Kisah Natal, Sebuah Cermin bagi Manusia

Pernahkah Anda berkaca? O, tentu saja, setiap kita pasti pernah berkaca. Berkaca itu sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap manusia agar dapat melihat keberadaan dirinya, bentuknya, warnanya, tingginya, dan sebagainya. Tetapi hal yang perlu diperhatikan pada saat berkaca adalah alat yang engkau dan saya gunakan. Alat untuk berkaca itu banyak sekali misalnya plastik, air, kaca bening, kaca spion, cermin, dan lain-lain. Lalu manakah yang paling baik untuk digunakan agar dapat melihat diri kita dengan jelas? Tentu saja bukan plastik, karena pantulan gambar yang dihasilkan buram. Sedangkan air juga menghasilkan pantulan gambar yang tidak begitu jelas dan bergelombang. Sementara itu kaca bening mungkin hanya menghasilkan pantulan gambar nyata yang tipis dan samar-samar. Kaca spion juga bukanlah alat yang baik untuk berkaca karena terlalu jauh memperkecil dari bentuk aslinya dan menghasilkan pantulan gambar yang tidak datar yaitu cenderung cembung atau cekung. Nah, dari semua yang ada, cerminlah yang paling baik untuk melihat gambaran diri yang paling jelas dan jernih serta tidak terlalu jauh dari ukuran yang sebenarnya sehingga kita dapat melihat kekurangan diri, kekotoran diri, maupun kecakapan diri.

Bagi saya pribadi, Alkitab adalah seperti sebuah cermin yang dapat memperlihatkan ketidakberesan dan kekotoran dalam diri saya dan juga Saudara. Tidak ada cermin lain yang dapat mencerminkan pantulan diri saya dan Saudara sejernih dan sejelas Alkitab. Oleh karena itu saya sangat senang sekali mengajak setiap kita agar mau mengambil Alkitab yang kita miliki, kemudian membuka dan membacanya SERTA merenungkan kedalaman makna yang tersimpan di dalam rajutan kata yang terbentuk menjadi susunan kalimat yang penuh dengan keindahan dan hikmat Allah.

Pada bulan Desember ini, saya ingin mengajak kita sekali lagi bercermin melalui kisah kelahiran Kristus. Saya tidak akan membahas bagaimana kelahiran Kristus terjadi di dalam sejarah tetapi kita akan beranjak pada pembahasan mengenai respons dari beberapa tokoh yang terkait dengan peristiwa kelahiran Kristus. Kiranya melalui tokoh-tokoh ini, kita dapat belajar dan melihat cerminan diri kita dalam merespons kelahiran Kristus. Saya membaginya ke dalam 3 macam kelompok orang.

Orang Asing
Ada dua macam orang asing yang saya kategorikan di dalam masa kelahiran Kristus, yaitu orang-orang Majus dan para gembala. Orang-orang Majus adalah orang-orang yang sangat ahli dalam pengetahuan mengenai perbintangan. Mereka dapat mengetahui bahwa pada saat itu, masa kelahiran Sang Mesias yaitu Raja orang Yahudi telah tiba. Mereka dapat mengetahui hal tersebut melalui cahaya bintang yang bersinar amat terang di langit, yang menunjukkan tepat di arah Yerusalem. Bahkan menurut kitab King James Version (KJV) orang-orang Majus ini disebut sebagai orang-orang yang bijaksana (wise man). Pada bagian akhir Matius 2:12 pun menunjukkan secara tersirat betapa hati mereka berbijaksana karena mendengarkan peringatan yang datang kepada mereka melalui mimpi agar mereka tidak kembali kepada Herodes. Demikianlah bijaksana orang-orang Majus digambarkan. Kemudian apakah yang menjadi respons mereka terhadap kelahiran Sang Mesias? Inilah yang menjadi respons mereka, yaitu meneliti dengan sungguh-sungguh dan memakai banyak waktu, tenaga, dan hartanya bilamana waktu kelahiran itu tiba, serta mengikuti cahaya bintang yang menunjukkan keberadaan Bayi, Sang Mesias itu. Bukan hanya sampai di sana saja, mereka pun bersukacita karena telah berjumpa dengan Raja orang Yahudi, Sang Mesias itu. Sebelumnya mereka adalah orang-orang yang dapat dikatakan BELUM mendapatkan pengenalan akan Allah yang sejati, tetapi kegigihan mereka mencari tahu tidak bisa kita hiraukan begitu saja. Saya pikir hal ini juga yang harus dipikirkan pada zaman ini bahwa ada begitu banyak orang yang masih berada di luar kekristenan mencari tahu jalan keselamatan dan mereka membutuhkan berita Injil ini. Dengan demikian, setiap kita boleh bersukacita sekali lagi karena mereka akhirnya diperjumpakan dengan Sang Mesias.

