Hidup yang Menggenapi Kehendak Tuhan, 18 Desember 2016

Mat 1:18-25


Bapak- Ibu yang dikasihi Tuhan, kita kalau mendengar kelahiran daripada Yesus Kristus maka kita akan bisa melihat dan mengkomparasikan ada perbedaan diantara injil yang mencatat kelahiran daripada Yesus Kristus.Misalnya di dalam injil Lukas, itu lebih difokuskan mengenai dari perspektif ibu Yesus yaitu Maria sendiri ketika dia mengandung dan akhirnya melahirkan Kristus, tapi dari aspek injil Matius, Matius ajak kita melihat dari sisi Yusuf di dalam kelahiran tersebut.Nah ini adalah sesuatu yang penting untuk kita bisa lihat, karena apa? Karena dibalik perspektif ini ada tujuan yang ingin disampaikan oleh penulis injil kepada kita semua.Dan di dalam injil Matius, kenapa Matius memulai daripada silsilah Yesus Kristus, lalu kemudian dari silsilah Yesus Kristus itu baru mencatat mengenai kelahiran Yesus Kritus dan dari situ dia mengangkan dari sisi Yusuf tersebut. Saya lihat ini adalah sesuatu yang penting sekali bagi kita untuk pahami, walaupun di dalam budaya kita, kita merasa silsilah itu sesuatu yang tidak terlalu menarik apalagi kalau satu kitab, satu buku diawali dengan silsilah dimana nama-nama daripada orang itu sendiri kita tidak kenal, nda pernah tahu secara pribadi dan di dalam Alkitab sendiri memang ada dicatat beberapa nama tersebut di dalam Perjanjian Lama tetapi tidak semua nama dicatat di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama supaya kita bisa mengenal siapa mereka, dan ini menjadikan kita mungkin agak tidak terlampau menarik membaca silsilah atau buku yang dimulai dengan silsilah, atau sesuatu yang mungkin membosankan, apalagi kalau kita baca misalnya Kitab Tawarikh yang semuanya banyak berbicara mengenai silsilah daripada orang-orang yang kita tidak kenal.

Tapi Bapak-Ibu yang dikasih Tuhan, tetap saya katakan, ini walaupun bukan sesuatu yang menarik buat kita, tetapi bagi orang Yahudi apa yang dicatat Matius adalah hal yang sangat penting sekali.Apa yang dicatat oleh Matius mengenai kelahiran Kristus yang diawali dengan silsilah itu memiliki suatu tujuan untuk menyatakan bahwa rencana Allah yang ada di dalam Perjanjian Lama yang sebelumnya sudah Ia nyatakan kepada kita umat-Nya sekarang sudah waktunya untuk digenapi, apa yang Tuhan sudah nubuatkan melalui nabi-nabinya mengenai janji kelahiran Mesias, mengenai penebusan manusia sekarang sudah mulai Tuhan genapi dengan kelahiran daripada Yesus Kristus ke dalam dunia ini. Jadi kelahiran Kristus menyatakan tanda atau bukti dimulainya penggenapan daripada janji Tuhan mengenai penebusan, mengenai Mesias yang Tuhan berikan kepada umat-Nya di dalam Perjanjian Lama. Nah ini Paulus sendiri katakan di dalam Galatia 4: 4-5, di situ Paulus katakan, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk dibawah hukum Taurat. Dia diutus untuk menebus mereka yang takluk di bawah hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak oleh Tuhan.” Jadi ini adalah hal yang ingin diangkat oleh Matius ketika dia mencatat mulai dari silsilah dan kelahiran daripada Yesus Kristus sendiri.

Bapak-Ibu yang dikasihi Tuhan, dalam Perjanjian Lama kita bisa melihat kelahiran Mesias itu adalah sudah Tuhan janjikan kepada Raja Daud.Pada waktu Raja Daud ingin membangun bait Allah, bagi Tuhan Allah disitu Tuhan mendadak memberitahukan melalui nabi Natan rencananya itu dia tidak bisa lakukan, itu sesuatu yang tidak mungkin dia lakukan pada zaman daripada kerajaan Daud tetapi nanti anaknya akan membangun bait Allah itubagi Tuhan dan dia akan mengokohkan kerjaan daripada Daud ini sampai pada selama-lamanya, lalu siapa yang menjadi anak ini? Siapa yang akan membangun bait Allah, bagi Tuhan? Dan dari peristiwa itu, Alkitab mencatat setelah Raja Daud mati, memang Salomo itu menaiki tahta Daud lalu duduk di sana sebagai seorang raja, tapi pada waktu raja Salomo memerintah, apakah dia yang menjadi Raja yang dijanjikan itu? Memang di satu sisi kita bisa lihat dia membangun bait Allah, bagi Tuhan Allah dan itu menggenapi apa yang Tuhan katakan, dia yang akan membangun bait Allah tersebut.Tapi dari aspek lain, mengenai kerajaannya, “ketaatan itu sampai selama-lamanya,” kita tidak dapatkan itu dalam kerajaan Salomo.Kita lihat ketika raja Salomo itu hidup, dia sempat jatuh dalam dosa, akhirnya Tuhan memecah kerajaannya menjadi 2 bagian; Israel Utara dan Israel Selatan dan Salomo hanya memegang atau kuasa atas kerajaan yang kecil sekali daripada 12 suku Israel, hanya 2 suku yang ada di bawah pemerintahan raja Salomo sendiri, sedangkan kerajaan Allah itu melibatkan keseluruhan daripada Israel.Jadi kita bisa lihat Salomo bukan Raja yang dijanjikan oleh Tuhan itu atau Mesias yang dijanjikan oleh Tuhan Allah itu, sehingga ketika orang-orang Israel ketika melihat fakta ini, mereka menanti, menunggu siapa Raja itu, yang akan lahir dari keturunan daripada raja Daud tersebut.

