Argumentasi Kemesiasan Kristus, 14 Februari 2021

Kisah Para Rasul 2:14-40

Pdt. Dawis Waiman, M.Div.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini adalah khotbah yang ketiga kita membahas di dalam Kisah pasal 2 ini. Sebelumnya kita telah melihat bagaimana sebuah khotbah itu harusnya diberikan, yaitu pola daripada khotbah Petrus menjadi pola yang diterapkan di dalam gereja Tuhan atau para pengkhotbah ketika mereka ingin berkhotbah. Lalu hal ke-2 adalah kita sudah melihat kepada prinsip di mana ketika Yesus Kristus diserahkan, maka penyerahan Yesus Kristus itu melibatkan dua hal yaitu pertama adalah apa yang terjadi tidak pernah terlepas daripada kehendak Tuhan Allah tetapi pada waktu Yesus Kristus diserahkan untuk mati di kayu salib, ayat yang ke-23 berkata, itupun adalah menjadi tanggung jawab dari orang-orang yang menyalibkan dan menyerahkan Yesus Kristus.

Saudara, ini menjadi satu pola yang kalau Saudara perhatikan di dalam khotbah yang ada di dalam Kisah Rasul, Saudara akan menemukan ketika Petrus ataupun ketika Paulus berkhotbah berkenaan dengan Injil, maka mereka selalu mengangkat bahwa penyerahan Kristus, penyaliban Kristus, kematian Kristus di atas kayu salib untuk menebus dosa manusia itu bukan hanya sebagai akibat dari penolakan dari orang-orang Yahudi terhadap Mesias mereka, tetapi semua itu bisa terjadi karena Allah yang telah menetapkan sejak dari dalam kekekalan bahwa Yesus harus datang, Dia harus mati bagi dosa manusia. Jadi, satu sisi kita bisa lihat seolah-olah manusia itu berkuasa, satu sisi kelihatan manusia itu bisa memiliki kemampuan untuk mengatur arah dari sejarah ini, tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Alkitab berkata walaupun manusia sepertinya memiliki tanggung jawab, kekuatan dalam sejarah di dalam dunia ini, tetapi di balik itu ada tangan Tuhan yang terus menuntun arah sejarah dari kehidupan manusia dan sejarah keselamatan yang ada di dalam dunia ini. Manusia ndak pernah bisa lari dari apa yang telah Tuhan tetapkan di dalam kekekalan, tetapi manusia juga adalah orang yang bertanggungjawab penuh terhadap setiap keputusan yang mereka lakukan di dalam hidup mereka.

Kita bisa lihat, mungkin saya pernah angkat itu di dalam misalnya Kitab Ester. Pada waktu kita membaca Kitab Ester, maka kita melihat bahwa tidak ada satupun daripada kata-kata di dalam Kitab Ester yang berkata “Tuhan berfirman” atau “ini yang menjadi perkataan Tuhan,” “ini adalah kehendak Tuhan,” sama sekali tidak ada satu kata “Yehova” pun yang muncul di dalam Kitab Ester tersebut. Tetapi yang dimunculkan adalah kisah dari seorang raja yang mengusir permaisurinya karena permaisurinya tidak mau tunduk kepada kehendak atau perintah dari raja itu. Lalu di dalam kondisi seperti ini raja kemudian merasa kesepian karena dia kehilangan seorang istri atau permaisuri, akhirnya diusulkan oleh hamba-hambanya untuk memilih seorang permaisuri yang baru. Lalu dari situ maka terpilihlah Ester untuk menjadi seorang permaisuri yang menggantikan permaisuri Wasti yang diusir oleh raja atau dihukum oleh raja.

Lalu dalam peristiwa itu seperti seolah-olah ini adalah satu kisah yang mungkin hanya mencari seorang permaisuri menggantikan permaisuri yang lama, tetapi kisah itu berlanjut kepada suatu peristiwa ternyata ada seorang daripada pejabat raja tersebut yang ingin membinasakan orang-orang Yahudi. Dan dari situ peristiwa itu bergulir, Mordekhai muncul, lalu Mordekhai bicara kepada Ester untuk bagaimana dia harus berbicara kepada raja supaya rencana dari Haman itu tidak terjadi dan umat Israel bisa diselamatkan. Pada waktu itu Ester mungkin bingung, dia nggak punya wahyu Tuhan, dia tidak ada perkataan Tuhan secara langsung yang dikatakan kepada diri dia, tapi ada perkataan pamannya yang berkata kepada Ester seperti ini, “Kalau engkau tidak mau lakukan itu, Tuhan bisa bangkitkan orang lain untuk itu.” Tetapi yang ke dua adalah, “Kamu jangan pikir kamu bisa lepas daripada kebinasaan itu juga.”  Saudara, mungkin yang jadi Ester, dia gentar sekali. Satu sisi kalau dia menghadap raja Ahasyweros, maka tanpa panggilan raja atau perkenanan raja, dia pasti mati. Tapi kalau dia tidak bicara, dia harus berhadapan dengan perkataan pamannya kalau Tuhan akan menghakimi diri dia dan dia akan turut menanggung akibat daripada penolakan dia untuk berbicara membela bangsanya di hadapan raja, karena dia juga adalah seorang Yahudi.

Lalu dalam kondisi itu apa yang Ester lakukan? Dia minta seluruh Israel berpuasa, termasuk diri dia, untuk dia menghadap raja dan berbicara minta belas kasihan dari Tuhan. Lalu ternyata di dalam kondisi seperti itu raja bermurah hati menyambut Ester. Lalu kemurahan hati raja itu seolah-olah adalah begitu besar sehingga Ester ketika mengundang pertama dia ndak mau sebutkan mengenai tujuan dia, dia undang lagi lalu dia undang Haman juga untuk bersama-sama dengan mereka di dalam perjamuan itu. Haman merasa dia dihormati, ditinggikan, dan dia punya angin di atas angin, dan di atas angin dari Mordekhai dan orang-orang Yahudi, dan dia pikir dia punya rencana akan berjalan dengan baik dan dia bisa mensukseskan tindakan dia untuk membinasakan satu bangsa. Tapi ternyata justru di situ keadaan terbalik semua dari Haman yang ada di atas angin, menjadi dia yang justru disulakan menggantikan tindakan dia yang ingin membunuh orang Israel atau mensulakan Mordekhai, dan orang-orang Israel yang akan dibunuh justru diberikan perintah untuk balik melawan orang-orang yang ingin membunuh mereka sehingga bangsa itu bisa diselamatkan.

