Pendidikan di dalam Keluarga Kristen, 17 November 2019

Ef. 6:1-4

Pdt. Dawis Waiman, M. Div.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita berbicara mengenai pasal yang ke-6, walaupun ini berbicara mengenai relasi antara anak-anak kepada orang tua dan orang tua kepada anak-anak, tetap saya percaya secara konteks yang lebih luas ini berbicara mengenai keluarga. Dan di dalam keluarga tentunya ada suami dan istri, dan ada anak-anak yang ada di dalam keluarga tersebut. Dan saya percaya berdasarkan Kitab Suci berkata bahwa keberadaan seorang anak di dalam sebuah keluarga itu adalah berkat Tuhan. Saudara boleh baca di dalam Mazmur 127, di situ dikatakan bahwa anak-anak adalah berkat dari Tuhan Allah. Anak-anak itu bukan sesuatu yang merupakan beban yang Tuhan berikan dalam kehidupan kita, walaupun memang membesarkan anak bukan sesuatu yang mudah dalam hidup kita, tetapi paling tidak adanya anak di dalam sebuah keluarga itu adalah berkat dari Tuhan di dalam kehidupan keluarga tersebut. Nah di dalam relasi antara orang-orang yang ada di dalam keluarga, apa yang mendasari relasi itu? Saya percaya prinsipnya tetap berkaitan dengan pasal atau perikop sebelumnya di dalam pasal yang ke-5 bahwa ketika seseorang berelasi satu sama lain di dalam kehidupan yang takut akan Tuhan, di situ kita harus belajar suatu prinsip kita mengikuti kehidupan yang dipenuhi oleh Roh Kudus.

Nah pada waktu kita mengikuti suatu kehidupan yang dipenuhi oleh Roh Kudus, maka yang menjadi hidup kita itu adalah suatu prinsip di mana kita merendahkan diri seorang kepada yang lain di dalam takut akan Tuhan atau takut akan Kristus. Makannya di dalam kehidupan relasi sebuah keluarga kalau mau relasi itu menjadi satu relasi yang baik, hal pertama adalah istri harus belajar taat kepada suaminya, karena apa? Karena Kristus. Karena dia belajar menundukkan diri kepada Kristus maka istri mulai belajar tunduk kepada suaminya, bukan karena mungkin suaminya baik, tetapi ketika suaminya tidak baik pun Alkitab berkata dia harus belajar tunduk kepada suaminya, sebabnya karena apa? Karena Kristus. Jadi suami juga seperti itu. Pada waktu suami dikatakan harus mengasihi istrinya bukan sebabnya karena istrinya baik, lembut, karena istrinya adalah seorang yang memperhatikan diri dia, orangnya cantik, atau orangnya pengertian, tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Alkitab berkata suami harus mengasihi istrinya dan setia kepada istrinya, dan tidak boleh menoleh kepada perempuan yang lainnya karena Kristus. Jadi dia belajar untuk menjaga kesetiaannya kepada satu pasangan saja karena dia tahu itu adalah kehendak Tuhan dalam kehidupan dia. Begitu juga dengan anak-anak. Ketika anak-anak yang dikaruniakan di dalam sebuah keluarga diminta menaati orang tuanya dan menghormati orang tuanya, prinsipnya tetap sama, anak-anak melakukan itu bukan karena orang tua itu layak untuk didengarkan, bukan karena orang tua itu sempurna dan tidak ada cacatnya sama sekali atau tidak ada kekurangannya sama sekali, tetapi anak-anak harus menaati orang tuanya karena Kristus.

Saya percaya ini adalah suatu kacamata yang kita harus pegang dalam kehidupan kita karena ini yang menjadikan kita sebagai orang-orang yang beriman kepada Tuhan. Kita menjadi orang-orang yang mengerti bahwa Allah kita itu adalah Allah yang berprovidensi di dalam kehidupan kita atau Allah yang memelihara kehidupan kita. Dia Allah yang tidak pernah meninggalkan dunia ciptaanNya, dan Dia adalah Allah yang tidak pernah meninggalkan manusia yang Dia kasihi atau anak-anakNya dalam kehidupan Dia, dan Dia adalah Allah yang selalu menjadikan hal-hal di dalam dunia ini terjadi, karena apa? Karena kehendak Dia yang tidak pernah mungkin gagal. Sehingga pada waktu kita berelasi antara satu dengan yang lain, khususnya secara spesifik di dalam keluarga kita, mungkin kita akan menemukan kekecewaan-kekecewaan antara suami dengan istri, tidak seperti yang kita harapkan. Kita menemukan kekecewaan terhadap orang tua ataupun kepada anak-anak kita yang tidak seperti yang kita harapkan. Tetapi saya harap ketika kita melihat itu semua kita belajar untuk tunduk kepada firman Tuhan karena kita tahu segala sesuatu yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup kita adalah untuk kebaikan kita anak-anakNya. Karena itu kalau kita memiliki kacamata seperti ini, saya pikir pada waktu kita menjalankan perintah Tuhan atau menjalankan kehidupan Kristen kita, satu sisi, adanya hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan kita itu membuat kehidupan ini menjadi kurang sukacita mungkin, kurang enak, kurang gembira, penuh dengan suatu dukacita dan suatu pergumulan dalam hidup kita, tetapi ketika kita mengerti bahwa di balik itu semua ada rencana Tuhan Allah yang baik dalam kehidupan kita, saya pikir yang sulit itu menjadi tidak terlalu sulit lagi. Yang selalu kita komplain dan kita permasalahkan menjadi sesuatu yang kita naikkan syukur dan ucapan syukur kepada Tuhan. Hal yang tidak membawa suatu sukacita kita boleh belajar untuk bersukacita karena kita mengerti Tuhan menghendaki ini, kalau itu bisa terjadi pasti itu adalah sesuatu yang baik untuk saya dan keluarga saya.

