Jadilah Orang Kristen yang Mendengar, 30 Juli 2017

Ibr. 13:22-25

Pdt. Dr. Stephen Tong (VCD)

Saudara-saudara, setiap kali saya selesaikan satu buku di dalam khotbah yang terakhir, saya mempunyai perasaan yang sangat-sangat kompleks karena saya tahu tidak lagi kita akan membahas buku yang sama sepanjang sejarah berjalan lagi. Mungkin kita akan mengkutip atau kita ambil ayat-ayat tertentu untuk mengingatkan Saudara kembali, tetapi secara seluruh buku tidak lagi dibahas lagi. Itulah sebab dari pertama-tama gereja ini didirikan saya berjanji kepada Saudara paling sedikit 4 buku saya akan melayani, pertama, injil Yohanes sebagai dasar injil; kedua, Roma sebagai penguraian teologi mengenai injil; sesudah itu ketiga, yaitu Efesus mengenai doktrin gereja dan hidup gerejawi; dan kempat, yaitu Ibrani, rahasia menyeluruh dari kitab Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru. Jikalau 4 kitab ini saudara betul-betul menguasai dengan baik, maka iman Kekristenanmu tidak akan gampang dicopot oleh siapapun atau digoncangkan oleh ajaran yang salah dari mana saja. Di dalam jaman yang penuh dengan keadaan yang simpang siur ini, kita bersyukur kepada Tuhan, Tuhan sudah memberikan kemungkinan kita menyelesaikan ke-4 buku yang agung ini dan hari ini, seperti hari-hari yang lampau pada waktu terakhir kali membahas satu buku di dalam satu ayat-ayat yang terakhir, saya sekali lagi dengan gentar menyerahkan anda ke dalam tangan Tuhan dan menyerahkan diri kepada Tuhan, supaya Dia bekerja di dalam kebaktian ini.

Saudara-saudara, buku ini, buku yang begitu agung, begitu besar, begitu mendalam dan begitu menyeluruh karena buku ini telah menelusuri dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru sehingga saya kira tanpa Ibrani, tanpa Surat Ibrani, tidak ada orang mengerti lebih mendalam daripada apa hubungan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Saudara-saudara, Perjanjian Lama wahyu dari Tuhan, Perjanjian Baru wahyu dariTuhan. Perjanjian Lama sebelum Kristus datang ke dalam dunia, Perjanjian Baru setelah Kristus menyelesaikan keselamatan. Apakah hubungan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru? Perjanjian Lama diberikan kepada orang Israel sebagai sesuatu firman yang dipercayakan sebagai firman kudus, perkataan yang hidup, ini 2 istilah dalam Alkitab. Mereka satu-satunya bangsa yang dipercayakan firman yang kudus dan perkataan-perkataan yang hidup, yang bersangkut paut dengan kehidupan dan kesalehan seseorang hidup di dalam dunia. Sehingga kita melihat 2 jabatan yang besar, yaitu jabatan Taurat dan jabatan daripada para nabi. Di dalam Taurat, semua peraturan dan semua isi hati Tuhan dimengerti melalui hukum-hukum yang tercantum di dalamnya, dan di dalam nabi semua isi hati Tuhan mengenai menyelamatkan manusia keluar daripada dosa, dinubuatkan oleh para hamba-hamba Tuhan yang diutus.

Saudara-saudara, Perjanjian Lama diberikan dengan memakai bahasa Ibrani, Perjanjian Baru diberikan dengan memakai bahasa Yunani. Kedua bangsa adalah kedua kebudayaan, ini menjadi 2 kebudayaan yang menjadi pangkalan, menjadi fondasi yang mempengaruhi beribu-ribu tahun di dalam sejarah manusia. Saudara-saudara, dan di dalam Ibrani untuk orang-orang Israel sendiri, dan di dalam Yunani akan kepada semua orang kafir, dikaruniakan firman yang begitu lengkap.Di dalam Ibrani bentuk daripada seluruh kebudayaan dan seluruh bahasa mempunyai keunikan tersendiri, seperti kita melihat bagaimana menghitung hari. Saudara-saudara, kalau di dalam dunia ini manusia memikir hari mulai dari pagi lalu selesai pada waktu malam, ini adalah cara kita hitung, tapi di dalam Kitab Suci, kita lihat mulai dari malam sampai pada siang itulah hari pertama, ada malam-ada siang, itulah hari ke-2. Dengan demikian, perbedaan filsafat dari pikiran manusia yang sudah jatuh di dalam dosa dengan pikiran Allah adalah manusia mulai dari terang menuju kepada kegelapan, tapi Tuhan memberikan pengharapan kepada manusia, berkata Dia adalah yang memerintahkan cahaya keluar dari kegelapan, maka mulai dari malam kepada siang menuju kepada cahaya, menuju kepada pengharapan itulah cara Tuhan menghitung hari dan mengajar kita bagaimana mengerti seharusnya kita menghitung hari.

Saudara-saudara, dan di dalam bahasa Ibrani kita lihat memakai cara yang begitu berbeda dengan bahasa-bahasa yang lain karena di dalamnya mengandung pengertian tentang  bagaimana menghitung. Biasanya kita mengetahui cara hitung itu di Asia Timur itu  tidak ada bedanya banyak dari sedikit. Satu gelas, 2 juga gelas, 5 juga gelas. Kita tidak akan mengatakan 1 gelas, kalau 2 gelases, nggak ada itu. Itu di Eropa itu ada singularand plural, cara manusia menghitung ada yang tunggal ada yang majemuk, ada yang satu ada yang banyak, tetapi Ibrani bukan demikian. Di dalam bahasa Ibrani mengatakan, ada satu ada banyak dan di tengah-tengah satu dan banyak ada 2, jadi, singular, dual, dan plural.Dengan keadaan demikian Allah menyatakan diri dengan jumlah ini untuk menyatakan Dia adalah Allah yang berbeda dengan allah-allah yang lain yang diciptakan oleh manusia atau yang dibayangkan oleh manusia. “Oh Israel, dengarlah olehmu, bahwa Allahmu adalah Allah [jari tangan menunjukkan 3] yang Maha Esa [jari tangan menunjukkan 1]. Saudara-saudara, Allah yang Maha Esa, ‘Allah’ nya bukan pakai 1, bukan pakai 2, tapi pakai lebih dari 2, Allah yang Maha Esa. Sehingga, di situ sudah menyimpan rahasia Allah Tritunggal itu Allah yang sejati. Allah Tritunggal, Allah satu-satunya yang dari kekal sampai kekal dan mewahyukan diri kepada manusia. Sehingga kita melihat di dalam cara mewahyukan diri Tuhan memakai bahasa Ibrani yang luar biasa.

