Doa dan Realita Hidup, 9 April 2017

Ef. 3:14-21

Pdt. Dawis Waiman, M.Div.

Saudara pada waktu kita berdoa, kepada Tuhan, apa yang menjadi fokus utama atau perhatian utama di dalam doa yang kita naikan kepada Tuhan Allah? Apakah pada waktu kita berdoa, mayoritas daripada doa kita itu mengabaikan hal-hal yang mengenai kebenaran yang ada pada diri kita atau khususnya mengenai kebenaran rohani yang ada di dalam kehidupan kita atau di dalam hati kita tersebut? Sebagai orang Kristen apa yang harus kita naikan di hadapan Tuhan?Bagaimana kita berdoa di hadapan Tuhan? Ada orang-orang atau Kristen yang baik kerohaniannya, mereka berkata, “pada waktu kita berdoa itu, doa menjadi satu indikator, satu status mengenai keadaan rohani kita itu sungguhnya seperti apa.” Jadi pada waktu kita berdoa kepada Tuhan Allah, kita akan bisa melihat sebenarnya kerohanian kita dalam kondisi yang baik, sehat atau sedang di dalam kondisi yang sakit, itu menjadi sesuatu yang begitu nyata dan begitu jelas sekali untuk kita bisa lihat, di dalam kehidupan doa kita. Tapi pada waktu saya berbicara mengenai satu status kondisi rohani ini, bagaimana keadaannya, sehat atau sakit, ini bukan bertujuan menguji, menilai, mendengar dan menghakimi apa yang menjadi kondisi kerohanian daripada orang lain, ketika kita mendengarkan doa mereka. Tapi mari kita sama-sama untuk melihat kondisi kerohanian kita sendiri seperti apa di hadapan Tuhan. Apakah kita baik atau tidak baik, sehat atau sedang sakit dalam kehidupan rohani kita.

Nah Saudara, saya ambil contoh seperti ini,jika seseorang itu berdoa, menggunakan buku doa misalnya, dalam doa-doa formal yang sudah dicatat atau di dalam doa Bapa Kami yang Tuhan sudah katakan. Saya bukan berkata ini tidak boleh, boleh sekali, tetapi kalau kehidupan kita hanya mementingkan hanya dengan membaca buku doa baru kita berdoa atau hanya menghafalkan doa formal, baru kita berdoa, kira-kira kondisi rohaninya gimana? Kemungkinan besar dia adalah orang yang memiliki satu rohani yang tidak bebas, tidak hidup, tidak aktif dan dia memiliki kondisi rohani yang formal atau bahkan mungkin sebenarnya mati, karena dia hanya bisa berdoa berdasarkan buku dan atau doa-doa yang dihafalkan di dalam pengajaran Kristen atau diajarkan di dalam gereja. Sebenarnya relasi pribadi dia dengan Tuhan, pergumulan dia, itu dia tidak bangun sama sekali. Misalnya yang lain adalah pada waktu kita berdoa, lalu kita mendengar atau kita berdoa menggunakan kata-kata yang indah, pengucapan yang puitis, sehingga kata-kata doa itu betul-betul menarik sekali untuk di dengar, kira-kira orang ini mementingkan apa? Hmm.. Saya juga bukan ngomong hatinya nggak baik, tetapi kemungkinan besar orang ini berdoa hanya memperhatikan faktor-faktor eksternal untuk diperhatikan oleh orang lain, di dalam dia berdoa. Jadi pada waktu berdoa apa yang kita katakan, apa yang kita utamakan apa yang menjadi fokus perhatian penekanan di dalam doa, itu mencerminkan apa yang menjadi keadaan atau kondisi rohani dalam kehidupan kita. Karena itu Saudara, pada waktu Saudara berdoa, apa yang menjadi penekanan daripada doa kita, atau doa Saudara? Apakah Saudara lebih fokus kepada ambisi Saudara pribadi? Apakah Saudara lebih fokus kepada kesehatan fisik Saudara, karena saat itu ada dalam satu pergumulan sakit misalnya? Apakah Saudara lebih fokus kepada apa yang menjadi cita-cita Saudara dan urusan-urusan pribadi Saudara? Atau Saudara fokus kepada apa yang menjadi kepentingan daripada Kerajaan Allah dan kepentingan dari pada keadaan status rohani Saudara dihadapan Tuhan itu seperti apa? Saudara, ini semua adalah hal-hal yang perlu kita perhatikan sebagai orang Kristen yang kehidupannya telah diperbaharui oleh Tuhan Allah melalui Roh Kudus.

Saudara, mayoritas waktu kita dihabiskan untuk berdoa atau diberikan untuk pokok doa apa di dalam kehidupan kita sebagai orang-orang Kristen? Paulus di dalam bagian doa-doa, kalau kita perhatikan, dia selalu memperhatikan bagaimana keadaan rohani daripada orang yang didoakan, orang Kristen. Bagaimana pertumbuhan rohani tersebut, bagaimana pengenalan mereka akan Tuhan Allah, bagaimana cinta kasih mereka yang mereka ada, yang ada di dalam Tuhan, bagaimana relasi mereka dengan Allah, bagaimana relasi cinta kasih mereka dengan sesama manusia, bagaimana mereka bisa hidup menikmati setiap hukum dan perintah Tuhan dalam hidup mereka, bagaimana mereka bisa menjalankan itu dan menyatakan cinta kasih itu kepada orang lain. Ini semua menjadi fokus daripada doa yang Paulus naikkan kepada Tuhan Allah. Karena itu pada waktu dia berdoa, yang menjadi perhatian Paulus, bukan hal-hal eksternal, tapi justru hal-hal internal yang ada di dalam hati seseorang atau kondisi rohani seseorang. Nah pada waktu kita berbicara seperti ini, lalu minggu lalu kita juga sudah membahas bahwa kondisi rohani internal tidak mempengaruhi kondisi eksternal fisik kita tetapi yang Tuhan lakukan adalah menggunakan kondisi eksternal atau fisik kita untuk membentuk kondisi rohani kita atau internal kita, pertanyaannya adalah apalah menjadi seorang Kristen itu adalah menjadi orang yang boleh mengabaikan, menyepelekan, tidak menganggap penting persoalan fisik dalam hidup kita, atau persoalan eksternal? Apakah menjadi seorang Kristen, ketika melihat saudaranya yang jatuh sakit atau di dalam satu pergumulan, karena yang dipentingkan adalah masalah rohani, maka yang kita katakan ketika kita berkunjung ke situ, ketika kita memperhatikan hanya masalah-masalah rohani saja dalam kehidupan orang itu tapi masalah fisik mereka, masalah kebutuhan dan pergumulan mereka, kesulitan yang mereka hadapi tidak menjadi perhatian kita karena itu bukan urusan yang penting? Atau karena itu adalah masalah rohani dalam hidup kita, maka yang menjadi penekanan itu adalah masalah rohani tetapi masalah fisik kita berbagian tetapi itu menjadi satu penghiburan umum, yang kosong, yang tidak sungguh-sungguh kita katakan, tetapi sebagai manusia dengan manusia ada baiknya kita bicara seperti itu?