Nah Saudara, sampai kapan mereka menunggu? Sampai Yesus Kristus lahir dan sampai rasul Matius menunjukkan itu melalui injil Matius bahwa Yesus adalah sungguh keturunan daripada raja Daud dan bahkan Dia adalah anak daripada Abraham, dari situ Matius ingin membuktikan bahwa Yesus sungguh-sungguh adalah Raja yang dijanjikan oleh Tuhan Allah dan sekarang sudah waktunya itu digenapi oleh Tuhan Allah sendiri. Itu sebabnya ketika kita membaca di dalam injil Matius dimulai dari silsilah itu ada hal yang menarik sekali yang Matius mulai, dimulai daripada silsilah dan dikatakan dengan catatan di bawah itu ada 14 keturunan dari Abraham sampai Daud ada 14 keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, ada 14 keturunan dari pembuangan ke Babel sampai kelahiran daripada Yesus Kristus sendiri. Saudara,kalau waktu kita membahas ini saya kadang kagum sekali ya, wah hebat sekali ya, ternyata 14, 14 ,14 tepat sekali, mungkinkah itu terjadi?Apakah itu hanya suatu kebetulan atau sesuatu yang direkayasa oleh Matius di dalam menuliskan silsilah keturunan Yesus Kristus 14, 14 ,14 tersebut? Saudara, saya percaya ini adalah sesuatu yang bukan kebetulan dan ini juga bukan dalam pengertian rekayasa di mana Matius ingin memanipulasi kita atau membohongi kita dengan dia menyusun 14, 14, 14 tersebut, kenapa begitu? Kalau Saudara perhatikan Perjanjian Lama lalu uruti satu per satu dari nama itu, sebenarnya nama yang dicatat itu, jumlah 14 itu tidak tepat 14, ada yang lebih daripada 14, misalnya diantara nama Uzia dan Yotam disitu Matius melompatkan 3 generasi dan tidak dicatat dalam silsilah tersebut, sehingga namanya itu menjadi tepat 14 keturunan atau 14 orang daripada silsilah itu.

Nah yang jadi pertanyaan adalah kenapa Matius lakukan itu? Apakah dia sedang menipu diri kita? Apakah dia sedang berusaha memanipulasi data sehingga kelihatannya Yesuslah yang digenapi itu dan Yesuslah yang benar itu yang dijanjikan oleh Tuhan Allah kepada manusia umat-Nya itu? Nah, saya percaya itu bukan menjadi tujuan daripada Matius.Memang dia ada menambahkan, dia mungkin mengurangkan daripada silsilah tersebut tetapi tujuannya bukan sekali-kali untuk menipu kita atau membohongi kita, lalu tujuannya untuk apa? Nah di sini para komentator itu memberikan beberapa pendapat mengenai hal ini. Pertama, kenapa Matius buat 14, 14, 14 karena menurut dia itu tujuannya adalah untuk memudahkan menghafal, bagi orang Yahudi ketika membaca 14, 14, 14 mereka langsung ingat itu keturunan Yesus ada dibagi menjadi seperti itu, kita pun mudah sekalikan mengingat “Oh ada 14 x 3 silsilah daripada Yesus Kristus,” nah ini aspek pertama.

Aspek kedua adalah karena saat Matius menulis itu para komentator berkata jangan lupa satu hal, Matius menulis sesuai dengang gaya bahasa orang Yahudi menulis, nah di dalam gaya bahasa orang Yahudi menulis ada yang namanya gaya bahasa gematria. Gematria itu adalah gaya bahasa penulisan dimana ada angka-angka tertentu yang diberikan kepada huruf atau konsonan yang ada di dalam abjad dari pada Ibrani untuk dicocokkan dengan orang tertentu.Dan di dalam silsilah Yesus Kristus, pada waktu kita membaca itu Matius ingin menunjukan bahwa Yesus Kristus adalah anak daripada Raja Daud, lalu bagaimana caranya menunjukan anak daripada raja Daud?Dia mengambil jumlah angka dari kata nama Daud lalu menjadikan itu sebagai jumlah silsilah daripada Yesus Kristus.Misalnya seperti ini ya, di dalam abjad Ibrani itu tidak ada yang namanya angka 1, 2, 3, 4, 5 sampai 10 seperti kita, itu adalah angka arab yang kemudian hari baru ada, tapi dalam bahasa Ibrani ada yang namanya abjad “aleph”, “bet,” “gimmel,” dan seterusnya seperti abjad kita A, B, C, D, E, F, G. Cuma di dalam bahasa Ibrani juga tidak ada vowels, tidak ada A, E, I, U, O,itu nggak ada sehingga di dalam bahasa Ibrani yang ada hanya konsonan B, C, D, dan seterusnya. Nah kemudian ketika mereka melihat konsonan ini, ada angka, lalu mereka kemudian menuliskan angka tertentu dan mencocokkan dengan konsonan abjad yang  ada di dalam huruf Ibrani, misalnya A itu sama dengan 1, B itu sama dengan 2, C  itu sama dengan 3 dan seterusnya. Sehingga orang Ibrani kemudia berkata “aleph” itu adalah angka 1, “bet” itu 2, kemudian“gimmel” itu 3, “dalet” itu 4, dan seterusnya seperti itu.Dan ketika Matius menulis nama Daud, dia kemudian mendapatkan nama Daud itu tulisannya apa? Bagaimana secara ibrani menulis?  D,dalet;Vav; dan dalet lagi (DVD), itu David.“A” sama “I” nya bagaimana?Vowels-nya ditambahkan dibawah dengan garis atau dengan titik, atau dengan iot, nah itu menjadi nama Daud. Nah pada waktu Matius menulis DVD, bagaimana ia menjadikan itu 14? D itu adalah 4, vav itu adalah 6, dan D itu adalah  4, sehingga 6+4+4 jadi 14. Nah dari 14 ini dia kemudian mengurutkan silsilah Daud menjadi 14, 14, 14.Itu yang dilakukan oleh Matius yang disebut dengan gaya bahasa gematria.Hah ini alasan yang ke-2.

Alasan ke-3, saya lihat kelahiran Kristus kenapa Matius katakan 14, 14, 14, karena Matius ingin menunjukan bahwa kelahiran Yesus itu adalah sesuatu yang diatur oleh Tuhan. 14, 14, 14, suatu silsilah yang sebenarnya tidak seperti itu tapi Matius urutkan seperti itu untuk menyatakan ini ada di dalam penggenapan daripada  Tuhan Allah sendiri.Waktunya itu adalah waktu yang sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh Tuhan Allah saat Yesus Kristus lahir di dalam dunia itu kapan. Sehingga kita bisa mengerti ketika silsilah itu dicatat satu persatu, ketika orang Israel itu membaca satu per satu, mereka lihat, mendapatkan suatu pengertian ini adalah sesuatu yang diatur, pasti diatur oleh Tuhan dan inilah waktunya ketika Yesus Kristus lahir ke dalam dunia yaitu waktunya Tuhan menggenapi apa yang menjadi rencana daripada Dia yang sudah dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama. Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasih Tuhan, dari sini kita bisa tahu waktu itu berapa lama, mungkin ribuan tahun.Kalau Kitab Perjanjian Lama sendiri, dari Kitab Kejadian kita lihat itu adalah 1400-an tahun sebelum masehi itu ditulis. Nah itu ribuan tahun waktunya, Tuhan menjanjikan itu kepada orang Israel dan saat itu waktunya telah tiba Tuhan tetap menggenapi itu semua. Nah ini berarti janji Tuhan itu tidak pernah gagal, janji Tuhan pasti selalu Tuhan ingat, janji Tuhan pasti Tuhan genapi di dalam kehidupan daripada manusia atau umat-Nya secara khusus, tidak peduli berapa lama.

