Cepat Mendengar, Lambat Bicara, Lambat Marah, 23 Januari 2022

Yak 1:19-21

Vik. Nathanael Marvin, M.Th.

27 tahun yang lalu ada kejadian yang begitu mengerikan, tahun 1995 para mahasiswa di asrama Universitas Harvard di Amerika dikejutkan oleh suara teriakan, suara kengerian, ketakutan, tangisan, dan juga sirine ambulans maupun polisi yang datang ke asrama Universitas Harvard tersebut. Apa yang terjadi? Yang terjadi adalah seorang mahasiswi berumur 20 tahun asal Etiopia, namanya itu Sinedu Tadesse melakukan penusukan kepada teman sekamarnya sendiri, mahasiswi bernama Trang Ho asal Vietnam. Ini nama-namanya memang tidak familiar ya, nama asal Etiopia ataupun Vietnam. Pada waktu kejadian tersebut, mahasiswi perempuan asal Etiopia ini menusuk luar biasa kepada teman sekamarnya sendiri, dan di situ juga ada seorang tamu di asrama tamu, seorang tamu perempuan yang sudah senior seperti itu berusaha melerai mahasiswi yang kelihatannya menjadi gila dan ingin membunuh teman sekamarnya sendiri. Begitu dilerai, “Jangan, jangan, jangan membunuh, jangan melukai.” Dan apa yang terjadi? Seorang tamu perempuan itu juga akhirnya ditusuk, dilukai, dan tamu perempuan ini lari keluar asrama dan menyelamatkan dirinya sendiri.

Tetapi mahasiswi asal Etiopia ini menusuk temannya sendiri sebanyak 45 kali tusukan dan akhirnya mahasiswi asal Vietnam, teman sekamarnya, itu mati. Mahasiswi itu tidak menghiraukan teguran dari tamu yang mengatakan, “Jangan, jangan menusuk, jangan melukai teman kamu sendiri.” Mahasiswi ini mengabaikan teguran-teguran ataupun suara-suara yang mengatakan jangan berbuat jahat. 45 kali ditusuk temannya sendiri, dia menusuk temannya sendiri dengan pisau berburu. Tahu ya pisau berburu itu lebih besar dari pisau-pisau dapur seperti itu. Pisau berburu yang besar dia tusuk begitu luar biasa, dan kemudian mahasiswi asal Etiopia ini bukannya sedih, bukannya menyesal ketika membunuh, bukannya takut juga, tapi karena dikuasai oleh hatinya yang berdosa dia akhirnya pergi ke kamar mandi, mengunci kamar mandi tersebut, dan dia mengambil tali yang sudah dia siapkan, dan menggantung dirinya sendiri di kamar mandi.

Dua kali pembunuhan dia lakukan kepada teman sekamarnya yang sudah dua tahun bersama-sama dia di asrama Universitas Harvard. Dibunuh. Bukan hanya itu membunuh temannya sendiri tetapi dia menggantung dirinya sendiri. Ini merupakan kejadian yang begitu menyedihkan dua puluh tujuh tahun yang lalu. Seorang mahasiswi Harvard membunuh teman sekamarnya dan dirinya sendiri. Alasannya apa, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Ketika diteliti ternyata memang mahasiswi Etiopia ini kondisi jiwanya tidak stabil, mahasiswi Etiopia ini terobsesi dengan teman sekamarnya yang begitu dia kasihi, dia senang sama teman sekamarnya, tetapi di dua tahun bersama-sama, dia tinggal bersama, kemudian dia sangat terobsesi, dia ingin memiliki temannya, dan ketika temannya mengambil keputusan, “Sudah, aku tidak mau lagi sekamar dengan kamu, aku mau pindah saja ke tempat yang lain, tidak mau sekamar lagi,” mahasiswi Etiopia ini tidak dapat kendalikan emosinya, amarahnya. Dia sakit hati, dia emosi, dia berkata-kata jahat di dalam hatinya, dia berpikiran jahat, dia iri hati dan marah, akhirnya melakukan dua kali pembunuhan. Satu kali melukai tamu perempuan yang ada di asrama tersebut.

Si mahasiswi asal Etiopia ini pernah menulis kepada temannya, mahasiswi Vietnam ini, dia katakan, “Saya pikir kita bisa melakukan banyak hal bersama tetapi kamu selalu memiliki keluarga untuk dikunjungi dan saya tidak memiliki apapun dan siapapun.” Jadi memang mahasiswi ini kesepian. Kesepian, dan dia ada teman sekamar yang begitu baik. Tetapi ketika teman sekamarnya ini pergi dia jadi emosi, dia marah, dia tidak mendengarkan yang baik, dia mendengarkan dosa-dosa yang keluar dari dalam hatinya, dia membunuh temannya sendiri. Padahal dia kasihi temannya.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di dalam dunia ini itu ada dua jenis suara, suara yang baik atau suara yang buruk. Suara yang benar ataupun suara yang tidak benar. Suara yang kudus maupun suara yang tidak kudus. Inilah yang tidap hari kita dengar di dalam kehidupan rohani kita, sebagai orang Kristen kita selalu mendengar dua jenis suara yang sifatnya itu dualistik, selalu esensi berbeda, substansi berbeda, dan saling bertentangan satu dengan lainnya. Suara yang baik atau suara yang jahat itu setiap hari kita alami di dalam kehidupan rohani kita. Setiap hari manusia tidak lepas dari dua jenis suara ini. Kita bisa katakan hari ini adalah hari yang jahat sekali gus hari ini adalah hari yang baik. Kenapa? Karena ada dua jenis suara ini. Paulus ktakan hari-hari ini yang kita lalui ini adalah jahat. Kenapa jahat? Karena ada suara-suara yang mendorong kita melakukan dosa. Karena ada suara-suara yang mendorong kita untuk melakukan perbuatan yang jahat kepada Tuhan maupun kepada sesama. Maka Paulus menyimpulkan kita harus menghabiskan hari-hari ini dengan bijaksana. Karena apa? Hari-hari ini jahat, senantiasa menggoda kita, senantiasa membuat kita itu memikirkan hal-hal yang buruk. Maka Paulus katakan, simpulkan hari-hari ini jahat. Tetapi kalau kita lihat dari perspektif yang lain, hari-hari inipun adalah hari yang baik. Kenapa? Karena ini adalah kesempatan.

Pdt. Stephen Tong waktu berkhotbah dalam Kebaktian Raya Tahun Baru itu jelaskan tentang waktu ya. Time is opportunity. Hari-hari ini baik kenapa? Karena ada kesempatan untuk beribadah kepada Tuhan, kesempatan untuk mendengar suara yang baik, mendengar suara hati nurani, mendengar suara Tuhan, mendengar segala sesuatu yang bijaksana, yang indah, yang baik, sehingga ketika kita mendengar hal yang baik, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita pun terdorong untuk melakukan hal yang baik juga. Demikianlah kita bisa bedakan ya setiap hari ada suara-suara yang begitu baik, begitu buruk, dan kita juga bisa lihat bahwa hari-hari ini adalah hari-hari yang baik juga, bukan hanya hari-hari yang jahat.