Misalnya kita datang kepada sesorang dalam kesulitan, lalu kita ngomong apa? “Tenang, kamu pasti kuat, keadaan semuanya pasti akan baik-baik saja,” seperti itu? Itu menjadi fokus kita di dalam meng-konseling orang atau memberi penghiburan kepada seseorang atau bukan? Saya percaya sekali, kadang-kadang orang bisa menggunakan alasan ini,pengutamaan daripada hal internal menjadi satu pelarian daripada kenyataan realita kehidupan yang dia hadapi. Dia menjadikan hal-hal yang fisik, tanggung jawab dia di dalam dunia itu bukan satu persoalan yang harus dipikirkan, digumulkan dan dihadapi tetapi dia melarikan diri dari hal-hal yang rohani dan dia menjadi orang yang hidup tidak bertanggung jawab dalam kehidupan dia. Saudara saya lihat Alkitab ndak pernah mengajarkan hal ini bagi diri kita, pada waktu Alkitab berkata hal utama yang harus kita pikirkan adalah masalah rohani, bukan berarti hal fisik dan tanggungan kehidupan kita itu menjadi hal yang boleh kita sepelekan dalam kehidupan kita atau kita abaikan sama sekali daripada kehidupan kita. Misalnya ambil contoh seperti ini.

Di dalam Alkitab itu ada dikatakan di dalam Surat Tesalonika, pada waktu seseorang Kristen hidup di dalam satu kehidupan menantikan hari penghakiman Tuhan, dia mulai mengabaikan tanggung jawab dia dalam kehidupan lalu dia hanya hidup berdasarkan pemberian orang, dia tidak mau bekerja, karena katanya, “Saya fokus pada hal-hal rohani, memikirkan dan mendoakan kedatangan Kristus, menyiapkan batin saya di dalam Tuhan.” Paulus berkata kepada orang-orang Tesalonika,”Kalau seandainya ada orang yang malas untuk bekerja, lalu dia tidak mau mentaati apa yang menjadi pengajaran Firman Tuhan maka jauhkan orang itu daripada kamu.” Keras sekali, tetapi inilah yang menjadi pengajaran daripada Firman Tuhan bagi orang-orang Kristen. Saudara jangan tuntut satu kehidupan yang benar dari orang yang belum mengerti kebenaran, karena mereka tidak mungkin bisa menjalankan kebenaran itu. Tetapi pada waktu Saudara, atau orang-orang tersebut sudah masuk kedalam gereja dan di gereja di ajarkan satu kebenaran Firman, itu berarti orang-orang yang datang dalam gereja, mengerti kebenaran Firman Tuhan. Dan dia adalah orang-orang yang katanya sudah ditebus oleh Kristus dan dikaruniakan Roh Kudus dalam kehidupan dia, itu berarti dia harus memiliki satu kehidupan yang kudus dan tunduk kepada Firman Tuhan atau kehendak daripada Tuhan Allah dalam kehidupan dia. Pada waktu orang-orang yang datang dalam gereja hidup dalam dosa, tidak mau mempedulikan apa yang menjadi kebenaran Firman Tuhan, kita berhak untuk menegakkan disiplin bagi orang tersebut. Ini adalah salah satu fungsi gereja, karena gereja adalah kumpulan orang berdosa, tapi bukan kumpulan orang yang hidup di dalam dosa secara terus menerus dan hidup yang tidak bertanggung jawab dalam kehidupan mereka. Jadi Saudara, Alkitab berkata kalau ada orang tidak mau bekerja, malas-malasan, berpikir bahwa ketika dia menjalankan hal-hal rohani maka dia boleh mengesampingkan hal-hal duniawi, hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan hidup, keluarga dan yang lain-lain, maka di situ Paulus berkata orang itu lebih baik engkau singkirkan dan dia tidak makan sekalian, itu lebih baik. Jadi nggak usah tolong orang itu, biar dia berjuang dengan keadaan dia tersebut, kalau dia adalah seorang yang malas.

Di dalam Kitab Injil, Yesus juga pernah menegur orang-orang Farisi yang menggunakan alasan rohani untuk mengabaikan tanggung jawab sosial dengan sesama manusia. Pada waktu Yesus Kristus dan murid-murid itu makan tanpa mencuci tangan, orang-orang Farisi datang kepada Yesus Kristus lalu berkata, “Mengapa murid-murid tidak mencuci tangan?” Lalu Yesus berkata kepada mereka, “murid-murid tidak mencuci tangan, sekarang Aku tanya balik, kenapa engkau demi adat istiadatmu, engkau mengabaikan hukum Tuhan untuk menghormati orangtuamu, kenapa engkau berkata kalau aku sudah mempersembahkan korban kepada Tuhan, maka aku tidak lagi berkewajiban atau bertanggungjawab untuk memelihara kehidupan daripada orangtuamu itu?” Itu ndak bisa, jangan tekankan yang satu abaikan yang lain dalam kehidupan kita. Jadi ayat-ayat Alkitab mengajarkan kita dalam kehidupan ada hal rohani itu harus kita utamakan tapi bukan berarti kita boleh melarikan diri dari kehidupan realita dunia ini dengan mengalihkan itu kepada hal-hal rohani, lalu kita bisa berkata, “aku baik-baik saja, aku orang Kristen yang baik tetapi aku mengabaikan semua tanggung jawabku di dalam keluarga, di dalam gereja di dalam dunia, dalam dunia pekerjaan dan lain-lain, studi dan lain-lainnya.” Saudara, ini adalah hal yang tidak bisa kita lakukan di dalam kehidupan kita. Bahkan di dalam Surat Ibrani juga berkata, Tuhan memakai, mengganjar anak-anak-Nya yang Dia kasihi. Supaya apa? Dari situ kita bisa dikembalikan ke dalam jalur yang benar. Tetapi pada waktu ganjaran itu tiba, apakah itu menyenangkan? Ndak menyenangkan, itu adalah sesuatu yang menyedihkan, itu sesuatu yang membawa pada satu dukacita. Dan Alkitab mencatat, itu membawa kepada dukacita dan itu tidak menyenangkan sekali. Itu berarti, sebagai orang Kristen kita ndak bisa mengabaikan keadaan yang kita alami dalam kehidupan fisik kita, karena ini juga adalah satu kebenaran yang harus kita hidupi, satu kebenaran yangTuhan berikan dalam kehidupan kita sebagai orang-orang Kristen.