Di dalam Alkitab ada satu kalimat: “Seribu tahun itu sama seperti satu hari.” Maksudnya apa “Seribu tahun itu sama seperti satu hari”? Seakan-akan itu adalah waktu yang cepat di dalam kehidupan kita atau sesuatu yang singkat sekali dalam kehidupan daripada Tuhan Allah. Tapi Bapak, Ibu yang dikasihi Tuhan, “Seribu tahun sama dengan satu hari” – itu juga bisa kita mengerti dengan satu pengertian – bagi kita, seribu tahun adalah waktu yang lama, tapi bagi Tuhan itu seperti satu hari dalam pengertian Dia punya memori terhadap apa yang Dia pernah katakan seribu tahun yang lalu, tetap fresh sekali seperti baru peristiwa kemarin berlalu. Dia tidak akan lupakan itu. Kita sendiri kalau kemarin berlalu, mungkin masih ingat, ada orang yang sudah lupa. Tapi paling nggak, itu masih berbekas cukup kuat di dalam ingatan kita. Tuhan apalagi, Dia tidak pernah lupakan itu.Jadi dari situ kita bisa tahu, walaupun Tuhan berjanji, sudah ribuan tahun, dan kita menantikan-menantikan sampai ribuan tahun kemudian masih belum tiba, tidak usah khawatir, tidak usah putus asa karena itu pasti akan tiba. Nah ini berbicara mengenai kedatangan Kristus yang kedua kali juga. Bagaimana kita bisa tahu bahwa kedatangan Kristus itu pasti terjadi? Walaupun di dalam Perjanjian Baru ada orang-orang tertentu yang mengatakan, “Yesus tidak mungkin datanglah, mari kita makan dan minum dan memuaskan nafsu kita, Dia tidak akan datang,” kenapa? “Matahari tetap terbit di Timur, tenggelam di Barat selama berapa lama? Sudah ribuan tahun. Generasi berlalu dengan generasi yang baru, tetapi Tuhan tidak pernah datang.” Apakah Dia datang? Ada orang berkata, “Mungkin Dia tidak datang. Mungkin Dia lupa janjiNya, mungkin Dia memang tidak akan pernah datang.” Tetapi Alkitab bilang Dia pasti datang. Apa yang membuktikan Dia pasti datang? Karena Yesus pernah datang dalam dunia sebelumnya.

Bapak Ibu yang dikasihi Tuhan, kita punya iman, itu bukan sesuatu yang diletakkan hanya kepada perkataan manusia, tanpa ada buktinya sama sekali. Bukan sesuatu pengakuan subjektif dari seseorang yang mengatakan: ‘Aku percaya ini pasti terjadi’, tapi tidak bisa dibuktikan sama sekali. Tidak seperti itu. iman kita itu diletakkan di atas dasar pengakuan iman daripada orang-orang kudus sebelumnya, yang dibuktikan di dalam sejarah waktu manusia di tengah-tengah dunia ini. Pada waktu orang-orang percaya itu berkata, ‘Yesus akan lahir berdasarkan firman Tuhan, melalui diri mereka.’ Mereka mengimani itu sungguh-sungguh. Dan waktu yang membuktikan, dan yang menyeleksi sendiri bahwa janji yang perkataan itu diucapkan melalui nabi itu digenapi melalui kelahiran Yesus pada waktu Tuhan berkata, ‘Inilah waktunya’ tersebut.Jadi waktu bukan menurut kita. Waktu digenapi itu menurut Tuhan, kapan itu terjadi. Dan Tuhan pastikan itu pasti terjadi dalam kehidupan kita. Nah itu sebabnya, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, tadi saya katakan, tujuan silsilah adalah untuk menyatakan waktu Kristus sudah genap. Ini rencana Tuhan, ada sesuatu yang Tuhan pasti jadikan dan Tuhan jadikan sesuai dengan janji-Nya.

Kemudian waktu kita membaca ayat 18-25, perikop mengenai kelahiran Kristus, di situ pun kita mendapatkan maksud yang sama. Ketika Matius berkata di dalam ayat 22, di situ dikatakan, “Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi:”Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” –yang berarti: Allah menyertai kita.” Para Teolog mengatakan, ini dengan sebutan satu formula penggenapan, atau a formula of fulfillment. Jadi pada waktu Bapak Ibu membaca kitab Matius, Bapak Ibu menemukan istilah “hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi” – itu berarti, apa yang terjadi saat itu, semuanya sudah dicatat terlebih dahulu dalam Perjanjian Lama dan saat inilah itu digenapi. Nah di dalam ayat 22 ini, kelahiran Kristus dari seorang anak dara Maria, kapan itu dikatakan? Kalau kita baca di bagian bawah, itu dikatakan di dalam Yesaya 7:14, Dia akan lahir dari seorang perawan, seorang perempuan muda, yang belum pernah disentuh oleh laki-laki. Dia akan lahir dari dirinya. Kapan itu terjadi dan kapan itu dikatakan? 500-an tahun, atau bahkan lebih, 700 tahun sebelum Kristus lahir ke dalam dunia. Saat itulah firman sudah dikatakan. Nah Bapak, Ibu yang dikasihi Tuhan, dari sini kita mengerti satu hal ya, Matius ingin katakan, apapun yang menjadi kondisi keadaan kita, apakah itu kondisi yang mendukung atau tidak mendukung. Bahkan apakah itu kondisi yang menentang sekalipun rencana Tuhan, Tuhan tidak mungkin membiarkan rencana-Nya gagal, atau janji-Nya gagal, atau firman-Nya gagal. Tuhan pasti akan tetap menggenapi firman-Nya tersebut, karena itu sudah dikatakan terlebih dahulu.