Dalam kisah tragis dan menyedihkan ini, mahasiswi Etiopia tidak mau mendengarkan suara-suara yang baik dan benar dalam hatinya sendiri. Dia menekan suara hati nurani, dia menekan suara Tuhan, dia menekan segala yang baik, dia hanya dengarkan apa? Yang jahat. “Ini kurang ajar temanku ini sudah dua tahun bersama-sama.” Emosi, “Aku tidak punya siapapun, aku tidak punya apapun.” Merasa sendiri, kesepian, akhirnya stress, depresi, lonely, dan akhirnya pikiran-pikiran jahat itu dia dengarkan, dia membiarkan dirinya mendengar segala yang jahat, dia mendengarkan suara iblis dan suara kedagingan.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tubuh kita ini bersuara. Yaitu apa suaranya? “Ayo lakukan dosa dengan tanganmu, dengan pikiran, dengan hati, emosi,” dan lain-lain. Bahaya ya. Yesus juga pernah mengatakan dari hati manusia muncul apa? Muncul pikiran jahat, immoralitas seksual, pencurian, pembunuhan, percabulan, perzinahan, keserahakan, kelicikah, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, dan kebebalan. Dari mana? Dari hati yang bersuara tersebut. Jangan pikir hati kita itu hati nurani yang bersih, yang baik, yang mengingatkan kita itu 10 Hukum Taurat saja, bukan, hati kita yang sudah berdosa pun muncul perbuatan-perbuatan dosa yang justru sangat bertentangan dengan Hukum Taurat. Dari hati muncul, timbul, ada memang, hati kita itu ingin melakukan yang jahat.

Mahasiswi Etiopia ini dikuasai oleh emosi kesepiannya, kekecewaannya, dan berakhir dalam perbuatan dosa yang begitu besar. Perbuatan dosa muncul dari mendengar suara yang buruk, suara yang jahat, dan muncul dari hati sendiri juga. Dan bukan hanya itu, iblis juga bekerja melalui godaan yang dia lakukan dalam hidup kita ataupun melalui lingkungan kita juga. Sehingga yang berdosa itu siapa ketika kita lakukan dosa? Ya kita. Yang membunuh itu siapa? Penyakitnya? Mentalnya yang bermasalah? Tidak. Yang membunuh adalah mahasiswi Etiopia itu, bukan iblis. Iblis itu menggoda untuk membunuh, dan akhirnya itulah kita sadar kita itu begitu lemah, kita bisa melakukan banyak perbuatan dosa kalau kita mendengar suara hati yang berdosa tersebut.

Beda halnya dengan orang-orang yang diberkati Tuhan, orang yang diberkati Tuhan adalah orang yang mendengarkan suara yang baik. Orang yang mendengarkan suara yang kudus, yang benar, orang yang menolak untuk mendengarkan suara-suara pikiran yang jahat. Dia mendengarkan suara Tuhan, dia mendengarkan suara hati nurani, dan dia melakukan perbuatan yang baik. Inilah orang-orang yang diberkati Tuhan. Paulus mengatakan jadi mari kita pikirkan semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji. Ini Filipi 4:8 ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Ini kita pikirkan semua. Kenapa? Ketika kita memikirkan hal tersebut berarti kita bersuara di dalam kerohanian kita. Dan ketika kita bersuara, kita mau melakukan setiap perbuatan ataupun pikiran yang baik tersebut.

Jadi ini ya, hati manusia itu memunculkan dua sumber, ada dua sumber bisa muncul hal yang berbeda. Sumbernya satu ya hati manusia, tetapi munculnya itu dua hal yang berbeda, hal berdosa maupun hal yang baik, yang kudus, yang berkenan di hati Tuhan. Kalau kita hatinya muncul perbuatan dosa, itulah yang menajiskan kita. Yesus juga jelaskan bahwa bukan apa yang di luar yang masuk ke diri kita yang menajiskan kita, bukan. Perbuatan jahat orang, perbuatan dosa orang itu tidak menajiskan kita. Godaan dari orang lain untuk melakukan dosa itu tidak menajiskan kita. Tetapi yang keluar dari hati kita itulah yang menajiskan kita. Segala pikiran yang jahat, suara-suara yang jahat tersebut. Sebaliknya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ketika kita memikirkan segala hal yang baik, itulah yang menguduskan kita. Ketika kita memikirkan yang baik, bersuara bersuara yang baik, berkata berkata yang baik, mendengar mendengar hal yang baik, selektif, tidak mau mendengarkan hal yang jahat, itu menguduskan kita. Itulah kenapa perintah keempat ingat dan kuduskanlah hari Sabat. Karena ketika kita taat, ketika kita ingat Tuhan, ketika kita memikirkan Tuhan yang sumber segala kebaikan, Tuhan yang Mahabaik itu, Mahasuci itu, kita dikuduskan, kita dipisahkan, kita dimurnikan untuk semakin serupa dengan Yesus Kristus.

Dalam bagian ini Yakobus sedang memberikan nasihat tentang sikap hati, tentang sikap hati yang barusan kita baca. Sebelum memberikan nasihat tentang sikap hati ini, Yakobus memberikan sebuah introduksi, sebuah pendahuluan, Yakobus mengatakan di pasal 19 bagian awal, “Hai Saudara Saudara yang kukasihi,” my beloved brothers, “dengarkanlah hal ini.” Atau ingatlah hal ini. Yakobus sedang berbicara kepada pendengar yang Kristen ya, orang-orang yang kukasihi, my beloved brothers. Kita ini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, adalah saudara di dalam Yesus Kristus. Tidak salah sebutan brothers and sisters in Christ, itu tidak salah. Tidak salah ada gereja yang menamakan dirinya Keluarga Allah. Tidak salah. Memang kita keluarga di dalam Yesus Kristus. Dan Yakobus ketika menulis nasihat tentang sikap hati ini, dia fokuskan bukan kepada orang-orang yang tidak seiman tetapi dia fokuskan kepada orang yang seiman. Yaitu siapa? My beloved brothers, saudara seiman dalam Tuhan, dengarkanlah ini, ingatlah hal ini yang aku ingin sampaikan.

Nah pendahuluannya sangat penting juga, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kenapa? Karena ini menunjukkan bahwa hal ini sungguh-sungguh memang harus diingat, tidak bisa dibaca satu kali, tidak bisa didengar satu kali. Ingat, dengarkan. Kenapa? Karena ini firman Tuhan. Dalam bahasa Indonesia ini ingatlah hal-hal ini, remember these things. Bahasa Inggris ada lebih clear, lebih jelas, lebih tajam, yaitu apa? Be aware of these things, sadarlah hal-hal ini, waspadalah terhadap hal-hal ini. Kamu dengerin baik-baik. Sebelum nasihat tentang sikap hati, yaitu apa? Cepat mendengar, lambat bicara, lambat marah, Yakobus sudah melatih hati para pendengarnya atau para pembacanya yaitu apa? Coba ingat, sadar, waspada. Bahasa Yunani, bahasa aslinya lebih clear lagi, lebih jelas lagi yaitu apa? Tahulah, ketahuilah, you should know, kamu harus tahu hal ini. Lebih tegas lagi ya. Nah ini ya kalau penerjemah kadang-kadang ada degradasinya. Bahasa aslinya itu lebih jelas, tahu, know, you should know, kamu harus tahu hal ini. Bahasa Inggrisnya langsung, “Be aware of these things.” Bahasa Indonesianya, “Remember these things.”

Perhatikanlah akan apa yang segera aku katakan ini saudara sekalian. Inilah introduksi yang ditekankan oleh Yakobus, sadar, yaitu apa? Relasi tentang firman Tuhan. Ketika kita bersentuhan dengan firman Tuhan, salah satu sikap hati yang paling penting adalah menyadari, mengetahui, mengingat firman Tuhan. Ulangan 11:18 di situ Tuhan mengatakan bahwa kamu harus menaruh perkataan-Ku di dalam hatimu dan dalam jiwamu. Taruh firman Tuhan itu di dalam hati. Maka, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau menaruh ada dalam hati itu caranya ngapain? Pertama, mengerti. Kedua, menghafal. Baru tertanam. Kalau pulang dari gereja kita lupa dan tidak mengerti, kita tidak menyimpan, tidak mengingat, tidak menaruh perkataan firman Tuhan dalam hati kita. Maka responnya bisa berbeda-beda padahal di dalam ibadah yang sama. Ada yang simpan. “Oke tema khotbah hari ini apa?” Minimal temanya dulu saja, temanya dulu apa ya, kalau dikasih tahu ya temanya karena biasanya juga belum tentu pengkhotbah memberi tahu temanya. Kalau temanya hari ini adalah cepat mendengar, lambat bicara, lambat marah. Ingat. Sedikit kan, kalimat tersebut cuma satu kalimat, coba taruh.