Dan Saudara, Alkitab ketika memberikan satu keadaan di dalam kehidupan kita yang tidak menyenangkan, Alkitab juga tidak pernah memberikan satu penghiburan, “Oh, ini hanya sementara waktu.” Memang penderitaan itu sementara waktu, karena kita hidup dalam dunia yang sementara, tapi yang menjadi maksud saya adalah, adakah Alkitab berkata, engkau akan menderita hanya sekian lama? Ada nggak? Kita kalau menghadapi kesulitan dan konsekuensi daripada kesalahan kita, tahu nggak berapa lama kita harus hadapi? Nggak tahu kan? Dan Tuhan nggak pernah kasih tahu. Tapi kita ingin kita tahu, biasanya seperti itu. Pada waktu kita menjalankan disiplin gereja juga, perlu nggak kita kasih tahu berapa lama disiplin itu ditegakkan? Perlu nggak? Nggak boleh, ya. Kenapa nggak boleh? Kalau boleh, dan harus, orang itu bisa mengatur hidup dia, kelakuan dia, sampai batas waktunya selesai, dia akan diterima lagi sebagai orang yang baik. Tetapi kalau itu tidak pernah diberi tahu, maka kita bisa melihat hati orang itu, kesungguhan pertobatan orang itu seperti apa. Nah Tuhan menggunakan cara ini untuk melihat konsistensi, ketekunan kita di dalam berelasi dengan Tuhan itu bagaimana, walaupun di dalam kesulitan yang kita alami.

Bahkan Alkitab mencatat, kadang-kadang Tuhan memberikan kesulitan itu dalam jangka waktu yang sangat lama, mungkin seumur hidup kita tapi kesulitan itu tidak pernah Tuhan cabut daripada kehidupan kita.Salah satu contoh itu adalah di dalam Mazmur 88, salah satu Mazmur ratapan, Doa pada waktu sakit payah. Saudara kalau perhatikan Mazmur ratapan, ada hal-hal yang khusus dan menarik, walaupun di tengah-tengah kesulitan yang mereka alami, di tengah-tengah pergumulan yang hebat, di tengah-tengah doa yang mereka naikkan kepada Tuhan, di akhir Mazmur biasanya ada pengharapan yang diutarakan kepada Tuhan Allah. Tetapi Saudara, Mazmur 88 ini beda sekali. Pada waktu Saudara membaca, Saudara akan menemukan, orang ini yang menulis Mazmur betul-betul dalam pergumulan yang hebat sekali, dia mengalami malapetaka dan memiliki kehidupan yang dekat dengan maut. Pada waktu dia mengalami malapetaka dan maut, Alkitab tidak berbicara mengenai malapetaka apa atau penyakit apa atau keadaan apa yang dia alami, tetapi yang kita tahu adalah dia sungguh-sungguh dalam kondisi yang sangat, sangat, sangat tidak baik dalam kehidupan dia. Mungkin itu karena penyakit, mungkin itu karena satu kehilangan orang yang dikasihi, mungkin itu karena penganiayaan yang dialami atau apa yang lain, mungkin itu semua bisa dialami tapi Alkitab tidak kata. Alkitab hanya bilang, dia sangat malang, dan dia sangat menderita sekali. Betul-betul hebat, bahkan sampai teman-temannya yang dekat itu meninggalkan diri dia. Bahkan sampai dia sendiri mengira bahwa Allah telah meninggalkan diri dia, karena dia tidak mengalami satu perubahan keadaan di dalam kehidupan dia. Dan kalau Saudara perhatikan, sampai akhir daripada Mazmur, ayat 19, adakah pengharapan yang dia naikkan kepada Tuhan? Tidak ada. Mazmur 88 ditutup dengan kalimat, “Telah Kaujauhkan dari padaku sahabat dan teman, kenalan-kenalanku adalah kegelapan.” Saudara, berapa lama pemazmur ini mengalami hal ini? Kita tidak tahu, tapi yang pasti, kalau mungkin dia tulis Mazmur itu dari awal dia penderitaan dia ngomong, “Ya Tuhan, Allah yang menyelamatkan aku, siang hari aku berseru-seru, menghadap engkau,” sampai akhir dalam pergumulan dia, dia menulis ayat 19, mungkin seperti itu ya, dia tetep tidak mendapatkan jawaban Tuhan lho terhadap keadaan dia. Dan tidak ada jalan keluar daripada kondisi dia yang sulit itu, menderita itu. Dan dia tutup begitu saja.

Kita tidak tahu bagaimana nasib orang ini, tetapi ada dua hal yang kita bisa ketahui daripada Mazmur 88: apakah orang ini kehilangan iman di dalam kesulitan dan penderitaan yang dialami? Apakah dia kemudian meninggalkan Tuhan di dalam keadaan seperti ini? Kalau kita perhatikan ayat 7 kemudian ayat 2, ayat 2,7,10, dan 14, Saudara akan mendapatkan secara implisit, orang ini tidak pernah kecewa dengan Tuhan dan tidak pernah meninggalkan Tuhan. Dia terus datang kepada Tuhan dan berseru kepada Tuhan. Itu berarti apa? Di tengah-tengah kesulitan, di dalam tengah-tengah kesengsaraan yang dia alami, dia tahu itu bersumber dari Tuhan. Tapi pada waktu dia tahu itu bersumber dari Tuhan dia tidak menjadi kecewa dan lari, tapi dia justru mendekatkan diri dia kepada Tuhan dan terus berharap kepada Tuhan. Tadi ayat 2 kita baca, dia berdoa kepada Tuhan. Ayat 7 dia berkata, “Telah Kau taruh aku dalam liang kubur yang paling bawah, dalam kegelapan, dalam tempat yang dalam.” Tapi ayat 10 dia berdoa, “mataku merasa merana karena sengsara. Aku telah berseru kepada-Mu, ya Tuhan, sepanjang hari, telah mengulurkan tanganku kepadamu.” Ayat 14, “Tetapi aku ini, Ya Tuhan, kepadamu aku berteriak minta tolong, dan pada waktu pagi doaku datang ke hadapanmu.” Tetapi di ayat 19 atau di dalam ayat 17-19 dia berkata, “kehangatan murka-Mu menimpa aku, kedahsyatan-Mu membungkamkan aku, mengelilingi aku seperti air banjir sepanjang hari, mengepung aku serentak. Telah Kaujauhkan dari padaku sahabatku dan teman-teman, kenalan-kenalanku adalah kegelapan.” Saudara, maksudnya apa? Orang percaya pada waktu dia ada di dalam iman kepada Allah yang sejati di dalam Kristus, penderitaan dan kesulitan tidak mungkin menghilangkan iman dia. Dan yang kita perlu lakukan adalah justru mendekatkan diri kepada Tuhan Allah, bukan menjauhkan diri daripada Tuhan Allah. Tetapi pada waktu kita mendekatkan diri kepada Tuhan Allah sebagai orang yang beriman kepada Tuhan Allah, iman yang sejati yang kita miliki tidak harus memberikan hasil yang keluar yang baik sesuai dengan apa yang kita inginkan. Pada waktu kita berdoa meminta kepada Tuhan segala sesuatu untuk kebaikan kehidupan kita, perubahan daripada keadaan kita, hasil keluarnya mungkin kita tidak ada pengharapan itu. Hasil keluarnya di dalam daripada doa itu mungkin kita masih di dalam satu kebingungan, satu ketidakjelasan, satu penderitaan, satu keadaan yang tidak tahu apakah kita akan keluar daripada keadaan itu atau tidak. Tapi pada waktu kita alami ini semua, dan orang Kristen lain alami ini, jangan langsung menghakimi, dia pasti tidak beriman kepada Tuhan Allah. Karena apa? Keadaannya tidak berubah. Mazmur 88 berkata, dia orang percaya, dia tetap berharap kepada Tuhan, walaupun keadaannya tidak berubah dan dia sendiri mungkin kehilangan pengharapan untuk perubahan keadaannya, tetapi dia tidak pernah kehilangan imannya kepada Tuhan Allah. Jadi iman yang sejati itu belum tentu disertai dengan perubahan keadaan di luar. Belum tentu harus disertai dengan adanya satu pengharapan yang pasti akan keadaan yang berubah dalam kehidupan kita.

