar membenahi diri kita sesuai dengan kebenaran firman yang kita dapatkan. Kembali lagi, ada bagian itu kita melupakan yang lama itu, dan saya tahu ini bagian sulit juga ya, apalagi orang sudah biasa, “Saya ngertinya begitu Pak lagu itu, wah saya sudah berkali-kali mainkan, saya sudah familiar,” tapi dia familiar mainnya main jazz gitu , gayanya jazz, itu bagian yang harus lupakan yang lama itu, kenapa?  Karena dia tahu itu sprit-nya tidak sama dengan kita yang di sekarang ini ya. Bukan berarti untuk ngomong, “Pak, terus berarti yang lama itu dosa.” Sudah lupakan yang lama, kita sudah tahu yang benar sekarang seperti apa, kita belajar bagaimana berlatih ke depan lebih baik, itu bagian kita. Ada bagiannya memang yang sudah lama itu ya sudah kita lupakan dan kita belajar terus dievaluasi, terus dikoreksi bagaimana ke depan menjadi lebih baik lagi. Ya memang di dalam pelayanan itu secara horisontal yaitu kita memang membutuhkan sesama kita ya, sebagaimana Paulus juga bilang di 2 Timotius 4:11 misalnya, yaitu ada menyatakan, “Hanya Lukas yang tinggal dengan aku, jemputlah Markus dan bawalah ia kemari karena pelayanannya penting bagiku.” Ini bagian saya pikir besar ya, kalau kita renungkan bagian ini, itu Paulus itu pernah split, konflik berat dengan Barnabas itu karena masalah apa? Karena masalah Markus ya. Di sana bahas lengkap itu ya di bagian Kisah (Para) Rasul itu bisa ditemukan, tapi kemudian ada di bagian ini, 2 Timotius 4:11, dia bisa katakan, “Jemputlah Markus, bawalah ia kemari karena pelayanannya penting bagiku.” Jadi di dalam prosesnya memang Markus itu ada pertobatan dan pertumbuhan, dan dia bisa meng-acknowledge bahwa pelayanannya itu penting. Sehingga di bagian sini bicara bahwa secara pelayanan secara horisontal kita membutuhkan sesama, tapi biarlah kita ingat di dalam pelayanan di dalam aspek lain juga secara vertikal kita paling titik pertama sadar pelayanan itu adalah Allah tidak membutuhkan kita.

Ini ya konsep pelayanan yang paling penting di dalam Alkitab itu adalah justru start dari kita  tahu kita melayani Allah yang tidak membutuhkan kita at all, sama sekali tidak membutuhkan kita. Saya bacakan seperti makanya ada peringatan di dalam Yakobus mengingatkan jangan sembarangan mau menjadi guru, lalu Mazmur 50:12-13, “Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasaKu, jika Aku lapar tidak usah Kukatakan padamu sebab punyaKulah dunia dan segala isinya, dan daging lembu jantankah Aku makan atau darah kambing jantankah Aku minum?” Ini bicara secara bahwa secara vertikal kita kembali sadar ya bahwa di dalam doktrin Reformed kita mengerti bahwa kita melayani Allah yang sebenarnya tidak membutuhkan kita, Dia cukup pada diri-Nya sendiri. Apalagi menarik ya, ini pencatatan di dalam kitab Mazmur, bukankah di dalam Perjanjian Lama itu jelas sekali mereka itu berkali-kali harus mempersembahkan kambing domba? Harus ada mempersembahkan sembelihan yang disembelih satu persatu, gitu ya, disembelih satu persatu, oh sepertinya itu selalu harus dibawa, selalu dibawa, tapi Allah mengatakan, “Sebenarnya Saya tidak membutuhkan itu.” Di dalam konsep pelayanan itu, di dalam kita memberikan persembahan itu, biarlah kita sadar dan mengerti, mengingat bahwa semua ini sebenarnya milik Tuhan, Dia tidak membutuhkan ini. Kita tidak memberikan karena Tuhan butuh tapi memang ada bagian ini kita belajar mengenal Allah kita dan kepada Siapakah kita memberikan persembahan ini. Juga di dalam Kisah Para Rasul 17:24-25 mengatakan, “Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.” Ini bicara konsep kalau kita pernah mengerti pelayanan ya, sebenarnya Tuhan tidak butuh kita. Pekerjaan Tuhan bisa terjadi, Dia bisa pakai siapa saja, Dia tidak butuh kita sebenarnya. Tapi ketika kita dipercayakan berbagian di dalamnya itu berarti hak istimewa, itu berarti ada suatu bagian yang Tuhan berkenan untuk dalam anugerah-Nya itu kita terlibat di dalamnya. Jadi konsep pertama di dalam pelayanan itu. Kalau kita mengertinya “Oh Tuhan ini butuh saya,” wah itu pasti itu semua akan rusak.

