Sabar dalam Penderitaan, 16 Juli 2023

Sabar dalam Penderitaan

Yak. 5:7-11

Vik. Nathanael Marvin

 

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ketika saya cari-cari di google ya, kata kunci “orang paling sabar di dunia”, saya sudah tahu, nama yang muncul bukan saya. Pasti bukan saya. Nama yang muncul adalah nama yang begitu terkenal pastinya. Nama saya tidak terkenal ya. Nama saya biasa-biasa saja. Dan yang muncul itu nama siapa? Nama Ayub. Tapi Ayubnya itu bukan y-nya 1, tapi dobel y. Yaitu penulisnya siapa? Orang-orang yang menuliskan dari agama Islam. Agama Islam pun mempelajari tokoh Ayub, tapi beda. Dari namanya saja beda. Dobel y. Yang satu dobel y, kalau kita cuma y-nya 1 saja. Ada “Ayyub” versi Islam, ada “Ayub” versi Kristen, tetapi kurang lebih kesimpulannya adalah Ayub ini dipandang sebagai orang yang betul-betul mengalami pencobaan dan ujian yang sangat-sangat berat dan juga sangat-sangat lengkap.

Jika melihat Ayub dalam Alkitab, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita tahu segala jenis pencobaan, segala jenis ujian yang berat itu dialami, baik dalam pencobaan dan ujian dalam hal iman. Dia dicobai, dia diuji juga. Jadi, kita harus bedakan ya, kalau pencobaan itu datangnya dari setan untuk menghancurkan kita, kalau ujian itu datangnya dari Tuhan untuk mendewasakan kita. Tapi 2 hal itu bisa saja dalam kondisi dan situasi yang sama. Bisa terjadi. Nah, Ayub dicobai setan, diuji Tuhan. Dalam hal apa? Dalam hal iman. Percaya nggak kepada Tuhan yang begitu mengasihi dia? Dia saleh, dia hidup benar, dia tidak melakukan kejahatan, kok menderita? Dalam hal keuangan atau harta, dia pun mengalami ujian dan pencobaan. Dalam keluarga, dia mengalami ujian dan pencobaan. Dalam pekerjaan, dia pun mengalami ujian dan pencobaan. Dalam kesehatan, dia pun mengalami ujian dan pencobaan. Bahkan dalam persahabatannya dengan ketiga sahabatnya pun, dia mengalami tuduhan-tuduhan dan penghakiman-penghakiman yang begitu berat.

Kesabaran Ayub betul-betul diuji ketika mengalami penderitaan yang begitu berat ini. Dia pada 1 hari yang bersamaan, 10 anaknya langsung mati. Bagaimana membuat pemakaman untuk 10 anaknya berbarengan ya? Kemudian bukan saja itu, dalam 1 hari itu, harta kekayaan ludes diserang oleh bangsa-bangsa lain. Selanjutnya, tubuhnya kena penyakit kulit, gatal-gatal. Bukan saja itu, istrinya yang seharusnya menjadi penolong dia, malah mengatakan, “Sudah, mati saja kamu! Kutuki Allahmu yang kamu sembah itu!” Wah, ini adalah penderitaan mental, fisik, dan juga materi yang begitu berat. 3 sahabat Ayub datang untuk menghibur pada mulanya. Ini bagus, menghibur dengan diam. Silent comfort. Diam, tapi setelah diam beberapa hari, sahabat Ayub pun tidak tahan. “Pasti kamu ada dosa ya? Makanya kamu menderita seperti ini. Kamu pasti jahatlah sama Tuhan, makanya Tuhan hukum kamu dengan penderitaan itu supaya kamu bertobat. Bertobat, Ayub!” Padahal Ayub sendiri sadar di hadapan Tuhan, “Saya sungguh-sungguh kok taat kepada Tuhan. Saya menjauhi segala dosa.” Tapi teman-temannya ini sangat tidak menghibur dia.

Tetapi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Ayub sabar. Dia menghadapi segala penderitaan itu dan meskipun dia adalah orang yang saleh, yang berpegang pada Tuhan, bersandar pada Tuhan, tetapi waktu kita pikirkan, dalam penderitaannya yang begitu besar itu, apakah Ayub ada pikiran untuk mati saja? Ada! “Lebih baik aku matilah, tidak dilahirkan di bumi ini, karena aku begitu banyak menderita.” Tapi, apakah Ayub bunuh diri? Tidak! Ayub bertahan. Ayub sabar dalam penderitaan yang dia alami. Apakah Ayub mengeluh dan berdoa supaya “Tuhan, lepaskan aku dari penderitaan ini!”? Ayub berdoa. Ayub mengeluh juga. Tuhan kita adalah tempat curhat kita yang utama. Ayub mengeluh dengan sungguh-sungguh. ”Kenapa? Aku ini sudah sungguh-sungguh taat, sungguh-sungguh beribadah. Kenapa Tuhan memberikan aku penderitaan?” Ayub mengeluh dan berdoa untuk Tuhan melepaskan dia dari penderitaan, iya, tapi dia tidak pernah menyangkali imannya kepada Tuhan. Dia susah hati? Iya, tapi dia tetap setia kepada Tuhan dan hidup saleh di hadapan Tuhan. Ayub seorang yang sabar, bahkan sangat sabar.