Karena itu Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, walaupun orang dunia berbicara hal yang berbeda, walaupun orang dunia berkata bahwa kita tidak perlu mempertahankan sebuah keluarga, walaupun orang dunia berkata kita boleh hidup sesuka kita sendiri dan tidak perlu ada suatu penundukkan di dalam keluarga atau ordo di dalam relasi dalam keluarga ataupun di dalam gereja dan lain-lain, masalahnya adalah mungkin kita perlu tanya itu prinsip Kristen atau bukan, itu adalah keinginan Tuhan atau bukan, saya ini orang Kristen atau bukan? Kalau saya adalah orang Kristen, mau orang dunia bicara bagaimanapun juga, dan bahkan membodoh-bodohi orang Kristen yang berusaha memegang pada prinsip kebenaran Kitab Suci, kita tetap berkata, “Saya bukan mereka.” Kita bukan mereka, kita adalah umat Tuhan, anak Tuhan, kita memiliki Allah yang benar yang memberitakan kebenaran-Nya kepada kita untuk kita jalankan dalam hidup kita, itu menjadi prinsip. Nah di dalam seluruh relasi yang ada di dalam masyarakat ini kenapa Tuhan, atau melalui Paulus di sini, menempatkan prinsip untuk hidup berkeluarga, relasi suami-istri dan anak itu, di dalam prinsip yang pertama setelah dia berbicara mengenai suatu kehidupan di dalam terang dan segala sarana yang Tuhan berikan kepada orang-orang Kristen di dalam gereja, dan juga bagaimana orang Kristen harus berperilaku di dalam kehidupan dia? Kenapa dia masuk ke dalam keluarga? Karena saya percaya juga, bahwa keluarga menjadi inti di dalam gereja, atau kebaikan dan masa depan gereja, dan juga kebaikan dan masa depan dari masyarakat. Kalau keluarga sampai menjadi suatu keluarga yang pecah, yang bermasalah, maka saya percaya gereja akan bermasalah dan masyarakat akan bermasalah, itu pasti terjadi. Dan kenapa Tuhan meminta keluarga menjadi suatu keluarga yang baik, yang harus menjaga relasi setia dengan satu yang lain sampai maut memisahkan, dan ordo di dalamnya? Karena Tuhan berkata, “Melalui keluarga Aku ingin menyaksikan namaKu kepada dunia ini,” sehingga orang-orang dunia ketika melihat relasi keluarga di dalam kehidupan Kristen mereka mengerti Kristuslah Tuhan kita, Kristuslah Allah yang sejati, di luar itu tidak ada Allah yang sejati, hanya Allah Tritunggal yang dikenal oleh orang Kristen melalui Kristus Yesus, itulah Allah yang sejati yang harusnya mereka turut miliki di dalam kehidupan mereka. Dan ini membuat relasi keluarga menjadi relasi yang penting sekali, yang esensi sekali.

Hari depan gereja adalah suatu hari depan yang ada di dalam keutuhan di dalam keluarga ini. Makanya saya percaya iblis tidak akan tinggal diam, iblis berusaha menghancurkan relasi keluarga yang menjadi suatu hal, suatu relasi atau institusi yang begitu baik yang Tuhan harapkan menjadi suatu kesaksian yang baik di dalam dunia ini. Makanya kita tidak heran kalau bertemu dengan pribadi-pribadi, cara-cara, prinsip-prinsip dunia, dan bahkan prinsip-prinsip kehidupan Kristen sendiri yang berusaha untuk menghancurkan keluarga. Misalnya bagaimana, suami tidak setia pada istri, istri tidak mau tunduk kepada suami, istri merasa dia harus lebih menonjol dari suami karena dia punya kemampuan yang lebih tinggi dari suaminya ataupun penghasilan yang lebih besar dari suaminya, atau suatu kapabilitas yang lebih banyak daripada suaminya, sehingga dia merasa suaminya bukan arti apa-apa dalam kehidupan dia, “Saya harus lebih maju di dalam karir,” dan segala sesuatu yang dia ingin kejar. Suami merasa bahwa mungkin dia tidak ada artinya di dalam keluarga, dia makin minder, makin minder, makin hidup di dalam suatu kehidupan yang tidak nurut dengan firman Tuhan. Atau sebaliknya, suami tidak mau mengasihi istri, dia lebih mementingkan karirnya di luar, dia tidak memikirkan istrinya di rumah, dia tidak memikirkan keluarganya di rumah. Dan bahkan ketika kita berbicara mengenai cara mendidik anakpun, maafkan kalau saya bilang di dalam dunia kita sekarang ini, mungkin kita selalu terpacu untuk berpikir bahwa kita harus mendidik anak itu self confident yang besar, tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita mendidik anak kita punya self confident yang besar sekali dan dengan segala kemampuan yang dimilikinya dan dengan suatu pengajaran menjaga apa yang dia dimiliki, menjadi orang yang betul-betul memegang yang dimilikinya dengan baik, seperti itu, Bapak-Ibu tahu tidak, kita sedang mendidik anak-anak kita jadi orang-orang yang egois, kita sedang mendidik anak-anak kita menjadi anak-anak yang tidak mementingkan orang lain, yang selalu dipentingkan adalah dirinya yang harus menonjol dibandingkan orang lain, dirinya yang lebih penting dari orang lain, dirinya lebih mampu dari orang lain, dirinya lebih baik dari orang lain. Kira-kira kalau dia dari kecil kita didik seperti itu sampai dia jadi dewasa, dia menikah, bisa enggak bertahan keluarganya? Saya yakin jawabannya tidak, karena esensi dari kehidupan suami-istri adalah menyangkal diri, mendahulukan kepentingan pasangannya, bukan mementingkan diri. Kita di dalam berelasi kadang-kadang, atau di dalam mendidik, mungkin kita harus peka akan apa yang menjadi kebenaran firman, apa yang menjadi prinsip firman, apa yang menjadi prinsip dunia yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Itu penting sekali, supaya pada waktu kita menjalankan kehidupan kita, kita betul-betul secara pasti menjalankan suatu kehidupan yang berdasarkan terang firman dan kita tahu bagaimana mengaplikasikan firman itu di dalam kehidupan kita.