Dan bukan saja demikian, setiap kali nubuat, nubuat, nubuat tentang hal yang akan datang bahasa Ibrani mempunyai keunikan tersendiri lagi. Apa yang belum datang kita tidak tahu, apa yang belum tahu kita tidak tahu, kita tidak berani mengatakan terjadi atau tidak terjadi kerena kita tidak bisa memberikan prediksi mungkin terjadi atau pasti tidak terjadi. Itu sebab kita mengatakan ‘something will happen, but I don’t know’ ,aku tidak tahu. Don’t know apa? Don’t knowit is itu happening or not? Will it happen or not? Certainly or not? Kita tidak tahu, kita tidak bisa memastikan yang akan datang itu pasti terjadi atau tidak. Itu sebab kalau kita memakai itu bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, atau bahasa lain, kita memberikan sesuatu keadaan yang kabur, sehingga tidak tahu pasti atau tidak untuk yang belum datang. Tetapi, bahasa Ibrani tidak demikian, setiap kali Tuhan mengatakan sesuatu akan datang, waktu Dia mengatakan akan datang, ‘akan’nya itu belum terjadi, ‘datang’nya justru bahasa Ibrani memakai past tense. Ah ini suatu bahasa yang luar biasa, berarti apa? Dia akan datang dan pasti akan sudah lewat. Jadi, saudara-saudara, kalau saya pakai istilah ini dengan bahasa indonesia umpama ; “besok akan hujan.” “Besok” itu belum datang, ‘akan’ mungkin terjadi, ‘hujan’ sesuatu yang suatu gejala di dalam iklim ini. Tetapi, kalau saya mengatakan dengan bahasa Ibrani seperti ini: “besok akan pasti sudah hujan.” Nah itu namanya nubuat. Besok akan pasti sudah hujan, jadi pasti sudah hujan, itu berarti sudah lewat, tetapi justru belum lewat maka itu nubuat. Nubuat menubuatkan sesuatu yang belum datang, tapi nubuat justru memakai istilah sudah lewat berarti yang sudah lewat itu sudah pasti, yang sudah lewat tidak mungkin dirubah, segala sesuatu di dalam sejarah hanya bisa dikenang, diingat, dipelajari, tidak bisa dirubah terjadinya sesuatu. Nah, Saudara-saudara, inilah bahasa yang sangat ajaib sekali dan Tuhan memakai bahasa Ibrani untuk memberikan nubuat-nubuat kepada manusia, untuk menyatakan siapakah Dia, dan memberikan pengharapan kepada manusia.

Saudara-saudara, tetapi pada waktu  memakai bahasa Yunani di dalam Perjanjian Baru, maka Tuhan menekankan tentang tenses, yaitu keadaan waktu yang begitu rumit sehingga tidak ada bahasa apapun di dalam dunia yang bisa banding dengan bahasa Yunani. Saudara-saudara, saya hari ini makan, kemarin saya makan, besok saya makan, ini Indonesia. Demikian bahasa mandarin Wǒ chī, Míngtiān chī, Zuótiān chī, sama. Tetapi, bahasa Inggrisnggak bisa, bahasa Inggris:I eat,kalau kemarin ‘I ate’, kalau besok ‘I shall eat/I will eat, aku akan makan, dengan demkian engkau bisa mengetahui sudah terjadi atau belum terjadi, atau sekarang sedang terjadi. Bahasa Inggris ada lagi I am eating, when I was eating, yesterday; I have eaten, I will be eating. Nah, ini ‘aku akan, aku sudah, aku sedang, sedang akan, sedang sudah’ ini semua itu rumit luar biasa, itu bahasa Inggris mempunyai tenses yang lebih daripada belasan. Tetapi Saudara-saudara, di bahasa Yunani tenses-nya bukan belasan, tenses-nya itu 64 macam, 64 macam.Sehingga kalau pakai bahasa Yunani, ketepatan daripada waktu tidak bisa lari. Nah, ini semua merupakan cara Tuhan mewahyukan kebenara kepada manusia. Sehingga apa yang dinubuatkan di Perjanjian Lama sudah jadi, sedang jadi, atau belum jadi, itu di dalam bahasa Yunani jelas dan jitu luar biasa. Kita bersyukur kepada Tuhan jikalau di dunia ini ada satu buku yang namanya Kitab Suci. Saudara-saudara, tidak ada agama yang memiliki buku seperti ini, tidak ada perkataan-perkataan manusia yang mempunyai keakuratan seperti ini, dan inilah menjadi suatu wadah Tuhan pakai untuk mencantumkan isi hati-Nya, untuk mencantumkan segala nasehat-Nya, mencantumkan wahyu kebenaran-Nya kepada umat manusia.Kita bersyukur kepada Tuhan.

NahSaudara-saudara, Ibrani adalah satu-satunya buku yang menelusuri Perjanjian Baru pulang ke Perjanjian Lama dan dari Perjanjian Lama kembali untuk menjelaskan Perjanjian Baru, menjadi suatu comprehensif understanding of the whole Bible, dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru. Justru ini ditulis di dalam bahasa Grika tetapi memakai pengertian untuk menjelaskan apa arti sebenarnya daripada segala sesuatu yang tercantum di dalam buku yang pakai bahasa Hebrew atau Ibrani. Saudara-saudara, itu sebab buku Ibrani adalah satu-satunya buku yang beri tahu kepada kita bagaimana Perjanjian Lama mengandung Perjanjian Baru dan Perjanjian Baru menggenapi Perjanjian Lama, the Old Testament conceives the New Testament and New Testament accomplishes the Old Testament.Dari Perjanjian Lama kita mengetahui ada sesuatu rencana yang akan terwujud di dalam sejarah, di dalam sejarah akan menuju kepada suatu rencana Allah yang menjadi fakta yang tidak bisa ditolak oleh manusia; dan di dalam Perjanjian Baru, kita melihat apa yang dicita-citakan, apa yang diharap-harapkan, apa yang ditunggu-tungguh oleh orang-orang yang mendengar suara nabi dan nubuat diPerjanjian Lama, mereka telah menyaksikan, mereka telah melihat semua tergenapi di dalam Perjanjian Baru. Saudara-saudara, itu sebab buku ini, buku yang sangat indah dan buku yang sangat penting sekali bagi orang Kristen mengerti seluruh Kitab Suci. Saya harap semua yang mau melayani Tuhan mengerti seluruh kitab, baru mulai mentafsirkan setiap ayat yang berbeda. Saudara-saudara sekalian, itu namanya semacam comprehensive understanding as a basis of interpreting the different verses. Saudara-saudara sekalian, mengapakah demikian?Dengan cara demikian engkau mengerti arti sesungguhnya dan tidak mentitik beratkan sesuatu yang akhirnya menyingkirkan atau mengabaikan yang lain,dengan demikian pengertian Kitab Suci menjadi stabil dan sehat di dalam iman orang Kristen. Saudara-saudara, saya sangat takut kalau ada orang-orang yang namanya hamba Tuhan maunya comot-comot ayat, sembarang memberikan khotbah dengan fasih lidah yang hebat, dengan pengetahuan dan titel yang tinggi tapi akhirnya tidak membawa kita kepada pengertian keseluruhan. Itu bahaya sekali. Dan pemuda-pemudi yang mau melayani Tuhan, mahasiswa-mahasiswi yang sekolah teologi, biar kita mengerti seluruh kitab menjadi dasar untuk mengetahui doktrin-doktrin yang tersimpan secara sistematis dan secara mempunyai organis, satu relasi organis, dari lama sampai baru sebagai dasar, baru kita menjelaskan setiap ayat.