Kita dapat belajar bahwa kesabaran itu bukan sebuah kata yang ringan, sudah kita tahu. “Sabar. Tahulah, sabar. Tidak perlu dikasih tahu orang, saya sudah tahu, saya lakukan.” Kesabaran adalah hal-hal yang sungguh ajaib. Kesabaran dapat menolong kita melalui penderitaan, bukan dengan dosa, melainkan dengan kekudusan hidup. Ini jalan yang berbeda ya. Kita sama-sama menderita. Semua orang itu sama-sama ada pergumulannya masing-masing. Dan Tuhan kasih tahu juga bahwa pencobaan atau ujian yang kita alami itu tidak melebihi kemampuan kita. Dan ketika kita menjalani penderitaan, 2 respon adalah apakah kita menjalani penderitaan hidup itu dengan berdosa, dengan kecewa kepada Tuhan, dengan marah-marah kepada Tuhan atau menjalani penderitaan itu dengan kekudusan hidup? Tetap sabar, tetap kuat. Banyak orang menderita seperti Ayub meninggalkan Tuhan. Baru 1 penderitaan. Soal kekayaan, misalnya. “Sudah, saya tidak mau ke gereja lagi.” Baru soal keluarga. “Keluarga saya berantakan. Sudah, nggak mau pelayanan lagi!”  Baru 1 saja. Ini Ayub menerima seluruh ujian dan pencobaan dari Tuhan. Dia tetap setia pada Tuhan, meskipun tidak ada orang yang lain di sekitarnya yang mengajaknya untuk setia pada Tuhan. Orang sabar ini. Sangat kuat sekali.

Orang sabar memiliki ketenangan dan ketahanan yang tak kunjung hilang. Ini adalah ciri-ciri orang sabar. Dia punya ketenangan. Menghadapi masalah itu tenang. Nggak usah emosi-emosi terlalu ekstrim dan juga dia punya ketahanan, endurance. Ya, endurance ini diketahui oleh orang-orang yang suka olahraga ya. Orang yang naik sepeda itu bisa berjam-jam, 5 jam naik sepeda ya. Begitu ke gereja, wah, berat! 5 jam naik gunung, naik sepeda, semangat, nggak ngantuk ya, tapi begitu ke gereja 2 jam, wah, lemah. Endurance-nya di mana? Endurance-nya waktu dia bekerja ya secara fisik. Tapi, endurance itu bukan secara fisik saja ya, otot, tenaga, tetapi secara mental juga. Secara mental, kita bisa tahan nggak dengar khotbah yang begitu lama di GRII ya katanya. Begitu lama di GRII, khotbahnya sejam.  Itu perlu endurance, perlu ketahanan. Perlu apa? Kesabaran. Perlu kesabaran.  Ayub tetap setia kepada Tuhan dan dia sabar menanggung segala penderitaan yang Tuhan izinkan demi kemuliaan nama Tuhan.

Saya sempat cari-cari di google juga ya. Google ini menjadi sumber bahan khotbah juga ya. Kalimat-kalimat bijaksana tentang kesabaran dari pepatah Jawa. Kita hidup di Jawa Tengah. “Sabar kui subur.” Apa itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Sabar adalah kemuliaan. Bukan sabar adalah kesuburan. Bukan ya. Salah. Sabar adalah kemuliaan. Luar biasa ya. Sabar itu mulia, agung. “Wong sabar rejekine jembar. Wong ngalah uripe berkah.” Coba tafsirkan sendiri. Itu bahasanya saya tidak mengerti ya. Orang yang bersabar itu rezekinya luas. Orang yang mengalah itu hidupnya berkah. Satu lagi ya. “Sabar kui pancen rekasa, amarga sabar iku ganjarane swarga.” Nah, itu ya. Nggak tahu saya. Pokoknya, sabar itu memang berat ya karena sabar itu hadiahnya adalah surga. Wah, luar biasa ya! Mau masuk surga? Sabar! Tetapi itu tidak sesuai dengan doktrin Alkitab tentunya. Kita selamat itu karena anugerah, tapi orang yang mendapatkan anugerah, harusnya sabar. Kurang lebih begitu. Jangan dibalik, terus sabar supaya bisa masuk surga. Enggak ya.