Nah sebagai anak-anak Tuhan, saya sangat percaya sekali, kita harus juga memiliki karakter seperti ini. Kita tidak boleh membiarkan kondisi yang ada di sekitar kita, apakah itu baik ataukah itu tidak mendukung, ataukah itu melawan menggagalkan firman Tuhan di dalam kehidupan kita. Bapak, Ibu yang dikasihi Tuhan, kita itu kadang-kadang ya, hanya mau menjalankan firman Tuhan pada waktu kondisi mendukung diri kita tapi pada waktu kondisi tidak mendukung diri kita, kita seringkali melupakan itu, atau mengabaikan itu dalam kehidupan kita. Tapi ini tidak boleh terjadi di dalam kehidupan anak Tuhan. Dan Yusuf menjadi seorang yang memberikan teladan di dalam hal ini. Alkitab mencatat dengan satu istilah – (ayat 18) Pada waktu kelahiran Kristus, Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata Maria mengandung, dan itu terjadi sebelum Yusuf dan Maria hidup sebagai suami isteri. Kalau kita membaca LAI punya terjemahan, kita akan mendapatkan nuansa apa atau kesan apa ketika kita membaca ini? Boleh dibaca ayat 18, lalu kesannya apa? Biasa saja ya? Biasa saya dengarnya: Yusuf tunangan sama Maria lalu dia mengandung. Ya ada apa, ada sesuatu yang aneh? Oh nggak, biasa saja. Begitu ya? Ini LAI tidak terlalu jelas di dalam menunjukkan nuansa. Nuansa yang lebih jelas itu adalah di dalam BIS yang menyatakan kesan Yusuf ketika mengetahui Maria hamil. Dalam BIS, terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari, itu dikatakan, “Beginilah kisah tentang kelahiran Yesus Kristus, ibu-Nya yaitu Maria, bertunangan dengan Yusuf, tetapi sebelum mereka menikah, ternyata Maria sudah mengandung. Yusuf tidak tahu kalau Maria mengandung karena kuasa Roh Kudus.” Jadi pada waktu mereka sudah bertunangan dan mereka belum menikah, Yusuf menemukan Maria mengandung, atau sudah mengandung, tapi dia tidak tahu itu dari Roh Kudus atau bukan. Maksudnya adalah, pada waktu Maria hamil, Maria itu tidak pernah memberitahu Yusuf bahwa dia hamil. Sehingga ketika Yusuf bertemu dengan Maria, maka dia kaget, ‘Lho istriku kok bisa hamil? Saya belum sentuh dia, saya belum tidur dengan dia.’

Nah di dalam budaya orang-orang Yahudi, mereka punya satu konsep seperti ini, ketika seseorang itu bertunangan, maka pertunangan itu menjadi satu hal yang bisa dikatakan seperti hubungan suami-istri. Diperlakukan seperti suami-istri, tetapi di dalam kehidupan mereka, mereka tidak boleh tinggal satu rumah terlebih dahulu. Mereka tetap harus tinggal di rumah masing-masing, selama berapa lama? Satu tahun. Tapi mereka sudah diperlakukan sebagai suami-istri. Kenapa harus 1 tahun? Baru setelah itu mereka boleh tinggal sebagai satu keluarga di dalam satu atap. Tujuannya itu adalah untuk menguji apakah si istri suci atau tidak? Apakah si istri ini pernah bergaul dengan laki-laki lain dan sehingga dia mengandung atau tidak. Sehingga di dalam masa tahun itu, satu tahun itu adalah masa pengujian kesetiaan mereka dan juga mungkin kesucian daripada pasangan ini. Nah ini adalah masa di mana ketika Maria mengandung. Nah Bapak Ibu Saudara yang dikasihi Tuhan, saya percaya ini adalah satu tradisi yang baik sekali ya. mustinya kita anak-anak Tuhan dan usia kita yang masih muda dan belum menikah, dan mungkin belum punya pacar dan sudah punya pacar, seperti itu, jaga kesucian kalian sampai hari pernikahan, baru di situ kalian boleh hubungan suami istri. Sebelum itu lebih baik jangan. Dan jaga baik-baik itu supaya tidak terjadi dalam kehidupan kalian. Ini adalah satu hal yang saya percaya anak Tuhan harus memiliki konsep ini karena ini juga menjadi satu tradisi dalam kehidupan daripada orang-orang Yahudi atau umat Allah sebelumnya.

Nah selama masa itu, Maria tidak pernah memberitahu Yusuf bahwa dia sedang hamil. Sehingga kalau kita membaca, sebenarnya terjemahan LAI kita boleh terjemahin seperti ini supaya lebih jelas ya, “Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut, pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata dia mengandung.” Jadi bisa dikatakan, “pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung. Karena Yusuf suaminya adalah seorang yang tulus, sebelum mereka hidup sebagai suami istri, ternyata Maria mengandung sebelum mereka hidup sebagai suami istri.”Dari sini kita bisa dapatkan satu nuansa, Yusuf menemukan keadaan Maria yang hamil sebelum mereka tinggal di dalam satu atap. Nah Saudara, itu sebabnya saya tadi katakan, Yusuf pada waktu menyadari ini, dia kaget sekali. Karena apa? Maria tidak pernah memberitahu dia sebelumnya. Kenapa Maria tidak pernah memberitahu Yusuf sebelumnya bahwa dia hamil? Saya percaya ada beberapa sebab ya. Pertama, mungkin karena Maria tidak tahu bagaimana harus memberitahu Yusuf, bahwa dia hamil dari Roh Kudus. Saudara, kenapa begitu? Karena sejak dari Adam sampai Maria, tidak pernah ada orang yang bisa hamil sendiri tanpa laki-laki. Dan bahkan sejak Maria sampai akhir jaman nanti, juga tidak orang lain yang akan hamil tanpa laki-laki. Itu aneh namanya. Jadi, pada waktu dia mengalami itu, dia mau ngomong apa sama Yusuf coba? Bayangin! “Abang Yusuf, saya hamil lho. Tapi hamil ini tidak ada laki-laki, ini dari Roh Kudus,” kira-kira Yusuf akan ngomong apa? “Kamu ya, jujur saja, siapa laki-laki itu, pria idaman lain itu?” Tidak ada, tidak masuk logika sama sekali ada seorang yang bisa hamil tanpa seorang laki-laki. “Kamu kalau sudah hamil, ya sudah, hamil, terima saja. Tidak usah bela diri, tidak usah ngomong ngarang cerita, ini dari Roh Kudus. Ini adalah hasil perselingkuhanmu kan?” Mungkin Yusuf akan bersikap seperti ini, karena tidak ada pernah bukti dalam sejarah, ada seorang pun yang lahir tanpa laki-laki, hamil tanpa laki-laki.