Di dalam Ulangan 11:18 dilanjutkan kamu harus mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, ajarin ke anak. Kalau kita punya anak, ajarin ke anak-anak kita firman Tuhan, Alkitab, betapa penting firman Tuhan. Ajarin ke anak itu ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bukan hanya dengan perkataan tapi juga dengan pengelihatan. Karena anak lebih mudah melihat ya. Kalau orang tuanya sendiri nggak pernah bukan Alkitab, nah itu penting ya, buku Alkitab itu supaya ngajarin anak saya ini buka Alkitab. Bukan nunjukkin juga sih tapi memberikan teladan saya baca Alkitab. Kalau HP kan Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau HP, “Ini baca Alkitab lho,” anak belum tentu percaya. Bisa jadi main game. Tapi kalau kita bukanya Alkitab, anak terus kemudian melihat, nggak perlu diomongin juga dia sadar dia harus baca Alkitab. Nah ajarin ke anak waktu lagi duduk, waktu dalam perjalanan, waktu berbaring, waktu tiduran, kita ngomong-ngomong apa ya? firman Tuhan, firman Tuhan itu bicara tentang siapa? Tentang Tuhan. Jadi waktu kita baring-baring, tiduran, pada waktu malam hari, “Tuhan itu baik ya hari ini.” Itu sudah ngomongin firman Tuhan. Waktu bangun tidur terus berdoa itu juga sudah relasi dengan firman Tuhan. Itu begitu penting. mengingat firman Tuhan.

Yang kedua, Mazmur 1:2 mengatakan orang yang diberkati adalah orang yang merenungkan Taurat Tuhan siang dan malam. Merenungkan. Merenungkan itu beda dengan membaca. Membaca itu ya membaca, bisa tahu, bisa ingat, kecantol, bisa juga kebanyakan lupa. Kita pernah baca buku mungkin buku kecil ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, 2 minggu kemudian buku itu bicara ngomong apa ya? Lupa kan. Karena membaca. Tapi kalau merenungkan ini lebih dalam ya, kita pikirkan apa yang bisa saya lakukan setelah saya baca buku ini atau firman Tuhan. Lalu firman Tuhan ini menegur saya dalam hal apa, membuat saya harus bagaimana, nah itu merenungkan ya.

Matius 4:4 mengatakan bahwa perkataan Yesus sendiri yaitu manusia tidak hidup dari roti saja tetapi hidup dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. Makanya Yakobus juga menekankan lagi peringatan atau introduksi Yakobus terhadap nasihat yang ingin dia katakan itu ingatlah firman Tuhan. Karena apa? firman Tuhan itu begitu penting. Firman Tuhan itu adalah sumber kehidupan, firman Tuhan ini sumber kekuatan kita. Inilah yang menjadi alasan kenapa kita mau terus hidup berpusatkan pada firman Tuhan, kenapa di dalam ibadah kita pun fokusnya adalah firman Tuhan, fokus utama. Meskipun kita semua hargai seluruh ibadah dari awal sampai doa berkat, dari saat teduh sampai doa berkat, sampai selesai kita hargai, karena Tuhan juga yang mengundang kita untuk beribadah. Tetapi ketika Tuhan berfirman ini harus menjadi satu hal yang kita dengarkan baik-baik. Inilah theologi Reformed, yaitu apa? Kembali ke Alkitab. Inilah gereja Reformed. Yang mengatakan gereja itu Reformed itu harus fokus membahas Alkitab, belajar Alkitab, mencintai firman Tuhan. Sadar Alkitab, tahu Alkitab, ingat Alkitab, lakukan apa yang Alkitab katakan sebab firman Tuhan itu adalah pelita bagi kaki kita dan juga terang bagi jalan kita.

Beberapa waktu yang lalu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu di Solo saya jalan sore hari membeli keperluan karena warungnya dekat dengan tempat saya tinggal. Kemudian waktu mau pulang saya melihat ada rumah kecil, rumah kecil sekali, sederhana, terus di situ ada seorang kakek berumur 80 tahun sedang baca. Terus saya lihat dari jauh kayaknya dia baca Alkitab. Dia baca pakai kacamata di sore hari, fokus baca Alkitab. Tadinya saya sudah mau pulang saja ya tapi kayaknya itu baca Alkitab. Saya datangin saja sengaja, dan si kakek itu jualannya sederhana banget, cuma sabun cuci, cucian, terus ada snack-snack ringan. Terus saya tanya, ngobrol, memang sengaja, “Bapak lagi apa?” “O iya baca.” “Ini Alkitab ya Pak?” Terus saya coba lihat Alkitabnya, Alkitab bahasa Jawa. Saya nggak ngerti. “Bapak hebat ya rajin baca Alkitab,” saya katakan demikian. Hal yang unik adalah dia katakan, “Iya, ini hiburan saya. Soalnya nggak ngapa-ngapain lagi.” Kalau hiburan anak zaman sekarang itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ngapain? Lihat YouTube, HP, main. Orang tua sudah umur 80 tahun waktu ngomong pun ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ngomongnya bahasa Jawa juga. Saya jadi bingung. Jadi dia sudah pendengarannya sulit, bapak-bapak itu jualan di tempat yang begitu kecil. Saya tanya dan dia jawabnya luar biasa, “Ini adalah hiburan.” firman Tuhan itu hiburan. Wah kalau kita bisa pandang firman Tuhan sebagai hiburan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu juga luar biasa ya. Penghiburan lah lebih tepatnya, penghiburan bagi mereka yang sudah mungkin tidak ada kegiatan, kesepian. Ini firman Tuhan, kuasa firman Tuhan.

Nasihat Yakobus merupakan nasihat yang unik yang dia lanjutkan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian karena nasihat ini bentuknya adalah sebuah peribahasa ya sebuah peribahasa yaitu apa, “Cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah.” Mari kita coba hafal kalimat ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian, cepat mendengar tapi lambat berkata-kata, lambat marah. Peribahasa Indonesia yang mirip dengan nasihat Yakobus ini adalah belum tegak, hendak berlari. Ngerti ya. Belum tegak nih, belum tegak udah mau lari itu artinya apa? Orang yang lekas-lekas hendak marah, meledak-ledak. Apa apa langsung ngomel, apa apa langsung marah, belum mendengar, marah. Ah ini kamu salah. Belum mendengar alasannya, belum mendengar story-nya kita langsung menghakimi, sebelum mengetahui benar kesalahan orang yang hendak dimarahi, sebelum mendengar dengan baik, dengan tenang, langsung bergegas mengambil tindakan. Itu namanya belum tegak, hendak berlari langsung ngomel, langsung maki, langsung hina, langsung berpikiran jahat, langsung menghakimi.

Bayangin ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian ada orang-orang yang seperti itu. Sedikit sedikit negatif, pikiran jahat. Sedikit sedikit ngomel ya, sedikit sedikit marah. Kadang-kadang mungkin kita perlu puasa ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian kalau kita sudah terikat dalam dosa, dosa marah ini lekas marah ini, puasanya apa? Diam ya. Udah diam. Mungkin ada kekesalan dan kita mungkin akan lega ketika bicara betul kita lega bicara. Tapi itu jadi kebiasaan. Kita nggak bisa menahan diri untuk marah, kita tidak biasa menahan emosi kita, kendalikan kemarahan kita, sulit ya. Belum tegak hendak langsung berlari kaya gitu ya bisa bisa sakit, bisa bisa ya celaka.