Saudara, kalau kita baca kisah ini, kayaknya itu adalah kisah romantisme seorang raja. Kita bisa membaca itu seolah kisah historis dari bangsa Israel. Kita bisa membaca itu dalam pengertian kisah politik yang terjadi di dalam lingkungan kerajaan itu, bagaimana orang-orang itu berusaha untuk mempengaruhi raja supaya dikeluarkan satu kebijakan untuk menyelamatkan satu bangsa. Tapi Saudara, jangan lupa, di balik semua peristiwa itu, kenapa peristiwa itu masuk ke dalam Kitab Suci kita sebagai firman Tuhan? Karena di situ mau menyatakan, walaupun manusia sepertinya mengatur segala sesuatu, dengan segala kecerdasan mereka, kepintaran mereka, mau menentukan arah daripada dunia ini dan apa yang terjadi di dalam kehidupan manusia, semuanya tetap ada di dalam kendali Tuhan yang memelihara umat-Nya, sejarah keselamatan dalam dunia ini. Dan tanpa Tuhan izinkan, maka ndak mungkin hal yang jahat, hal yang mengerikan bisa terjadi kepada umat-Nya atau kepada manusia di dalam dunia ini. Begitu juga sebaliknya, ketika Tuhan tidak memberkati, tidak mungkin ada kesuksesan, keberhasilan, kesehatan, keselamatan yang terjadi di dalam dunia ini.

Atas dasar ini makanya Petrus berkata, di ayat yang ke-23 pada waktu engkau menyalibkan Kristus, jangan lupa, itu adalah tindakanmu yang berdosa, tindakanmu yang jahat, kau adalah bangsa yang durhaka, tetapi di sisi lain Petrus juga mau berkata bahwa apa yang engkau lakukan itu sebenarnya tidak pernah keluar dari rencana Tuhan yang juga sudah menetapkan untuk menyerahkan Yesus disalibkan. Dan itu sebabnya kalau Saudara perhatikan, maka Saudara bisa menemukan Petrus ketika membuktikan kebenaran tentang tindakan Allah atau rencana Allah di dalam penyaliban Kristus dan keselamatan yang dikerjakan di dalam Kristus itu, dia tidak pernah lepaskan kesaksiannya atau pernyataannya dari kebenaran Kitab Suci yang ada di dalam Perjanjian Lama.

Kenapa Perjanjian Lama? Ya tentunya karena Perjanjian Baru belum ada pada waktu itu, karena ini masih merupakan gereja mula-mula, gereja baru terlahir melalui peristiwa Pantekosta atau Pentakosta pada waktu itu, dan Petrus baru berdiri dan berkhotbah, yang menjadi jemaatnya berapa orang baru ada 120 orang, tetapi pada waktu itu Tuhan karuniakan ada 3000 orang untuk ditambahkan di tengah-tengah mereka, itu 3120 orang. Pada waktu itu ada Kitab Suci Perjanjian Baru? Belum ada. Yang ada adalah Perjanjian Lama. Dan Petrus menggunakan Perjanjian Lama untuk dinyatakan kebenaran dari rencana Tuhan terhadap penyaliban Kristus dan apa yang terjadi pada diri Yesus Kristus.

Kalau kita perhatikan di dalam argumentasi yang Petrus berikan di dalam Kisah pasal 2, maka Petrus menyatakan Yesus adalah Mesias, Yesus adalah anak Allah, Yesus dari Nazaret itu sungguh-sungguh ndak mungkin salah, yaitu melalui 4 hal. Pertama adalah pelayanan yang dilakukan oleh Yesus Kristus ketika Dia ada di dalam dunia ini. Lalu yang ke-2 adalah kematian yang dialami oleh Mesias. Yang ke-3 adalah kebangkitan Mesias dari antara orang mati. Dan yang ke-4 adalah kenaikan Mesias ke sorga. Dan pada waktu Petrus membicarakan keempat hal ini untuk membuktikan bahwa Yesus dari Nazaret sungguh-sungguh adalah Mesias itu, dia gunakan Alkitab Perjanjian Lama semuanya untuk berbicara bahwa Dialah, Yesus dari Nazaret, Mesias yang Allah tetapkan untuk menyelamatkan manusia yang berdosa.

Saudara, dan menariknya kenapa? Karena ketika kita bicara tentang Perjanjian Lama sebagai dasar pengutipan dari Petrus untuk membuktikan Mesias, Saudara bisa melihat, dia mengutip dari Samuel, dia mengutip dari Mazmur. Dan Saudara tahu itu kira-kira berapa lama dari peristiwa kematian dan kelahiran Kristus dalam dunia ini? Paling cepat adalah 1.000 tahun sebelum Yesus Kristus lahir dalam dunia ini, segala perkataan yang berkenaan dengan diri Dia itu sudah dinyatakan di dalam Perjanjian Lama. Dan pada waktu kita mungkin bicara tentang kematian Kristus, paling agak mendekati itu adalah di dalam Kitab Yesaya, yaitu kira-kira 700 tahun sebelum Yesus Kristus lahir ke dalam dunia ini, Tuhan sudah berkata berkenaan dengan apa yang akan dilakukan oleh Mesias itu ketika Dia datang ke dalam dunia ini.

Misalnya ambil contoh Saudara boleh buka 2 Samuel 7:12-13 kalau Saudara perhatikan konteksnya, maka ini adalah berkenaan dengan rencana Daud yang ingin membangun Bait Allah. Pada waktu dia sudah mendapatkan ketenangan, rumah untuk menetap, Daud kemudian berpikir, Tuhan belum ada rumah, Tuhan selama ini tinggal di tenda, aku harus membuat sebuah rumah bagi Tuhan. Lalu di situ kebetulan Nathan tiba, dan dia berbicara akan rencananya itu kepada Nathan, dan Nathan mulanya setuju dengan rencana Daud dan dia berkata silahkan kamu buat itu, dan itu adalah sesuatu yang baik, Tuhan menyertai engkau. Lalu ketika Nathan keluar, Daud sudah mungkin senang sekali, tiba-tiba Nathan balik lalu berkata Tuhan baru saja ber-firman kepada aku, kalau yang akan membangun rumah itu bukan engkau tetapi anakmu yang akan membangun itu.