Dan kadang kadang kalau saya liat dalam kesempatan di gereja, sayang sekali ya di dalam beberapa gereja-gereja tertentu itu muncul seperti itu ya, “Oh kamu memang dibutuhkan.” Makanya kadang di dalam beberapa gereja tertentu itu orang baru datang sekali langsung ditanya namanya, datang kedua kali langsung diajak pelayanan, seperti itu. Iya karena membutuhkan pelayanan. Selalu juga  kadang dibilang itu “lahannya menguning tapi pekerja Tuhan itu sedikit, makanya harus banyak pekerja, musti banyak pekerja jadi dilibatkan banyak.” Kalau di Reformed itu orang datang ndak langsung diajak pelayanan, karena apa? Karena saya percaya di dalam banyak hal ini juga seperti Pak Dawis bilang, biarkan orang duduk, pelan-pelan duduk, mengerti seperti apa konsep pelayanan di sini, belajar mengerti taat dulu. Memang berkesan akhirnya lebih lambat orang dilibatkan di dalam pelayanan, tapi biarlah lebih lambat tapi lebih pasti, karena untuk mengenal yang kita layani itu Siapa. Dan kalau spirit itu ya, dan kembali lagi ini ada bagian yang lebih tersembunyi dari dalam hati kita sih, ini siapa sih orang maju ke mimbar lalu bilang, “Oh memang pelayanan ini berhasil karena saya, sukses, sukses,” ndak ada itu yang kayak gitu tapi itu di cari dalam hatinya sedalam-dalamnya, sadar enggak bahwa sebenarnya pelayanan ini bisa berjalan bukan karena kekuatan saya tapi kalau Tuhan beranugerah jalan, kalau tidak ya juga tidak jalan. Dan itu bagian kita sadar Allah, Allah yang kita sembah itu Allah yang seperti apa, Allah yang sebenarnya tidak membutuhkan kita. Dan ini konsep yang penting sekali di dalam doktrin Reformed. Dan kenapa ini penting di dalam doktrin Reformed ya karena Alkitab memang mengatakan demikian. Kita mengerti pelayanan, kembali lagi, secara horisontal kita membutuhkan satu sama lain, tapi biarlah di dalam kita secara vertikal pribadi lepas pribadi kita sadar betul bahwa sebenarnya pelayanan ini bisa berjalan itu bukan bersandar kepada saya, sukses atau gagalnya itu bersandar kepada Tuhan, bergantung kepada perkenanan Dia.