Memang di dalam sejarah pernah dicatat, ada peristiwa-peristiwa daripada orang Yunani atau mitologi yang mengatakan: ada dewa yang menikahi seorang perempuan lalu melahirkan anak-anak, yang disebut demigod. Tapi demigod itu dewa yang kawin sama seorang perempuan – pertama, itu hanya mitos, tidak pernah terbukti dalam sejarah sekalipun. Dan itu juga memiliki nuansa yang berbeda sekali dengan nuansa yang Alkitab katakan, mengenai bagaimana Maria bisa mengandung dan melahirkan seorang anak. Di dalam hubungan dewa Yunani itu, mereka bersetubuh dengan perempuan. Tetapi dalam Alkitab punya cerita, Allah tidak pernah bersetubuh dengan perempuan. Ini adalah konteks yang beda sekali dan nuansa yang beda sekali, dan ditambah lagi dalam budaya Yahudi, tidak pernah ada konsep Allah yang bisa menikahi perempuan lalu melahirkan anak sehingga dalam pemikiran mereka nda mungkin Maria bisa hamil sendiri dari Allah, bagaimana caranya? Itu dalam pemikiran mereka adalah hal yang mungkin di luar logika dan kemampuan mereka untuk mengerti hal itu, dan Yusuf mungkin adalah orang yang seperti ini salah satunya karena belum pernah terjadi peristiwa itu. Nah ini membuat Maria kesulitan untuk menyatakan mengenai keadaan dia, dan dia tunggu itu, dan dia diam. Itu alasan pertama.

Alasan kedua, yang lebih rohani dan alasan yang lebih sederhana tetapi memiliki aplikasi yang saya lihat baik juga adalah pada waktu Maria hamil, dia tahu itu adalah kehamilan dari pada Roh Kudus atau karya Allah dalam kehidupan dia. Nah kalau itu adalah sesuatu yang dikerjakan Tuhan dalam hidup dia, alasan dia kenapa tidak memberitahukan Yusuf sederhana sekali: karena ini pekerjaan Tuhan, Tuhanpun bisa menyelesaikan itu bagi diri dia, paham ya? Kenapa setelah Maria itu hamil dia dikatakan nda bertemu Yusuf, dia lalu pergi ke Elisabet, nemuin saudaranya yang hamil itu, dia lihat dan tinggal di situ berapa lama? 3 bulanan, baru setelah itu dia pulang ketika tubuhnya sudah mulai berubah dan kelihatan perutnya agak menonjol sedikit, lalu bertemu Yusuf dan Yusuf baru sadar, “Lho kok isteriku berubah ya, kenapa ya? Selama satu tahun ini nggak ketemu, hidup nggak pernah sama-sama, 3 bulan dia pergi, pergi baik-baik, pulang sudah ada perut muncul sedikit, ini pasti ada orang lain di situ,” itu wajar sekali. Tapi dalam pemikiran Maria, “Ya sudahlah, Tuhan yang memberikan ini, Tuhan yang bekerja, aku percaya Tuhan akan menyelesaikan itu bagi hidupku.” Dan kita boleh percaya inilah Tuhan kita, Dia adalah Allah yang berkuasa untuk menggenapi apa yang Dia sudah janjikan, dan Dia adalah Allah yang berkuasa untuk memelihara kehidupan dari pada diri kita masing-masing. Saudara, Maria pulang dalam kondisi seperti ini, lalu dalam kondisi seperti ini ketika Yusuf menemukan itu apa yang menjadi reaksi Yusuf? Kalau kita yang menjadi Yusuf, dan di dalam budaya patriarchal saat itu dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan lebih tidak berarti, dan bahkan di dalam budaya tradisi Yahudi ada istilah atau pengajaran “laki-laki boleh menceraikan istrinya dengan alasan apapun juga,” salah masak, cuma melirik laki-laki lain boleh diceraikan lho, pertanyaannya kira-kira apa yang akan kita lakukan? Ayo, sekarang sudah pacaran, sudah bertunangan, sudah kirim undangan akan menikah, lalu mendadak saya dapat kabar pasanganku hamil, itu mukaku dicoreng kan, harga diriku dilanggar, kira-kira kita akan bertindak apa? Laki-laki? Kalau perempuan bagaimana? “Ya kawini aja,” gitu ya? Kalau laki-laki bagaimana? Belum kebayang ya? Dikawini atau tidak? Atau dibalaskan sakit hatinya? “Dia sudah permalukan saya di muka umum, ini ‘pasanganku’ dan ‘milikku’ yang seharusnya menikah dengan diriku, sekarang dia tidak menghormati namaku lalu dia bersetubuh dengan orang lain lalu dia hamil,” kira-kira apa yang harus dilakukan? Ada kemungkinan adalah dia menceraikan si perempuan di hadapan muka umum, maksudnya adalah dia akan umumkan ke semua orang kenapa alasannya dia tidak jadi menikah karena perempuan ini sudah tidak setia kepada diri dia, ada kemungkinan seperti itu.

Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, yang menarik adalah ketika Yusuf menemukan keadaan itu, di dalam pemikiran dia itu ada dua kemungkinan, sebenarnya ada tiga kemungkinan kalau Yusuf hidup sebelum masa kerajaan Romawi, yaitu dia akan menyeret perempuan ini seperti halnya yang terjadi dalam Yohanes 8, orang-orang Yahudi itu menyeret perempuan yang kedapatan berzinah ke hadapan kaki Yesus lalu di situ diminta untuk dirajam mati. Itu adalah kemungkinan pertama. Tapi karena orang Yahudi tinggal di masa pemerintahan kerajaan Romawi yang tidak lagi menjadikan tradisi rajam itu sesuatu yang diperbolehkan maka dalam pemikiran Yusuf ada dua kemungkinan: pertama, ceraikan dia di muka umum; atau ceraikan dia secara diam-diam. Ini adalah dua kemungkinan itu. Lalu apa yang Yusuf pilih? Nah menariknya adalah, ketika Yusuf mendapatkan hal itu dia kemudian memutuskan untuk menceraikan secara diam-diam. Dan ketika itu dikatakan, Matius tidak lupa ada satu kata yang mendahului tindakan Yusuf di dalam menceraikan Maria secara diam-diam, yaitu kalimat bahwa “Yusuf adalah seorang yang tulus hati.” Di dalam bahasa Yunani itu adalah dikaios yang sebenarnya berarti orang yang benar. Karena Yusuf adalah orang yang benar dia memutuskan untuk menceraikan Maria secara diam-diam. Bapak, Ibu yang dikasihi Tuhan, saya pikir ini adalah hal yang luar biasa sekali ya, karena apa? Ketika seorang laki-laki harga dirinya dilanggar, ada laki-laki lain yang berani merebut milik dia yang paling berharga, di dalam Amsal bilang “jangan sekali-kali kamu lakukan ini, dendamnya itu nggak akan habis,” dia pasti akan membalas hal itu kepada orang yang sudah berselingkuh tersebut dengan istrinya. Tetapi di tengah-tengah keadaan itu ketika harga dirinya dirusak, mukanya dicoreng, haknya dilanggar oleh si orang lain atau laki-laki lain melalui Maria itu, Yusuf di situ memutuskan “saya lebih baik menceraikan Maria secara diam-diam.”