Saudara bisa membaca di dalam ayat 5 ya, “Pergilah, katakanlah kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman Tuhan: Masakan engkau yang mendirikan rumah bagi-Ku untuk Kudiami? Aku tidak pernah diam dalam rumah sejak Aku menuntun orang Israel dari Mesir sampai hari ini, tetapi Aku selalu mengembara dalam kemah sebagai kediaman. Selama Aku mengembara bersama-sama seluruh orang Israel, pernahkah Aku mengucapkan firman kepada salah seorang hakim orang Israel, yang Kuperintahkan menggembalakan umat-Ku Israel, demikian: Mengapa kamu tidak mendirikan bagi-Ku rumah dari kayu aras? Oleh sebab itu, beginilah kaukatakan kepada hamba-Ku Daud: Beginilah firman Tuhan semesta alam: Akulah yang mengambil engkau dari padang, ketika menggiring kambing domba, untuk menjadi raja atas umat-Ku Israel.”

Lalu seterusnya kita lompat ke ayat yang, Saudara bisa membacanya sendiri ya, ayat yang ke 11 ya, “Sejak Aku mengangkat hakim-hakim atas umat-Ku Israel. Aku mengaruniakan keamanan kepadamu dari pada semua musuhmu. Juga diberitahukan Tuhan kepadamu: Tuhan akan memberikan keturunan kepadamu. Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya.” Jadi pada waktu Daud ingin membangun rumah, Tuhan berkata, “Bukan kamu,” tetapi siapa? Anakmu. Lalu pada waktu dia akan membangun rumah untuk Tuhan, Tuhan akan lakukan apa selain daripada dia akan membangun rumah untuk Tuhan itu? Dikatakan Tuhan akan mengokohkan kerajaannya. Lalu waktu ditanya lagi, mengokohkan kerajaan berapa lama? Tuhan berkata selama-lamanya.

Saudara, pada waktu Daud mendengar itu, saya percaya di dalam pemikiran dia, dia akan tidak bisa mengerti, heran, kagum, tetapi juga beriman kepada perkataan Tuhan ini. Kalau kita lihat di dalam sejarah dari pemerintahan raja-raja di dalam Alkitab, maka mungkin mereka hanya memerintah 40-an tahun, 50-an tahun mungkin seperti itu. Tetapi, nggak ada satu pun raja yang memerintah sampai selama-lamanya tanpa ada batas waktu sama sekali. Jadi Tuhan bicara tentang siapa? Di dalam pemikiran orang Yahudi, kemungkinan Mesias atau khususnya di dalam pemikiran Daud, yang memerintah itu pasti bukan manusia. Karena manusia ada batas waktunya, ada titik akhir dari kehidupan yaitu kematian yang mereka alami di dalam dunia ini, maka ndak mungkin dia akan memerintah sampai selama-lamanya.

Lalu yang ke-2 Saudara bisa lihat di dalam Mazmur 16, ini adalah Mazmur Daud yang berbicara tentang Mesias juga. Mazmur 16:8-11, Daud hidup kira-kira 1000 tahun sebelum Yesus lahir dalam dunia ini, dan di dalam ayat 8-11 dia berkata seperti ini, “Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan. Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.”

Pada waktu Daud berbicara berkenaan dengan ini, yang mungkin kita baca adalah Daud sedang bicara tentang siapa ya? Kalau Saudara baca bagian ini, di situ Daud sepertinya sedang berbicara berkenaan dengan diri dia, yang di mana dia memiliki Tuhan yang selalu senantiasa berdiri di sebelah kanannya, yang berarti Tuhan menyertai diri dia, Tuhan memberikan kekuatan bagi diri dia sehingga dia tidak goyah karena ada penyertaan Tuhan itu dalam hidup dia, dan itu membuat diri dia bersukacita, bersorak-sorak, bahkan dia bisa tinggal dengan tenteram dalam hidup dia. Karena apa? Di situ dikatakan karena dia atau Tuhan tidak menyerahkan dia, “…ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan. Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.”

Saudara, waktu kita baca ayat yang ke-10 khususnya, “Dia tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, Orang Kudus-Mu tidak melihat kebinasaan,” Daud mau bicara apa ya? Apakah dia hanya mau berkata bahwa Tuhan memberikan kelepasan bagi diri dia? Waktu dia ada di dalam tangan musuhnya, mungkin ketika dia ada di dalam pengejaran dari Raja Saul yang ingin membunuh dia, dia bisa terlepas dari pembunuhan itu? Apakah dia sedang mau berkata bahwa ketika dia ada di dalam pelarian terhadap anaknya yang memberontak terhadap diri dia, dia tidak dibinasakan di dalam pemberontakan itu, Absalom, tapi dia dipulihkan kembali di dalam kerajaan dia? Apakah di sini Daud sedang mengungkapkan satu statement yang menyatakan satu confident-nya di dalam Tuhan secara psikologis, untuk membuat dirinya terhibur, bahwa Tuhan tidak akan membiarkan orang yang dekat dengan Dia, orang kudus-Nya, mengalami kebinasaan?

Saudara, saya kira itu adalah bahasa manusia yang sering kali digunakan untuk menghibur seseorang. Ada kalanya orang ada di dalam kondisi yang sulit, di bawah, di dalam kondisi yang sedih, dalam kondisi yang menderita, tapi nanti waktu itu akan berlalu, menjadi satu kondisi yang baik karena itu jangan terus ada di bawah tetapi suatu hari nasibmu akan berubah menjadi nasib yang lebih baik. Kamu sekarang ini dikejar-kejar mungkin, kamu ketakutan karena sepertinya nyawamu terancam, tapi tenang, Tuhan masih memberikan kelepasan bagi engkau. engkau nggak akan mati. Mungkin bisa seperti itu.

Tapi Saudara, ketika kita bicara tentang Kitab Suci, kecuali Kitab Suci itu ‘membatalkan’ apa yang dikatakan sebelumnya, perkataan itu nggak mungkin batal. Saya pakai istilah tanda kutip maksudnya adalah misalnya ambil contoh pada waktu Tuhan berkata tentang Taurat, Tuhan bicara, “Kamu harus taat kepada Taurat Musa maka Tuhan akan memberkati engkau. Kalau engkau tidak taat, maka Tuhan akan mengutuk engkau.” Pertanyaannya adalah hari ini kita masih perlu taat Taurat nggak? Karena di dalam Matius 5 dikatakan tidak ada satu iotapun yang akan dihapuskan sebelum langit dan bumi ini berlalu. Artinya semua Taurat Musa tetap berlaku. Sampai kapan? Sampai Yesus Kristus datang untuk yang kedua kalinya.