Dan di bagian ini saya tertarik membacakan apa yang pernah dicetuskan oleh Francis Chan, ya meskipun kita tidak selalu setuju dengan semua statement dia, tapi dia mengatakan suatu hal yang menarik, “Adalah suatu ironi bahwa Allah itu tidak membutuhkan kita tapi Dia menginginkan kita, sebaliknya kita itu begitu desperate-nya itu membutuhkan Tuhan tapi sering kali kita itu tidak menginginkan Dia.” Saya ulangi lagi ya penulis Francis Chan itu mengatakan bahwa adalah suatu ironi sebenarnya bahwa sebenarnya Allah itu tidak membutuhkan kita tapi Dia menginginkan kita, tapi sebaliknya, kita yang sebenarnya sangat, sangat butuh Tuhan tapi sering kali kita itu tidak mau Tuhan. Ini dalam kehidupan kita itu seperti demikian. Kita yang butuh Tuhan bukan Tuhan butuh kita, kita yang membutuhkan Tuhan. Dan di dalam kalau bagian ini kalau bicara di dalam konsep pelayanan, kita mengerti kadang-kadang memang kenapa kita terlibat di dalam pelayanan karena kita membutuhkan terlibat di dalam pelayanan itu, dan di dalam proses pelayanan itu sebenarnya mengasah, membentuk kita juga. Di dalam pelayanan itu bukan karena pelayanan itu membutuhkan kita, enggak, kita yang membutuhkan pelayanan itu, karena apa? Pelayanan itu sebenarnya mengasah, membentuk kita itu semakin bisa mengenali kehendak Tuhan di dalam kehidupan kita dan kita bisa di proses, dibentuk semakin serupa Kristus juga melalui pelayanan itu. Dan kembali, kita diajak itu perubahan konsep kita itu kita belajar tanggalkan kebiasaan-kebiasaan lama, pola pikir yang lama, dan kita belajar mengerti apa yang sebenarnya firman Tuhan katakan, seperti apakah prinsip pelayanan yang sejati itu. Dan saya harap di dalam bagian ini membuat kita mengerti di dalam kita berproses itu kita semakin dimurnikan melalui pelayanan-pelayanan itu juga. Saya percaya di dalam banyak hal karena di dalam pelayanan itu kita sudah bisa begitu letih dan mungkin begitu overload dengan berbagai kegiatan yang ada, tapi biar kita ingat ketika kita mengalami semua tekanan yang berat itu ada anugerah Tuhan yang lebih juga. Saya percaya dalam banyak hal gitu ya, dan bukan hanya percaya tapi juga memang kita alami. Kalau sudah dibilang titik paling berat, titik nadirnya itu, sudah susah sekali, saat itu juga kita lihat ada anugerah Tuhan lebih yang menopang kita. Di bagian itu, di dalam titik kontrasnya paling sulit sekali, anugerah Tuhan juga lebih lagi diberikan yang tidak bisa kita rasakan kalau semuanya itu berjalan sepertinya nyaman, seperti itu ya. Dan di dalam bagian itu memang berjalan seperti demikian dan dibagian itu kembali kalau kita di dalam mengerjakan pelayanan makin kita sadar kalau sebenarnya Allah yang kita sembah itu bisa mengerjakan, Dia tidak membutuhkan kita di dalam mengerjakan pelayanan ini. Biarlah kita belajar lebih appreciate ya ketika Dia masih percayakan kesempatan pelayanan ini. Kadang-kadang juga dalam secara fenomena itu kadang-kadang kan kita susah ya kalau ajak orang itu pelayanan, apalagi orang itu sudah nikmatin pelayanan, kalau salah dimarah-marahin lah, di protes ini itu, aduh kayaknya makan hati gitu ya. Ya nikmatilah, Kristus sudah lebih dahulu makan hati waktu mengerjakan pelayanan yang ada. Dan saya percaya sebenarnya dalam slack, benturan, pengikisan secara karakter, karena memang kita beda kebiasaan, karakter, bentukan juga, itu sebenarnya membentuk kita makin mengerti pelayanan itu apa sih, bagaimana seharusnya kita melayani Tuhan, dan memang kepada siapa sih kita kerjakan pelayanan ini? Kalau kita rasa semua nyaman, saya lihat ya itu juga ok gitu, tapi kembali lagi, itu kadang-kadang cuma di titik awalnya saja, tapi ada titik pergumulan lebih mendalam kita lebih mengerti, siapakah Tuhan yang kita layani itu dan di mana kita melayani, di tengah konteks dunia yang memang berdosa ini. Karena memang belum ada yang sempurna, Gereja itu juga belum sempurna dan memang tidak akan sempurna selama masih di dunia, masih ada proses bertumbuh mengejar ke depan.