Tadi saya ada kutip, kadang-kadang kalau orang datang, kita suka menggunakan istilah-istilah umum dalam kita penghiburan kita, “Ndak apa-apa, yang sabar ya, semuanya pasti akan berlalu. Semuanya akan baik-baik.” Mungkin ada orang seperti ini, walaupun ndak semua mungkin. Tetapi, Mazmur 88 bilang, keadaannya berubah nggak? Keadaannya membaik nggak? Nggak. Lalu penghiburan kita menjadi kosong. Saudara, saya lihat Alkitab kita itu mengajarkan satu realita yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Bahkan anak-anak Tuhan pun bisa mengalami hal ini dalam kehidupan kita mengikut Tuhan. Dan Alkitab ndak pernah mengajarkan, ketika kita menjadi orang Kristen, maka keadaan kita menjadi sesuatu keadaan yang baik, menjadi suatu keadaan yang  mudah karena kita adalah anak Tuhan. Orang-orang mungkin kadang berpikir“kalau saya jadi anak Allah, Bapaku adalah Allah, aku juga adalah anak Raja,” itu salah teologi ya, “maka kehidupan segala sesuatu menjadi baik. Karena apa? Bapaku Allah, dan Bapaku adalah Raja. Coba anak Presiden, semuanya lancar kan? Orang mau ganggu pun mungkin sungkan, dia akan perlancar segala sesuatu. Fasilitas dimiliki semuanya.” Tapi Alkitab tidak pernah bilang pada waktu kita menjadi anak Allah maka semua fasilitas yang enak, nyaman untuk kedagingan kita itu akan terbuka lebar. Semua fasilitas untuk kerohanian kita, Alkitab janjikan, kita telah miliki dan kita pasti miliki itu. Tetapi fasiliitas bersifat daging, kesenangan fisik, kenyamanan hidup, Alkitab ndak pernah janjikan. Kalau Saudara datang kepada Tuhan dengan harapan Tuhan memberikan fasilitas itu dalam hidup Saudara, mungkin Saudara perlu pikir ulang untuk mencari Tuhan Yesus, karena salah Tuhan. Tuhan kita tidak pernah mengajarkan hal ini dalam kehidupan kita. Dan memang di dalam pemberitaan Yesus Kristus sendiri, bahkan, Yesus berkata kalau kita adalah anak Tuhan, kita pasti mengalami penderitaan dalam kehidupan kita. Coba buka Yohanes 16:33, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” Dalam dunia, kita sebagai anak Tuhan akan apa? Alami penganiayaan.Coba buka Kisah Para Rasul 14:22, “Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara.” Kalau mau masuk  Kerajaan Allah bagaimana? Harus alami banyak sengsara. Satu lagi, ayat yang pernah kita buka dari 2 Timotius 3:12, “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.”

Nah, pertanyaannya Saudara, ini realita kehidupan orang Kristen atau bukan? Realita. Kita pasti alami aniaya? Pasti. Apakah ini hanya sekedar rhema bagi orang-orang seperti Paulus, Petrus, Listra, Ikonium, Anthiokia, Timotius dan orang Reformed? Saya itu kadang makan hati, kesel, mau ketawa, aneh, lucu tapi juga sedih, kadang bicara dengan orang-orang Kristen tertentu, dia bilang, “rhema gereja kitakan beda-beda, ada rhema gereja yang mengatakan hidup yang diberkati, dan tidak ada masalah, ada rhema yang mengajarkan hidup menderita, sangkal diri, pikul salib dan mengikut Tuhan. Kalau orang Reformed rhema-nya sangkal diri, pikul salib, ikut Tuhan, jadi kalau mau menderita datang ke gereja Reformed, kalau mau diberkati datang ke gereja yang lain.” Saudara, ayat ini bilang, kalau kita mau menggunakan istilah ‘rhema,’rhema untuk menderita, aniaya, penolakan, fitnah, dicela, penderitaan, dan yang lain-lain, itu adalah rhema untuk semua orang Kristen, bukan untuk orang kelompok Kristen tertentu saja.Bahkan di dalam khotbah dibukit, dalam ucapan bahagia, Yesus berkata pada waktu kita sungguh-sungguh menjalankan hidup sebagai orang percaya menurut standar Sorga, kita ndak mungkin tidak mengalami penderitaan, pasti alami penderitaan.Dan pada waktu kita mengalami penderitaan, sikap kita bagaimana? Yesus berkata, “berbahagialah engkau yang menderita karena kebenaran dan karena Aku.” Itu adalah hal yang tidak mungkin kita bisa lari dari padanya atau menghindarkan diri dari padanya. Justru Tuhan memakai kita untuk penderitaan karena nama-Nya dan kebenaran sebagai satu anugerah untuk memberitahu kita, kita sungguh-sungguh adalah anak Allah; atau tanda anugerah kita adalah anak Allah karena kita menderita di dalam kebenaran dan di dalam Yesus Kristus.