Banyak orang Kristen ketika membaca Alkitabnya dia anggap pembacaan itu hanya sebagai suatu pengetahuan untuk diketahui dalam kehidupan dia, tetapi pada waktu dia berbicara mengenai kehidupan di dalam dunia ini, bagaimana berelasi dengan orang lain, bagaimana hal-hal, keputusan apa yang harus diambil untuk menghadapi suatu persoalan dalam kehidupan yang digunakan adalah prinsip dunia, tidak ada prinsip Alkitab sama sekali. Karena apa? Alkitab hanya sebagai pengetahuan. Alkitab bukan menjadi suatu lifestyle atau jalan kehidupan kita. Dan bahkan kita sendiri mungkin enggak pernah bisa punya waktu untuk merenungkan firman Tuhan supaya dapat mengkomparasikan prinsip firman dibandingkan dengan prinsip dunia seperti apa. Kita tidak punya waktu untuk merenungkan apakah prinsip yang kita pegang selama ini, kebenaran yang kita anggap sebagai suatu kebenaran itu adalah kebenaran Tuhan atau kebenaran dunia? Kalau ini terjadi saya percaya itu adalah suatu hal yang mungkin tidak Tuhan sukai, dan itu hanya menunjukkan bahwa kita hanya sebagai orang Kristen di dalam aspek nama ataupun di dalam aspek ritual yang kita lakukan setiap minggunya tetapi prinsip kita sama sekali tidak Kristiani di dalamnya. Itu bukan Kristen. Di dalam Persekutuan Pemuda waktu itu saya pernah bahas mengenai kehidupan Daniel. Dan di dalam kehidupan Daniel itu saya berkata seperti ini, Daniel seorang yang dibawa usianya belasan tahun ke Babel. Waktu dia dibawa ke Babel, apa yang dilakukan raja Babel, program kerajaan Babel terhadap anak anak muda ini? Alkitab mencatat, pertama mereka ubah nama Daniel dan teman temannya menjadi nama Babel. Tujuannya untuk apa? Menghilangkan identitas. Yang kedua adalah mereka kemudian mendidik anak-anak ini dengan segala pengetahuan Babel, pengajaran Babel, dan segala pendidikan yang ada di Babel tersebut. Dan yang ketiga adalah mereka memberikan mereka makanan dari meja raja, yang sehidangan dengan raja, itu mereka berikan kepada anak-anak muda ini. Dan pada waktu mereka menerima tiga hal ini, perintah atas hal-hal yang mereka harus terima di dalam pembuangan tersebut, Daniel dan teman-temannya sadar, bersikapnya seperti apa? Alkitab mencatat mereka menerima namanya diganti, mereka menerima pendidikan dari Babel, tetapi mereka menolak makan makanan yang sehidangan dengan raja. Kenapa ya? Kok yang dua diterima yang ketiga ditolak? Sebabnya karena yang pertama nama diganti boleh, belum tentu mengganti identitas orang. Yang kedua, ketika pendidikan diberikan mereka ada semacam dasar kebenaran dari kecil sudah dididik dengan Taurat, mereka tahu prinsip firman bagaimana, sehingga mereka punya kemampuan untuk menyeleksi mana yang firman mana yang bukan. Tetapi ketika berbicara mengenai makan dan minum, mereka tahu itu berbicara mengenai lifestyle, gaya hidup. Ketika mereka menerima lifestyle itu dalam hidup mereka, saya percaya itulah saatnya pendidikan atau tindakan Babel untuk mengubah identitas mereka itu berhasil 100%. Pengetahuan saja yang dididik belum tentu mengubah hidup, nama yang diubah itu belum tentu mengubah jalan hidup kita. Walaupun di sini mungkin dalam budaya Jawa ada ngomong kalau anak suka sakit-sakitan beban namanya terlalu besar sehingga ganti namanya. Seolah-olah jalan hidupnya itu berubah. Saya tidak percaya seperti itu. Nama diganti, pengetahuan yang dimiliki enggak mungkin mengubah jalan hidup atau gaya hidup seseorang. Tetapi ketika kehidupannya itu bisa dirubah melalui kebiasaan-kebiasaan yang dia lakukan dalam kehidupan seperti orang dunia atau seperti orang Babel maka hari itu hasil tindakan mencuci otak itu berhasil.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, membawa orang Kristen hidup seperti orang Kristen itu adalah hal yang paling sulit. Itu jauh lebih sulit dari meminta orang Kristen hidup seperti orang dunia. Karena orang Kristen disuruh hidup seperti orang dunia enggak usah diajar mereka akan hidup seperti orang dunia. Tapi untuk orang Kristen bisa hidup seperti orang Kristen, dengan gaya hidup Kekristenan, budaya Kekristenan yang Alkitabiah, itu adalah hal yang sulit sekali. Kalau saya tanya kenapa ya? Kira-kira kenapa? Mungkin karena dia enggak mau, mungkin karena kita tidak melihat kebenaran, keindahan di dalam kebudayaan Kristen, mungkin kita malu untuk menyaksikan iman kita, atau mungkin hal-hal lain. Tetapi selama gereja memberitakan firman, selama Saudara hanya tahu kebenaran firman itu, selama Saudara hanya mengatakan diri engkau adalah orang Kristen tetapi kehidupanmu tidak diubahkan oleh kebenaran firman yang Saudara ketahui, maafkan, Saudara mungkin harus bertobat. Karena ketika Tuhan meminta kita hidup sebagai orang Kristen, Tuhan bukan hanya minta pengetahuan kita, tetapi Saudara tahu tidak, kerusakan yang parah terjadi dalam masyarakat itu bukan cara berpikir Saudara yang rusak, tetapi perilaku Saudara yang rusak di dalam masyarakat. Itu yang merugikan, itu yang tidak memberi satu kesaksian yang benar atas nama Tuhan di dalam dunia ini. Kalau orang cuma ngomong, ngomong, sesuatu tapi perilakunya berbeda dengan yang dia ngomong; dia ngomong sesuatu yang buruk tapi perilakunya yang baik, mungkin orang masih melihat perilaku nya masih baik; tapi kalau dia bicara sesuatu yang baik, baik, sesuatu yang sepertinya indah dan benar tapi perilakunya bejat dan jahat, orang mungkin tahunya perilakunya yang bejat dan jahat itu, bukan pengetahuan dia. Jadi, itu sebab nya, perilaku kita itu penting, kehidupan, gaya hidup kita yang sesuai dengan kebenaran firman itu penting, karena itulah yang menjadi satu kesaksian kita bagi dunia ini. Walaupun orang dunia boleh menghina kita, atau orang dunia boleh merendahkan kita, kita tetap anggap bahwa saya punya kehidupan ini adalah sesuai dengan kehendak Tuhan, karena Tuhan mengajarkan itu, dan saya tahu ini benar. Tetapi orang dunia hidup dalam satu kondisi yang berpikir mereka benar, tetapi realitanya mereka tidak benar karena mereka tidak punya kebenaran, atau kebenaran yang pasti seperti yang Tuhan wahyukan dalam kehidupan kita. Nah makanya, saya mau ajak kita, mari kembali, mari sama-sama kita hidup menguji keluarga kita, relasi kita suami-istri, relasi kita antara orang tua dengan anak, anak dengan orang tua, apakah kita sudah hidup seturut dengan aspek-aspek yang Tuhan ajarkan atau tidak? Kalau tidak, mari kita sama-sama hidup kembali kepada prinsip-prinsip itu, baru di situ nama Tuhan Allah kita bisa dimuliakan.