Dan saya lanjutkan, di ayat selanjutnya mengatakan bahwa kita masih mengejar di depan, kenapa? Karena itu artinya ada hal yang masih kita tuju, dan karena itulah suatu prinsip yang saya ingat dari pak Tong juga mengatakan bahwa gereja Reformed itu adalah gereja yang terus memurnikan dirinya, mereformasi dirinya. Ini spirit yang sebenarnya dari para Reformator selalu katakan, bahwa ecclesia reformata semper reformanda, yaitu gereja Reformed adalah gereja yang terus mereformasi dirinya. “Lho Pak, bukankah gereja Reformed itu sudah cetuskan doktrin-doktrin yang sudah jelas, kan kalau sudah jelas, apa lagi yang mau diproses, apalagi yang di reformasi?” Tapi di situ kalau kita lihat maka gereja Reformed itu terus ada mereformasi diri. Jadi ada memang bagian masih kita berproses, bertekun mengejar Tuhan, dan memang masih ada bagian yang kita kejar di depan, sehingga tidak habis-habis kita mereformasi diri kita. Kalau kita lihat gereja ini, “Oh ini sudah lengkap, sudah sempurna,” pasti masih ada cacat-cacatnya, pasti masih ada kelemahannya. Dan saya pikir dalam banyak hal ya, ketika ada dalam kehidupan kita, kita lihat “Oh, kok ini ada kurangnya di situ ya.” Kadang-kadang dalam kehidupan kita, mungkin memang Tuhan kasih beban itu ke kita, untuk kita kerjakan bagian ini. Misalnya kita bilang, “Oh gereja ini kurang hangat,” kita yang merasa kurang hangat, ya mungkin itu bagian kita untuk menghangatkan. Dan itu adalah bagian-bagian dalam kehidupan kita itu sebenarnya ketika ada bagian kita lihat kurangnya, bukan bagian untuk kita komplain bolak-balik seperti itu, tapi bagian kita aktif melihat, mungkin memang itu beban yang Tuhan tanamkan di dalam diri kita untuk kita kerjakan di sana, garaplah di situ. Dan ketika mau kerjakan bagian itu, ingatlah bahwa tidak selalu sempurna, dan memang masih berproses.

Tapi yang penting sebagaimana Gordon Fee mengatakan, ini ada suatu analogi pelari, bahwa dia itu mengejar di depan, dia berlari-lari, dia berlari-lari, dan bagian ini seorang pelari itu selalu berfokus itu mengejar di depan, bukan yang di belakang. Ya ndak. Kalau kita yang pernah di dalam olah raga lari ya, kalau kita mengerti, seorang pelari itu dia kejar itu garis finish di depan itu, dia bukan lari kejar terus lihat, “Oh saya sudah di depan, di depan, yang lain semua di belakang,” kalau dia melihat seperti itu, dia akan ketinggalan. Tapi fokus dia itu memang kejar terus di depan, karena dia berfokus pada goal yang di depan itu, yang sebenarnya di sini Paulus katakan di dalam ayat 14 bahwa, “Dan aku berlari-lari pada ujungnya untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” Jadi dia terus kejar di depan, terus goal-nya itu masih di depan. Selagi kita masih hidup, selagi kita masih di dunia sementara ini, berarti masih ada yang kita kejar di depan, dan berarti kita semua masih berlari pada tujuan itu, kita belum mencapai finish itu. Selagi kita masih diberikan nafas, berarti kita selalu mengerti apa? Bukan Cuma, “Oh saya masih hidup, saya masih bisa makan, masih bisa tamasya, jalan-jalan,” ndak,kalau kita masih diberikan hidup, berarti masih ada pekerjaan Tuhan yang Tuhan masih ingin kita kerjakan dalam hidup ini. Masih ada nafas hidup ini berarti masih ada goal, tujuan di depan yang masih kita kejar dalam kehidupan ini. Jangan kita cepat berpuas diri, masih ada yang harus terus kita kejar.

Di dalam bagian ini, hadiahnya adalah kita mengenal, bersama Kristus sepenuhnya, itu masih disediakan di depan dan masih ada panggilan sorgawi yang masih kita tuju selama kita di dunia ini. Di bagian sini kita mengerti ini adalah panggilan hidup orang Kristen, yaitu kita itu dari sinners, dari pendosa, dijadikan saints. Dari orang berdosa, dijadikan orang suci. Dan itu memang kita berproses, terus, terus berkejar ke depan. Menarik, Calvin itu pernah mengatakan bahwa, orang kudus itu bukan orang yang sadar dirinya itu kudus, yang dia rasa dirinya sudah sempurna, bukan seperti itu, tetapi orang kudus itu adalah sadar bahwa dia ada dosa kecil yang dia masih lakukan dan dia bertobat atasnya. Dia semakin peka, semakin sadar akan dosanya itu. Sebagaimana Pak Tong dia pakai suatu ilustrasi, bagaimana sih orang yang semakin kudus itu? Itu sama seperti ketika misalnya kamu di malam hari, lalu kamu jalan di tengah malam yang gelap sekali, tidak ada lampu sama sekali. Lalu misalnya kamu menginjak ada air comberan gitu ya, air kotor, parit mungkin itu. Wah kotor gitu, wah, tapi karena malam enggak keliatan kan. Terus, oh kira-kira, kamu rasa ada kotorannya di mana, tapi lalu kamu berjalan berjalan. Ketika kita berjalan, bergerak mendekati terang dari suatu kota, semakin kita mendekati kota itu, semakin kelihatan kotornya itu. Nah seperti itu lah orang berprogres itu. Bukan karena cahayanya itu yang bergerak, kita yang bergerak makin maju, makin kita mendekati terang itu, makin kita bisa lihat kekotoran kita, kenajisan kita, keberdosaan kita, dan masih ada bagian-bagian dosa kita itu yang akhirnya kita belajar untuk tinggalkan lagi, tinggalkan lagi. Itulah proses orang hidup makin kudus itu. Bukan yang rasakan langsung sempurna, tapi dia lihat, saya berproses. Makin dia bisa lihat lebih dalam, “Ini masih ada dosa ini, saya harus tinggalkan, saya harus tolak ini,” kenapa? Karena Kristus sudah mati menebus dosa saya. Dan itu orang makin progress ke depan, dia bukan tiba-tiba langsung hilang semua semua kotorannya, tapi dia makin bisa lihat kekotorannya, “Oh ternyata bukan cuma di sepatu dan kaki saya, oh ternyata keciprat juga sampai misalnya di baju saya,” kenapa? Karena dia bergerak semakin mendekati cahaya itu. Semakin dia jelas melihat kekotoran dan kenajisan nya. Itu proses pertumbuhan kita.