Yakobus mengatakan setiap orang Kristen hendaklah cepat untuk mendengar ya bisa setiap orang juga sih ya setiap orang ataupun setiap orang Kristen hendaklah cepat untuk mendengar tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah. Inilah salah satu ciri hidup orang Kristen. Mari kita teliti satu persatu dari nasihat peribahasa ini Yakobus memberikan 3 nasihat. Pertama cepat mendengar. Filsuf Yunani mengatakan bahwa kita memiliki dua telinga dan satu mulut karena itu kita bisa mendengarkan dua kali lebih banyak daripada berbicara. Ini filsuf bernama Epictetus, Filsuf Yunani mengatakan demikian ya. Kita ini punya dua telinga yang satu di kanan yang satu di kiri untuk apa? Untuk mendengar dua kali lipat bukan satu kali mendengar tapi dua kali lipat ya. Kalau mulut ini satu kali bicara tapi telinga ini dua kali lipat mendengar. Itulah kenapa kalau kita mendengar mungkin yang jahat-jahat yang menyakitkan hati kita itu kita bisa ingat terus ya karena kita mungkin mengingat terus dengan dua telinga kita padahal kita perlu kendalikan telinga maupun bibir kita, mulut kita.

Kita perlu bijaksana ya bukan berarti nasihat ini cepat mendengar semua didengar, bukan. Lambat berkata-kata semua lambat aja nggak usah ngomong sama sekali, bukan juga. Lambat marah berarti nggak usah marah lah, bukan itu ya. Tapi kita belajar bijaksana mendengarkan dua kali lipat daripada bicara. Sayangnya kan kita malah jadi bercandaan ya masuk telinga kiri keluar telinga kanan seolah-olah di dalam otak kita ini ada jalan ya untuk seberang ke telinga kanan padahal telinga kiri telinga kanan ya masuk ke otak kita, masuk ke dalam hati kita ketika kita mendengar sesuatu ya udah nggak keluar yang membedakan apa, kita tidak mendengar kita malas mendengar, kita tidak mau cepat-cepat mendengar atau mendengar hanya selewat saja padahal telinga kita ini diciptakan Tuhan untuk mendengar segala yang baik itu dua kali lipat. Berarti kita ingat kita perlu ulang. Kadang-kadang saya belajar menghafal ya belajar menghafal itu coba dengan lagu, lagu yang kita nyanyikan. Tadi kan lagu yang kita nyanyikan kita biasanya baca aja kan. Sekali-kali coba hafal, coba hafal refrainnya dulu lah ya, “Firman indah, firman ajaib, firman memberi hidup,” gitu ya udah, nggak usah dilihat gitu ya kalau dah hafal coba ngomong dengan menghafal itu, itu lebih kita renungkan kok bukan hanya sekedar membaca saja. Nah itu telinga ya, dua kali lipat untuk mendengar supaya kita bisa ingat juga.

Kita perlu juga membedakan antara mendengar dengan mendengarkan ya. Biasanya mendengar itu hanya dengar oh ada dengar suara hujan tapi kalau mendengarkan ini wah apa yang harus saya lakukan ketika hujan, misalkan kaya gitu ya, ada perbuatannya, ada suatu hikmatnya ketika kita mendengarkan sungguh-sungguh. Orang yang cepat mendengar sebenarnya memiliki dua ciri khas atau dua karakter ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian yaitu adalah dia itu rendah hati dan juga lembut hatinya. Perhatikan ya kalau kita lihat orang itu suka mendengar, mau dengar cerita kita, biasanya orang rendah hati, rendah hati, hatinya juga lembut, lembut hati dan orang yang lembut hatinya dan rendah hati ini dia memang cepat mendengar. Mau mengerti dan mau belajar, mau mendengar keluh kesah orang lain, mau berempati, mau bersimpati, mau belajar sungguh-sungguh, mengerti konteks kehidupannya.

Namun, perlu hati-hati juga akan objek yang didengar ya apakah itu suara yang baik atau buruk ya percuma bila kita cepat mendengar tapi yang kita dengar adalah suara setan ataupun suara hati kita yang berdosa. Nanti juga kita melakukan yang salah. Justru kalau kita dengar yang salah, dengar yang tidak penting, itu kita harus segera tidak mendengar, udah kalau bisa berhenti berhenti deh. Kalau bisa hindarkan, hindarkan dari segala suara-suara yang salah tersebut.

Tapi maksud Yakobus di dalam nasihatnya ini adalah saya cepat mendengar, dengar firman itu cepat, dengar nasihat itu cepat, dengar nasihat yang baik kalau baik kenapa tidak lakukan? Ya kenapa harus nunggu kita mau dulu ya, mau dulu atau nyaman dulu, tidak. Kalau memang ada suara-suara yang baik, “Ayo kita pelayanan” ya misalnya, misalnya. Pelayanan itu kan baik kan, naturnya itu pasti baik. Ya kita coba cepat mendengar. Oh ya oke mau dengar deh, mau coba dulu jangan cepat menolak gitu ya. Diajak paduan suara, tolak, misalkan nggak suara saya jelek. Lho siapa yang butuh suara bagus? Butuh hati yang mau melayani mempersembahkan suara itu tidak harus bagus tapi jangan juga terlalu jelek akhirnya mengganggu pelayanan ya yang memang naturnya baik kok jadi jelek ya pelayanan, jangan juga ya berarti kita mungkin di tempat yang lain ya. Itu memang panggilan-panggilan yang baik, nasihat-nasihat yang baik kita dengar, kita belajar coba cepat mendengar itu butuh kerendahan hati dan juga hati yang lembut, lembut itu apa sih? Rendah hati itu apa sih? Kalau rendah hati tadi ya mau mengerti, mau belajar. Lembut itu mau menerima ya, mau menerima nasihat tersebut.

Ini ya yang pertama cepat mendengar, yang kedua lambat berkata-kata. Ini juga mirip dengan Amsal 15:1 mari kita buka Alkitab kita Bapak, Ibu, Saudara sekalian Amsal pasal yang ke-15 ayat yang pertama ini sangat mirip dengan nasihat yang diberikan Yakobus ya, lambat berkata-kata. Saya akan membacakan untuk kita semua Amsal 1 5:1 “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.” Kita ulangi bersama-sama “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.” A soft answer turns away wrath, but a harsh word stirs up anger. Lambat berkata-kata ya berarti lembut, mengatakan hal-hal yang lembut dan tidak kasar.

Kasar ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya itu salah satu bentuknya itu adalah seperti kita memukul orang, memukul orang itu ada tingkatan juga kan ya. Bisa cuman memar atau merah doang, bisa sampai memar biru bengkak, bisa sampai wah parah juga demikian juga kata-kata kita juga punya tingkatannya, bisa menusuk melukai ya atau betul-betul wah lukanya itu besar sekali, sakit sekali. Demikian kata-kata ya itu kata-kata maupun perbuatan kekerasan secara fisik, nah kata-kata ini berbahaya sekali hati-hati maka Yakobus katakan lambatlah berkata-kata oke bentar bentar, jangan banyak-banyak omong, banyak ngomong justu banyak salah lho. Kita pelan-pelan dulu ya. lembut hati dulu, kita ngomong yang perlu, yang dibutuhkan orang tersebut dan jangan sampai melukai hatinya seperti kita berelasi sama orang jangan sampai kita memukul fisik orang tersebut atau membuat orang itu tersandung sampai jatuh misalkan ya, melukai, jahil, bully itu bahaya sekali kan ya.

Ini kata-kata juga sama, mirip seperti kekerasan fisik ya. Ini kekerasan secara hati, mental, itu kita bisa ucapkan. Lambat berkata-kata di sini berarti lembut ya lembut hati, perkataannya teratur, dan baik. Lambat berkata-kata di sini bukan berarti kita malas berkata-kata ya karena ada orang yang memang malas berkata-kata. Udahlah nggak mau ngomong, nggak mau ngobrol. Bukan berarti juga malas menyatakan hal yang benar, malas mengajak orang untuk melayani, malas berelasi dengan orang ya, bukan ya. Lambat berkata-kata di sini betul-betul menyatakan kelembutan kepada orang menyatakan kasih kepada orang. Perkataannya bukan juga ya, perkataannya speed-nya lambat ya, speed-nya lambat, “Kamu tenang ya tidak boleh berdosa,” bukan gitu ya bukan lambat berkata-kata itu bukan slow speed-nya. Ya okelah ada ilmunya juga ya waktu berkata-kata itu ada speed-nya, ada tekniknya, ada seninya, ada juga bisa kita pikirkan tapi bukan lambat seperti itu ya.