Di dalam aspek mengenai orang tua dengan anak, Tuhan memberikan perintah yang berkata bahwa, anak harus mentaati orang tua di dalam dunia. Kembali saya mungkin ulang sedikit, perintah ini seberapa serius dan pentingnya dalam kehidupan orang Kristen, atau dalam kehidupan umat Allah? Kalau kita lihat dari Keluaran 21:15, 17, dan kita lihat dari Imamat 20:9, maka kita akan melihat, perintah ini adalah  perintah yang sangat serius sekali bagi Tuhan Allah, yang tidak pernah boleh dikompromikan oleh umat-Nya. Seberapa seriusnya? Alkitab berkata, “Barangsiapa tidak menghormati orang tuanya, bahkan menghina orang tuanya, maka anak itu harus dihukum mati.” Itu seberapa seriusnya satu penundukan diri yang dilakukan oleh seorang anak kepada orang tuanya. Karena itu, saya percaya ini menjadi hal yang anak-anak perlu belajar ketika menjalankan ini. Tetapi pada waktu mereka menjalankan satu kehidupan yang taat kepada orang tua, mungkin mereka bertanya, “Kenapa saya harus taat kepada orang tua? Lalu ketaatan seperti apa yang harus saya berikan kepada orang tua saya?” Ada anak-anak yang mungkin berkata, “Oh, saya taat dia karena dia punya otoritas, karena dia punya uang, karena dia lebih tua dari saya, karena dia adalah orang yang lebih kuat daripada saya, maka saya harus taat kepada dia, kalau tidak hidup saya tidak punya makanan, saya bisa diusir, saya bisa menderita dan yang lain-lain.” Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu Tuhan meminta seorang anak Kristen taat kepada orang tuanya yang Kristen, jawabannya bukan karena alasan-alasan seperti itu harusnya, karena ada aspek yang kedua yaitu adalah aspek engkau harus mentaati dengan sikap hati yang menghormati mereka. Hormat itu berarti sesuatu rasa hormat, suatu pengertian bahwa orang tua yang ada di hadapan saya ini adalah wakil Tuhan, saya harus menghargai mereka, walau mereka ada kekurangan di dalam kehidupan mereka, di dalam cara pendidikan mereka, yang mereka lakukan dalam kehidupan saya, saya harus hormat mereka. Ini yang mendorong atau memacu kita untuk menaati apa yang menjadi perkataan mereka. Istilah taat sendiri sebenarnya di dalam bahasa aslinya itu mengandung pengertian bahwa anak harus mendengar setiap perkataan dari orang tuanya dan menundukkan diri di bawah perkataan itu. Itu nama nya taat.