Selain itu, tokoh yang juga saya sebutkan sebagai orang asing adalah tokoh para gembala. Bagi saya, seorang gembala adalah orang yang begitu tersendiri. Di sebuah padang rumput yang begitu luas, seorang gembala hanya ditemani kawanan domba atau ternaknya saja, tidak ada keluarga maupun orang-orang yang dikasihinya. Jauh dari keramaian kota ataupun kumpulan masyarakat sekitarnya. Injil Lukas 2:8-20 menunjukkan kepada kita betapa agungnya sikap seorang gembala. Di sana tertulis bahwa para gembala menjaga ternaknya pada waktu malam. Setelah sepanjang hari beraktivitas dan melelahkan badan, para gembala justru tetap terjaga bagi domba-dombanya di waktu malam di mana kebanyakan orang, termasuk kita, akan memakai waktu malam tersebut untuk beristirahat dan tidur panjang. Sungguh, betapa letihnya seorang gembala. Tetapi puji Tuhan, melalui momen kelahiran Kristus justru para gembala tidak ditinggalkan Tuhan. Ketika orang banyak tidak memperhatikan si gembala bahkan tidak mau tahu tentang keberadaannya, Tuhan justru menyatakan kemuliaan dan berita sukacita yang besar kepada para gembala yaitu kelahiran Sang Mesias. Mereka mendapatkan kehormatan untuk dapat melihat kehadiran Sang Juru Selamat ke dalam dunia. Apakah yang menjadi respons para gembala terhadap berita kelahiran Sang Mesias tersebut?

“… gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: “Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.” Lalu mereka cepat-cepat berangkat…”

Inilah yang bisa kita lihat dan pelajari dari orang-orang asing, orang-orang yang tersendiri, bahwa mereka cepat mengikut Tuhan dan bersukacita serta memuliakan Allah oleh karena berita karya penyelamatan melalui kelahiran Sang Mesias yang telah dinyatakan.

Orang Saleh
Setelah kita melihat bahwa Tuhan berkenan menyatakan diri-Nya kepada orang-orang asing yang biasanya tidak tinggal diam di dalam rumah Tuhan, Alkitab juga memperlihatkan bahwa Tuhan berkenan pula kepada orang-orang yang saleh, yang tinggal diam dalam rumah Tuhan. Tetapi tidak semua.

Tokoh saleh pertama yang disebutkan dalam Alkitab, terkait dengan masa kelahiran Kristus, adalah Simeon. Simeon tinggal di Yerusalem dan disebutkan bahwa ia adalah seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Simeon adalah orang yang dipimpin oleh Roh Kudus untuk memuliakan Allah melalui kelahiran Kristus. Ia melihat bahwa kelahiran Kristus adalah keselamatan yang datang dari Allah dan menyatakan bahwa Kristus yang telah lahir adalah Terang bagi dunia yang gelap ini. Ia merespons kelahiran Kristus dengan memuji dan memuliakan Allah. Bagaimanakah dengan respons kita? Pernahkah kita berseru dan memahami bahwa Kristus adalah Terang bagi dunia ini? Atau bagaimanakah mungkin kita dapat berseru demikian kepada dunia karena diri kita sendiri tidak mengerti bahwa Kristus adalah Terang bagi diriku? Kristus bukan saja menyelamatkan jiwamu dan jiwaku terhadap kematian kekal tetapi Ia juga menerangi setiap kita untuk melihat kekotoran diri kita sehingga kita dengan rela dan sungguh-sungguh rajin membersihkan diri kita dari segala perbuatan jahat dengan mengandalkan firman Tuhan yang membersihkan. Apakah yang menjadi respons kita?

Sementara itu, tokoh saleh kedua adalah Hana. Ia adalah seorang nabi perempuan yang sudah sangat tua, berusia 84 tahun. Dikatakan bahwa ia tidak pernah meninggalkan bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Dari cerita yang begitu singkat mengenai keberadaan hidupnya ini kita dapat melihat bahwa Hana adalah perempuan yang setia dan taat mengikut Tuhan, sekalipun ia telah menjadi tua. Sekalipun ia seorang diri, ia tetap mengikut Tuhan. Bagaimanakah responsnya terhadap kelahiran Kristus? Hana mengucap syukur dan berbicara tentang Anak itu yaitu Kristus kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem. Hatinya langsung ingin memberitakan kabar tentang kelahiran Kristus kepada semua orang. Saya melihat bahwa ia memiliki hati seorang penginjil. Seorang penginjil memiliki hati yang tidak akan tertahankan untuk memberitakan Injil dalam kondisi apapun, sekalipun berbagai alasan lain dapat atau tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak menginjili orang lain.