Maksudnya adalah jangan sampai kita ceplas ceplos. Orang bisa sakit hati, okelah kita nggak ada benci ke orang tersebut, tapi kita langsung ngomong tanpa dipikir dulu ya. WA langsung ngomong aja apa yang kita kehendaki kita ngomong, nggak peduli di grup itu ada siapa misalkan. Nggak peduli orang itu siapa, kita pikirkan baik di media sosial juga ya di media sosial itu juga bahaya juga ya. Kadang orang-orang juga karena orang-orang yang lemah imannya karena sering melihat postingan-postingan kita mungkin orang itu malah jadi pengen bunuh diri. Mungkin ya kita cuma posting kebahagiaan kita ya bersyukur boleh jalan-jalan, boleh punya anak terus ada orang yang tidak pernah jalan-jalan, ada orang yang tidak dikasih anak seumur hidup, wah akhirnya sedih. Misalkan ya kaya gitu.

Tapi kita juga jangan akhirnya jadi terlalu memikirkan pendapat orang kaya gitu ya. Kita boleh memikirkan orang lain, boleh. Tapi juga jangan sampai tidak memikirkan orang lain sama sekali. Memikirkan orang lain juga berarti kan kita fokus kepada pendapat orang, ini orang, semuanya orang kita mendewakan orang, tidak ya. Kita itu hanya mendewakan Tuhan, kita menuhankan Tuhan, kita fokus apa yang Tuhan mau kita lakukan bukan apa yang kita mau karena apa yang kita mau belum tentu itu kudus dan berkenan di hati Tuhan.

Perkataan yang lambat itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian berarti apa? Perkataan yang penuh dengan rasio ya perkataan yang penuh dengan rasio. Khotbah Bapak, Ibu, Saudara sekalian itu adalah perkataan yang lambat dalam arti bukan lambat ngomongnya ya. Itu kenapa karena hamba Tuhan yang sungguh-sungguh mempersiapkan itu mikirinnya lama. Saya buat khotbah ini juga lama ya, baca buku, baca Alkitab, merenungkan ya. Itu berarti kan keluarnya cuma sejam tapi mikirinnya kan lama, kerjanya, ketiknya lama. Ada yang salah diedit, ada yang aneh ya alur khotbahnya, diubah lagi.

Perkataan yang lambat itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian berarti perkataan yang penuh rasio. Bukan hanya itu, bukan hanya penuh rasio tapi penuh emosi, bukan hanya itu tapi juga penuh dengan kehendak dan itu semua adalah rasio yang baik, emosi yang baik, kehendak yang baik. Itulah yang Yesus lakukan setiap Dia berfirman. Itulah kenapa orang-orang Farisi, orang-orang Israel pada waktu itu mengatakan Yesus ini mengajar dengan kuasa beda dari orang-orang Farisi. Karena apa? Yesus lambat berkata-kata. Orang-orang Farisi, Ahli Taurat itu cepat berkata-kata, udah ini firman begini kok kamu harus hafal harus begini harus begitu harus begini pokoknya kalau tidak lakukan ini, dosa. Harus ngikutin kami, harus berpuasa, harus perpuluhan. Tidak boleh dekat-dekat dengan perempuan yang tidak benar, singkirkan para pemungut cukai, singkirkan orang-orang yang tidak bersunat, itu kan wah perkataan yang nggak mikir. Itu tidak ada perasaan juga, itu tidak ada kehendak yang baik juga, menghakimi orang berdasarkan tuntutan tradisi-tradisi yang sebenarnya itu bukan firman Tuhan.

Bukan berarti kita tidak menuntut diri kita segala hal yang baik, tentu kita mau berdoa, tentu kita mau persepuluhan ya, tentu kita mau untuk rajin beribadah dengan ketat dengan baik, tapi kalau Tuhan belum membukakan hal tersebut kepada orang di sekitar kita ya dia masih hidup dalam budaya yang dulu terus kita tidak toleransi, kita singkirkan dia, kamu bukan orang Kristen, lebih baik mengusir orang dari pada komunitas ini terganggu, misalkan kaya gitu ya. Wah itu kan orang Farisi, Ahli Taurat. Nah ini ya perkataan yang lambat itu adalah perkataan yang penuh rasio, pikirkan ya.

Misalkan ambil contohlah waktu kita mengunjungi orang sakit ya, kalau pikiran kita hanya berpikir rasio saja kita bisa katakan dengan mudah, tenang sudah dia kan orang Kristen masuk sorga kan, udah nggak usah sedih. Sukacita aja. Pesta. Itu perkataan hanya rasio saja tapi kalau perkataan dengan rasio, emosi, kehendak ya tenang sudah kami doakan ya dan kita percaya juga bahwa Yesus Kristus pasti menyelamatkan orang yang percaya kepada-Nya dan kita sedih nggak apa-apa emang kita sedih kok nggak bisa berelasi dengan orang tersebut tetapi yang Tuhan inginkan adalah kita tidak berlarut-larut dalam kesedihan, ini semua kan rasio, emosi, kehendak muncul semua. Rasio ya di dalam Yesus ada keselamatan, emosi sedih nggak papa memang waktunya bersedih kok. Masa waktunya sedih nggak sedih terus dibawa ke dalam kehendak tenang ya Tuhan itu berkehendak apa dalam hidup kita, ada rencana yang baik kita mau bergantung kepada-Nya lebih lagi. Inilah perkataan yang lambat dipenuhi dengan rasio firman Tuhan, emosi yang sesuai dengan firman Tuhan dan kehendak yang sesuai dengan firman Tuhan juga. Inilah yang Tuhan inginkan dalam perkataan yang keluar dari mulut kita. Pikirin dulu rasio yang benar ya yang benar, yang penuh kasih, yang penuh dengan dorongan kehendak yang baik.

Yang ketiga lambat marah, mari kita buka Alkitab kita Pengkhotbah 5:1-2, “Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit. Karena sebagaimana mimpi disebabkan oleh banyak kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak perkataan.” Kita lihat dulu ayat yang pertama Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya. Jangan terburu-buru dengan mulutmu, jangan hatimu juga lekas-lekas terburu-buru ya mengeluarkan perkataan di hadapan Allah. Ingat Allah itu di sorga kita ini hanya di bumi.

Ini kitab Penkhotbah mengatakan demikian, jangan buru-buru mengeluarkan kata-kata yang salah yang tidak baik, tidak berkenan yang marah meledak-ledak terus ngomongnya bukan hanya kepada manusia tapi kepada Tuhan. Itu lebih mengerikan lagi lho. Makanya marah ya marah ke Tuhan, kecewa kepada Tuhan, itu sama sekali sangat lancang sekali ya, marah ke Tuhan itu dalam arti kemarahan yang berdosa ya. Orang yang sungguh-sungguh itu sebenarnya tidak mungkin marah kepada Tuhan, kecewa kepada Tuhan, kesal sama Tuhan, Tuhan tuh gini kek, kenapa begini? Ingat Tuhan itu di sorga, kita ini di bumi aja. Kalau kita nggak ngerti ya wajar karena kita bukan Tuhan. Tidak berhak kecewa sama Tuhan, tidak berhak marah sama Tuhan, kecewa dan marah sama Tuhan itu ya dosa ya. Dosa tidak menghormati pribadi Tuhan. Hendaknya perkataan sedikit ya, hendaknya perkataan kita sedikit dan juga hati-hati karena apa? Percakapan bodoh itu muncul dari banyak perkataan. Dijelaskan juga ya oleh Pengkhotbah tentang mimpi ya mimpi. Kenapa kita bisa mimpi? Itu karena banyak kesibukan, busyness, kesibukan dalam pikiran, kesibukan dalam seluruh hidup kita akhirnya muncul dalam mimpi. Dan sama seperti perkataan yang salah, perkataan yang tidak benar itu muncul dari mana? Banyak perkataannya.