Dasar Pendidikan sebenarnya simple, yaitu orang tua mendidik anak untuk taat dan hormat kepada mereka. Itu dasarnya. Tetapi di dalam kehidupan Kristen, ada beberapa aspek lagi yang Tuhan ingin nyatakan di dalam kehidupan kita. Pada waktu seseorang, orang tua melihat anaknya dan mendidik anaknya untuk taat dan takut akan Tuhan, Alkitab berkata jawabannya bukan karena engkau adalah wakil Tuhan saja, tetapi engkau harus mendidik mereka dengan beberapa prinsip mendasar, yaitu, kebenaran firman di dalam kehidupan mereka. Kalau Saudara perhatikan di dalam aspek pendidikan, mungkin kita bisa tanya seperti ini ya, “Hal-hal apa saja yang harus kita berikan atau didik atau perhatikan di dalam kita membesarkan seorang anak?” Kalau kita tanya seperti ini, Bapak, Ibu, jawabannya ada berapa aspek sih yang kita perlu perhatikan dalam pendidikan? Sebenarnya sederhana, cuma ada 4 aspek. Boleh buka Lukas 2:52 ya, “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi Allah dan manusia.” Ini aspek pendidikan. Pada waktu seseorang mendidik anaknya, hal apa saja yang harus diperhatikan? Pertama, dia harus memperhatikan mengenai pertumbuhan hikmat, atau pengetahuan, atau mental. Hal-hal yang dia ketahui mengenai kebenaran Firman dan hal-hal yang perlu dia ketahui mengenai kehidupan ini mungkin, dia harus dididik oleh orang tuanya. Yang kedua adalah orang tua harus memperhatikan pertumbuhan fisik dari anaknya. Bertumbuh besar dalam apa? Pertama dalam hikmat dan besarnya. ‘’Besar” berbicara mengenai fisik, maka yang ketika orang tua membesarkan anak, dia kasih makanan yang bergizi, bukan hanya kasih cekokin pemahaman-pemahaman, tetapi dia memberikan makanan yang bergizi, dia memberikan vaksinasi bagi anak itu, supaya anak itu bisa tumbuh sehat, misalnya. Lalu aspek ketiga adalah aspek sosial, yaitu bagaimana dia makin dikasihi oleh manusia, itu adalah aspek sosial. Bagaimana dia berelasi dengan orang lain, bagaimana dia menyatakan perasaan dia, atau bagaimana dia menyatakan kasih di dalam kehidupan dia, itu adalah aspek sosial. Lalu yang keempat adalah aspek spiritual, atau bisa dikatakan yang ketiga adalah aspek spiritual, dan yang keempat adalah aspek sosial. Aspek spiritual adalah bertumbuh di dalam kasih atau dikasihi oleh Allah. Itu yang harus kita perhatikan. Jadi coba Bapak, Ibu, Saudara perhatikan ya,  dalam dunia pendidikan ada hal lain nggak, yang perlu diperhatikan? Waktu kita berbicara mengenai skill, skill berbicara mengenai apa? Waktu kalian sekolah, di sekolah berbicara mengenai apa? Pada waktu kalian disuruh belajar untuk berelasi dengan orang lain, kenalan, waktu ketemu orang tua, sapa orang tua, mungkin memberi salam, berjabat tangan, waktu kalian memiliki saudara, kalian harus berbagi makanan, berbagi mainan, itu berbicara mengenai apa? Saya pikir itu berbicara mengenai sosial. Waktu diajak ke gereja untuk berbakti kepada Tuhan itu berbicara mengenai aspek spiritual. Di luar itu ada aspek apa lagi? Saya pikir tidak ada, di dalam pendidikan cuma ada 4 aspek ini.

Tetapi pada waktu seorang orang tua mendidik 4 aspek ini dalam kehidupan anak-anaknya dia tidak boleh melupakan satu hal, yaitu di dalam setiap aspek ini anak-anak harus belajar untuk taat dan hormat kepada orang tua, atau istilah lainnya adalah kalau Saudara tidak pernah bisa mendidik anakmu untuk menaati engkau dan menghormati engkau jangan pernah harap dia bisa bertumbuh dengan pengetahuan yang benar, jangan pernah berharap dia akan bertumbuh dengan suatu mungkin kehidupan yang sehat dan baik, dan jangan pernah berharap dia memiliki hati yang takut akan Tuhan, dan jangan juga pernah berharap dia akan memiliki suatu relasi sosial yang baik. Dan tentunya di balik itu orang tua bukan hanya harus mendidik tetapi orang tua harus memberikan suatu teladan dalam kehidupannya. Makanya pada waktu kita berbicara mengenai pendidikan, Alkitab yang berbicara mengenai pendidikan, khususnya kepada anak-anak, itu adalah di dalam Amsal. Dan di dalam Amsal tersebut Tuhan berbicara mengenai suatu ketaatan yang harus diberikan oleh anak kepada orang tuanya, mendengarkan orang tuanya, karena apa yang diajarkan oleh orang tuanya yang ada di dalam Tuhan atau takut akan Tuhan adalah pasti baik bagi anak-anaknya.