Jadi, Saudara, sekali lagi saya katakan, sebagai orang Kristen, pada waktu kita menjadi Kristen, Alkitab tidak pernah berkata hidup kita langsung spontan mengalami suatu mukjizat yang luar biasa, suatu perubahan hidup yang luar biasa ;dari miskin menjadi kaya, dari menderita menjadi tidak menderita, dari sakit menjadi sembuh, dari ditolak menjadi diterima orang. Kalau kita alami itu mungkin justru kita bukan anak Tuhan, karena apa? Kita diterima oleh semua orang dan kita mendapatkan semua fasilitas kenyamanan hidup karena kita dibukakan jalan untuk bisa menikmati dunia ini. Kita bukan dari dunia, kita adalah dari Allah secara rohani. Kita memang terlahir di dalam dunia, tapi kita dikeluarkan dari dunia untuk kembali kepada dunia dan menjadi saksi bagi dunia mengenai kehidupan yang ada dalam terang Tuhan atau sebagai anak-anak Tuhan dalam kehidupan kita. Saudara, selama ada dosa dalam dunia ini, jangan harap orang yang hidup dalam kebenaran dan terang bisa hidup dengan nyaman. Saya ulangi ya, selama ada dosa dan kejahatan dalam dunia ini akibat dosa, jangan pernah berharap hidup sebagai anak Tuhan bisa hidup dalam kenyamanan, ketenangan, kelancaran dan tidak ada masalah, pasti ada masalah, karena orang-orang dunia tidak menghendaki kebenaran dan terang, mereka tidak nyaman dengan itu semua.Makanya Tuhan kita yang adalah Allah yang sempurna di dalam kekudusan dan kesucian ketika datang ke dalam dunia bukan diterima tetapi ditolak. Nah, kalau kita memiliki Roh Allah, kita pun akan memiliki penolakan yang sama seperti halnya Kristus, Tuhan kita itu ditolak dari keadaan-Nya, ketika Dia datang ke dalam dunia ini. Karena itu, Saudara, sekali lagi, penderitaan itu sesuatu yang tidak ada bagi anak-anak Tuhan? Alkitab bilang tidak, realitanya pasti ada.Lalu penderitaan itu adalah suatu penderitaan yang kenapa kita alami? Untuk menjadi suatu penguji atau bukti kita anak Tuhan atau bukan, dalam kehidupan kita kalau kita mentaati Tuhan atau istilah lainnya adalah untuk membentuk kerohanian kita di hadapan Tuhan, supaya kita senantiasa bergantung kepada Tuhan.

Nah, di dalam keadaan ini ada suatu hal yang saya mau katakan, sebagai anak Tuhan, pada waktu kita melihat dunia, sikap kita bagaimana? Pada waktu kita diajarkan “dunia ini penuh dengan penderitaan, dunia ini penuh kesulitan, sebagai anak-anak Tuhan kita pasti alami itu semua,” sikap kita bagaimana? Apakah kita adalah orang yang pesimis? Pesimis tahu ya, orang yang lihat keadaan, segala sesuatunya negatif, jelek, gak ada yang baik, begitu orang pesimis.Lalu kalau kita lihat dunia penuh dosa, dunia sepertinya tidak ada harapan, bagi orang percaya kita hidupnya menderita karena Kristusnya menderita, jadi dalam pikiran kita, kita adalah orang-orang yang menderita, begitu? Saudara, kita jangan cari-cari penderitaan, karena Alkitab juga bilang “Penderitaan itu bukan sesuatu yang baik.” Tetapi, apakah kita menjadi orang yang pesimis ketika kita pikir dunia ini bukan sesuatu dunia yang baik bagi orang percaya? Pesimis nggak? Saya bilang kita bukan orang-orang yang pesimis ya, tetapi kita adalah orang-orang yang optimis. Melihat fakta, realita yang sesungguhnya, itu tidak menjadikan orang itu pesimis, tetapi respon terhadap realita atau fakta yang kita lihat yang membuat seseorang itu mungkin mundur, tidak punya pengharapan untuk maju atau mengubah keadaan itu orang yang pesimis. Misalnya, ambil contoh kalau Saudara datang kuliah, lalu kuliah Saudara mungkin ketinggalan pelajaran karena Saudara sakit, banyak pelajaran yang tidak dipelajari, dan pelajaran itu sulit sekali, kira-kira Saudara masih punya semangat untuk melanjutkan dan memperoleh nilai yang baik atau saudara “yah, sudahlah, jalankan saja apa adanya,” karena apa? “Ini sudah, aku nda bisa, lalu yah, sudahlah dapat nilai kecil pun nda apa-apa,” yang mana? Atau Saudara lihat suatu kesulitan di depan, lalu akhirnya, karena itu sudah semuanya terbayang susah, susah, susah, akhirnya saya nda usah lakukan apa punlah dalam hidup ini, kenapa? Ujungnya sudah pasti kok, susah! Gimana? Kalau kita melakukan itu, maka kita adalah orang yang pesimis, tapi Alkitab mengajak kita melihat walaupun kita tahu realitanya susah, tetapi ada Allah yang baik, Allah yang memlihara selalu, Allah yang memimpin kehidupan untuk menuju pada sesuatu yang baik.Itu bukan pesimis, itu optimis. Kalau Saudara percaya kepada Allah, justru Allah menggunakan penderitaan, dan kesusahan, dan realita yang di depan untuk kita bisa lihat bagaimana Allah kerja dan memelihara hidup kita dan masih ada sesuatu yang bagi anak-anak Allah dalam dunia ini, itu dari iman kita kepada Tuhan Allah.

Saudara, kalau Saudara punya iman yang benar kepada Allah yang benar, Saudara pasti jadi orang yang optimis dan bukan orang pesimis. Tapi optimisme itu bukan digantungkan kepada kekuatan dan kemampuan diri, tapi digantungkan pada kuasa Allah dan kebaikan Allah dalam kehidupan kita sebagai orang percaya. Saudara, Alkitab membawa kita untuk melihat realita hidup, secara sesungguhnya. Alkitab tidak mengajak kita untuk ketika melihat realita hidup lalu melarikan diri dan tidak berani menghadapi realita itu, tetapi kita diajak untuk bisa menghadapi realita itu bergumul melawan realita itu, dan menang atas realita itu. Menang atas realita, keluar sebagai seorang pemenang dalam hidup kita, kita suka mendengar kalimat inikan, “menjadi seorang pemenang.” Maksudnya menjadi seorang pemenang itu apa? Apakah menjadi seorang pemenang berarti “saya hidup, menang, nda ada masalah lagi karena semua masalah berhasil saya taklukkan dan singkirkan dari pada hidup saya”? Saya bilang, bukan. Menjadi seorang pemenang adalah menang terhadap masalah-masalah yang kita miliki dalam kehidupan kita, masalah tetap ada, tetapi kita tidak pernah dikuasai oleh masalah itu, membuat kita akhirnya terpuruk dan jatuh dan kehilangan pengharapan dalam kehidupan kita kepada Tuhan, itu artinya kita menjadi seorang pemenang.