Hendaklah perkataan kita sedikit tapi bijaksana, saling mengasihi, lambat marah bukan berarti kita tidak boleh marah Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya sekali lagi lambat marah berarti kita bisa mengendalikan emosi kita, kemarahan kita kepada hal yang baik, hal yang benar. Kemarahan yang kudus kita tahu bahwa ada marah yang kudus, ya tapi maksud dari Yakobus adalah lambat marah yang tidak kudus. Sudah, hentikan kemarahan itu lalu kalaupun marah kita marah kepada hal-hal yang kudus, kepada hal-hal yang berkenan kepada Tuhan, prinsipnya itu. Kita marah kepada hal yang sungguh-sungguh diarahkan kepada hal yang baik ya, marah yang kudus.

Kemarahan yang berasal dari Tuhan yaitu apa? Ketika kemuliaan Tuhan diabaikan orang, ketika apa yang dibenci Tuhan kita sukai, kita marah, marah terhadap hal-hal yang memang Tuhan tidak sukai yang Tuhan benci ya kita marah. Marah bukan karena benci itupun adalah marah yang kudus ya bukan membenci manusia, itu marah yang kudus juga. Jadi yang Yakobus inginkan adalah kita mengendalikan emosi kemarahan kita, arahkan kepada hal-hal yang memang baik ya, hal yang berkenan di hati Tuhan. Kita marah terhadap perbuatan dosa ya tapi kita didasari kemarahan yang kudus. Lambat marah di sini juga berarti marah dengan emosi, rasio, dan kehendak yang benar juga ya kita bisa kaitkan dengan hal yang demikian.

Biasanya marah yang tidak benar adalah marah yang hanya fokus kepada emosi saja, karena emosi kita diganggu, kita langsung marah. Kita langsung meluap-luap, harga diri kita diinjak-injak, wah langsung marah. Satu hal yang kita rasa tidak benar, kita marah, emosi, sebatas emosi. Tetapi tidak demikian ya, Yesus marah itu dengan rasio, dengan emosi, dengan kehendak yang sungguh-sungguh baik dan benar. Yesus bisa katakan “hai keturunan ular beludak,” Dia marah, ya, kepada hal yang salah, dengan motivasi yang baik, yang kudus, yang berkenan kepada Tuhan, ya. Nah ini, Yesus Kristus. Yesus Kristus betul-betul memberikan teguran-teguran, dan nasihat-nasihat itu dengan bijaksana. Dia mampu mengendalikan kemarahan Nya dengan sempurna, dengan baik, sehingga Dia bisa menyentuh hati-hati orang yang Dia marahi, baik Petrus, ya. Memang Yesus itu marah kejam sekali, kadang-kadang ya, Yesus juga bisa memberikan perkataan yang begitu tajam kepada murid yang Dia kasihi, “Enyahlah iblis,” kepada Petrus yang tidak mau Yesus mati dan disalib. Ya kenapa? Karena melawan rencana Tuhan, melawan rencana Tuhan yang begitu besar. Yesus sudah kasih tau, bahwa Dia akan menderita, mati di atas kayu salib, dan bangkit pada hari yang ketiga, tapi Petrus, “Jangan Tuhan, jangan sampai demikian.” Yesus katakan, “Enyahlah iblis.” Nah ini ya, kita perlu atur emosi kita, perkataan kita, baik waktu kita marah kepada Tuhan, atau marah kepada sesama, tenang dulu ya, tahan dulu ya, lambat, slow.

Ada orang-orang tertentu ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau lagi marah, emosi, sama pasangannya, kaya gitu ya, coba marahnya pakai Bahasa Inggris, jadi kan pikir dulu, “Er, apa ya Bahasa Inggrisnya ini,” jadi dia mikir gitu ya, pakai bahasa lain, bukan bahasa ibunya waktu mau marah, waktu mau ngomel, gitu, tapi bahasa lain, supaya apa? Lambat. Karena perlu diterjemahin dulu ya. Tapi kecuali sudah kebiasaan ya, sudah kebiasaan pakai Bahasa yang lain, jadi nggak mikir lagi. Ya ini ya, lambat berkata-kata marah, ya, marah.

Seorang theolog mengaitkan bahwa mendengar dengan baik, dengan seksama itu adalah hasil dari lambat berkata-kata, dan juga lambat marah. Jadi waktu kita bisa cepat mendengar, mendengar dengan seksama, itu ketika dia lambat berkata-kata dan lambat juga marah. Jadi Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu seorang hamba Tuhan sungguh-sungguh, ya, sungguh-sungguh merenungkan firman, sungguh-sungguh dia mau mengendalikan emosinya, mengendalikan perkataannya, mau ngomong sesuatu, dia itu juga adalah orang yang bisa mendengar. Seorang pengkhotbah itu juga adalah seorang konselor, ya, karena dia apa? Dia lambat kata-kata, lambat marah juga. Maka dia bisa cepat mendengar. Nah ini ya, ini adalah kaitan antara cepat mendengar dengan lambat berkata-kata, dan lambat marah.

Kita lanjutkan Yakobus 1:20, di situ dikatakan bahwa, “Sebab amarah manusia,” nah ini maksudnya adalah amarah yang tidak kudus ya, amarah yang tidak berkenan kepada Tuhan, tidak didasari kebaikan dan motivasi yang kudus, “amarah manusia itu tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.” Righteousness, kebenaran, keadilan, ya. Ketika kita marah yang berdosa itu sia-sia. Tetapi marah yang kudus itu sangat manfaat sekali, ya. Marah yang kudus, marah yang tepat, marah yang baik itu sangat berkenan di hadapan Tuhan. Justru itu mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Nah kita marah itu seperti Yesus marah seharusnya ya, ketika ada orang yang eksklusif, seperti ahli Taurat, orang Farisi, itu Yesus tegur terus kan, marah. Ketika orang-orang tidak mengerti rencana Allah, Yesus marah juga, tegur. Tapi orang-orang yang berdosa, nggak tau apa-apa, nggak tau jalan kebenaran dan hidup, perempuan Samaria, Zakeus, kepada orang-orang terlantar itu Yesus nggak marah, nggak buang mereka, justru lembut, lambat berkata-kata, lembut hati. Yesus juga lambat marah kepada mereka, tapi kepada orang-orang yang melawan Tuhan, tidak bertobat, sudah menikmati banyak firman Tuhan, kadang-kadang Yesus marah, ya, marah kepada mereka. Dan di situ justru mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.

Penafsir menjelaskan bahwa kebenaran Allah ini dapat ditafsirkan menjadi 3 hal. Apa sih kebenaran Allah itu? Maksudnya apa sih waktu amarah manusia itu tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah? Maksudnya waktu kita marah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, marah yang tidak kudus, marah yang di luar segala dasar yang baik, di luar kebaikan, itu kita tidak menganggap kebenaran yang Allah berikan, ini yang pertama. Waktu kita marah, sungguh-sungguh marah, dan melukai orang, bahkan sampai membunuh, itu tidak menganggap kebenaran dan keadilan yang Allah berikan kepada manusia apapun kebenaran itu. Kebenaran bahwa manusia itu diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, kita marah kan, emosi melukai hati manusia, bahkan marah kepada Allah, kita tidak menganggap Allah itu adalah Allah yang benar, dan juga kita tidak anggap bahwa Yesus Kristus itu Tuhan dan Juruselamat yang juga sudah menanggung murka Allah itu. Jadi kita tidak menganggap kebenaran yang Allah berikan. Ini bahaya ya. Waktu kita marah, kita nggak peduli keselamatan, nggak peduli pengudusan hidup, kita tidak peduli kita orang Kristen, kita marah, bunuh orang, melukai orang, menghina orang, memaki orang. Nah itu kita tidak menganggap, menghargai segala kebenaran yang sudah kita punya sebagai orang Kristen.