Kalau Bapak-Ibu perhatikan di dalam Efesus 6:1-3, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu–ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini,” janjinya apa? Ayat 3, “supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.” Pada waktu seorang tua mendidik anak-anaknya di dalam takut akan Tuhan, sebenarnya itu adalah bukan untuk kebaikan orang tua saja lho, walaupun ada di dalam Alkitab berkata, “Anak yang menempuh jalannya sendiri itu adalah suatu penderitaan bagi ayah dan ibunya, sesuatu yang memalukan.” Setuju enggak? Kalau enggak setuju, gampang. Bapak-Ibu pernah ke mall kan? Waktu jalan-jalan ke mall pernah nggak lihat ada anak kecil yang keluyuran enggak tahu orangtuanya di mana? Lalu  ada orang tua yang  panik nyariin anaknya di mana. Waktu itu kita ngomong apa? Mungkin kita akan bilang, “Ini orang tua gimana sih ngasuh anaknya?” Paham ya? Kalau engkau memilih jalanmu sendiri, Alkitab berkata di dalam kitab Amsal, engkau berpikir engkau adalah orang yang bijaksana, hai anak muda, engkau berpikir engkau  tidak perlu patuh pada orang tuamu, itu adalah penderitaan bagi ayah dan ibumu. Itu adalah satu  hal yang membuat kemaluan bagi ayah ibumu, sesuatu yang memalukan mereka. Karena ini menjadi sesuatu yang Kitab Suci sudah nyatakan dan ini adalah realita. Dan kalau engkau masih tidak sadar-sadar, nanti mungkin Tuhan akan hukum engkau dengan anak-anakmu yang menghina engkau dan menempuh jalannya sendiri sehingga engkau baru mengerti bahwa itu adalah tindakan yang betul-betul mempermalukan kehidupanmu, tetapi semuanya sudah terlambat.

Jadi satu sisi Alkitab berkata memang ketaatan anak kepada orang tua itu membawa suatu kehormatan di dalam keluarga, nama baik kepada ayah dan ibunya, tetapi ketika seorang ayah mendidik anaknya dengan baik maka itu juga memiliki dampak kepada ayahnya. Dua hal. Satu, dia akan menjadi orang yang apa? Ini agak karismatik tetapi Alkitab juga bilang begini. Satu, dia adalah orang yang akan apa? Berbahagia. Dan yang kedua, dia adalah orang yang panjang umur. Saya percaya ini adalah kalimat yang benar. Anak yang taat kepada didikan orang tua, orang tua yang benar-benar mengerti kebenaran ketika dia mendidik anaknya dengan benar, yang terjadi adalah pasti anaknya bahagia, itu janji Tuhan. Dan ini adalah sesuatu yang dikatakan bukan hanya di Efesus pasal 6, tapi kalau Bapak-Ibu perhatikan ini adalah kutipan dari Keluaran 20 dari perintah yang ke-5. Kita buka sama-sama ya. Keluaran pasal 20:12, “Hormatilah  ayahmu dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu.” Ada kaitkan antara Efesus pasal 6 dengan hukum 10 Perintah Allah. Engkau akan menjadi orang yang berbahagia dan panjang umurmu, engkau adalah orang  yang akan hidup secara baik di dalam dunia ini, engkau akan memiliki umur yang panjang. Maksud umur yang panjang itu adalah apa? Mungkin tidak semuanya umur yang panjang tetapi paling tidak Saudara akan terhindar dari intervensi murka Tuhan di dalam kehidupanmu. Itu akan terjadi kalau anak tidak pernah menghormati orang tuanya, dia sendiri berpikir jalannya sendiri yang benar. Kalau dia tidak mendapatkan intervensi hukuman Tuhan saat ini waktu dia hidup di dunia, jelas dia akan mendapatkan hukuman Tuhan di dalam kekekalan. Kalau dia adalah orang yang kemudian mendapatkan hukuman Tuhan di dalam dunia ini, mungkin dia bisa mendapatkan kecelakaan, mendapatkan penyakit, artinya membawa kematian atau yang merugikan diri dia, memperpendek usia dia. Dan saya pikir, di dunia ini sudah begitu banyak contoh yang terjadi.

Ambil contoh misalnya, kita lihat dari kehidupan Raja Daud. Raja Daud sebenarnya bukan contoh orang tua yang kuat. Walaupun dia adalah orang tua yang betul-betul takut akan Tuhan, tapi kelihatannya dia adalah orang tua yang lemah dalam relasinya dengan anak-anaknya. Ambil contoh pada waktu dia melihat mendengar bahwa Amnon memperkosa anaknya, adiknya si Absalom, si Tamar ini, yang dia lakukan adalah dia diam, dia enggak lakukan apa-apa, dia enggak menegur anaknya, dia tidak hukum anaknya itu. Dia tidak pernah selesaikan masalahnya, akibatnya bagaimana? Akibatnya adalah anaknya, si Absalom itu, kemudian menjadi menjadi marah. Dan  akibat kemarahan itu kemudia dia mencari cara untuk membunuh adiknya Amnon. Dan pada waktu Absalom sudah membunuh Amnon, Daud juga tidak melakukan apa-apa. Absalom hanya melarikan diri lalu Daud hanya duduk-duduk saja juga di belakangnya diam-diam saja, kembali dia enggak mau ketemu Absalom. Sampai akhirnya yang ada adalah mungkin dia melarikan diri dari Absalom karena takut. Tetapi dampaknya apa? Daud kemungkinan di satu sisi dia mengajar firman karena di dalam Amsal 4:3,4 dikatakan, “Karena ketika aku masih tinggal di rumah ayahku sebagai anak, lemah dan sebagai anak tunggal bagi ibuku, aku diajari ayahku, katanya kepadaku: “Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup.”” Dan kita percaya bahwa penulis Amsal ini adalah Salomo, dan Salomo adalah anak Daud, dan ketika dia ada di dalam rumah itu, ibunya dan ayahnya mengajarkan firman Tuhan, atau pengajaran hikmat bagi anaknya ini. Tetapi di sisi lain, mungkin Daud karena sayangnya kepada anaknya, tidak terlalu berani bertindak tegas kepada anaknya. Dampaknya apa? Amnon mati, Absalom pun mati dihukum oleh Tuhan. Jadi, satu sisi, saya pikir, kehidupan Daud itu menjadi satu peringatan bagi orang tua. Ketika engkau menyayangi anakmu, pertama, jangan segan-segan untuk mengajarkan firman Tuhan kepada mereka karena itu adalah hal yang utama; tapi yang kedua adalah, kalian jangan segan-segan untuk mendidik anak itu harus belajar taat dan hormat kepada kita sebagai orang tua. Apa yang kita katakan, mereka harus dengar dan lakukan dalam hidup mereka. Dan pada waktu Paulus memberikan perintah ini, dia bukan memberikan perintah ini kepada anak-anak kecil yang belum mengerti, tetapi istilah anak di situ adalah semua anak yang sudah mengerti dan bisa belajar untuk memahami perkataan orang tuanya, dia harus belajar taat dan hormat kepada orang tuanya, berapapun usianya. Itu harus terjadi.