Dalam kehidupan kita mengikut Kristus, adakah kita bertumbuh juga di dalam bagian ini ? Dan apakah kita mengerti hidup kita sebagai umat Tuhan kita memang dimaksudkan untuk kemuliaan Tuhan, kita dijadikan milik Tuhan, umat Tuhan adalah untuk kemuliaanNya, dan kita akan berbagian dalam kemuliaan Allah itu yang masih disediakan ke depan. Ketika kita menjalani kehidupan ini, ada bagian-bagian dalam kehidupan kita, kita bisa introspeksi ya, kembali lagi perjalanan kehidupan kita, bagian ini sudah memuliakan Tuhan belum? Ketika kita bicara dalam aspek relasi kita satu sama lainnya, itu sudah di dalam kekudusan belum? Bagian itu, kita sudah memuliakan Tuhan belum? Di dalam pekerjaan kita, kita sudah memuliakan Tuhan belum? Di dalam aspek keuangan kita, kita sudah memuliakan Tuhan belum? Di dalam aspek kita yang bagian lain-lainnya itu, kita sudah memuliakan Tuhan atau tidak? Itu adalah bagian terus dimurnikan, terus dimurnikan, dari sehari demi seharinya. Dan memang ada bagian yang karena kita masih berproses, memang baru belakangan, baru Tuhan akan nyatakan, “Oh bagian sini ini belum kudus, oh bagian sini masih ada banyak campuran dosanya, oh bagian sini sudah kerjakan baik sih tapi motivasinya masih salah, oh bagian sini masih ada bagian masih belum sempurna lalu masih bisa diperbaiki, dan karena itulah kita ber-progress,” terus seperti itu. Dan ini adalah panggilan surgawi yang memang terus masih kita tuju di depan.