Saudara-saudara, saya percaya Calvin telah menjadi satu contoh yang baik. Dia menulis buku “The Institutes of Christian Religion” – men-setup semua doktrin berdasarkan Kitab Suci. Dan di dalam buku itu dia mengutip lebih dari 6000 kali Kitab Suci, berarti dia tidak main-main, berarti dia tidak comot-comot, banyak ayat-ayat yang sangat pelosok, yang sangat tidak diperhatikan oleh orang lain, dia semua memakai, sehingga seluruh Kitab Suci tidak ada satu buku yang diabaikan menjadi dasar dia membikin sistem di dalam doktrin. Sesudah doktrin itu selesai, dia mengerti seluruhnya, baru dia tafsir dari buku ke buku. Calvin menulis commentary dari Kitab Kejadian sampai Buku ke-65, dan terakhir belum sempat, dia meninggal dunia. Saudara-saudara, sampai kepada buku Yudas, dari seluruh Kitab Suci ditafsirkan berdasarkan doktrin sismatis yang sudah dimengerti melalui pengertian seluruh Kitab Suci – 66 jilid.

Saudara-saudara sekalian, sekarang kita melihat akan apa yang dikatakan oleh penulis Ibrani ini, pada ayat-ayat terakhir, dia menganjurkan supaya engkau dengar baik-baik. Saudara-saudara, dengar apa? “Dengar nasihat yang kuberikan kepadamu.” Nah Saudara-saudara, di dalam buku Ibrani ini ada 5 peringatan yang besar, saya tidak mengulangi lagi, dan 5 peringatan ini tersusun di dalam pasal-pasal yang sudah kita bahas semua. dan pada ayat-ayat terakhir, dia mengatakan, “Aku nasihatkan kamu, saudara-saudara, supaya kata-kata nasihat ini kamu sambut atau kamu terima, dengar, dengan rela hati, sekalipun pendek saja suratku ini yang aku berikan kepada kamu.” Saya sangat terharu membaca ayat ini. Inilah seorang yang agung luar biasa tapi orang yang rendah hati luar biasa. Saya mungkin sudah 2 kali dari mimbar ini mengatakan, orang seperti penulis Ibrani diberikan honor sebagai Doktor 100 kali pun tidak cukup menghormati dia, karena dia mempunyai pengertian begitu indah, dan begitu komprehensif, begitu mendalam dan begitu ajaib adanya. Hanya dari ayat pertama sampai ayat ketiga, di dalam 3 ayat, kita sudah memakai lebih daripada 2 bulan untuk mengerti akan ketiga ayat itu.

Saya tidak tahu Saudara masih ingat, tidak? Dari ayat pertama sampai ayat ketiga, pasal pertama, kita pakai 9 kali untuk menjelaskan arti yang tersimpan di dalamnya. Daripada Sang Pencipta sampai Sang Pewaris segala sesuatu, adalah Kristus, Dia memancarkan cahaya daripada Allah di dalam sejarah. Saudara-saudara sekalian, dan setelah dia tulis selesai, dia mengatakan, “Saya menasihatkan, sambut nasihat ini dengan baik.” Apa artinya? Jangan sembarangan meloloskan diri daripada semua firman yang kamu dengar. Karena kita sudah sering mempunyai kesempatan mendengar firman Tuhan, kita begitu banyak kali, kita menganggap itu gampang, itu terlalu gampang untuk kita mendengarkan firman Tuhan, kesempatan terus ada, terus ada, maka kita lewatkan saja begitu. Saudara-saudara, pada ayat-ayat terakhir yang mengatakan: Jangan! Aku menasihatkan supaya kamu sambut baik-baik nasihat yang kuberikan kepadamu. Saudara-saudara, berarti mari kita menjadi orang yang mendengar.

Saudara-saudara, ‘mendengar’ – ini merupakan bahagia, yang menjadi fondasi iman orang yang berdiri di hadapan Tuhan. Mendengar – menjadi bahagia yang paling tinggi, menurut ukuran dari Yesus Kristus. Tuhan berkata, “Marta, Marta, engkau sibuk untuk begitu banyak hal, tapi Maria sudah mendapatkan bahagia yang sangat tinggi, tidak ada orang bisa merebutkan, yaitu dia terus mendengar, mendengarkan khotbah Saya.” Saudara-saudara, Yesus Kristus kalau pergi ke rumah daripada Maria, Marta, dan Lazarus, maka Maria mengambil kesempatan duduk di bawah kaki Yesus. Dia mendengar setiap kalimat. Marta sibuk-sibuk melayani. Saudara-saudara, gereja memerlukan Marta? Memerlukan. Gereja memerlukan Maria? Memerlukan. Kita memerlukan 2 macam pelayanan, pelayanan sibuk untuk mempersiapkan segala sesuatu. Di gereja ini saya bersyukur kepada Tuhan, ada orang yang betul-betul rela sibuk. Mereka berjam-jam sebelum Anda tiba, sudah datang. Dan dari 1 Januari sampai 31 Desember, mereka terus melakukan tugas itu. Dan di gereja ini juga ada orang yang tidak suka kerja, sukanya ngomel sama kritik orang lain. Mari kita belajar, ada orang yang rela sibuk, kerja terus… terus… tidak habis-habis, diam-diam bekerja. Tetapi Saudara-saudara, kalau mereka mempersiapkan segala sesuatu, mereka sibuk di lapangan, tapi setelah sibuk, mereka tidak dengar khotbah, itu tidak baik. Nah saya memperhatikan beberapa orang, yang mempersiapkan kursi, mempersiapkan segala sesuatu, mempersiapkan segala fasilitas, sudah selesai  – mereka dengar khotbah dengan baik-baik. Nah itu yang bikin saya senang.Saudara-saudara, jikalau Marta tidak dengar khotbah, dan Maria dengar khotbah, Marta setelah melayani Yesus Kristus, dia cuma lihat: jasa saya besar, tapi rohaninya tidak maju. Mengerti Saudara-saudara? Di dalam gereja ada semacam orang, banyak melayani tapi rohaninya tidak pernah maju, karena apa? Memang mereka waktunya terlalu banyak dipakai untuk melayani orang lain, sehingga mereka sendiri tidak mempunyai kesempatan mendengarkan khotbah. Mereka tidak mempunyai kesempatan menerima ajaran-ajaran yang baru. Yang diterima yaitu itu-itu saja. Dan saya lihat banyak gereja mempunyai kelemahan di sini. Apalagi kalau penginjilan-penginjilan, mereka terus menginjili orang lain, sendiri tidak terisi.