Nah, sekarang saya lanjutkan. Kalau begitu apa yang harus kita perhatikan dalam doa? Paulus bilang coba perhatikan rohani kita, tapi Paulus juga bilang, karena itu dia tidak memberikan metode-metode , cara-cara tertentu di dalam penyelesaian masalah. Saudara pernah tidak lihat Alkitab, baca, kalau ada misalnya kasus rumah tangga, maka cara penyelesaiannya bagaimana? Satu: kawin dengan orang seiman; dua: kalau kamu kawin dengan orang seiman maka kamu tidak ada masalah, begitu? Semua keluarga Kristen yang sama-sama takut akan Tuhan pasti akan ngomong, “Itu omong kosong,” karena semua keluarga Kristen yang terdiri dari suami-istri yang sungguh-sungguh takut akan Tuhan pasti ada masalah. Nah Alkitab tidak pernah berkata solusi masalah keluarga Kristen adalah nikah dengan orang Kristen, itu janji kosong. Atau saya tanya aja ya, Bapak-Ibu yang sudah menikah dan yang belum menikah, kira-kira kalau ingin menikah harapan di dalam pernikahan itu apa yang pertama? Kelanggengan pernikahan? Berarti sampai kematian memisahkan, gitu ya? OK yang lain apa? Apa yang diharapkan dalam pernikahan? Ayo laki-laki dan perempuan muda. Punya anak? Hidup bahagia, gitu ya? Yang sudah menikah, bahagia nggak dengan pernikahannya? Mungkin nggak semua bahagia. Kecewa nggak dengan pernikahannya? Ada yang kecewa. Kalau Saudara jadikan tujuan utama pernikahan adalah kebahagiaan, saya nggak heran kalau banyak pernikahan yang penuh dengan kekecewaan dan akhirnya perceraian. Karena apa? Kebahagiaan nggak dicapai. Makanya ada seorang yang menulis buku “Sacred Marriage” itu berkata, “Saat waktu kita menikah, seharusnya yang menjadi tujuan utama pernikahan kita adalah memuliakan Tuhan dan menjadikan pasangan kita sebagai pembentuk karakter kita dan iman kita, atau tujuan utamanya adalah menderita bagi Tuhan.” Mau nggak punya pernikahan seperti ini? Tujuan utamanya menderita bagi Tuhan. Saya pikir-pikir aneh ya, saya pingin bahagia dalam pernikahan bukannya menderita dalam pernikahan. Tapi Saudara, kalau Saudara punya konsep bahagia di awal, pasti pernikahan kacau. Tapi kalau Saudara punya konsep menderita bagi Tuhan melalui pasangan pernikahan kita, Saudara punya pernikahan pasti bahagia. Karena yang kita cari bukan kebahagiaan menurut versi kita tetapi kebahagiaan menurut versi Tuhan itu seperti apa, dan itu perlu dibangun di dalam kehidupan pernikahan.

Tuhan ndak pernah kasih metode, Tuhan nggak kasih cara-cara, kenapa begitu? Karena cara-cara dan metode itu hanya berkaitan dengan kelakuan eksternal, perhatian luar, sedangkan masalah di dalam kehidupan manusia itu adalah masalah internal, rohani, atau hati manusia. Sehingga kalau kita menggunakan metode atau cara tertentu, seringkali yang kita hadapi kebaikan, penyelesaian masalah, atau memperumit masalah? Siapa pernah punya masalah lalu berusaha untuk selesaikan masalah itu sampai tuntas? Mungkin pernah coba ya, hasilnya selesai nggak masalahnya? Nggak. Kadang-kadang kita harus biarkan waktu yang menyelesaikan masalah, kenapa? Karena masalah itu bukan suatu hal yang bisa selesai dengan cara-cara, tahapan 1-2-3-4-5-6, masalah itu ada dalam hati manusia, itu berkaitan dengan ego manusia, kekerasan hati manusia, dosa yang dimiliki oleh manusia, yang bisa menghadapi itu adalah Tuhan dan bukan manusia. Nah Saudara, ini membuat Paulus dan semua penulis yang lain tidak pernah memfokuskan pada metode tetapi mengajak kita memperhatikan Tuhan Allah dan bergumul di hadapan Tuhan Allah. Karena itu doa pertama Paulus ketika seseorang menjadi Kristen dan untuk bisa hidup sebagai orang Kristen adalah: Tuhan menguatkan hati kita, Tuhan menguatkan batin kita dan meneguhkan batin kita sesuai dengan kekayaan kemuliaanNya oleh Roh-Nya, itu yang perlu kita lakukan. Saudara, Tuhan gunakan keadaan, situasi dan bahkan waktu untuk membentuk yang ada di dalam hati. Sekarang saya mau tanya, lebih enak dibentuk hati atau dibentuk eksternal? Lebih cepat yang mana pembentukannya? Eksternal lebih cepat dan lebih mudah seringkali. Makanya kalau Saudara ada masalah, Saudara pergi ke psikolog mungkin cepat sekali masalahnya selesai dan bisa selesai. Tapi Saudara datang ke pendeta belum tentu selesai lho masalahnya. Maksudnya selesai sih tapi nggak secepat itu, mungkin kalau ke psikolog 2-3 kali sesi atau seminggu mungkin selesai, pendeta mungkin sebulan atau bahkan seumur hidup masih bergumul dalam masalah itu. Tapi Saudara, saya mau ajak kita lihat, kalau kita fokus pada masalah eksternal bukan berarti masalah kita tidak selesai, bisa selesai tetapi tidak tuntas. Mungkin cepat dan selesai tetapi tidak pernah menyelesaikan akar masalah. Tetapi kalau Saudara datang kepada Tuhan dan bergumul di hadapan Tuhan, Saudara punya masalah mungkin tidak terlalu cepat berubah tetapi pasti berubah, tetapi perubahan itu tuntas dari dalam hati dimana persoalan dosa itu diselesaikan di dalam Kristus. Nah itu membuat kita sungguh-sungguh semakin dikikis di dalam dosa, di dalam keegoisan kita, ke-aku-an kita yang begitu besar untuk menundukkan diri di bawah kehendak dari pada Tuhan Allah. Itu tujuan dari pergumulan yang Tuhan izinkan terjadi dalam kehidupan kita dan tidak diberikan satu metode apapun untuk kita bisa menyelesaikan masalah kita. Makanya mungkin itu yang membuat banyak orang Kristen ada masalah ya, karena nggak tahu cara solusinya itu seperti apa dan cara menghadapinya itu bagaimana dalam hidup kita.