Tapi kalau semua Taurat Musa itu tetap berlaku, kenapa Galatia berani berkata Tuhan membatalkan? Kenapa Ibrani berani bicara dengan pembatalan itu? Saudara, di sini kita bisa lihat di balik daripada pengertian ‘membatalkan’ itu ada pengertian ‘menggenapi’, sehingga walaupun Taurat itu masih berlaku tetapi dia sudah sebenarnya bukan berbicara mengenai satu yang tetap kita harus jalankan, tetapi Taurat itu menjadi sesuatu tuntutan yang digenapi di dalam diri Kristus melalui kesempurnaan Kristus, ketaatan Kristus. Dan ketika Kristus datang dan menggenapi itu maka kita yang ada di dalam hidup kita, kita tidak tunduk di bawah Taurat tetapi kita tunduk di bawah iman karena kasih karunia dari Tuhan Allah. Tapi Taurat tetap berlaku nggak? Tetap berlaku bagi orang yang menolak kasih karunia. Tuhan akan menuntut mereka berdasarkan kesempurnaan daripada Taurat Tuhan atas dosa-dosa yang mereka lakukan di dalam hidup mereka.

Jadi pada waktu kita berbicara berkenaan dengan Kitab Suci, harus ada kekonsistenan. Penerapan prinsipnya kita nggak boleh dari diri kita sendiri berkata misalnya ada yang berkata, “Wahyu yang terbaru menyingkirkan atau menghapus wahyu yang sebelumnya atau terdahulu.” Itu bukan prinsip Kitab Suci. Prinsip-prinsip Kitab Suci wahyu yang pertama Tuhan berikan dari Kejadian 1:1 sampai Wahyu yang terakhir tetap akan berlaku sampai Kristus datang kedua kali, dan firman Tuhan akan terus bertahan sampai selama-lamanya. Nggak ada satu bagian ayat pun dikatakan salah karena satu kondisi tertentu atau keadaan tertentu yang berubah dan tidak cocok lagi dengan kondisi ayat tersebut. Ini jadi prinsip kita di dalam menafsirkan Kitab Suci ya.

Itu sebabnya kalau kita bicara ayat ke-10, “…sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan,” ini kalimat apa? Apakah Daud sedang menghibur diri dia secara sepihak dia dibebaskan dari musuh maka dia tidak mengalami kebinasaan? Saya percaya tidak. Kenapa? Karena Petrus berkata sampai hari ini – di dalam kisah pasal 2 – kamu bisa buktikan Daud tidak pernah hidup selama-lamanya tetapi Daud binasa, dia mati, dan kuburnya ada bersama dengan diri kita. Dan kalau engkau gali kubur itu, engkau bisa temukan tulang Daud ada di situ.

Jadi kalau Daud bicara, “Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati,” dia bicara tentang siapa? Makanya Petrus di dalam Kisah pasal 2 mengutip bagian ini lalu menyandingkannya kepada diri Kristus. Karena ketika bicara tentang Dia tidak membiarkan ia atau orang tersebut, pribadi itu mengalami kematian, maka itu berarti dia akan hidup sampai selama-lamanya. Lalu siapa hidup sampai selama-lamanya? Saudara bisa bandingkan dengan 2 Samuel 7 tadi itu berkenaan dengan bukan Daud tetapi ada anak dari Daud yang akan memerintah sampai selama-lamanya. Dan siapa dia? Ada satu statement lagi yang muncul di situ yaitu “Orang Kudus-Mu.”

Orang Kudus di sini saya lihat bukan Daud walaupun Daud bisa dikatakan sebagai orang kudus juga, tetapi di sini Daud sedang berbicara tentang 1 pribadi yaitu Mesias yang akan datang bagi orang yang kudus. Dan Petrus ketika membaca bagian ini, dia teringat dengan satu statement yang dikatakan oleh setan ketika bertemu dengan Yesus Kristus. Saudara boleh buka di Markus 1:21 Yesus dalam rumah ibadah di Kapernaum. “Mereka tiba di Kapernaum. Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat. Pada waktu itu di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan roh jahat. Orang itu berteriak: “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret?” Itu masih oke ya. Lalu di sini dikatakan, “Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.”” Menarik ya yang memberi kesaksian tentang Kristus, “Dia adalah yang Kudus dari Allah,” adalah dari mulut setan. Tapi Saudara, yang menarik lagi adalah Yesus menghardik dan membuat setan itu diam dan tidak boleh bicara.

Saya pernah bertemu dengan kelompok guru-guru pada waktu itu, lalu dia berkata seperti ini, “Bapak pernah nggak baca buku tulisan Daud Tony tentang kesaksian dia akan dunia roh? Lalu ketika dia memberikan kesaksian itu berdasarkan pengalaman dia terhadap dunia roh dan apa yang dikatakan oleh roh-roh itu.” Saudara, kita setuju nggak dengan prinsip itu? Dunia roh ada nggak? Ada. Percaya nggak? Harusnya percaya. Kenapa percaya itu ada? Karena dunia roh menyatakan dirinya ada atau karena Alkitab berkata dunia roh itu ada? Mungkin dari pengalaman kita bisa bilang dunia roh itu ada, tetapi yang menjadi hal yang lebih penting bagi orang percaya adalah Alkitab berkata dunia roh itu ada. Kenapa begitu? Ini bicara soal otoritas. Saudara mau pegang mana punya kesaksian yang benar? Kalau Saudara bilang, “Dunia roh ada karena saya melihat itu, saya mengalami itu dan roh ini bicara ini dan itu, dan itu terjadi maka itu adalah suatu kebenaran, kamu harus percaya karena mereka juga bicara sesuatu yang terjadi. Itu adalah suatu kebenaran.” Gawat, jangan-jangan kita sudah ditipu.

Makanya di sini dikatakan apa yang dikatakan oleh setan tentang Kristus, benar tidak? Mungkin benar. Tetapi hati-hati, Saudara, kenapa Yesus menghentikan kesaksian mereka? Karena Yesus tahu ketika semua hal yang bersifat ‘kebenaran’ itu diungkapkan setan, tujuannya adalah untuk penipuan bukan untuk menyatakan kebenaran. Makanya Tuhan tidak mau dia katakan itu dan Tuhan tidak mau rencana dia untuk menyelamatkan manusia seperti yang Bapa rencanakan itu digagalkan oleh kesaksian setan sebelum waktunya, berkenaan dengan siapakah Kristus.

Jadi siapa Mesias itu? Daud berkata ia adalah yang tidak akan binasa. Satu sisi yang kerajaan-Nya akan kokoh sampai selama-lamanya. Yang kedua adalah dia tidak akan dibiarkan Tuhan tinggal di dalam kebinasaan atau di dalam kematian. Kalau Saudara baca di dalam bahasa Inggris mungkin lebih tepat, Tuhan tidak akan biarkan dia punya tubuh rusak, mengalami kerusakan, tetapi dia adalah Orang Kudus-Mu – di sini juga dikatakan – yaitu Mesias itu, di dalam Mazmur 16.