Tokoh yang dinilai sebagai orang saleh ketiga adalah imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi. Orang-orang ini adalah orang-orang yang sangat ketat dalam pembelajaran adat-istiadat orang Yahudi. Mereka mengikuti setiap aturan dan didikan yang diajarkan. Mereka membaca, menghafal, dan menganalisis, serta menghidupi ajaran-ajaran seluruh kitab Taurat dan kitab-kitab para nabi. Tentu saja, kita pun setuju bahwa mereka dapat dikatakan terlihat sebagai kelompok orang yang taat dan saleh pada seluruh aturan keagamaan mereka. Namun, apakah yang menjadi respons mereka terhadap kelahiran Sang Mesias?

Pada saat orang-orang Majus dengan sungguh-sungguh mencari tahu dan bertanya-tanya letak daerah di mana Sang Mesias dilahirkan, justru tidak ada satu orang pun dari antara imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi yang pergi mengikut orang-orang Majus tersebut untuk menemukan Tuhan, sekalipun mereka telah mengetahui letaknya yaitu di kota Betlehem. Bukankah orang-orang Majus itu adalah kelompok orang yang BELUM mendapatkan pengenalan akan Allah yang sejati? Bukankah imam kepala dan ahli Taurat adalah kelompok orang yang TELAH mendapatkan pengenalan akan Allah yang sejati? Tetapi inilah respons mereka, imam kepala dan ahli Taurat, sama sekali tidak memiliki niat di dalam hatinya untuk berjumpa dengan Sang Mesias, Raja orang Yahudi itu. Mereka hanya cukup puas dengan ketaatan mereka pada seluruh ritual keagamaan mereka. Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes 5:39-40 mengatakan tentang mereka,

“Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.”

Keluarga (Orang Tua)
Kelompok tokoh yang ketiga adalah keluarga, yaitu Yusuf dan Maria sebagai bapa dan ibu jasmani Sang Mesias. Mereka menjadi orang pertama yang mendapatkan berita mengenai kelahiran Kristus. Sekalipun mereka tidak mengerti bagaimana Maria dapat mengandung seorang anak tanpa bersuami, tetapi mereka taat menjalankannya. Hari demi hari, bulan demi bulan, kesengsaraan dan cemoohan mereka lewati bersama-sama. Hingga akhirnya tibalah waktu untuk bersalin. Maria melahirkan Yesus Kristus dan membungkus-Nya dengan kain lampin serta membaringkan-Nya di dalam sebuah palungan. Apakah yang menjadi respons mereka terhadap kelahiran Kristus kali ini? Pada saat para gembala dan Simeon memberikan kesaksian akan Kristus, Anak itu, respons daripada bapa dan ibu-Nya adalah amat kagum atau takjub (LAI: heran) akan segala apa yang dikatakan tentang Dia. Mereka adalah orang yang taat menjalankan kehendak Tuhan dalam ketidakmengertian mereka sejak awal dan ketika waktu-Nya tiba, ketika Allah menyatakan Diri-Nya kepada mereka, mereka takjub kepada pernyataan Diri Allah. Ketakjuban ini mendorong mereka untuk semakin taat mengikuti rencana dan kehendak Allah melalui keberadaan mereka di sisi Tuhan Yesus, bahkan sampai ke Golgota. Mereka berespons dengan ketakjuban yang membawa mereka untuk mengikuti jejak Kristus sampai selesai. Apakah hal ini juga terjadi dengan diri kita, di mana tahun demi tahun kita melewati masa Natal? Ataukah ketakjuban kita akan pernyataan Kristus, Sang Firman, tidak pernah mendorong kita untuk pergi mengikuti Dia sampai pada kegenapan kehendak-Nya? Mari kita renungkan baik-baik.

Dari ketiga macam kelompok orang ini, yang manakah yang seharusnya menjadi respons kita terhadap kelahiran Kristus, Sang Mesias Yang Agung? Kiranya Tuhan menolong setiap kita untuk terus mengingat dan memahami kelahiran Kristus serta memberitakan kabar kelahiran-Nya dengan ucapan syukur kepada setiap orang yang membutuhkan Injil, karya penyelamatan Allah, sampai seluruh rencana kekal Allah tergenapi. Amin.

Martha Lastri Manurung
Pemudi FIRES

(Disadur dari Buletin Pillar No.125)

Comments