Lima belas tahun yang lalu, saya mendirikan kebaktian doa Momentum, persekutuan doa Momentum, untuk apa? Justru untuk mengisi orang yang melayani orang lain. Orang yang terus melayani orang lain, sendiri tidak dilayani. Orang yang terus melayani orang lain, sendiri tidak mempunyai kesempatan untuk baik-baik menerima firman, menerima nasihat. Itu sebab, Saudara-saudara, saya percaya semua khotbah daripada kebaktian Momentum, pada tahun-tahun yang sudah lampau, telah menjadi berkat besar bagi mereka yang melayani.Nah Saudara-saudara, jikalau seseorang melayani tetapi diri tidak mendengarkan khotbah, bagaimana dia sendiri bisa maju terus? Nah Saudara-saudara, orang seperti saya, bahaya sekali. Orang seperti pendeta-pendeta, bahaya sekali, karena mereka terus melayani, tapi mereka sendiri tidak banyak kesempatan mendengarkan khotbah. Saudara-saudara, itu sebab, jikalau seorang hamba Tuhan, sendiri tidak terus menerus berhenti, diam di hadapan Tuhan, dia akan menjadi kering, dia akan menjadi sesuatu mesin, seperti tape recorder, puter-puter terus, sesuatu yang sebentar lagi haus, kering, dan habis.Dan Saudara-saudara, maka keseimbangan ini perlu sekali. Engkau melayani? Engkau tetap mendengar. Engkau melayani, engkau tetap mempasang telinga mendengar. Di sini penulis mengatakan, “Saya menasihatkan kamu, sambut baik-baik nasihat.” Jadi di sini double nasihat. Saya nasihatkan kamu: baik-baik mendengar nasihat. Saya menasihatkan kamu: jangan melalaikan nasihat. Saya menasihatkan kamu: pasang telinga kepada segala nasihat. Orang yang dengar firman adalah orang yang maju terus.

Waktu saya pergi ke kota Xiamen, kota kelahiran saya, mereka mengatakan ini: Di daerah komunisme ini ada 2 macam gereja: ada gereja yang di bawah tanah dan ada gereja yang dikuasai oleh pemerintah. Gereja yang di bawah tanah, mereka sangat tidak senang dengan gereja-gereja yang takluk kepada pemerintah komunis. Tetapi gereja yang mempunyai kesempatan terbuka melayani dan berbakti secara sah, diakui resmi oleh pemerintah, mereka juga kadang-kadang tidak terlalu senang orang yang di bawah tanah. Tetapi dikatakan, yang di bawah tanah, mungkin 8-10 kali lebih banyak daripada yang diakui oleh pemerintah. Dan mereka berkata kepada saya, “Di dalam kota Xiamen ada 2 pengkhotbah yang paling baik, pengkhotbah yang paling disukai.” Siapa mereka? Adalah mereka yang paling banyak dengar khotbah, khususnya khotbah kaset dari Pdt. Stephen Tong. Dan Saudara-saudara, lalu saya tidak ada waktu ketemu dengan mereka, tapi orang-orang mengetahui kalau mereka adalah orang yang bukan saja mengisi, mereka sendiri diisi. Mereka diisi, baru mengisi. Seperti baterai yang terus tidak di-charge, akan kehilangan kekuatan untuk memberikan setrum kepada yang diperlukan. Saudara-saudara, mereka sendiri musti diisi lagi. Dengan demikian, dengar khotbah menjadi sesuatu berkat bahagia yang besar. Maka Yesus berkata, “Marta, Marta, engkau sibuk untuk banyak hal. Tetapi Maria sudah memiliki bahagia yang sangat besar, yang tidak bisa direbutkan, karena dia mendengarkan firman.” Saudara-saudara, apakah kita sudah membiasakan diri? Apakah kita sudah pasang telinga,kita sudah betul-betul merindukan, membiasakan diri mendengarkan firman? Saudara-saudara, ada orang datang ke dalam kebaktian, dia mendengarkan khotbah untuk orang lain, “Waduh hari ini khotbahnya bagus, cocok untuk si anu, sayang nggak datang dia. Kalau dia datang, persis untuk dia, cocok untuk dia.” Saudara-saudara, mari kita dengar khotbah untuk diri, jangan mendengar khotbah untuk orang lain. “Aku menasihatkkan kamu, sambut baik-baik nasihat yang kuberikan kepadamu.”

Saudara-saudara, apakah bedanya orang Israel dengan orang-orang yang lain? Seluruh Israel mengetahui ayat yang paling penting di dalam Alkitab adalah Ulangan 6:4. Ulangan 6:4 dianggap adalah ayat mas, diantara semua ayat. Orang Ibrani, orang Yahudi, sampai hari ini mereka masih mengetahui apa yang disebut ayat syema, ayat emas, ayat yang paling penting di seluruh Kitab Suci, yaitu ayat syema. “Syema” berarti dengar. Dengar! Tuhan berkata, “Hei Israel, dengarlah engkau, Israel, dengarlah!” Lalu di belakangnya 2 kalimat, “Allahmu adalah Allah yang Maha Esa. Cintailah Dia dengan seluruh pikiranmu, segenap tenagamu, sebulat hatimu, dan seluruh sifatmu.” Saudara-saudara, Your God is the only God. Itu sebab, Allah yang Esa mau kita mencintai Dia dengan seluruh jiwa, seluruh raga kepada Dia. Dan sesudah itu, sama: mencintai orang lain seperti dirimu sendiri. Nah Saudara-saudara, ayat ini kenapa disebut ayat emas? Kenapa disebut ayat yang paling dasar di seluruh Kitab Suci Perjanjian Lama? Karena inilah menjadikan bangsa Ibrani berlainan dengan bangsa yang lain. Saudara-saudara, bangsa Ibrani bangsa yang mendengar, karena ada suara dari sorga, ada firman dari Tuhan, ada perintah dari takhta Tuhan – untuk manusia. Dan yang dengar adalah orang yang diberikan hak. “Ibrani-ibrani, orang Yahudi, orang Israel, dengarlah…” “Hear ye, Israel, your God is the only God.”  “Allahmu adalah Allah yang Maha Esa, dengarlah kepada Dia!”  dan inilah satu kitab yang penuh dengan perkataan… perkataan.. perkataan.. perkataan.. tidak habis-habis. Saudara-saudara, Kitab Suci tidak disenangi oleh banyak orang, karena apa? Terlalu banyak perkataan, terlalu sedikit hal yang lucu. Ini bukan suatu entertainment, ini bukan sesuatu hal yang i.. menjadi sesuatu ilusi manusia, sesuatu halusinasi daripada manusia. Bukan satu imajinasi manusia. Ini adalah perintah, perintah dari Tuhan Allah, yang tersimpan melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi, atau langsung gambling menjadi perintah-perintah yang diberikan secara letterlijk kepada manusia.