Bapak, Ibu yang dikasihi Tuhan, saya pikir ini adalah sesuatu yang kita perlu teladani juga dalam hidup kita dan ini menjadi satu wakil, perlambangan antara hidup orang yang benar dengan hidup orang yang ada di dalam, istilahnya, di dalam keagamaan. Orang yang hidup dalam keagamaan itu diwakili oleh Farisi dan ahli Taurat, hidup orang benar diwakili oleh Yusuf. Dan Farisi dan ahli Taurat mewakili kegagalan dari pada agama, Yusuf mewakili suatu keberhasilan dari orang yang percaya atau hidup di dalam kebenaran dari pada Tuhan Allah. Kenapa saya bilang gagal? Karena ketika Farisi dan ahli Taurat menemukan orang jatuh dalam dosa, yang ada dalam pemikiran mereka adalah bagaimana membalas itu, menegakkan keadilan, dan mematikan orang itu. Tapi dalam pemikiran Yusuf sebagai orang benar, dia tidak melihat pada satu kejahatan yang harus dibalas dengan kejahatan, tetapi dia membalas kejahatan tersebut dengan satu kelembutan, satu kasih, dan satu kemurahan hati. Dan saya percaya ini haruslah menjadi karakter yang dimiliki oleh orang benar karena di dalam Matius 5, ucapan bahagia, itu menjadi karakter orang percaya. Kemurahan hati, sifat mengasihi dan juga sifat yang lemah lembut yang harus ada. Jadi pada waktu dia melihat Maria yang hamil, yang nda tahu dari siapa itu, dalam pemikiran Yusuf dia tidak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan, dia tidak boleh membalas pencorengan muka dengan pencorengan muka, dia tidak boleh membalas sakit hati dengan sakit hati tapi dia harus bertindak mambalas kejahatan dengan kasih, pencorengan muka dengan kemurahan, dan sakit hati dengan satu pengampunan yang dia berikan.

Nah Saudara, ini adalah saya harap menjadi sesuatu yang kita ingat di dalam saat-saat kita mengingat kembali Hari Natal, khususnya di dalam bulan Desember ini. Natal itu adalah hari cinta kasih yang Tuhan nyatakan kepada manusia yang berdosa. Seperti Pak Tong tulis ya, ketika peristiwa di Bandung itu, “Natal adalah hari cinta kasih, bukan hari dimana kita memberikan kebencian atau membalaskan dengan kebencian kepada tindakan orang yang jahat kepada diri kita.” Karena ketika Kristus lahir itulah cinta kasih yang Allah nyatakan bagi manusia yang berdosa untuk membawa kita untuk kembali kepada Tuhan dan memperdamaikan dengan Tuhan Allah. Orang yang benar atau sudah dibenarkan pasti bertindak benar. Orang yang mendapatkan kemurahan hati pasti memberikan kemurahan hati. Orang yang mendapatkan belas kasihan pasti memberikan belas kasihan kepada orang lain. Kalau dia belum menerima itu dia tidak mungkin lakukan itu dalam kehidupan dia. Nah Yusuf memiliki pengertian ini. Saudara, saya katakan satu hal ini ya, sebagai orang percaya yang kita perlu pikirkan adalah bukan hak apa yang harusnya aku terima atau sepantasnya aku terima tetapi apa yang dapat aku buat untuk kebaikan orang lain. Sebagai orang percaya kita harus memiliki prinsip bukan memikirkan hak apa  yang sepantasnya aku terima tetapi apa yang bisa aku berikan untuk kebaikan orang lain. Ini adalah suatu prinsip yang harusnya kita pegang baik-baik dalam relasi kita dengan orang lain, dengan sesama orang percaya, kalau mau ditarik lagi ke dalam kehidupan keluarga, di dalam kehidupan keluarga suami-isteri. Saya yakin kita tidak akan terlalu banyak masalah yang begitu membuat hubungan itu menjadi retak kalau kita mengerti prinsip ini. Karena apa? Suami memikirkan kebaikan isteri, isteri memikirkan kebaikan suami, dia tidak memikirkan apa yang suamiku harus berikan kepadaku atau apa yang harusnya isteriku berikan kepada diriku, tapi masing-masing memikirkan apa yang bisa diberikan kepada pasangan, yang paling baik untuk pasangannya tersebut. Dari situ saya yakin sekali masing-masing pasti akan mendapatkan kepuasan dan satu sukacita dalam relasi yang dibangun di dalam kehidupan keluarga itu.

Nah Bapak, Ibu yang dikasihi Tuhan, ini adalah hal yang dilakukan oleh Yusuf, dia memiliki pemikiran apa yang baik untuk Maria, tapi juga dia tidak melupakan apa yang baik untuk diri dia. Pada waktu dia melihat kondisi itu, hal yang terbaik dalam pemikirannya adalah ceraikan secara diam-diam. Kenapa? Karena kalau dia ceraikan Maria secara diam-diam maka di situ nama baik dia sebagai seorang laki-laki tidak dicorengkan, kehormatan dia tetap ada, tetapi dia juga tidak bertindak dengan kejam kepada Maria, dia bisa tetap menunjukkan kemurahan kepada Maria tunangannya tersebut. Nah ini yang menjadi pikiran Yusuf dan hal yang paling baik dalam pemikiran Yusuf saat itu dan tidak ada yang lebih baik daripada itu. Dan ingat sekali lagi ya, kenapa Yusuf memutuskan untuk bercerai? Karena mereka belum suami-isteri, jangan jadikan ini alasan untuk menceraikan pasangan ya. Mereka belum suami-isteri, mereka baru bertunangan tetapi sudah diperlakukan sebagai suami-isteri, karena itu keputusan yang paling baik adalah menceraikan pasangannya itu sebelum mereka menikah. Saya pernah dengar ada orang berkata seperti ini, saya tidak tahu ini suatu tradisi yang sudah umum saat ini atau tidak, “lebih baik menikah dengan orang yang salah lalu bercerai daripada membatalkan pernikahan.” Saya nggak tahu ini tradisi yang benar terjadi saat ini atau tidak. Kalau undangan sudah disebarkan semua lalu ketahuan pasangannya itu bukan orang benar, jahat, suka mukul dan yang lain-lain, masih nikah nggak? Ada orang yang mungkin tetap memutuskan menikah dan kemudian baru bercerai, karena apa? Lebih kurang malu di kemudian hari bercerai daripada gagal menikah di awal sedangkan undangan sudah disebarkan semuanya. Saya harap kita sebagai anak Tuhan tidak seperti ini ya.