Nah Saudara, di dalam pergumulan ini kita butuh apa di dalam doa? Satu hal yang utama adalah ketekunan. Waktu kita fokus kepada masalah batin kita butuh doa yang tekun, pendekatan diri yang tekun yang tidak jemu-jemu dan tidak putus, itu yang harus kita lakukan. Tuhan Yesus berikan 2 perumpamaan mengenai hal ini. Pertama adalah dari seorang janda yang menuntut keadilan dari seorang hakim yang tidak takut Tuhan dan tidak peduli dengan manusia. Lalu apa yang janda ini lakukan? Dia datang hari ini ke hakim, dia nggak didengar, dia pulang. Besok dia datang lagi ke hakim ini minta keadilan lagi, nggak didengar, dia pulang. Besok dia datang lagi ke hakim ini minta keadilan, atau minggu depannya dia datang lagi minta keadilan, pokoknya sebelum dia dapat dia terus datang kepada hakim ini untuk minta keadilan itu. Alkitab berkata bagaimana, dia dapat tidak? Dia dapat. Lalu yang kedua adalah pada waktu ada tetangga lalu kemudian ada keluarga dari jauh datang ke rumah kita misalnya, dan saudara kita itu datang ke rumah kita tiba itu tengah malam, dia lapar, capek, lelah, kita perlu suguhin sesuatu tetapi kita ndak punya makanan di rumah. Lalu apa yang dilakukan? Yesus berkata kita kemudian pergi ke tetangga kita lalu menggedor pintu rumah dari pada tetangga kita untuk meminta roti. Dia dapat nggak roti itu? Dapat. Tahu kan perumpamaan ini atau perlu kita buka? Nggak usah ya, nanti cari sendiri ya. Dia dapat roti itu, saya percaya ini juga adalah bicara mengenai ketekunan. Orang yang sudah tidur nyenyak, tengah malam, bagaimana kira-kira gedor rumah dia? Pasti teriak-teriak kuat atau ketoknya kuat sekali, “Bangun! Bangun! Tolong saya butuh sesuatu.” Baru dia bisa bangun dan memberikan. Pada waktu dia bangun dalam kondisi ini apakah dia tidak memberikan? Dia pasti memberikan, Yesus berkata. Pertanyaannya, apa yang membuat hakim ini memberikan keadilan bagi janda ini? Apa yang membuat tetangga itu memberikan roti itu kepada kita, yang menggambarkan doa? Apa yang membuat Tuhan menjawab doa kita? Ketekunan membuat Tuhan menjawab doa kita, setuju nggak? Oh jadi kalau kita doa sekali-dua kali Tuhan nggak jawab, Oh mungkin saya kurang berdoa gitu ya? Kurang rajin, maka saya doa lebih rajin lagi, kalau dulu seminggu sekali sekarang seminggu dua kali. Eh Tuhan belum jawab, kalau gitu seminggu tiga kali. Tuhan belum jawab, seminggu lima kali. Tuhan belum jawab, seminggu tujuh kali, gitu ya? Masih belum jawab, puasa minta kepada Tuhan, begitu? Lalu Tuhan akan jawab karena Alkitab mengajarkan seperti itu? Yesus sendiri mengajarkan seperti itu? Nggak.

Saudara jangan pikir ketekunan itu bisa mengubah Tuhan untuk mengikuti apa yang kita inginkan. Ayat-ayat perikop itu, yang saya kutip, bukan bertujuan untuk mengajarkan ketekunanku bisa mengubah kehendak Tuhan untuk mengikuti apa yang aku inginkan. Dasarnya apa? Saudara kalau buka Matius 7:7-11, di ayat 7 bilang apa? “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Minta, cari, ketok itu adalah satu cara untuk menggambarkan intensitas dari suatu kegiatan, aktivitas. Saya mulainya ngomong, akhirnya saya mengambil tindakan untuk mencari, lalu saya mengambil tindakan lebih jauh lagi untuk mengetok. Itu adalah gambaran dari seseorang yang berdoa harus dengan tekun kepada Tuhan Allah. Tetapi pada waktu dia berdoa dengan tekun kepada Tuhan Allah, jawabannya bagaimana? Ayat 11, “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”Pasti dapat? Ketekunan pasti membuat Tuhan menjawab doa kita? Iya? Sesuai dengan keinginan kita? Tidak. Kalau doa kita yang tekun itu lalu Tuhan lihat, ‘Ini baik.’ Kita akan dapatkan apa yang kita doakan. Tapi kalau kita berdoa dengan tekun, Tuhan lihat, ‘Ini nggak baik.’ Dapat nggak? Tuhan akan kasih yang baik untuk kita tetapi bukan sesuai yang kita inginkan. Atau istilahnya, kita tidak mendapat apa yang kita inginkan, kalau yang kita minta itu tidak sesuai dengan apa yang Tuhan pandang baik. Itu yang akan kita alami. Tuhan tidak pernah terganggu oleh ketekunan kita di dalam berdoa seperti hakim yang jahat itu, ataupun tetangga yang dimintai roti itu. Tuhan tidak pernah terganggu. Tapi justru Tuhan senang kita berdoa kepada dia. Nanti saya kasih tahu kenapa Tuhan senang. Tetapi satu sisi, saya mau bilang, ketekunan tidak pernah membuat Tuhan terganggu akhirnya Dia ngerasa, ‘Ah risih ya, sudahlah Saya penuhin saja daripada dia terus pusingin telinga saya, rengek-rengek kepada saya.’ Seperti itu? Tidak. Makanya di dalam Chronicles of Narnia, C.S. Lewis ketika berbicara mengenai Singa Yehuda itu, dia bilang, “Dia bukan seekor singa yang jinak atau penurut.” Saudara jangan kira kita bisa menjinakkan Tuhan atau membuat Tuhan turut kepada diri kita. Kalau Tuhan nurut pada diri kita, dia bukan Tuhan pastinya. Ya? Dia pasti adalah hamba kita, pembantu kita yang nurut sama kita. Tapi kita adalah hamba Tuhan bukan Tuhan hamba kita. Sehingga yang perlu menurut itu adalah kita menurut kepada Tuhan dan bukan Tuhan yang menurut kepada diri kita.

Jadi, pertanyaannya, tujuan doa yang terus menerus untuk apa? Kita doa terus-terus, Tuhan tidak berubah. Kita doa minta sesuatu, kalau itu sesuai keinginan Tuhan, baru diberi, nggak sesuai dengan keinginan Tuhan, tidak diberi. Kita perlu doa terus-menerus? Perlu. Kenapa kita perlu doa terus-menerus? Jangan ngomong karena perintah Tuhan, ya? Kita tahu itu perintah Tuhan. Supaya tahu jawaban Tuhan? Apa yang mau Tuhan, gitu ya, dalam hidup kita? Tuhan gunakan itu untuk ketekunan ya? melalui ketekunan kita. Kalau kita nggak tekun, kita nggak tahu jawaban Tuhan bagi kita apa, gitu? Yang di belakang? Membuat/membangun relasi dengan Tuhan. Maksudnya apa membangun relasi dengan Tuhan? Supaya kita mengetahui kehendak Tuhan dan Tuhan mengetahui diri kita? Kita mengetahui kehendak Tuhan – mungkin oke. Tapi Tuhan sudah tahu diri kita. Kita mungkin belum tahu diri kita sehingga kita perlu doa dengan tekun untuk mengetahui diri kita itu seperti apa. Saya pikir ada faktor itu ya. Kita doa dengan tekun, supaya apa? Dari situ kita belajar bergantung kepada Tuhan. Tuhan gunakan penderitaan supaya kita bertekun di dalam doa. Kenapa kita diberikan penderitaan supaya bertekun dalam doa? Karena kalau kita tidak dikasih penderitaan, kita lupa Tuhan. Makanya Tuhan seringkali kasih penderitaan dalam hidup kita supaya kita ingat Dia dan kita terus berharap sama Dia. Lalu pada waktu kita berharap kepada dia, kita belajar untuk menundukkan diri kita dan keinginan kita di bawah keinginan Tuhan Allah, bukan membuat Tuhan Allah tunduk pada keinginan kita dan diri kita. Itu tujuannya di dalam kita perlu bertekun di dalam berdoa. Kita minta Tuhan memberkati kita di dalam ketekunan itu, tetapi berkat apa yang kita harapkan Tuhan berikan dalam hidup kita? Ayo berkat apa?