 

Hear Ye, Israel… Dengarlah Israel…” orang Israel diperintahkan Tuhan menjadi bangsa yang mendengar. Saudara-saudara, bedanya bangsa Israel dan bangsa Yunani. Bangsa Israel adalah bangsa yang mendengar, bangsa Yunani adalah bangsa yang melihat. Orang Yunani melihat, “Mengapa begini?” Waktu mereka melihat matahari, mereka melihat bintang, mereka memikirkan bagaimana mengerti, akhirnya Yunani menjadi ‘lihat, pikir, dan mengerti,’ Ibrani ‘dengar, pikir, percaya.’ Nah Saudara, ini beda dari kedua kebudayaan yang paling besar ini, dan kedua kebudayaan ini akhirnya digabungkan, dijadikan bahasa untuk menampung Kitab Suci. Israel ‘dengar,’ waktu dengar mereka bukan saja melihat, kalau melihat [tetapi] tidak dengar, selalu salah interpretasi. Engkau melihat satu lukisan yang bagus dari Affandi, engkau setelah lihat, “Apa ini ya? Warnanya begitu banyak, kacau balau,” lalu engkau pergi; sudah lihat, engkau pikir, tetapi kalau ada Affandi di pinggirmu mengatakan, “Saya gambar ini karena hari itu terjadi sesuatu, coba perhatikan dari sudut ini, dari sudut itu,” “Oh gua mengerti.” Jadi kalau engkau sudah lihat tambah dengar, engkau masuk ke dalam makna asli. Perhatikan ya Saudara-saudara. Kalau engkau sudah dengar, engkau lihat, engkau mendapatkan interpretasi asli, engkau berbahagia. Bangsa Yunani melihat alam semesta, setelah itu mereka pikir, setelah mereka pikir mereka mengerti, maka rasio menjadi utama di dalam seluruh kebudayaan Yunani, tetapi iman menjadi utama di dalam seluruh kebudayaan Ibrani. Sampai pada Perjanjian Baru muncul kesimpulan “iman datang dari pendengaran, faith comes by hearing and hearing comes from the Word of Jesus Christ,” Saudara-saudara, ini prinsip. Berbahagialah jika pagi ini engkau mengerti prinsip ini seumur hidup engkau tidak akan menyimpang.

Gereja ini didirikan dari hari pertama sampai sekarang tidak lolos dan tidak mengabaikan prinsip ini. Gereja ini adalah gereja dimana kita pentingkan mendengar, mendengar. Dengar apa? Bukan dengar cerita, pengalaman dari pada pendeta, bukan dengarkan mimpi-mimpi dari hamba Tuhan, bukan mendengarkan perasaan dari pada manusia, bukan mendengarkan teori-teori dari pada orang berdosa; mendengar Firman, Firman, Firman. Amin? Saudara-saudara, siapakah yang betul-betul mendengarkan firman tidak menimbulkan iman? Tidak ada. Siapakah yang betul-betul memberitakan firman tidak diurapi? Tidak ada. Jikalau engkau sungguh-sungguh dari hatimu memberitakan firman supaya orang mendengar, maka yang memberitakan diurapi, yang mendengar juga diurapi. Jika engkau menjunjung tinggi firman supaya firman yang boleh didengar oleh manusia dikabarkan dengan setia, maka Tuhan mengurapi yang memberitakan, Tuhan juga mengurapi mereka yang sungguh-sungguh mau mendengar, karena iman datang dari pendengaran. Jikalau kita tidak dengar, kita jadi apa? Jikalau kita tidak dengar baik-baik kita hanya mengikuti pikiran kita sendiri. Jikalau kita tidak dengar, kita tidak bisa bicara. Jikalau kita tidak dengar, kita tidak bisa mengerti. Segala sesuatu pengertian, iman, pemberitaan berdasarkan dari pada pendengaran. Orang di dalam medis mengatakan kepada kita seorang bisu bukan karena dia tidak bisa ngomong, orang bisu karena dia tidak bisa dengar. Mengapa bisu? Karena tidak dengar. Di dalam dunia dia, dunia yang sepi, dunia tanpa suara, sehingga dia tidak tahu apa itu suara. Kalau dia tidak tahu apa itu suara, meskipun dia bertali suara dia juga tidak tahu bagaimana memakainya, kalau dia memakai diapun tidak dengar. Karena dia tidak dengar maka yang diomong oleh orang lain hanya menjadi goyangan mulut, tidak ada arti apa-apa. Dia melihat orang [peragakan gerakan bibir], dia ikut goyang-goyang tapi tidak ada suara. Karena dia tidak dengar maka dia tidak bisa ngomong. Kenapakah pengkhotbah-pengkhotbah orangnya nggak beres? Karena tidak dengar, terus terang. Saya melihat pendeta-pendeta kita duduk di situ, bagaimana dengar khotbah, saya sudah tahu besok dia jadi pengkhotbah yang baik atau tidak. Kecuali saya khotbah sembarangan, mereka tidak apa, tetapi ternyata ada murid-murid mahasiswa teologia yang dengar khotbah goyang-goyang, lihat sini lihat sana, main kuku, tidak perhatikan; tetapi ada yang betul-betul setiap kalimat dipikirkan, orang itu besok pasti jadi pengkhotbah yang baik. Karena orang bisu bukan tidak bisa ngomong, karena tidak bisa dengar.

Saudara-saudara, saya umur 8 dengar khotbah terus, dan dimana kebangunan rohani saya pergi sampai malam jam 10 jam 11. Semua pelajaran saya tinggalkan dulu, lalu saya sampai malam jam 12 selesaikan kalau saya sudah pulang dari kebangunan rohani. Waktu saya umur 8 kakak saya umur 10, sama-sama pergi dengarkan kebangunan rohani, sampai tengah-tengah, khotbahnya panjang sekali, kita masih kecil nggak mengerti, yang mengerti kita mengerti, yang nggak mengerti ngantuk, akhirnya bagaimana? Saya masih ingat, dua anak bawa satu gelas, cangkir air kecil, taruh di tengah-tengah, lalu kalau kamu ngantuk ambil air, gosok-gosok mata, kalau saya ngantuk saya ambil air gosok-gosok mata. Menahan, berpaksa supaya boleh mendengar. Saudara-saudara, itu sebabnya dari kecil terus dengar khotbah, akhirnya saya berani berkata apa yang dijanjikan Tuhan sudah menjadi suatu fakta di dalam hidup saya. Saya sekarang setiap tahun harus khotbah 600 kali, kadang-kadang ada bahan yang sama yang dipakai tetapi saya harus selalu memberikan sesuatu yang segar untuk orang. Karena apa? Dari kecil dengar, dengar, lalu saya analisa, saya mengerti mengapa pengkhotbah ini pakai cara ini, mengapa ada yang begitu menggerakkan, mengapa dia punya cerita begitu hidup, karena mendengar, menganalisa, mengerti. Akhirnya pada waktu Tuhan panggil saya, saya sudah boleh memberikan dengan baik. Dengar dulu, dengar dulu, isi dulu, lalu engkau baru mengalir. Sekarang kalau kita tidak mau isi penuh lalu tidak mau luber keluar, maunya cuma bikin lobang di bawah, itu paling gampang. Ada sedikit, bocor; sedikit, bocor; sebentar habis. Yang benar adalah isi penuh baru mengalir, bukan baru sedikit dibocorin dari bawah. Saudara-saudara harus ingat bagaimana mendengar, mengisi penuh itu penting sekali.