Makanya menjaga kesucian sebelum pernikahan itu penting sekali, jangan terpancing untuk memberikan itu dengan alasan cinta atau apa di awal. Ingat baik-baik, orang yang dewasa di dalam iman adalah orang yang memiliki penguasaan diri. Yusuf adalah orang yang memiliki penguasaan diri. Tahu dari mana? Dia bisa menahan satu kehidupan tanpa bersetubuh dengan istrinya sampai Maria melahirkan Yesus Kristus padahal mereka sudah hidup seatap, tidur satu ranjang. Saudara, itu penguasaan diri yang luar biasa sekali, dan Yusuf bisa belajar mencintai Maria dalam keadaan seperti itu. Jadi saya melihat, cinta itu adalah sesuatu yang kita bisa tumbuhkan dalam kehidupan kita. Jangan ngomong ‘saya tidak berkuasa atas perasaanku,’ itu bohong sekali. Saya nggak akan percaya orang itu ngomong seperti ini. Cinta adalah sesuatu yang bisa ditumbuhkan bahkan dari tidak ada bisa menjadi ada. Kenapa begitu? Kebencian adalah hal yang normal untuk manusia berdosa tetapi cinta adalah perintah Tuhan untuk kita lakukan. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatan dan akal budimu. Itu berarti apa? Dan termasuk kasihi sesama manusia. Itu berarti ketika kita mau mencintai, itu adalah perintah Tuhan. Kalau itu adalah perintah, berarti sesuatu yang bisa kita usahakan dalam hidup kita. Dan harus belajar untuk mencintai, apalagi kalau kita sudah memutuskan untuk menikahi satu orang dan menikah dengan orang tersebut. Bagaimana pun bencinya, sakit hatinya, mungkin karena kita tersinggungnya, harus lupakan itu semua dan belajar mengasihi dia kembali, dan itu bisa dilakukan. Atau, betapa menggodanya rumput tetangga ya, tetap harus setia kepada pasangan itu karena itu bisa diusahakan. Dan nafsu adalah sesuatu yang bisa dikendalikan. Buktinya siapa? Yusuf. Saudara, di dalam pembinaan keluarga saya ada bilang, nafsu itu seperti air yang keluar dari dam. Kadang dam itu bisa dibuka pintunya, air dibiarkan keluar sekuat dan sederas mungkin. Tapi kadang juga bisa ditutup rapat dan tidak ada celah untuk keluar. Kita bisa kontrol itu dan kita perlu belajar untuk mengontrol itu. Nah ini adalah tanda orang yang sudah dewasa di dalam kerohanian. Dan Yusuf memiliki konsep ini dan kehidupan seperti ini.

Tapi pada waktu dia memutuskan untuk menceraikan Maria, di dalam satu pertimbangan ini adalah keputusan yang terbaik. Lalu apa yang terjadi? Alkitab berkata, Tuhan mengintervensi keputusan Yusuf tersebut. Sebelum dia memutuskan esok adalah hari untuk menjalankan keputusannya itu, malaikat Tuhan datang malam hari itu dalam mimpi lalu memberi tahu Yusuf segala sesuatunya, bahwa Maria hamil bukan daripada perselingkuhan dengan laki-laki lain, dia nggak punya pria idaman lain, dia hanya mencintai engkau, dan setia kepada engkau, dan ini adalah dari Roh Kudus. Dari Roh Kudus berarti ini adalah pekerjaan Tuhan yang dilakukan dalam kehidupan Maria. Nah pada waktu itu terjadi, Yusuf kemudian memutuskan sesuatu untuk menikah dengan Maria.

Tapi Saudara, sebelum kita masuk ke dalam poin itu, di dalam kehidupan kita Tuhan sering kali memberikan pilihan-pilihan untuk kita pilih. Tuhan tidak memberikan satu jalan untuk kita dan kita tidak perlu ada pilihan sama sekali hanya menjalankan jalan itu. Tetapi di dalam kehidupan kita banyak sekali hal-hal yang kita bisa pertimbangkan untuk kita pilih dan kita lakukan dalam hidup kita. Termasuk Yusuf ketika diperhadapkan dengan Maria yang hamil Tuhan tidak langsung muncul kepada Yusuf lalu ngomong kepada dia, “Ini dari Roh Kudus lho.” Coba kalau dia ketemu itu malam itu juga Tuhan bicara, mungkin Yusuf nda ada pertimbangan lain kecuali memutuskan untuk menikahi Maria, tapi Tuhan biarkan suatu waktu Yusuf bergumul untuk memutuskan apa yang harus dia lakukan. Dan di dalam itu dia memilih untuk menceraikan secara diam-diam. Dan hidup kita juga sering kali dalam hal seperti ini. Tuhan, di dalam kita menghadapi melihat kita menghadapi masalah Dia tidak langsung berikan solusi, Dia mamberikan satu kesempatan kita untuk memilih. Untuk apa? Pertama, untuk bilang, kita orang bebas. Kita adalah orang yang bisa harus bertanggung jawab dengan keputusan kita. Karena keputusan kita adalah satu tanggung jawab yang kita putuskan berdasarkan kesadaran kita dan kemauan kita. Kedua, untuk apa? Untuk menguji iman kita. Apakah kita adalah orang yang mau memilih untuk mentaati firman Tuhan atau tidak mentaati firman Tuhan. Adam ketika diuji di dalam Taman Eden, dia diperhadapkan dengan pilihan taat Tuhan atau tidak taat Tuhan. Musa pada waktu melihat umat Israel membuat patung lembu emas lalu menyembah itu sebagai Allah, lalu diperhadapkan dengan Tuhan dan Tuhan berkata, “Musa, aku akan binasakan semua orang Israel, lalu aku akan bangkitkan keturunan yang besar daripada engkau.” Tuhan kasih pilihan kepada Musa untuk apa? Menguji iman Musa itu seperti apa.

