“There is not a square inch in the whole domain of our human existence over which Christ, who is sovereign over all, does not cry: ‘Mine!”
Itu adalah sebuah kutipan yang sangat terkenal dari pidato Abraham Kuyper pada saat inagurasi Free University. Terjemahannya adalah seperti ini: tidak ada satu inci pun dari keseluruhan segi eksistensi hidup kita dimana Kristus sebagai Yang Berdaulat atas segala sesuatu tidak berseru ‘itu milik-Ku!’
Kutipan ini begitu sering diangkat terutama di dalam kalangan Reformed saat berbicara tentang prinsip stewardship atau posisi kita sebagai penatalayan atas segala hal yang Tuhan percayakan ke dalam tangan kita. Semua hal yang saat ini ada di dalam hidup kita, baik itu harta, atau talenta, atau keluarga dan teman, atau waktu dan sebagainya, semuanya bukan milik kita tetapi adalah hal yang Tuhan titipkan kepada kita untuk kita kelola dan suatu hari nanti Tuhan akan minta pertanggungan jawab dari kita atas semua hal tersebut.
Prinsip penatalayanan ini sangatlah penting dan krusial untuk dipahami oleh setiap orang terutama anak-anak Tuhan karena melaluinya relasi kita dengan Allah, relasi kita dengan sesama, serta relasi kita dengan dunia ini dinilai. Prinsip penatalayanan ini merupakan salah satu tema utama yang Tuhan nyatakan di dalam Kitab Suci sejak awal penciptaan sampai Kitab Wahyu. Sejak Adam dan Hawa (Kej. 1:26-29), nabi-nabi (Ul. 8:17-18; Mzm. 24:1), sampai para rasul (Mat. 25:14-30; 1 Kor. 4:2), dan bahkan sampai momen pengadilan akhir di hadapan Tuhan (Why. 3:11; 19:16; 22:12).
Allah adalah Sang Pencipta seluruh alam semesta maka Dia jugalah pemilik sejati dari seluruh alam semesta ini. Dan pemerintahan serta penguasaan dari seluruh ciptaanNya tersebut ada di bawah kaki Tuhan Yesus (Ef. 1:22; 1 Kor. 15:27). Penguasaan Kristus adalah atas semua dan segala sesuatu yang ada, Dia adalah Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan. Semuanya ada di bawah kaki Kristus dan harus dipergunakan untuk Kristus, tanpa terkecuali.
Lalu bagaimana prinsip penting ini diaplikasikan di dalam hidup kita sehari-hari? Alkitab sangat jelas sekali menyatakan bahwa “karena di dalam Dialah [Kristus] telah diciptakan segala sesuatu… segala sesuatu diciptakan oleh Dia [Kristus] dan untuk Dia [Kristus]” (Kol. 1:16). Penekanannya adalah bahwa Kristus seharusnya menjadi pusat dari kehidupan kita dimana segala hal serta segala segi kehidupan kita berporos kepadaNya. Semua hal dalam hidup kita adalah dari Dia dan harus untuk Dia.
Implikasi dari pemahaman akan prinsip ini seharusnya menjadikan setiap anak Tuhan hidup secara radikal bagi kemuliaan Allah. Semua kegiatan kita sejak bangun tidur sampai kembali memejamkan mata seharusnya berporoskan pada kemuliaan Kristus. Tidak ada satu detikpun waktu yang boleh berlalu tanpa kita pakai dengan pertanggungan jawab kepada Kristus Sang Penguasa waktu. Tidak ada waktu luang dimana kita bisa pakai untuk bermalas-malasan atau untuk sementara memisahkan waktu itu dari penguasaan Kristus dan kita seperti sejenak mengkudeta kekuasaanNya. Every second counts! Setiap detik akan Tuhan mintai pertanggungan jawab.