Di sini penulis Ibrani mengatakan pada ayat-ayat terakhir, “Saya menasehatkan kamu, baik-baik menyambut nasehat. Saya menasehatkan kamu baik-baik mendengarkan nasehat.” Semua firman Tuhan kalau didengar dengan baik pasti hidupmu berubah, pasti konsepmu berubah, pasti wawasan berubah, pasti sikap hidup berubah, pasti watakmu berubah, pasti pelayananmu berubah. Saudara-saudara, kadang-kadang sudah mengerti banyak, tetapi jangan sombong karena mungkin ada satu kalimat yang engkau belum mengerti, itu bikin engkau tidak bisa maju. Waktu saya berada di Pittsburgh, ada seorang berkata, “Saya baru ikut satu ceramah, satu calls, yaitu satu programs untuk studi bagaimana mengambil foto. Saya bilang, “Engkau kan sudah ahli foto?” “Iya, saya profesional, sudah ahli foto, sudah 20 tahun lebih. Tapi saya diberikan kesempatan dengar seorang ahli foto yang lebih ahli dari saya, lalu saya bayar.” “Berapa?” “500 dollar, untuk mengikuti seminar bagaimana foto. Akhirnya saya pikir, “gua kan sudah pintar, gua kan profesional,” ya sudahlah saya ikut aja.”” Dia bayar 500 dollar, sesudah itu beberapa hari dia dengar terus. Sesudah selesai saya tanya sama dia, “Engkau sudah dengar seluruh seminar foto ini, engkau dapat apa?” Dia bilang, “Ya begitulah, semua saya tahu, segala teknik yang diceramahkan saya sudah tahu semua.” Lalu saya tanya lagi, “You nyesal nggak bayar 500 dollar untuk ikut semua yang sudah tahu?” Dia mengatakan, “Nggak, saya cuma dapat satu kalimat.” “Jadi kalimat itu 500 dollar?” “Nggak apa, kalimat itu 500 dollar saya tidak menyesal, karena besok dengan kalimat itu saya bisa dapat 700 dollar kok.” Saya tanya, “Apa sih kalimat itu?” Dia bilang ya, “Semua cara foto, diafragma, apa semua saya tahu, dia ceramah terus semua saya tahu, tidak ada yang saya tidak tahu, tapi ada satu kalimat: kalau waktu engkau mau foto kurang tinggi maka caranya balikkan lensanya, lihat dari bawah, lensa di atas, itu bisa lebih tinggi.” Tapi kalau lebih tinggi pegangnya tidak kuat sehingga bisa goyang. Nah dia mengatakan, “Cara terbaik yaitu kalau sudah terbalik maka supaya pegangan tidak goyang, taruh di sini [tempel di kening], sambil lihat sambil nempel di sini.” Itu seluruh badan adalah tempat yang paling tidak getar cuma satu, dahi. Ini tempat yang paling tidak getar, engkau dimana saja terpengaruh napas dan detak jantung, itu ada goyangnya, tetapi ini satu tempat yang tidak ada goyangnya, paling stabil di sini. “Hanya karena kalimat itu saja gua habis 500 dollar.” Tapi bedanya apa? Bedanya, orang lain tidak dengar kalimat itu tapi dia dengar kalimat itu.

Saudara tahu tidak, begitu banyak firman Tuhan, satu kali khotbah itu ada kalimat-kalimat ada yang dengar ada yang tidak dengar. Begitu dengar kalimat itu, seumur hidup beda. Saya dari kecil terus dengar khotbah, sampai setelah saya dipanggil Tuhan menjadi hamba Tuhan umur 20 sampai hari ini 64, saya kesempatan mendengar khotbah sudah sedikit. Waktu saya sendiri harus khotbah terus, kemana saja nggak ada orang yang mau kasih saya kesempatan dengar khotbah, dimana saya berada “Lu yang khotbah.” Saya tidak ada kesempatan dengar khotbah, tetapi saya puji Tuhan pada saat kecil di dalam kira-kira umur 12-20, delapan tahun itu saya menangkap semua kalimat yang paling penting waktu mendengarkan firman Tuhan. itu menjadi pondasi saya melayani berpuluh-puluh tahun. Saudara-saudara, gereja ini adalah gereja yang mementingkan dengar. Hear ye Israel. Bahagialah orang yang mendengar. Tanpa mendengar tidak beriman, tanpa dengar tidak berpengertian, tanpa dengar tidak bisa memberitakan dengan baik, karena dari sini menjadi sesuatu urutan, sirkulasi, sehingga pelayanan seluruhnya mulai dari dengar. Saudara-saudara, puji Tuhan jikalau engkau menjadi majelis, jadilah majelis yang dengar; jikalau engkau hamba Tuhan, jadilah hamba Tuhan yang dengar; engkau menjadi pelayan? Pelayan yang dengar. Jikalau engkau tidak suka dengar, cuma suka ngomong, engkau tidak bisa maju terus. Saudara-saudara, kecuali engkau terpaksa dijadikan pemimpin yang tidak ada kesempatan mendengar, itupun engkau musti meluangkan waktu sendiri dekat kepada Tuhan, terus datang kepada Dia, dengar langsung dari Dia, memikirkan firman Tuhan dengan mati-matian supaya engkau boleh terus mensuplai kepada orang lain. Saudara-saudara, pendengar-pendengar begitu pintar karena mereka mempunyai kesempatan dengar jauh lebih banyak daripada orang yang berbicara. Orang yang mendengar dengar sini, dengar sana, dengar sini, dengar sana, dia dapat banyak bahan, dengar; yang berkhotbah tidak ada kesempatan mendengar, lambat laun yang dengar lebih pintar daripada yang ngomong lho. Itu sebabnya beberapa kota mengatakan, “Kita ikut kuliah di sini, kita ikut sekolah malam di sana, kita sudah terima banyak, setelah kita belajar banyak baru kita sadar pendeta kita itu sudah lama tidak belajar, yang dikhotbahkan itu-itu saja.” Saudara-saudara sekalian, sayang sekali kalau pendengar maju, pengkhotbah tidak maju, gereja itu mandeg, macet di situ.