Jadi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita diperhadapkan dengan pilihan, Tuhan ingin kita melihat, saat itu kita akan gemetar, ketakutan, dan tidak melakukan apa-apa, atau kita kemudian mempertimbangkan ini adalah sesuatu yang merupakan ujian Tuhan yang aku harus putuskan berdasarkan terang dari firman Tuhan bagaimana, atau kita melupakan Tuhan lalu memutuskan sesuai dengan maksud hati kita dan tidak melibatkan Tuhan sama sekali dalam keputusan kita termasuk di dalam tindakan berdosa, kita milih yang mana? Yusuf ketika melihat pilihan  itu, di dalam pemikiran dia, hal yang paling baik yang tidak berdosa, yang tetap menjaga kehormatan dia, adalah menceraikan Maria secara diam-diam. Jangan pikir itu suatu tindakan berdosa, ya. Itu bukan suatu tindakan berdosa tetapi tindakan orang yang benar, Alkitab bilang. Tetapi ketika dia memutuskan ini, Tuhan memiliki rencana lain dan rencana lain daripada Tuhan dalam kehidupan Yusuf adalah sesuatu yang lebih baik, pasti paling baik dalam kehidupan dia. Dan Tuhan sering kali lakukan ini dalam hidup kita. Saudara, berapa banyak pilihan yang kita sudah pilih dan tentukan ternyata tidak terwujud dalam hidup kita? Lalu pada waktu itu tidak terjadi dalam hidup kita, reaksi kita bagaimana? Marah? Kesel? Lalu uring-uringan? Atau mundur dari iman? Alkitab bilang, ketika itu tidak terjadi, itu bukan berarti bahwa Tuhan tidak ikut campur tangan. Tuhan ikut campur tangan dan itu bagi Tuhan adalah yang lebih baik untuk kita lalui daripada pilihan kita terjadi sesuai dengan keinginan kita. Pada waktu Yusuf menyadari hal itu, dia langsung memutuskan, keesokan harinya dia harus ambil Maria menjadi istrinya. Apa pun konsekuensinya, dia harus ambil Maria menjadi istrinya.

Saudara, menjadi orang yang memutuskan untuk mengikut Tuhan bukan berarti segala sesuatu akan beres di depan. Maria harus menanggung malu itu seumur hidup dia lho, sebagai orang yang dicap hamil sebelum menikah. Yusuf sebagai orang yang  kemudian menikahi Maria, apakah dia akan baik-baik juga karena ada Roh Kudus yang sudah memberikan pengertian itu kepada diri dia? Alkitab bilang Roh Kudus nda jelasin kepada orang lain bahwa ini adalah dari Tuhan, Roh Kudus cuma menjelaskan kepada Maria dan Yusuf bahwa ini dari Roh Kudus. Bahkan kepada gembala pun Dia tidak jelasin bahwa ini adalah lahir dari bukan hubungan suami istri Yusuf dan Maria, nda dijelaskan itu semua. Dan akibatnya apa? Saya yakin sekali, Yusuf yang semula ingin menceraikan secara diam-diam, kalau dia kemudian memutuskan untuk menikahi Maria, orang akan bilang dia bagaimana? “Lu ngaku kan? Kamu kan yang ngawini istrimu sebelum pernikahan kan? Ini anakmu kan, makanya kamu kawinin dia kan?” Itu mungkin satu hal yang bisa dicap kepada Yusuf seumur hidup dia lho. Married by accident. Gitu ya? Tapi Yusuf tanggung ini semua dan dia jalankan itu. Dan bukan cuma itu, Saudara, setelah bayi itu lahir dia harus pergi ke Mesir lalu menghindari pembunuhan terhadap bayi itu. Dia harus meninggalkan kota kelahirannya, tempat tinggalnya yang dia dibesarkan di situ, dan hidup sebagai orang asing selama berapa puluh tahun atau belas tahun berikutnya, atau paling tidak sampai si Herodes itu mati. Dia harus menjalani itu semua. Sehingga ada orang yang bernama Alexandre White itu berkata, “kenapa setiap orang yang datang mendekat pada Yesus harus menerima cawan penderitaan?” Coba perhatikan semua orang yang mendekat pada Yesus, ada tidak yang tidak menderita? Tidak ada. Semuanya mengalami penderitaan. Tapi kalo gitu apa bedanya orang yang dekati Yesus dengan orang yang dekati tokoh film di cerita film? “Semua orang yang mendekati aku pasti susah atau mati.” Hayo, gimana? Baru-baru dalam film Blood War bilang seperti itu kan, si Selene ya. Selene bilang, semua orang yang dekat aku pasti susah. Lalu bedanya dengan Yesus apa? Kalau mereka memang susah ya. Kalau Yesus diberikan kesusahan tapi kesusahan itu untuk kebaikan kita ya, bukan sesuatu yang menderita atau menyulitkan diri kita, tetapi untuk membentuk karakter kita.

Saudara, saya akan akhiri khotbah ini dengan satu kalimat:ketika sesuatu terjadi dalam hidup kita dan kita diperhadapkan dengan pilhan taat Tuhan atau tidak, dan kondisi yang mengelilingi kita itu tidak mendukung kita, pilihannya apa? Apa yang menjadi pilihan kita? Taat atau abaikan? Mau melihat rencana Tuhan genap dalam hidup kita atau kita lebih memilih untuk melihat itu genap dalam kehidupan orang lain? Yang mana kita pilih? Saya harap kita memilih untuk rencana itu genap dalam kehidupan kita. Amin? Kok kayaknya susah ya? Memang susah, tetapi itu adalah sesuatu untuk kebaikan diri kita. Dan umat Tuhan, orang-orang yang kudus dan benar dalam Kitab Suci, semuanya lebih memilih untuk mentaati Tuhan dan melihat rencana Tuhan genap dalam kehidupan dia apa pun kondisi yang mengitari dia, bahkan itu sekalipun menolak diri dia atau tidak baik untuk diri dia, tapi mereka tetap memilih taat kepada Tuhan, menjadikan firman Tuhan terjadi dalam hidup dia. Kiranya Natal ini atau waktu mendekati Natal ini, itu boleh membuat kita merenungkan kembali bagaimana Tuhan sudah menggenapi rencanaNya, janjiNya, dan itu pun harus menjadi sesuatu yang kita hidupi dalam kehidupan kita sebagai orang percaya dalam Tuhan. Kiranya Tuhan boleh memberkati kita. Mari kita bersatu dalam doa.

Kami kembali bersyukur Bapa, untuk firman yang boleh Engkau beritakan bagi kami pagi hari ini, untuk satu teladan hidup daripada Yusuf yang begitu setia, begitu mau melihat rencana Tuhan genap dalam kehidupan dia. Kiranya Engkau juga boleh memimpin kehidupan kami dan memberikan atau mengaruniakan hati yang seperti hati Yusuf yang ingin melihat rencana Tuhan terjadi dalam kehidupan daripada diri kami. Tolong kami masing-masing, ya Bapa. Kiranya Natal boleh menjadi satu hari di mana kami menyatakan cinta kasih Tuhan, dan bukan hanya hari ini dan bulan ini saja, tetapi juga dalam kehidupan kami, sampai Tuhan memanggil kembali. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami bersyukur dan berdoa. Amin.

[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]

Comments