Jadi ada pengembangan pewahyuan yang Tuhan berikan kepada Daud atau kepada diri kita di dalam Kitab Suci. Dan ini menjadi satu hal yang kemudian ditarik oleh Petrus di dalam khotbahnya. Kalau Saudara baca di ayat 29 dan seterusnya di sini dikatakan, “Saudara-saudara, aku boleh berkata-kata dengan terus terang kepadamu tentang Daud, bapa bangsa kita. Ia telah mati dan dikubur, dan kuburannya masih ada pada kita sampai hari ini. Tetapi ia adalah seorang nabi dan ia tahu, bahwa Allah telah berjanji kepadanya dengan mengangkat sumpah, bahwa Ia akan mendudukkan seorang dari keturunan Daud sendiri di atas takhtanya. Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan. Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi.”

Saudara, Petrus menarik satu kesimpulan bahwa Yesuslah Mesias itu, Yesuslah yang sedang dibicarakan oleh Daud. Lalu ada kalimat, “Dia yang sudah dibangkitkan dari kami adalah saksinya.” Saudara, ini adalah satu kalimat yang penting. Kalau kita bandingkan dengan 1 Yohanes maka kita menemukan yang namanya saksi itu adalah orang yang mendengar tentang kebenaran Kristus, orang yang melihat dengan mata mereka sendiri tentang Kristus yang mati dan bangkit, dan orang yang meraba dengan tangan, sensor perabanya kalau yang bangkit itu adalah Kristus dalam kondisi tubuh fisik, bukan secara rohani.

Lalu kalau Saudara baca dalam 1 Korintus 15 maka Saudara akan menemukan yang menyaksikan kebangkitan Kristus bukan hanya Petrus, bukan hanya Yakobus, Yohanes, atau 12 rasul atau 11 rasul, tetapi yang menyaksikan Yesus bangkit dari kematian adalah 500 orang. Artinya itu bukan halusinasi. Yesus memang sungguh-sungguh datang, Dia sungguh-sungguh mati, kita sudah melihat kematian-Nya itu adalah satu kematian yang betul-betul berbicara berkenaan dengan Kristus, lalu pada waktu Dia bangkit, Dia juga bangkit bukan karena itu adalah imajinasi karena dukacita yang terlampau besar dari seorang yang mengasihi Kristus, murid-murid-Nya, sehingga mereka mengharapkan Yesus hidup, lalu dia bertemu dalam mimpi bahwa Yesus datang kepada dirinya untuk berbicara bahwa Dia hidup, tetapi Alkitab berkata mereka sungguh menyaksikan dengan indera mereka, mata, telinga, peraba mereka untuk membuktikan kalau Yesus bangkit dari kematian. Saksi.

Tapi ada hal yang lebih penting juga adalah pada waktu mereka kesaksian itu, dasarnya hanya pengalaman atau bukan. Kalau Saudara baca, dasarnya bukan hanya pengalaman tetapi pengalaman yang didasarkan pada kebenaran firman Tuhan, itu namanya kesaksian. Dan kesaksian yang paling penting itu adalah kesaksian yang berkenaan dengan apa yang Yesus lakukan ketika Dia inkarnasi di dalam dunia ini untuk menyelamatkan manusia berdosa melalui kematian dan kebangkitan Dia.

Saudara perhatikan ini ya. Kesaksian yang baik itu bukan bicara Tuhan sembuhkan saya dari sakit. Okelah ada sukacita di situ, ada satu perasaan Tuhan pelihara dan berkati dia dalam kehidupan dia. Tapi Saudara, hati-hati kesaksian itu tidak mutlak, tidak pasti benar, dan tidak bisa diterapkan pada semua orang percaya. Tapi ketika Saudara berbicara tentang Kristus, maka Saudara pasti bisa terapkan itu kepada semua orang yang ada di dalam dunia ini, bukan hanya di dalam gereja tentang apa yang Kristus lakukan, karena bicara Kristus itu adalah bicara sejarah dunia, bicara sejarah umat manusia, bicara seorang pribadi yang pernah lahir yang namanya Yesus yang adalah inkarnasi Allah yang mati di kayu salib dan bangkit pada hari ketiga. Itu adalah satu kesaksian yang bersifat obyektif tetapi juga didasarkan pada kebenaran Kitab Suci yang sudah dinyatakan jauh hari sebelum Mesias itu lahir di dalam dunia ini.

Dan istilah ini juga membuat kita harus berhati-hati. Tidak semua orang yang bersaksi itu memberi kesaksian yang benar. Saudara, siapa yang memberi satu kesaksian yang benar? Kenapa ada nabi yang disebut nabi palsu? Kenapa ada yang namanya hamba Tuhan palsu atau pendeta palsu dalam dunia ini? Karena ketika mereka memberi kesaksian, mereka tidak mendasarkan itu pada kebenaran Kitab Suci yang konsisten itu, yang komprehensif itu, tapi mereka mungkin hanya mendasarkan itu berdasarkan bagian-bagian Kitab Suci yang mereka adopsi untuk mendukung kebenaran pengalaman mereka. Itu bukan dari Tuhan.

Saya di pembinaan pemuda pernah tanya satu hal ini, “Kenapa perkataan iblis yang mengutip ayat Kitab Suci terhadap diri Yesus di padang gurun disebut sebagai pencobaan? Itu kan Kitab Suci, firman Tuhan, kok dikatakan sebagai pencobaan?” Saya percaya karena iblis ketika mengutip ayat itu, bukan karena dia ingin menyatakan kebenaran tetapi untuk menjatuhkan Kristus dan membenarkan diri dia untuk bagaimana memanipulasi kebenaran itu untuk menipu Yesus dan menjatuhkan Yesus. Itu bukan kebenaran. Saudara mau terima kebenaran, terima seutuhnya. Kebenaran tetap kebenaran tapi harus seutuhnya. Kalau tidak, kita mungkin sedang mencobai Tuhan dalam hidup kita atas nama kebenaran.

Jadi Petrus bilang kami adalah saksi tentang kebangkitan Kristus itu. Yesus memang sungguh-sungguh dibangkitkan dari kematian. Lalu setelah itu ayat ketiga dikatakan, “Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini.” Saudara, pada waktu Yesus sudah dibangkitkan, Petrus kemudian masuk ke dalam argumentasi ketiga yaitu Dia bukan hanya dibangkitkan tetapi Dia ditinggikan oleh Tuhan. Lalu apa bukti peninggian? Peninggian ini bicara Yesus naik ke sorga. Apa buktinya Dia naik ke sorga? Petrus bilang mungkin bisa dikatakan kami juga saksi, pertama-tama. Saudara bisa lihat di dalam Kisah pasal 1, di situ pada waktu Yesus naik ke sorga, menariknya adalah Alkitab tidak mengatakan Dia hilang dari pandangan para murid, Alkitab juga tidak berkata mendadak terjadi ledakan yang dahsyat lalu Yesus Kristus hilang kayak di film, tetapi dikatakan Yesus perlahan-lahan diangkat dari bumi ini naik ke atas, lalu ditutup oleh awan-awan yang ada di langit.