Satu kali saya naik bus dari Cirebon ke Kuningan di Jawa Barat, kira-kira 30 tahun yang lalu. Di tengah-tengah bus itu ada seorang yang rambutnya putih, jenggotnya putih, orang India. Lalu di bus kita ngomong-ngomong, dia bilang, “Eh you agama apa?” Saya bilang, “Kristen. You Hindu?” Kita mulai ngobrol tentang agama, waktu itu saya belum umur 30, dia sudah umur 60 lebih. “Lalu you kerja apa?” Saya bilang saya menjadi penginjil. “Oh, jadi you seperti pendetanya Kristen, pendeta muda ya?” Saya bilang, “Iya, iya, saya penginjil belum pendeta.” “OK, jadi you suka memberikan pidato?” Saya bilang iya. “You khotbah?” Saya bilang, “Betul, kalau you?” “Oh saya pedagang, tapi saya mau tanya satu hal sama kamu pendeta muda, coba tanya: yang khotbah sama yang dengar, siapa yang lebih dekat Tuhan?” Wah saya tidak pernah belajar ini di sekolah teologi. Yang khotbah lebih dekat Tuhan atau yang dengar lebih dekat Tuhan? Saya bilang, “tergantung, ya. Kalau yang khotbah memang orang rohani ya dia dekat Tuhan. Kalau yang dengar nggak rohani ya nggak dekat Tuhan, kalau yang dengar betul-betul rohani ya dia dekat Tuhan. Tergantung.” Dia bilang, “Nggak tentu begitu. Saya pikiran lain.” Ah, saya kira, ini orang tua ya, meskipun bukan agama Kristen, denger dong, ya. Saya kan biasa suka dengar. Saya bilang, “Bagaimana pendapatmu?”“Menurut saya, yang dengar lebih dekat Tuhan. Yang khotbah tidak tentu dekat Tuhan.” Wah, saya terpukul sekali, Jadi saya ini pengkhotbah yang tidak dekat Tuhan, menjauh dari Tuhan. Saya tanya,“Kenapa ya pak? Kenapa Bapak pikir yang dengar lebih dekat Tuhan, yang khotbah tidak dekat Tuhan?” Dia bilang, “Yang khotbah itu mungkin ke sini sana khotbahnya sama, jadi dia cuma hafal thok. Hafal, hafal, hafal, pelan-pelan rutin, jauh dari Tuhan. Tapi yang dengar itu tidak tahu apa yang mau didengar, jadi datang khusus mau dengar, sungguh-sungguh mau dengar, apa lagi luangkan waktu, bayar uang becak, datang duduk di situ, dia mau dengar, maka dia dekat Tuhan.” Waduh, saya hari itu kaget setengah mati sampai sekarang masih sisa kaget sedikit. Saudara-saudara, dia bukan orang Kristen, dia bukan pendeta, bukan dosen saya, bukan teolog, tapi dia seorang tua, seorang tua yang mengatakan, menganalisa. When you come trully seeking for something, you are closer to the truth in compared with those who are giving talks, talks, talks, tetapi kalau mereka tidak sungguh-sungguh. Wah setelah sampai di kota di mana saya memimpin kebangunan rohani, saya lutut dulu di hadapan Tuhan,“Tuhan, hari ini saya belajar satu hal. Jangan-jangan yang cari Engkau adalah mereka yang mendengar, tapi saya hanya mengulang-ulangi sesuatu yang saya sudah tahu tapi sudah tidak ada lagi kesegaran, tidak ada lagi perasaan pentingnya kalimat-kalimat yang saya omongkan.”

Saudara-saudara sekalian, pada waktu engkau pertama kali mengenal satu kebenaran, saat itu engkau segar, engkau sadar, engkau senang. Tapi kalau engkau sudah terus menerus mengulangi hal yang sama, engkau menjadi rutin, engkau tidak segar. Itu sebab saya berkata kepada murid saya kalau berkhotbah, semangat kesegaran kalau tidak ada, turun. Saudara-saudara, kalau saya sekarang di sini hanya putar kaset seperti putar sesuatu di dalam pikiranku lalu rutin memberikan sesuatu kepada engkau, Saudara-saudara, celakalah saya. Saudara-saudara, ayat yang sama nanti kebaktian kedua saya akan khotbah yang sama lagi dan saya akan khotbah hal yang sama kadang-kadang di kota-kota, negara yang lain, tapi mereka sadar, beda sekali. Setiap ayat yang sama engkau khotbahkan kali kedua, lain. Apa sebab? Kesegaran ada, dan bahannya selalu beda, dan ada satu penemuan yang baru yang diuraikan lagi. Seorang pendeta di Hongkong mengatakan, “Saya ikut kebaktian engkau setiap minggu mengenai Ibrani. Tetapi saya juga melihat internet yang disiarkan dari Taiwan, akhirnya saya sadar, kira-kira lebih 30 persen yang kau khotbahkan di Taiwan dibanding dari di Hongkong. Itu sebab saya sekarang tidak puas hanya dengar di Hongkong. Saya harus mendengar di Hongkong, melihat internet di Taiwan dua kali lagi. Untuk membandingkan.” Saudara-saudara sekalian, bolehkah kita menjadi orang yang rutin? Bolehkah kita mempermainkan diri sebagai seorang yang seperti sandiwara? Bolehkah kita melayani Tuhan dengan tidak ada kesegaran, tidak ada kesadaran? Tidak bisa. New anoitment even for the old messages. Di dalam berita-berita yang lama, khotbah-khotbah yang sudah pernah dikhotbahkan, perlu urapan yang baru. Dan urapan yang baru perlu engkau terus senantiasa mendengar ada suara Tuhan dari takhta-Nya. Kiranya Tuhan memberkati kita menjadi orang yang dengar, dengar.

Dan Saudara-saudara, tadi saya katakan saya kagum karena ini satu orang yang begitu besar tapi begitu rendah hati. Karena apa? Dia tambah dengan satu kalimat, “meskipun suratku ini pendek.” Aduh, Saudara-saudara, Ibrani memang tidak banyak lembar bukan? Tapi surat Ibrani yang kita bahas 4 tahun ini tidak sampai 10 lembar. Saudara-saudara, dianggap surat pendek, sekarang siapa sih tulis surat 10 lembar? Sekarang Saudara kalau terima surat, terima faks 10 lembar, tidak ada kan? Saudara-saudara, dia memberikan nasihat kepada orang Ibrani dan di dalam nasihatnya, dari permulaan dunia diciptakan sampai seluruh rencana Allah ditulis, mencakup  Perjanjian Lama Perjanjian Baru, dia mengatakan, hanya surat yang pendek, atau terjemahan lain, “hanya sedikit saja yang kunasihatkan kepadamu.” Saudara-saudara, hanya sedikit saja yang kunasihatkan kepadamu. Orang-orang agung selalu mempunyai pengetahuan diri yang betul-betul mempunyai bijaksana yang luar biasa. Pada waktu Johann Sebastian Bach meninggalkan dunia, sebelum itu dia mengatakan, “Saya hanya tulis begitu sedikit musik-musik.” Padahal 220 kantata, setiap kantata panjangnya seperti satu simfoni dari pada Wolfgang Amadeus Mozart. 220. Handel menulis 26 oratorio, salah satu Mesias hampir 3 jam. Bach Matthew Passion, 3 jam. John Passion, 2 jam lebih. Saudara-saudara, dan mereka menulis begitu banyak. George Phillip Telemann, Opusnya lebih 6.000 karangan-karangan yang besar. Kalau sekarang bikin 1, 2 lagu sudah hebat sekali. Supratman bikin satu lagu Indonesia Raya, itu sudah, yang lain tidak ada apa-apanya, tapi mereka menulis itu buku-buku. Handel pada waktu zaman Beethoven mati, sebelum satu minggu Beethoven meninggal dunia maka dikirim kepada dia tapi sudah lambat. Dia sudah mau mati. Empat puluh jilid semua karya dari pada George Frideric Handel, karena Beethoven pernah berkataHandel is the teacher and the great professor of us all. Dia adalah dosen kita semua di sini. Maka dikirim kepada dia, dia sudah sakit, hampir mati di atas tempat tidur. Empat puluh jilid, semua karyanya. Saudara-saudara sekalian, orang yang begitu agung, begitu besar, mereka mengatakan apa? “Ah, saya cuma tulis sedikit saja.” Beethoven 9 simfoni, 30 lebih sonata, dan begitu banyak concerto, baik untuk biola 1, untuk piano 5, dan yang lain-lain. Dan Opera Fidelio dan Missa Solemnis, Christ on the Mount of Olive, begitu banyak string quartet, semua. Waktu dia mati, dia berteriak, masakan hanya beberapa nada yang saya tulis, saya sudah musti meniggalkan dunia. Saudara-saudara, orang-orang agung adalah orang yang kerja banyak, tapi rasa sedikit. Orang biasa, orang sedikit rasa banyak. Ah ini bedanya. Saudara-saudara, orang yang kerja sedikit rasa hebat, ah itu orang heboh, bukan hebat. Saudara-saudara, orang betul-betul hebat kerja banyak rasa sedikit. Berjasa besar, rasa tidak layak. Bekerja banyak, rasa kurang. Sudah mati-matian, rasa masih kurang.