Saudara, tekun sekali doa, mungkin belajar tekun ya? Ingin berkat, kan? Berkat apa yang Saudara inginkan Tuhan berikan? Salah satu berkat yang besar, yang paling besar dari doa, itu adalah menjadikan Tuhan itu Tuhan dalam hidup kita. Kok bisa begitu? Saya ambil contoh kaya gini, dari ilustrasi Yakub. Pada waktu Yakub bergumul dengan Allah, dalam pergumulan itu dia akhirnya berdoa. Waktu dia pulang dari rumah Laban menuju ke tanah Kanaan, lalu di situ dia dengar Esau datang menyambut diri dia, dia ketakutan kan? Dia kasih rombongan-rombongan keluarga dia untuk jalan di depan dia terlebih dahulu. Sampai akhirnya dia yang paling belakang, cari aman sendiri. Lalu pada waktu dia melewati malam itu, datanglah seorang yang bergulat dengan Yakub. Sampai ketika menjelang Fajar, mendadak orang ini memukul pangkal paha daripada Yakub sehingga terpelecok. Istilah Bahasa aslinya itu bukan memukul tapi menyentuh pangkal paha itu langsung terpelecok, itu kuasa yang besar sekali, tenaga yang kuat sekali. Lalu pada waktu Yakub menyadari dia sudah terpelecok, dia lakukan apa? Dia pegang Tuhan kuat-kuat, dia tidak biarkan Tuhan pergi lalu dia minta Tuhan memberkati dia terlebih dahulu, kan? Tahu ya cerita ini? Maknanya apa peristiwa ini?Di dalam pergumulan kita dengan Tuhan, termasuk di dalamnya ketika kita berdoa, bergumul di dalam berdoa, pasti ada harga yang harus kita bayar. Jangan pikir doa itu akan membawa keuntungan bagi diri kita tanpa ada pengorbanan atau harga apapun untuk kita bayar. Tapi justru ketika kita bertekun dalam doa, Tuhan akan menuntut harga tertentu dari diri kita yang harus kita bayar. Lalu harganya apa? Harganya itu, kalau dari peristiwa Yakub kita mengerti, harga itu adalah hal yang paling kita akui penting dalam hidup kita, yang jauh lebih penting daripada Tuhan Allah. Yakub kenapa pangkal pahanya yang dipelecok? Karena dia seorang pencuri. Kalau seorang pencuri, kekuatan dia ada di kaki, untuk melarikan diri daripada orang yang dia curi. Lalu sekarang Tuhan pukul kakinya itu, sehingga dia tidak bisa lari lagi. Lalu bagaimana? Mau nggak mau, dia harus tinggalkan profesi dia sebagai pencuri dan kembali kepada Tuhan.

Saudara, pada waktu kita bertekun dalam bergumul di doa kita, siapkan hati bukan hanya untuk menundukkan diri pada kehendak Tuhan saja, tapi siapkan hati untuk sakit menerima pembentukan Tuhan. Dan sakit itu adalah berkaitan dengan Tuhan sedang membuang berhala yang ada di dalam hati kita. Makanya, orang yang sungguh-sungguh berdoa, maka dia akan menjadikan Tuhan adalah Tuhan satu-satunya di dalam kehidupan dia, tidak ada allah lain dalam hidup dia, itu adalah hasil dari ketekunan kita di dalam berdoa kepada Tuhan Allah.Dan ini juga membuat pada waktu kita berdoa, maka kita menjadikan Tuhan sebagai pusat di dalam kehidupan kita. Artinya adalah, kita menempatkan Tuhan di tempat yang seharusnya Tuhan berada. Dan kalau Saudara lakukan itu, saya percaya, kehidupan Saudara yang lain akan menjadi baik. Tetapi bukan berarti tanpa perjuangan. Pada waktu sebuah keluarga ingin mencapai satu kebahagiaan dalam keluarga, satu idealisme kehidupan keluarga bahagia menurut diri dia itu seperti apa, dia harus meletakkan Tuhan di posisi yang pertama, lalu dia harus berjuang menuju kebahagiaan itu sesuai dengan standar Tuhan. Dan kalau ada idealisme yang tidak sesuai dengan keinginan Tuhan, dia harus rubah itu sesuai dengan keinginan Tuhan, dia pasti mendapatkan kebahagiaan yang sungguh-sungguh bahagia. Itu yang akan terjadi, dan ini adalah janji Tuhan dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan.

Jadi, Saudara, sekali lagi saya katakan, yang eksternal penting? Penting. Tapi mana yang lebih penting, yang eksternal atau yang internal? Internal. Kalau Saudara alami utang, yang Saudara lakukan pertama apa kalau bangkrut? Kalau Saudara jatuh sakit, yang Saudara pertama lakukan apa? Cari dokter, cari pemberi hutang, untuk supaya kita bisa mengatasi ekonomi kita. Itu nggak salah, tapi yang saya mau katakan, Saudara pernah ingat Tuhan terlebih dahulu nggak dalam hidup dan bergumul: mengapa saya ngalami bangkrut? Kenapa saya ngalami penderitaan ini? Kenapa saya mengalami sakit ini? Biasakan hidup berelasi dengan Tuhan, di dalam doa senantiasa, dari situ kerohanian kita akan dibentuk dan kekuatan batin rohani ini akan memberi kekuatan untuk kita menghadapi kehidupan kita ini bagaimana, dan menang atas pencobaan, dan menang atas penderitaan atau dunia. Kiranya firman Tuhan boleh memberkati kita. Mari kita masuk dalam doa.

Kami sungguh bersyukur untuk firman dan kebenaran yang boleh Engkau berikan bagi kami kembali pagi hari ini. Kami bersyukur untuk setiap berkat yang Engkau boleh karuniakan, khususnya berkat rohani dalam kehidupan kami anak-anak-Mu. Tolong kami, ya Bapa, yang seringkali melihat keadaan hidup menurut cara pandang orang dunia, bukan menurut cara pandang Tuhan. Tapi kami boleh diubahkan untuk semakin melihat pada hal-hal rohani yang boleh memberi kekuatan dalam kehidupan kami sebagai anak-anakMu dalam menghadapi segala situasi dan keadaan yang ada di dalam dunia ini. Sekali lagi kami serahkan setiap diri kami ke dalam tangan-Mu dan di dalam setiap pergumulan yang kami sedang hadapi dalam kehidupan kami, kiranya Engkau boleh menolong kami, memberi kekuatan dan membawa kami lebih dekat kepada Tuhan melaluinya. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.

[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]

Comments