Yang kedua, kita juga, waktu kita marah yang berdosa itu, itu kita tidak anggap kebenaran yang Allah tuntut. Tuhan menuntut kita apa? Melakukan hal yang benar yang Tuhan mau. Waktu kita marah, kita melakukan hal yang kita mau, yang kita anggap benar. Sedangkan Allah katakan, kita lakukan hal yang benar, marah yang benar. Tetapi ketika kita sudah lakukan marah yang luar biasa salah, yang berdosa, akhirnya kita mengabaikan apa yang Allah tuntut dalam kehidupan kita. Allah kita itu adalah Allah kebenaran, Dia itu suka ketika kita melakukan kebenaran firman Nya, kehendak Nya, Tuhan itu suka. Tetapi ketika kita melakukan amarah yang begitu besar, kita mengabaikan kebenaran yang Allah tuntut. Itu yang ke dua ya. Jadi kita mengabaikan tiga hal ini, kebenaran Allah.

Yang ketiga, kebenaran yang Allah lakukan sendiri, kebenaran di mana Allah itu mencontohkan, Yesus itu mencontohkan ketika Dia murka itu seperti apa, tapi kita itu melenceng dari teladan Yesus Kristus, melenceng dari apa yang sudah Allah lakukan. Ketika Allah murka atau marah itu, marah yang kudus, ya, dan kita melenceng dalam kehidupan kita, nah itu kita sudah melanggar atau tidak mencontoh kebenaran yang Allah sudah lakukan bagi kita.

Tiga hal tersebut ya, waktu kita marah luar biasa, kita mengabaikan kebenaran Allah yang sudah diberikan kepada kita, kita juga sudah mengabaikan kebenaran yang Allah tuntut, dan juga mengabaikan kebenaran Allah yang sudah Allah lakukan dalam kehidupan kita. Kemarahan manusia yang tidak benar dan berdosa mengabaikan kebenaran-kebenaran Allah tersebut. Kenapa? Karena waktu kita marah dengan yang berdosa, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu ada niat hati yang jahat, ya, niat membalas dendam, niat kebencian. Padahal, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ingat, bahwa Tuhan sudah bilang, “Pembalasan itu adalah hak-Ku, jangan ambil.” Nah waktu kita marah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu tu kita marah, ya, mengambil pembalasan, yang seharusnya dilakukan oleh Allah. Justru kalau kita semakin ambil, sering, hak Tuhan, Tuhan marah sama kita. Justru ketika kita ambil hak Tuhan senantiasa, ya Tuhan, “Ya sudah, kamu mau hakimi sendiri kan,” ya Tuhan diam. Karena Tuhan sudah bilang pembalasan itu hak-Ku. Kamu jangan marah, lakukan sendiri apa yang menurut kamu benar, sudah serahkan kepada Tuhan kalau kamu benci sama orang tersebut, serahkan sama Tuhan, ya.

Orang-orang Kristen ini sebenarnya punya solusi yang baik terhadap emosi kemarahannya, sudah, Tuhan yang adil kok. Memangnya kalau kita tidak berbuat apa-apa, Tuhan tidak bisa berbuat apa-apa? Bisa. Tuhan itu adil, Tuhan itu bisa kasi hukuman dengan cara Nya sendiri, Tuhan bisa kasi pembalasan, yang kita pikir harusnya orang ini dihukum, harusnya orang ini menderita, sudah melukai saya begitu luar biasa, Tuhan bisa kok, nggak harus kita yang ambil pembalasan kita. Pembalasan kita justru lebih ringan, daripada pembalasan Tuhan, ya.

Roma 12:19, “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.” Sudah, kasi tempat Tuhan orang itu jahat, orang itu rasa nya tidak baik, rasa nya banyak dosa, jangan lupa, kita pun banyak dosa. Dan kita serahin aja, “Udah Tuhan, yang penting saya mau berbuat baik kepada dia.” Justru berbuat baik, itu kita berbuat baik kepada orang yang menurut kita salah, atau berdosa, ingat apa gambarannya? Kita seperti sedang menaruh bara api di atas kepalanya. Maka tidak salah Paulus mengatakan lawanlah kejahatan dengan kebaikan. Jangan kejahatan kita balas jahat lagi.

Apa yang bisa kita lakukan kepada orang yang menyakiti hati kita, atau yang membuat kita marah luar biasa, sampai kita itu nggak ada pengampunan, dan ingin membalas dendam, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Paling sederhana adalah doain. Doain dan pikir saya berbuat apa ya, saya bisa berbuat baik apa kepada dia. Itu susah, susah sekali, kita kan pengen nya itu kan berbuat jahat ya, yang jelek, kena lah ke dia, karena dia sudah aneh orangnya, nggak bener, tapi ternyata, salah. Pertama, Tuhan minta kita diam, serahin ke Tuhan, “Tuhan kalau memang orang itu jahat berdosa kan Tuhan itu kan adil, Tuhan kan bisa melakukan keadilan dan pembentukan kepada dia.” Sudah serahin itu, yang kedua adalah kita doain, kemudian kita berbuat baik. Apa perbuatan baik apa yang bisa saya lakukan ke orang tersebut, saya mau lakukan. Karena itu seperti kita mengasihi musuh kita seperti yang Yesus perintahkan.

Yakobus 3:9-10, di situ mengatakan bahwa “Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk.” Ya, hati kita memang mengeluarkan dua jenis hal ya, berkat atau kutuk. Tetapi, Yakobus katakan, “Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi.” Kenapa? Hati yang memuji Tuhan, kontradiksi dengan hati yang mengutuk sesama. Kalau mengutuk itu tidak ada hati yang memuji Tuhan, kalau memuji Tuhan itu tidak ada perasaan mengutuk orang lain. Itu kontradiksi, ya. Kita membenci orang, marah yang tidak kudus, itu kontradiksi dengan kasih Allah. Nggak bisa. Allah mengatakan mengasihi manusia, sesama kita manusia, seperti diri kita sendiri. Mengutuk orang lain, ya, adalah inkonsisten dengan pujian yang kepada Allah, ya, di mana Allah menjadikan manusia menurut gambar Nya.

Ayat 21, “Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu,” implanted word, ya,  “yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.” Ini ayat terakhir pembahasan kita pada hari ini Bapak, Ibu, Saudara sekalian, nasihat Yakobus adalah buanglah. Kata “buanglah” ini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, itu seperti kita melepas pakaian kita, buanglah, lepas, ya, dilepas, segala apa? Segala perbuatan dosa. Buanglah kejahatan yang begitu banyak itu, buang. Waktu kita lepas baju kita, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, biasanya karena apa? Karena itu sudah kotor, ya, sudah keringat, sudah ada debu, sudah ada virus Corona, ya, kita lepas, kita mau kaya buang gitu ya, turunkan, ke keranjang, terus nanti akan dicuci, supaya bersih. Nah itu ya, melepas, kata buanglah itu seperti itu. Jadi kejahatan yang dalam hati kita itu kita lempar dari hati kita, kita buang, supaya apa? Supaya, kalau pakaian kan bisa dicuci lagi jadi bersih lagi, tetapi supaya apa? Supaya hati kita bersih.