Saudara-saudara, mari kita belajar, belajar orang yang agung. Penulis Ibrani mengatakan, “Silahkan, sambut baik-baik, semua nasihat yang sudah kunasihatkan kepadamu. Inilah nasihatku yang terakhir. Aku menasihatkan engkau baik-baik menyambut nasihatku yang sudah kuberikan kepada engkau, meskipun suratku ini pendek saja.” Dia merasa diri sedikit, sedikit, dan dia minta semua perhatikan meskipun yang ditulis itu sedikit. Lalu dia katakan kalimat-kalimat selanjutnya,“Timotius, tidak lama lagi akan dilepaskan.” Nah dari ayat ini kita mengetahui, Timotius kenal sama penulis Ibrani ini. Nah dari buku ini kita tahu, Timotius pernah dipenjarakan. Saudara-saudara, berarti mereka sama-sama melayani Tuhan, mereka mendukung satu dengan lain. Apalagi orang yang sudah dipenjarakan, dianiaya untuk Tuhan, dia mengatakan, “Kalau dia sudah lepas, saya akan pergi kepadamu membawa dia bersama-sama mengunjungi kamu,” orang-orang yang menerima surat dari Ibrani ini. Lalu dia memberikan salam, sesudah itu baru dia selesaikan dengan “kasih karunia menyertai kamu sekalian.” Saudara-saudara sekalian, di dalam terakhir dari pada surat ini, kita melihat dia tidak lupa ini firman Tuhan yang harus kita lakukan dengan mendengar, dengan menyambut, dengan mengingat dan dengan menjalankan.

Saudara-saudara, demikian kita sekarang sesudah selesai membahas seluruh kitab dari Ibrani, saya sekali lagi berkata kepada engkau, jangan lupa apa yang sudah kau dengar. Dan saya tanya, siapakah orang Kristen yang sudah dengar dan suka lupa? Waktu mereka dengar, tidak pasang telinga dan tidak menaruh niat. Saudara-saudara, mengapa tidak memasang telinga? Mengapa tidak menaruh niat? Karena mereka hatinya bukan mau firman. Celakalah jikalau engkau dengar khotbah hatinya bukan mau dengar firman. Engkau bilang, “Kalau saya bukan dengar firman, saya datang untuk apa? Justru saya mau dengar firman.” Tidak tentu. Ada orang dengar khotbah untuk mencari kesalahan pengkhotbah. Ada orang datang dengar khotbah untuk mencari bahan untuk khotbah lagi. Kulakan. Saudara-saudara, di Surabaya ada seorang pendeta, setiap kali saya SPIK dia datang. Tapi setelah dia datang, ditanya, anggotamu? “Oh, saya tidak kasih tahu mereka.” Lalu kita tanya, “Kenapa tidak kasih tahu sama mereka?” Bukan saya yang tanya, orang lain tanya. Saya lihat setiap kali SPIK engkau datang, tapi engkau anggotanya kok nggak datang? “Oh, anggota tidak boleh datang, karena SPIK ini adalah tempat saya kulak bahan. Kalau saya dengar khotbahnya Stephen Tong 3 hari, saya catat semua, itu boleh jadi bahan khotbah saya setengah tahun. Nggak boleh anggota saya datang, kalau datang tahu khotbah saya dari mana.” Nah, Saudara-saudara, saya akhirnya sangat sedih mendengar kalimat seperti ini, karena dia memonopoli firman dan dia tidak mau orang lain datang. Dia kelihatan seperti sangat merindukan apa yang saya khotbahkan, tapi justru dia merintangi orang lain jangan datang dengar karena dia mau ambil bahan untuk khotbah. Saudara-saudara, saya tidak tahu sikap kita mendengar khotbah bagaimana, kalau engkau seperti satu spon, spon itu mempunyai daya terima yang luar biasa, di mana dia pergi, air disedot, di mana dia pergi, dia sedot. Dia mempunyai sesuatu sifat yang menerima, menerima. Dengan sifat seperti itu, dia menjadi makin lama makin kaya, menerima yang dari luar menjadi di dalam dia punya. Demikian orang Kristen yang sungguh-sungguh mencari kehendak Tuhan, sungguh-sungguh mau mengerti firman Tuhan. Di mana dia pergi, dia dengar, dengar. Kalimat dari musuh, nggak apa-apa didengar, kalimat dari anak-anak didengar, kalimat apalagi dari orang tua, didengar. Jangan jengkel, jangan benci orang tua, karena banyak pengalaman-pengalaman yang engkau tidak tahu keluar dari mulut mereka kalau engkau bersedia dengar saja, sedikit saja, menjadi pertolongan besar bagi kamu.

Saudara-saudara, mari kita belajar menjadi orang yang mendengar. Menjadi orang Kristen berkata Tuhan, di sini saya, aku dengar. Mendengar. Pasang telinga, menaruh hati pada waktu firman disampaikan kepadaku. Apalagi firman-firman yang sudah digodok, sudah diperas daripada jiwa-jiwa yang bergumul seumur hidup, itu kalimat-kalimat adalah pesanan dari Tuhan sendiri. Meskipun kadang-kadang tidak enak masuk telinga, kadang-kadang tidak enak ditelan, kadang-kadang merasa engkau tersinggung, tapi Saudara-saudara, jikalau engkau dengan rela pasang telinga, menaruh hati, mendengar, maka itu semua akan menjadi faedah bagimu. Alkitab mengatakan, “firman-Mu aku makan. Waktu aku makan, permulaan pahit sekali, lambat laun menjadi manis, menjadi manis.” Di Indonesia tidak ada pohon zaitun. Ada nggak ya? Ada nggak ya? Sepertinya nggak ada ya? Kalau ada manisan zaitun dibeli dari luar negeri. Zaitun itu dari kecil saya makan, saya di Xianmen, paling suka zaitun. Nah pada umur 6 pertama kali saya makan zaitun, sepet sekali, nggak enak, kecut. Tetapi Saudara-saudara, heran sekali, zaitun itu sudah dimakan, sudah makan terus makan, makan, makin lama makin manis. Makin lama, makin manis. Sehingga perasaan sepet pada mulanya itu hilang. Akhirnya menjadi manis luar biasa. Apalagi waktu telan ke sini, itu liurnya enak luar biasa. Itulah firman Tuhan. Firman Tuhan pertama-tama didengar sangat menyentuh, sangat menusuk, sangat menyinggung, sangat bikin perasaan nggak enak. Tapi firman Tuhan yang betul-betul indah akan bikin engkau hidup makin kaya, makin baik, makin dekat Tuhan, dan makin manis. Kiranya Tuhan memberkati kita menjadi seorang Kristen yang suka mendengar firman Tuhan.

[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]

Comments