Jadi, orang tua harus pastikan, dia mendidik kebenaran, hikmat kepada anaknya. Kedua, orang tua harus memastikan, anaknya harus mendengar perkataannya dan menjalankan perkataannya. Dan kalau mereka tidak mau menjalankan perkataan orang tua, dan koreksi dari orang tua, sarana apa yang Tuhan berikan kepada orang tua untuk mendidik anak? Nah di dalam Amsal dikatakan, rotan itu menjadi sarana untuk memastikan pengajaran orang itu itu sampai kepada anak-anak. Pukulan dihukum. Dan yang menariknya adalah, seperti ini, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam Amsal dikatakan: “Hai orang tua, jangan kamu tidak didik anakmu! Jangan kamu tidak hajar anakmu! Karena ketika engkau menghajar anakmu, dia tidak akan mati, kok!” Tetapi ada ayat berikutnya yang lebih menarik lagi ya. Kita buka Amsal 23:13-14, “Jangan menolak didikan dari anakmu, ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan,” lalu ayat 14-nya, mungkin ini yang jarang kita baca, “Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati.” Penulis Amsal mengkaitkan pukulan rotan itu dengan apa? Dengan keselamatan! Ini menarik sekali, sampai ada pengkhotbah yang berkata seperti ini, “Kemungkinan kenapa dunia mati-matian sekarang mempertahankan atau memaksakan atau mendorong orang untuk mendidik anaknya tanpa boleh memukul, karena dunia ingin anak-anak orang-orang Kristen tidak diselamatkan – ingin menempuh jalannya sendiri.” Saya bukan bicara bahwa kita harus pukul semua anak ya, saya ulangi lagi, bukan bicara kita harus pukul semua anak. Tetapi ada anak yang gampang, ada anak yang susah. Ada anak yang diomongin pun tidak bisa benar-benar, sampai harus dipukul. Tapi kita sebagai orang tua, waktu kita ngomong kepada anak, kita tidak boleh hanya ngomong, “Nak, nggak boleh begitu ya!” anaknya tetap jalan. Atau misalnya kaya gini. “Nak, kamu harus duduk!” – anaknya lari terus. “Nak duduk!” – dia lari terus, kayak gitu. Lalu, akhirnya karena anaknya nggak mau duduk, ibunya ketawa ketawa, “Hehe hehe.” Saudara boleh nggak kayak gitu? Ada anak yang diomong, “Nak, duduk!” – duduk dia. Tapi ada anak yang disuruh duduk, lari. Lalu gimana sikap kita kepada anak yang kayak gini? Yang suruh duduk, duduk, ya baik, puji Tuhan. Tetapi yang lari, kalau saya, tak panggil dia, pegang dia, taruh di kursi, “Duduk, papa ngomong ‘Duduk!’ – duduk!” Maksud saya adalah, ada anak yang harus dengan cara yang tegas, ada anak yang dengan cara yang lembut bisa. Ada anak yang dengan cara bicara saja bisa, tetapi ada anak yang harus dipukul, baru mau denger. Yang pasti adalah, kuncinya, kalian ketika menginstruksikan sesuatu sebagai orang tua kepada anak, anak harus belajar taat dan menghormati apa yang diinstruksikan oleh orang tua. Dari sini baru anak-anak kita bisa bertumbuh menjadi seorang yang baik, seorang yang menghormati Tuhan, seorang yang menghargai Tuhan. Tetapi, kalau Saudara tidak pernah bisa memastikan perintah Saudara kepada anak itu dijalankan, atau Saudara tidak bisa mendapatkan ketaatan dan hormat daripada seorang anak, yang terjadi adalah: mungkin dia mulai menghina dirimu sebagai orang tua, yang kedua dia mulai menghina Tuhan Allahmu, dia mulai menolak untuk beriman kepada Kristus, yang kau imani dalam hidupmu. Dan yang terakhir, dia mungkin ada di dalam kecelakaan. Karena, dia sendiri nggak hormati kita, jangan pernah harap dia bisa menghormati Tuhan yang kita anggap benar, atau kita percayai sebagai suatu kebenaran. Kalau dia belajar menghormati kita, saya yakin dia juga akan belajar menghormati Tuhan yang kita percayai sebagai kebenaran. Kalau dia belajar menghormati kita, saya yakin dia juga akan belajar menghormati Tuhan yang kita percayai sebagai kebenaran. Jadi dampaknya nggak se-simple itu dan sesederhana itu. Kita boleh mendidik segala aspek, tapi jangan pernah lupakan hal yang paling mendasar, anak kita harus dididik untuk taat dan hormat kepada orang tuanya. Seperti itu ya.