Segala hal yang kita akan konsumsi seharusnya dipikirkan baik-baik dengan tujuan ultimat adalah demi kemuliaan Kristus. Saat kita diperhadapkan dengan pilihan mau makan apa malam ini maka seharusnya kita bukan semata berpikir mengenai selera kita tetapi terlebih dahulu pikirkan yang mana pilihan yang akan dapat membuat fisik kita lebih fit untuk melayani Kristus. Donat atau salad, soto atau sate, jika kita mau jujur maka sebenarnya seringkali yang menjadi poros hidup kita bukanlah Kristus kan? Seringkali yang menjadi raja penentu pilihan adalah diri kita dan selera kita. Kita seakan mau katakan bahwa Kristus adalah Raja dalam segi rohani kita tetapi Dia tidak boleh sentuh area ‘perut’ kita.
Bagaimana dengan segi lain hidup kita seperti gadget yang saat ini seakan-akan diciptakan dengan lem tak kasat mata sehingga selalu menempel di tangan penggunanya? Adakah Kristus menjadi Raja atas gadget kita? Mari kita secara pribadi telaah apa saja poin-poin pertimbangan kita saat kita akan membeli sebuah gadget, apakah ada pertimbangan mengenai kegunaan gadget tersebut agar dapat melayani Tuhan dengan lebih banyak dan lebih keras atau kita memilih gadget tersebut karena alasan-alasan lain? Seringkali alasan trend, gengsi, dan kenyamananlah yang menjadi poin pertimbangan kita. Aplikasi atau apps apa saja yang kita pasang di smartphone kita seharusnya dengan pertimbangan untuk Kristus bukan untuk kesenangan kita.
Saudara-saudariku, sadarilah bahwa Kristus-lah yang memberikan kita hape itu melalui rejeki bagi ortu atau keberhasilan pekerjaan kita. Kristus jugalah pemilik hape itu, kita hanya dititipi untuk menggunakan demi Dia, demi pekerjaanNya di muka bumi. Kita tidak memiliki hape tersebut tetapi semata menjadi penatalayan yang mengelola hape itu demi Tuan kita yang adalah empunya sebenarnya dari hape itu. Seharusnya pemahaman ini membuat kita berpikir kembali saat kita akan memilih apps apa yang kita akan install, dan bukannya dengan semangat 45 (karena tidak mau ketinggalan tren) lalu kita langsung install apps yang kita mau tanpa sedetikpun memikirkan faedahnya bagi pekerjaan Tuhan. Kita enggan dan selalu menunda saat Tuhan suruh kita untuk menginjili sahabat kita tetapi kita seketika langsung ingin main pokemon go bahkan cari segala akal demi bisa meng-install melalui cara belakang karena game itu belum rilis secara resmi di negara kita. Betapa ironisnya hal ini terjadi pada kita yang mengaku sebagai anak Tuhan.
Saat berbincang mengenai prinsip ini kepada pemuda gereja ada respon yang muncul yaitu seorang pemuda berkata, “kalau caranya seperti itu maka kita akan hidup seperti orang aneh dong.” Ya mungkin ucapan pemuda itu benar, saat kita hidup dengan komitmen menjadikan Tuhan sebagai poros kehidupan kita maka mungkin orang-orang dunia akan menganggap kita sebagai orang yang aneh atau orang yang sok suci. Apa-apa Yesus, sedikit-sedikit Tuhan, semuanya dikaitkan dengan Tuhan, sok banget ya tampaknya? Tetapi saya ingin kita berpikir dan merenungkan baik-baik akan prinsip ini dan gumulkan sepenuh hati kita, apakah perkenan dunia atau perkenan Tuhan yang kita kejar? Saat nanti kita ada di pengadilan terakhir siapakah Sang Hakim, apakah itu adalah Tuhan atau orang-orang dunia yang kita dengan keras berupaya senangkan selama ini?
Saya berdoa semoga artikel pendek ini boleh mendorong Saudara untuk lebih menggumulkan mengenai prinsip penatalayanan dalam kehidupan Saudara. Kiranya setiap kita dimampukan untuk hidup semakin berkenan kepada Tuhan dan sungguh-sungguh memposisikan Dia sebagai Raja atas seluruh segi hidup kita, dan suatu hari nanti saat kita bertemu muka dengan Tuhan kita yang terkasih setiap kita boleh mendengar suaraNya berkata, “Well done My good and faithful servant” (Mat. 25:23). Itulah tujuan ultimat hidup kita di dunia ini.