Saudara, kenapa Tuhan menggunakan cara seperti ini ya? saya percaya kalau Dia menghilang, murid nggak pernah bisa buktikan kalau Dia naik ke sorga. Mungkin Dia seperti pada waktu Dia menampakkan diri kepada murid-murid di dalam ruangan mendadak Dia ada di situ, muncul, medadak Dia hilang, tapi Dia masih ada di dalam dunia selama 40 hari lho. Jadi menghilang nggak bisa dijadikan suatu bukti bahwa Dia naik ke sorga. Tetapi peristiwa pengangkatan Kristus di depan saksi mata itu menyatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh naik ke sorga. Lalu ketika Dia naik ke sorga, apa yang terjadi? Alkitab berkata Dia diterima oleh Bapa dan didudukkan di sisi kanan dari Allah Bapa.

Loh kok bisa begitu ya? Sekali lagi Saudara, kok Petrus bisa tahu tentang kebenaran ini? Jawabannya adalah karena Kitab Suci sudah pernah bicara seperti itu, dan Petrus membuktikannya itu dari kalimat di dalam Mazmur 110:1. Di sini di dalam Kisah Rasul 2:34 dikatakan, “Sebab bukan Daud yang naik ke sorga, malahan Daud sendiri berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu.” Saudara bisa bandingkan sendiri dalam Mazmur 110:1 ya di situ.

Dan ada satu hal yang menarik ketika Saudara baca istilah “Tuhan” dan “Tuanku” di situ, dalam bahasa Ibrani satu Tuhan yang pertama itu adalah Yehovah, Tuhan atau Tuanku yang kedua adalah Adonai. Tetapi di dalam terjemahan Yunaninya, Tuhan yang pertama itu adalah Kurios dan Tuhan yang Tuanku yang kedua adalah Kurios. Adonai itu beda nggak dengan Yehovah? Mungkin bisa diterjemahkan sebagai Tuan. Tetapi Saudara kalau ingat tradisi orang Yahudi, maka setiap kali mereka ketemu dengan kata “YHWH” – Yod, He, Vav, He, YHWH – maka mereka nggak akan punya suatu keberanian untuk membaca itu Yahweh.

Maka di dalam tradisi orang Yahudi – pernah dikatakan ya, nggak tahu sampai hari ini mungkin sampai hari ini juga – nggak ada satu orang pun yang tahu secara tepat bagaimana mengucapkan empat huruf konsonan itu YHWH. Apakah Yahweh? Apakah Yehovah? Atau Yahova? Atau yang lainnya, nggak ada yang tahu secara persis, karena apa? Karena setiap kali ketemu istilah itu, mereka menggantinya dengan istilah Adonai. Jadi pada waktu mereka baca-baca Alkitab ketemu YHWH mereka bilang “Adonai”, “Adonai”, “Adonai”.

Jadi pada waktu Daud bicara “Tuhan telah berfirman kepada Tuanku” sebenarnya di dalam pengertian orang Yahudi adalah di sini mau bicara ada dua pribadi yang memiliki kesetaraan di dalam pemikiran Daud, yaitu sama-sama memiliki kesetaraan yaitu Tuhan dan Tuhan yang satu ini berkata kepada Tuhan yang kedua duduk pula disebelah kanan-Ku. Dan itu bisa kita lihat di dalam istilah Yunaninya secara lebih jelas Kurios dan Kurios, Tuhan dan Tuhan, duduklah Tuhan di sebelah tangan kanan atau di sebelah kanan dari Tuhan.

Saudara, istilah ini menunjukkan ketika Yesus Kristus naik ke langit, Dia bukan hanya sekedar melayang-layang di langit – mungkin ya kita juga nggak bisa ngomong Dia duduk seperti ada sebuh kursi karena Allah itu adalah Roh – tetapi paling tidak kita bisa mengerti di situ Dia diterima, kematian Dia, kebangkitan Dia, penebusan atau keselamatan yang Dia kerjakan bagi umat manusia berdosa itu diterima oleh Allah Bapa. Dikatakan bagai Dia duduk disebelah kanan dari Allah Bapa itu.

Buktinya apa? Pertama, Kitab Suci menyatakan itu. Kedua, peristiwa Pentakosta. Saudara, sebelum Yesus Kristus mati, Yesus pernah berkata, “Lebih baik Aku pergi. Kalau Aku tidak pergi, Roh Kudus tidak pernah diberikan.” Lalu yang dilakukan oleh Yesus Kristus apa? Dia menghembuskan Roh Kudus sebagai simbolisme kepada murid-murid-Nya yang 12 itu. Dan Saudara, kapan itu digenapi? Alkitab mencatat pada hari Pentakosta ketika Yesus naik ke sorga, dikatakan Dia menerima Roh Kudus dari Bapa, Roh Kudus itu kemudian dibagikan atau diberikan kepada semua orang yang percaya di dalam Kristus. Jadi Hari Pentakosta itu menjadi satu hari di mana satu sisi kita bisa katakan gereja terlahir dalam dunia ini, tetapi di sisi lain bisa dikatakan bahwa itu merupakan penggenapan dari nubuatan yang ada di dalam Perjanjian Lama. Tapi di sisi lain juga, bisa dikatakan sebagai bukti dari Yesus punya pekerjaan penebusan sudah diterima oleh Bapa dan diakui oleh Bapa sebagai satu kebenaran yang kita bisa percayai karena Roh Kudus dicurahkan kepada orang-orang yang menjadi milik Dia atau umat Dia.

Tapi Saudara, apa yang menjadi kesimpulan dari khotbah Petrus setelah bicara soal ini ya? Dia datang ke dalam dunia melayani, ada mujizat, ada tanda-tanda ada yang dilakukan Dia, lalu Dia mati, Dia tidak mungkin mati, Dia bangkit, lalu Dia naik ke sorga, itu di dalam ayat yang ke-36 Saudara boleh baca ya. Jadi, seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti bahwa Allah telah membuat Yesus yang kamu salibkan itu menjadi Tuhan dan Kristus. Jadi kembali Petrus menarik satu kesimpulan berdasarkan bukti dari ayat-ayat yang ada di dalam Perjanjian Lama untuk menyatakan kalau Kristus atau Yesus itulah sungguh-sungguh Mesias tetapi Dia kembali menggunakan satu istilah atau satu tuduhan yang diberikan, kepada siapa? Kepada orang-orang yang mendengar, orang-orang Yahudi kalau Saudara baca di dalam ayat yang ke-22, “Hai orang-orang Israel,” di situ dikatakan “kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.”