Dan terakhir, pada waktu seorang tua mendidik anak untuk taat dan hormat, Alkitab juga ada memberi sesuatu peringatan, tapi ini kita akan bahas di dalam pertemuan berikutnya ya secara lebih detil. Peringatannya apa? Peringatannya adalah, orang tua ketika mendidik anak jangan membuat anak apa? Marah. Itu peringatan. Ketika engkau membuat anak marah dengan tidak menghormati engkau, maka konsekuensinya tadi, jangan pernah harap dia bisa mungkin datang dalam iman kepada engkau karena dia sudah hidup di dalam kebencian. Pendidikan yang benar itu adalah akan membuat seorang anak menyadari kesalahannya, pendidikan yang benar itu akan membuat seorang anak menyesali kesalahan yang dia lakukan dalam hidup dia. Itu benar. Bukan membuat anak marah kepada orang tuanya. Jadi kalau Bapak-Ibu ketika mendidik anak memukul anaknya, yang terjadi adalah anak itu nggak ngerti kesalahan dia tetapi yang justru adalah dia makin benci dan makin benci karena dia nggak pernah merasa bersalah lalu engkau pukul dia dan hajar dia terus menerus seperti itu. Mungkin engkau akan membuat anakmu celaka di kemudian hari, karena kita mendidik sesuatu yang salah kepada mereka. Tetapi kalau Saudara adalah orang yang dibesarkan di dalam keluarga seperti ini, dan Saudara sudah mengenal Kekristenan dan iman kepada Kristus, saya ingatkan satu kali lagi ya, ingat, ketaatanmu kepada orang tua bukan karena kebenaran dia, bukan hanya karena kebaikan dia, bukan karena kebijaksanaan dia saja, tetapi engkau belajar taat karena apa? Tuhan. Karena engkau ada di dalam Tuhan, itu yang harusnya membuat kita belajar taat, karena itulah kehendak Allah dalam kehidupan kita. Ingat ini baik-baik. Engkau mungkin bergaul dengan orang dunia, dan kecondongan anak muda adalah saya lebih suka dengar teman daripada dengar orang tua, karena menyenangkan kata teman. Tetapi tahu tidak, itu membawa kecelakaan bagi dirimu. Orang tua, seburuk-buruknya orang tua di dalam mendidik dan memberi contoh, saya percaya kalau orang tua itu masih waras, dia pasti ingin kebaikan untuk-anaknya, bukan kecelakaan untuk anaknya. Karena itu anak ketika mendapatkan orang tua yang sejelek apa pun, separah apa pun menurut anggapanmu, mereka tetap jauh lebih baik daripada temanmu, temanmu bergaul, karena temanmu yang seusiamu kemungkinan besar adalah hanya menuruti hawa nafsu yang ingin membawa engkau ke dalam kecelakaan dan kebinasaan. Paham ya? Saya harap ini menjadi prinsip kita. Walaupun orang dunia berkata kamu bodoh, walaupun orang dunia bilang, “Kamu anak papa ya,” walaupun orang dunia menghina dan merendahkan engkau, tapi engkau boleh ngomong, “Ini gaya hidup Kristen. Saya anak Tuhan. Saya bukan anak orang dunia. Saya bukan anak setan, tapi saya adalah anak Tuhan,” dan anak Tuhan diberikan rules oleh Tuhan untuk kita belajar taat dan setia kepada-Nya. Kiranya Tuhan boleh memberkati kita ya. Mari kita berdoa.

Kami sekali lagi bersyukur Bapa untuk kebenaran-kebenaran firman yang boleh Engkau nyatakan bagi kami, aspek-aspek apa yang harus kami perhatikan di dalam dunia pendidikan. Kami mohon ya Bapa, di dalam belas kasih-Mu, Engkau boleh pimpin setiap anak-anak-Mu sebagai orang tua, Engkau boleh berikan kepada mereka bijaksana dan hikmat dan juga otoritas, dan engkau boleh mendidik, memakai mereka dengan kasih mereka untuk mendidik anak-anak yang Engkau percayakan di dalam keluarga mereka. Tetapi juga ya Tuhan, Engkau boleh pimpin anak-anak-Mu yang merupakan anak-anak, kiranya di dalam berelasi dengan orang tua mereka boleh belajar untuk taat dan menghormati orang tua mereka juga dalam menjalani kehidupan mereka, sehingga melalui itu ada suatu kemuliaan atau kesaksian yang indah di dalam kehidupan keluarga dari anak-anak-Mu, ada suatu prinsip yang bertolak belakang dengan prinsip dunia di dalam suatu kehidupan keluarga dan di dalam pendidikan iman Kristen, sehingga dari situ nama-Mu boleh dinyatakan, dan ada jiwa-jiwa dari keluarga-keluarga Kristen yang boleh dimenangkan bagi Tuhan karena mereka boleh dibesarkan dalam suatu kehidupan yang takut Tuhan dan di dalam sebuah keluarga yang betul-betul berusaha menegakkan prinsip firman di dalam keluarga mereka. Kami mohon ya Tuhan belas kasih-Mu bagi keluarga-keluarga Kristen di tempat ini, Engkau boleh berkati dan pimpin mereka. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, yaitu Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami telah berdoa. Amin.

[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]

Comments