Kalau pakaian kita pakai terus, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, apa yang terjadi? Mungkin para dokter akan tau ya, tubuh kita keringetan, baju kita pakai terus, udah bau, kita akan kebauan ya, bius alami ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya, obat bius alami, sampai pingsan sendiri, ya, kulit-kulit berjamuran, panu, mungkin bisa infeksi, kotor, mati nggak? Mati. Kalau kita tidak ganti pakaian yang kotor tersebut. Demikian dengan hati kita, kalau hati kita nempel suatu kebencian, amarah yang tidak kudus, nempel suatu hal yang kotor lagi, kotor lagi, kotor lagi, kotor lagi, lama-lama hati kita akan sakit, infeksi, jamuran, hati kita akan mati, kalau kita semakin banyak perbuatan dosa. Demikianlah Yakobus katakan buang, jangan miliki perbuatan dosa, itu mematikan kamu sendiri. Tetapi ketika kita melakukan perbuatan baik, hal yang dikehendaki Kristus, justru itu kita sedang membersihkan pakaian kita, kita bisa sehat, kita bisa melayani Tuhan kembali.

Yakobus melanjutkan nasihatnya, setelah buanglah kejahatan, yaitu jangan lupa untuk menerima firman Tuhan. Setiap orang-orang Kristen yang mau menerima firman Tuhan itu harus lembut hati nya. Itulah kenapa Yesus katakan berbahagialah anak-anak, sebab merekalah yang empunya kerajaan Allah. Karena apa? Anak-anak itu senantiasa menerima, menerima, apapun terima, mau dipukulin orang tua pun terima, mau apa, mau bisa melawan, anak-anak? Yang jahat pun dia terima, yang baik pun dia terima, itu anak-anak. Anak-anak itu bergantung sekali sama orang tuanya kan? Tanpa orang tua, tersesat, tanpa orang tua, mati, tanpa orang tua, sakit. Nama nya anak-anak itu cuma terima aja, terima, terima, terima. Nah itulah berbahagialah orang yang hatinya seperti anak-anak, karena apa? Pada umum nya hati anak-anak itu menerima, lembut. Hati anak-anak itu lembut hati. Dia menerima firman Tuhan.

Nah Allah, menginginkan kita itu menerima segala yang baik, yaitu Tuhan dan firman-Nya, dengan apa? Dengan hati yang lembut, ya, lembut. Nah ini prinsip waktu kita mendengarkan firman Tuhan itu punya hati yang lembut, yaitu menerima. Ini berbeda dengan kemarahan ya, meekness versus rage atau angry ya. Marah itu menolak, tolak. Kalau udah marah sama orang itu kan kita tolak, nggak ngomong, nggak ketemu, misalkan ya, ataupun ngapainlah, kita tolak. Tapi kalau lembut hati itu nerima, nerima. Nah firman Allah, itu yang ketika ditaburkan itu salah satu syarat supaya kita diberkati adalah terima dulu, ya, apapun terima. Kelembutan ini sangat penting, ya, bagi orang Kristen. Supaya apa? Supaya kita bisa sungguh-sungguh menerima berkat firman Tuhan.

Yakobus 3:13 mengatakan, “Siapakah di antara kamu yang bijak dan berbudi? Baiklah ia dengan cara hidup yang baik menyatakan perbuatannya oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan.” Yakobus 3:13, ini penting sekali, kelemahlembutan membuat kita itu bijaksana dan juga berakal budi. Kita terima, mau terima firman Tuhan, setelah firman Tuhan itu kita terima, barulah bisa tertanam, kemudian bertumbuh, berakar, dan berbuah. Kalau hati nya keras, mengeraskan hati, itu menolak firman. Percuma mau dengar firman apapun kalau hati nya keras, ya, mungkin harus tunggu teguran dari Tuhan sendiri. firman Tuhan itu implanted word, itu kaya gigi ya, gigi itu kan ada yang bisa ditanam kaya seperti itu ya, ditanam, itu nempel dengan kita. firman Tuhan itu nempel, kita ingat, sehingga kita bisa bertumbuh, itu menjadi sifat kita. Sifat kita itu sebagai manusia itu harusnya sifat firman Tuhan, secara natur itu kita lakukan firman Tuhan.

Inilah firman Tuhan yang diterima dan tertanam dalam hati yang lemah lembut, yaitu akan berbuah dengan lebat. Dan firman Tuhan itu, di dalam Yesaya 55:11 juga mengatakan bahwa firman Tuhan yang keluar dari mulut Tuhan itu tetap. Tetap itu tidak akan sia-sia. Orang itu meskipun hatinya keras, tapi namanya sudah dengar, ketika Tuhan lembutkan hatinya, wah, firman Tuhan itu bisa masuk luar biasa. Makanya tidak sedikit orang yang ketika bertobat menjadi orang Kristen umur 50 tahun, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, langsung “gila-gilaan,” jadi Kristennya “gila-gilaan,” kenapa? Karena firman Tuhan itu sudah tertabur begitu banyak dalam hidupnya, tapi dia masih mengeraskan hati, begitu Tuhan, Roh Kudus melembutkan hatinya, firman Tuhan itu langsung masuk ke dalam hidupnya, dan dia langsung, wah, bekerja, melayani Tuhan luar biasa. Itu karena orang itu baru sadar. Tapi kita yang sudah sadar, sudah dibukakan hati nya terima Yesus Kristus, kadang-kadang kita keraskan hati kita, firman Tuhan itu menunggu, ya, firman Tuhan itu menunggu sampai kita buka hati kita, sampai kita lembut, firman Tuhan itu tertanam, dan berbuah, dalam hati kita.

Firman Tuhan itu sungguh-sungguh luar biasa. Yakobus itu mengatakan firman Tuhan itu berkuasa untuk menyelamatkan jiwamu, kalimat terakhir, “firman Tuhan itu berkuasa untuk menyelamatkan jiwamu.” Sifat menyelamatkan, kata menyelamatkan ini sifatnya aorist, ya, atau ini di dalam Bahasa Yunani itu tenses-nya aorist, yaitu apa? Senantiasa menyelamatkan. Jadi menyelamatkan itu bukan hanya satu kali, tetapi berulang-ulang kali, menyelamatkan, menyelamatkan, menyelamatkan terus. Ini firman Tuhan, ya. firman Tuhan setiap hari kita hidup, kita diselamatkan oleh firman Tuhan terus, diperbaharui, ditolong, dibebaskan dari segala perbuatan dosa, dan ancaman si iblis. firman Tuhan lah yang menyelamatkan jiwa kita, dan terus memelihara jiwa kita sampai kepada kekekalan.

Mari kita sama-sama, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita terus bersandar kepada Yesus Kristus dan firman Nya, ya, mari kita sama-sama membentuk hati kita. Kita mau cepat mendengar, lambat berkata-kata, dan juga lambat marah. Kita mau supaya Tuhan memimpin kehidupan kita, membuka hati kita, supaya kita memiliki hati yang lemah lembut, yang rendah hati, sehingga firman itu tertanam dalam hati kita dan berbuah lebat, sampai 100 kali lipat. Kiranya Tuhan boleh ditinggikan melalui kehidupan kita, sehingga ketika kita memiliki hati yang lemah lembut dan rendah hati ini, kita boleh memperluas kerajaan Tuhan, ya, memperluas kerajaan Allah, khususnya di kota Jogjakarta ini. Amin. Mari kita sama-sama berdoa.

Teirma kasih Tuhan untuk berkat firman Tuhan pada hari ini, kami boleh melanjutkan kembali pembahasan Kitab Yakobus, kami mau Tuhan supaya hidup kami ini Tuhan boleh membentuk hati kami, dan hati kami pun boleh kami persembahkan menjadi persembahan yang berkenan di hati Tuhan. Ajar kami Tuhan mengendalikan hidup kami ini, mengendalikan pikiran kami, emosi kami, dan kehendak kami. Kami mau cepat untuk mendengar firman Tuhan, segala yang baik, cepat juga melakukan nya, dan kami juga mau untuk lambat berkata-kata, lambat marah, mengatakan hal-hal yang tidak berkenan di hati Tuhan, kami mau mengatur perkataan kami, menjadi perkataan yang baik, dan bijaksana di hadapan Tuhan. Pimpinlah hidup kami Tuhan, jauhkan kami dari segala yang jahat. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami sudah berdoa. Amin. (KS) 

 

Transkrip khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah

Comments