Saudara, saya percaya ini perkataan yang keras sekali ya. Kalau kita perhatikan sebelumnya dikatakan Petrus khotbah sama siapa? Orang Israel. Siapa orang Israel? Orang yang membunuh Yesus Kristus. Dan pada waktu Petrus berkhotbah, dia selalu berkata, “Kamu yang bunuh Yesus, kamu orang jahat, kamu yang bunuh Dia, kamu tahu tidak yang kamu bunuh itu siapa? Yang kamu bunuh itu adalah Mesias.” Buktinya apa? Dia sudah kasihkan semua bukti yang ada di dalam Perjanjian Lama berkenaan dengan Mesias itu.

Saudara kalau perhatikan di dalam peristiwa penangkapan Yesus di Taman Getsemani, ini PA yang saya kemarin, di situ dikatakan Imam Besar, Imam Kepala bukan hanya mengutus pengawal Bait Allah untuk datang menangkap Yesus, tetapi Imam Besar juga mengajak tentara Romawi untuk menangkap Yesus Kristus. Kalau mau ditanya, yang menangkap dan menyalibkan Kristus itu siapa? Romawi atau orang Yahudi? Kalau orang yang munafik itu biasanya suka mengalihkan kesalahan kepada orang lainnya. Dia mungkin akan berkata, “Orang Roma yang menyalibkan, kami nggak kok. Bukan tangan kami tapi Pilatus dan tentara-tentara itu yang menyalibkan.” Tetapi di mata Tuhan ketika orang merencanakan, melakukan motivasi tertentu untuk membuat sesuatu, Tuhan tetap lihat itu dan perhitungkan itu sebagai suatu dosa. Kalau Imam Kepala, orang-orang Yahudi tidak pernah meminta orang Romawi untuk menangkap dan menyalibkan Kristus Yesus nggak mungkin disalibkan. Dia pasti masih tetap hidup. Tapi karena hasutan mereka, karena silat lidah yang mereka lakukan untuk memojokkan Pilatus sebagai orang yang kalau membebaskan Yesus sepertinya membebaskan seorang pemberontak dan melawan Kaisar Roma akhirnya Pilatus berkata Dia disalibkan, tetapi Pilatus cuci tangan terlebih dahulu.

Saudara, Petrus bilang yang bunuh Yesus itu kamu, orang-orang Yahudi. Begitu lantang, begitu tegas, begitu berani, begitu frontal dan begitu langsung menusuk hati. Kenapa ya? Karena ini prinsip dari pekerjaan Roh Kudus. Saudara bisa baca di dalam Injil Yohanes, ketika Roh Kudus tiba, Ia akan lakukan apa? Menginsafkan manusia dari dosa. Itu yang ke berapa? Yang pertama, menginsafkan manusia dari dosa dan membawa masuk ke dalam kebenaran. Jadi pada waktu Roh Kudus bekerja, pertama sekali Dia akan menyadarkan dosa.

Kalau gitu, kalau kita mau tanya ya, khotbah yang baik itu harus bagaimana? Penginjilan yang baik itu harus bagaimana? Yang Petrus lakukan menyatakan dosa, walaupun itu berarti kemungkinan besar dia ditolak dan seperti Stefanus yang akan dirajam mati. Tetapi kita sebagai seorang pelayan Tuhan dan anak Tuhan yang setia kepada kebenaran, setia kepada Kristus, seharusnya tidak pernah boleh mengkompromikan kebenaran Injil itu dan mereduksinya untuk bisa diterima oleh orang tanpa mengkonfrontasi diri dia yang berdosa di hadapan Tuhan. Walaupun itu berarti mungkin kita dipenjarakan, dipukul, dan dianiaya dan ditolak atau bahkan dibunuh sekalipun, karena ini kebenaran.

Jadi Saudara, tetapi pada waktu kita menyatakan keberdosaan orang, yang lebih menyakitkan itu adalah bukan ngomong, “Kamu berdosa.” Kalau saya ngomong, “Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalian harus bertobat karena kalian adalah orang-orang berdosa.” Boleh nggak? Ya boleh. Tapi pertanyaan berikutnya adalah terima nggak? Terima ya. Tapi kalau saya bilang misalnya seperti ini, “Ricky, kamu harus bertobat di hadapan semua orang lain karena kamu berzinah dan saya temukan kamu berzinah.” Ricky marah nggak? Nggak marah? Karena nggak bisa marah kali sudah. Ya nggak ngelakuin, tapi kalau memang kamu ngelakuin gimana? Bertobat gitu ya, tapi dengan satu pikiran mungkin dalam hati, “Pak Dawis ini, kenapa sih harus frontal kayak gitu? Kenapa harus bongkar rahasia saya dan dosa saya? Ya saya mau bertobat percaya Yesus tetapi jangan coreng muka saya lah dan permalukan saya di hadapan semua orang yang lain.”

Kita biasanya marah loh ketika kita dituduh sebagai orang yang berdosa secara spesifik dalam hidup kita. Tapi Saudara tahu tidak pada waktu Petrus berkhotbah, dia bukan hanya bicara dosa secara umum tetapi dia bicara dosa secara spesifik yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap diri Yesus Kristus dan dia ambil simpulan dengan satu kalimat, “Kamu tahu aku sudah paparkan semua kebenaran tentang Kristus dan aku sudah buktikan berdasarkan Kitab Suci bahwa Dia memang adalah Mesias yang Tuhan nyatakan, tetapi Mesias itu sekarang kamu bunuh, kamu tolak, kamu benci, kamu aniaya, kamu akibatkan kematian, Dia bangkit dari kematian. Dan bahkan bukan hanya itu, Dia dijadikan Tuhan dan Kristus dalam hidup-Nya.” Itu yang membawa pada pertobatan bagi orang yang mungkin dipilih, tetapi bukan bagi orang yang tidak mendapatkan kasih karunia. Karena yang tidak mendapatkan kasih karunia akan jatuh di dalam kebencian dan terus akhirnya menolak dan menganiaya. Tapi yang mendapatkan kasih karunia dia akan bertobat dan mengakui itu.