Biarlah kita ingat, selama kita konteks di dalam zaman ini, di tengah kehidupan kita di dunia ini memang belum sempurna, dan kita jangan berpikir kita malah mau seperti menganggap di dunia ini sudah sampai selesai, gitu ya, tuntas, padahal kita belum mencapai garis finish itu. Kalau seorang pelari yang lari itu, dia sudah lari, lari, lari, dia pikir, “Ahh sudahlah, saya goalnya itu di mana? Pokoknya saya sudah ada di depan yang lain,” dia tidak akan mencapai finish. Berapa banyak orang tidak mencapai finish, kenapa ? Karena dia bukan fokus depan, karena lihat di belakangnya. Sudah lihat, “Oh saya sudah mencapai ini,” dia tidak kejar lagi di depan, padahal belum sampai finish, belum mencapai garis akhir, sudah berhenti lari, ya tidak sampai goal. Tapi kalau kita terus mengejar, terus mengejar ke depan, dan sambil kita bersandar pada Tuhan dan terus ingat bahwa ini semua dalam kedaulatan rencana-Nya, kita lihat, ya kita serahkan di dalam tangan Tuhan, bagaimana Dia proses hidup kita. Apa yang Tuhan akan kerjakan dalam kehidupan kita itu, kita lihat bagaimana Tuhan akan membentuk kita itu semakin serupa Kristus juga. Saya percaya dalam banyak hal di dalam kehidupan kita, kita belajar di dunia ini, kita mengerti kebenaran firman itu ndak habis habis. Justru orang yang pikir, “Oh saya sudah selesai tuntas Pak belajar doktrin Reformed,” itu belum tuntas justru, ya. Orang, bahkan mungkin banyak hal itu belum mengerti sebenarnya karena dia baru mengerti yaitu cuma secuprit dari yang dia ngerti, tapi masih banyak dalam kehidupan kita itu, kita lihat, “Iya ya, masih banyak bolongnya, masih banyak bagian yang kita belum kerjakan.” Belum lagi masih banyak gap antara yang kita ngerti dengan yang kita hidupi, yang kita lakukan. Masih banyak, jauh sekali yang kita harus kerjakan. Dalam berapa banyak dalam kehidupan kita, kalau kita mau bilang, kalau hari ini ya, sudah berapa banyak sih orang yang kita jangkau, yang kita injili, atau yang kita bawa orang untuk mengenal Kristus? Sudah berapa banyak? Dan kalau kita mau bilang mungkin banyak atau sedikit, kembali lagi kita lihat di depan ini Tuhan ingin kita jangkau siapa? Tuhan ingin kita itu menjadi garam dan terang bagi siapa? Masih seberapa banyak yang seharusnya kita lihat di depan yang Tuhan sediakan untuk kita garap bersama? Selagi kita masih hidup di dunia ini biarlah kita terus mengejar ke depan dan kita tidak berpuas pada situasi yang ada.

Selama masih ada hari ini, selama masih ada hari esok berarti kita terus bergantung pada Dia. Dan biarlah ketika kita sampai bertemu dengan Tuhan kita, kita akan disambut dengan Dia mengatakan bahwa, “Hai hambaKu yang baik dan setia, engkau telah setia pada perkara-perkara kecil dan Aku akan mempercayakan kepadamu perkara-perkara yang lebih besar lagi, masuklah dalam sukacita Tuhanmu.” Itu yang kita nantikan di terakhir, selama di dunia kita belum mencapai surga itu, surga itu memang masih di depan dan itu yang kiranya terus kita tuju, terus kita pacu. Meski kita sekarang sudah mencapai di penghujung tahun ingat ini bukan titik omega, Natal nanti juga itu bukan titik akhir, masih ada tahun depan, masih ada pekerjaan di depan, masih ada pekerjaan Tuhan berarti masih harus kita garap. Dan biarlah kita terus dengan fokus pada apa kehendak Tuhan, terus mau peka akan rencana-Nya kita bergerak ke depan sampai kita bertemu Tuhan kita muka dengan muka. Mari kita satu dalam doa.

Bapa kami dalam surga, kami berdoa bersyukur untuk kebenaran firman-Mu, kami berdoa bersyukur untuk kembali Engkau ingatkan kami, Engkau mengkoreksi kami untuk kami tidak berpuas dengan apa yang sudah kami kerjakan yang lalu tapi kami terus berfokus melihat apa yang di depan yang masih harus kami kerjakan. Kami berdoa, ya Tuhan, kiranya Engkau memurnikan kami melalui kebenaran firman-Mu. Kami berdoa, ya Tuhan, biarlah firman-Mu ini terus mengingatkan kami, menggelisahkan kami, dan menyadarkan kami apa yang harus kami kerjakan ke depan selagi masih ada hari. Kami berdoa, ya Tuhan, menyerahkan kehidupan kami pribadi lepas pribadi, di tengah pergumulan yang kami hadapi, di tengah tantangan yang kami hadapi, ataupun mungkin ada kelelahan atau perasaan jemu dengan hal-hal yang sudah terjadi di masa lampau, biarlah hal itu tidak membawa kami untuk berhenti mengejar yang di depan. Kami berdoa, ya Tuhan, biarlah sukacita dari Natal, sukacita dari Allah Roh Kudus yang terus menghidupkan kami, menyalakan lagi api semangat dalam diri kami untuk terus mengejar di depan, mengejar panggilan surgawi yang Engkau akan sediakan bagi setiap kami anak-anakMu ini. Terima kasih Bapa untuk semua ini. Hanya dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.

[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]

Comments