Tapi terlebih lagi juga di sini dikatakan kalau Saudara bandingkan dengan Filipi pasal 2, Saudara akan temukan ayat 11 di situ dikatakan walaupun mereka menolak, itu tidak pernah bisa menjadikan penolakan mereka satu kebenaran untuk mengatakan Yesus bukan Tuhan. Karena pada akhirnya semua orang yang menolak Kristus pun harus mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan. Dan Tuhan akan paksa mereka untuk mereka mengakui Yesus adalah Tuhan karena memang Dia adalah Tuhan.

Dan responnya bagaimana? Ini respon yang luar biasa sekali kalau Saudara baca di dalam ayat 37. Kalau Saudara jadi orang Yahudi itu ya, Saudara dIbukakan tentang kebenaran Yesus memang adalah Mesias, lalu Mesias itu Saudara sudah bunuh. Nggak mungkin balik kan? Lalu Dia bukan hanya dibunuh mati, kalau Dia cuma mati nggak ada sesuatu yang membahayakan diri kita mungkin. Tapi Dia bangkit loh. Lalu ketika Dia bangkit, Dia bukan hanya bangkit, Dia adalah Tuhan dan Hakim dari orang-orang yang telah membunuh Dia. Kira-kira responnya gimana?

Kalau Saudara bertemu dengan orang kaya yang punya kuasa untuk menjebloskan Saudara dalam penjara atau menganiaya Saudara dan membuat Saudara hilang dari dunia ini, Saudara bersalah kepada dia, Saudara lakukan apa? Mungkin kita nggak, kalau ada kemungkinan nggak ganggu orang itu. Tapi kalau kita akhirnya bersinggungan membuat orang itu tersinggung, mungkin kita cepat-cepat cari jalan untuk menyelesaikan masalah sebelum orang itu marah sehingga kita tidak hilang dari dunia ini. Saudara, ini kesadaran yang muncul dari orang-orang Israel. Tapi persoalannya adalah yang mereka lawan itu bukan manusia yang berkuasa, bukan Pilatus, bukan Raja Romawi, yang mereka lawan itu Tuhan yang kekal, yang ketika mereka mati dalam dunia ini mereka nggak bisa lari loh. Mereka harus bertemu dengan satu-satunya Hakim terakhir dari dunia ini yaitu Tuhan Yesus Kristus.

Apa yang harus mereka lakukan? Itu menimbulkan satu ketakutan, satu kegentaran yang begitu besar dalam hati mereka, suatu keadaan yang begitu menusuk hati mereka yang membuat mereka nggak bisa tidak berkata, “Apa yang harus kami lakukan, Petrus? Kami sudah membunuh Yesus. Tapi Tuhan sudah membangkitkan, yang kamu katakan itu adalah suatu kebenaran. Apa yang harus kami lakukan? Kami adalah orang yang berdosa.” Menariknya adalah Petrus kemudian berkata, “Kamu harus bertobat, memberi dirimu dibaptis dalam nama Kristus dan Roh Kudus akan diberikan kepada kamu.”

Kalau Saudara lihat di dalam peristiwa Kornelius di situ ada pola Petrus berkhotbah firman, Roh Kudus dicurahkan, mereka dibaptis. Jadi orang menerima Roh Kudus ketika dia percaya kepada Kristus melalui pendengaran akan firman Tuhan. Tetapi ada satu kata di sini yang muncul, ‘baptis.’ Saudara, Petrus berkata, “Kamu tidak cukup hanya bertobat menerima Kristus, tetapi kamu harus dibaptiskan.” Artinya adalah ketika seseorang percaya kepada Kristus, dia harus punya suatu kerendahan hati dan kerelaan untuk membuat diri dia dibaptis, menerima baptisan, di sini dikatakan di dalam nama Yesus untuk menyatakan kalau dia adalah milik Yesus. Tetapi di sisi lain juga, selain daripada untuk memberi diri dibaptis sebagai satu ketaatan kepada perintah Tuhan, baptisan juga menyatakan orang yang percaya kepada Kristus tidak mungkin tinggal diam tanpa diketahui dan menyatakan iman dia secara terbuka kepada orang lain.

Saudara, kenapa kita melakukan baptisan di depan gereja? Karena itu menjadi saksi di hadapan semua orang Kristen lain kalau kita bertobat dan menerima Kristus. Ini 3000 orang harus dibaptiskan itu menyatakan bahwa mereka harus melepas agama Yahudi mereka. Mereka tidak bisa menjadi orang Kristen yang ada di dalam agama Yahudi tetapi harus memisahkan diri dari agama Yahudi menjadi satu kelompok sendiri yang disebut sebagai orang Kristen, pengikut Kristus, dan menyatakan iman itu kepada dunia dan kepada orang Yahudi tentang kebenaran Kristus. Ini prinsip Kitab Suci, Saudara.

Jadi sekali lagi, setiap orang yang mau menerima Kristus, dia harus punya satu kesadaran kalau diri dia berdosa di hadapan Tuhan. Bukan korban orang lain, tetapi diri dia yang telah berdosa di hadapan Tuhan. Tanpa kesadaran itu, saya yakin nggak ada pengharapan bagi orang itu. Saudara tahu orang Farisi, mereka adalah orang yang kemudian ditolak oleh Kristus karena apa? Mereka merasa diri mereka benar dan selalu memikirkan mereka adalah orang yang baik di hadapan Tuhan, mungkin kalau mau ditarik lagi mereka mungkin berpikir ketika mereka ada sesuatu hal mereka adalah korban dari kejahatan orang lain bukan karena mereka jahat, tapi mereka adalah korban, karena itu mereka selalu memandang diri mereka benar. Tapi Tuhan berkata, “Karena engkau melihat dirimu benar, maka tidak ada keselamatan bagi engkau.” Tapi bagi pemungut cukai yang berdoa di hadapan Tuhan dengan mengaku dosa, ia adalah orang yang dibenarkan oleh Tuhan.

Jadi harus ada penyadaran akan dosa, ada pertobatan dari dosa kita, datang kepada Kristus, percaya pada keselamatan yang Kristus berikan dan nyatakan diri kita milik Kristus melalui memisahkan diri kita dari orang-orang dunia melalui baptisan yang kita terima dan kehidupan yang diubahkan di dalam Kristus. Dan berita ini adalah sesuatu yang harus dikabarkan, dan keselamatan itu disiapkan oleh Tuhan bagi siapa? Bagi orang-orang yang sudah dipilih oleh Tuhan di dalam kekekalan, Saudara bisa baca itu di dalam ayat yang ke-39. Saya akhiri di sini.

 

Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah (KS)

Comments