Dalam bahasa Yunaninya, kata sabar berarti apa? Ini bahasa Yunani, bahasa Alkitab Perjanjian Baru. Sabar itu bukan pasif, tapi sabar itu juga adalah aktif. Aktifnya bagaimana sih, kalau sabar yang aktif? Sabar yang aktif adalah gigih. Bukan gigi ya. Gigih berjuang keras, maju terus, menolak untuk berhenti, dan juga bertahan. Itu sabar. Wah, luar biasa ya! Bagi para pemuda, baru-baru ini saya sempat menonton film anime. Judulnya Black Clover. Mungkin ada yang pernah menonton ya. Ini lumayan dapat pesan moral yang cukup banyak. Kita boleh saja menonton film, tapi jangan sampai kecanduan, para pemuda ya. Jadi, ada nama tokoh utamanya, namanya Asta dan Yuno. Asta dan Yuno ini punya cita-cita menjadi wizard king. Orang yang tertinggi. 1 saja. Jabatan ini 1 saja di kerajaan tersebut. Orang yang paling berkuasa, paling kuat di kerajaan itu dan tujuannya adalah untuk melindungi yang lemah. Kita menjadi orang yang punya jabatan, punya kekuatan itu supaya melindungi yang lemah dan memberikan damai sejahtera. Itu cita-cita mereka. Dan di dalam konteks film itu, seluruh rakyat pada waktu itu lahir punya kuasa. Kuasa di dalam film anime kan sebutannya bisa magic, bisa Ki, bisa Tao, bisa cakra gitu ya kalau Naruto dan lain-lain ya. Kekuatan supranatural. Tapi, si Asta ini lahir tanpa magic. Orang lain punya magic, punya kuasa. Magic-nya itu dalam hal angin, tanah, api, air, es dan lain-lain ya, tetapi dia nggak punya magic sama sekali. Dia minder. Tapi dia punya kekuatan daya tarung yang kuat dan dia selalu katakan bahwa, “Saya ingin menjadi wizard king, meskipun saya tidak punya magic.” Terus dia berusaha latih fisiknya. Yang bisa dia kerjakan, kerjakan. Tetapi dia bisa jadi tokoh utama dalam film ini. Dia menjadi petarung yang hebat di dalam film ini tanpa magic. Wah, bagaimana ini caranya? Ya nantinya kalau penasaran, nonton, kalau nggak, nggak usah ya. Nanti bisa kecanduan ya. Bahaya ya. Dia selalu katakan bahwa, “Because my magic is in never giving up.” “Saya nggak punya magic seperti orang-orang lain, tapi magic-nya saya atau kekuatannya saya adalah saya tidak pernah menyerah. Saya ada kesulitan di hadapan saya, saya lawan, saya tahan, saya hadapi. Jangan lari! Berani! Lawan! Mau mati? Mati saja!” Demi melawan, mencapai cita-citanya. Ini adalah kekuatan apa, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Endurance, kesabaran. Kegigihan. Nah, itu ya di dalam film tersebut. Jadi, kesabaran sebenarnya punya makna yang sangat indah dan kuasa yang sangat besar. Bukan cuma terima dan pasrah, tapi bertahan dan gigih berjuang menghadapi semua penderitaan dan kesulitan yang ada.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita semua ada pergumulan kok ya. Tidak ada manusia yang tidak ada pergumulan hidup. Masalahnya, ada kalanya kita pergumulannya itu berat, ada kalanya ringan. Itu bermacam-macam, berbeda-beda. Tapi, kunci untuk menghadapi segala masalah dan pergumulan hidup adalah apa? Salah satunya sabar. Minta kesabaran dari Tuhan dan minta Tuhan menguatkan, baik mental maupun fisik kita untuk menghadapi penderitaan. Jangan minta kita tidak ada penderitaan. Itu permintaan yang mustahil. Semua orang di dunia ini pasti ada penderitaan. Jangan minta, “Tuhan hindarkan saya dari penderitaanlah, saya nggak suka, tolong berhenti!” Lho, siapa Tuhannya? Kalau Tuhan izinkan penderitaan ada, ya harus terima. Terus, bagaimana untuk bisa menghadapi penderitaan? Tuhan kasih kesabaran. Tuhan kasih kekuatan

Kita masuk kepada pembahasan ayat 7 ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Dalam perikop ini, Yakobus menasehati orang Kristen agar bersabar terhadap penderitaan, tetapi dalam konteks eskatologis. Maksudnya adalah kamu sabar sampai eskatologis, yaitu akhir zaman, sampai kedatangan Yesus kedua kalinya, sampai selama-lamanya kamu masih ada di bumi ini harus sabar. Harus sabar sampai akhir zaman, sampai kedatangan Tuhan, sampai pada kesudahannya. Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau kita lihat konteks surat Yakobus ditulis, sebenarnya itu ditulis ketika dalam bayang-bayang Stefanus itu baru dirajam batu sampai mati. Paulus juga waktu itu menangkap orang Kristen. Kemudian, perlahan kekristenan mulai berkembang. Saulus bertobat ya, menjadi Paulus dan juga mengabarkan Injil, tetapi penderitaan itu tetap ada. Banyak orang Kristen menderita karena imannya. Dia ditangkap, dimusuhi, dianiaya, dan lain-lain. Maka, waktu Yakobus menuliskan surat ini kepada pembacanya, ini adalah surat yang betul-betul kontekstual untuk mereka. Mereka sedang dalam penganiayaan. Mereka sedang dalam penderitaan. Mereka orang Yahudi Kristen yang diaspora, tersebar luas ke berbagai daerah, tercerai berai, dan mereka adalah orang Kristen. Mereka tidak punya siapa pun mungkin, karena keluarganya semua orang Yahudi yang taat. Dia bertobat menjadi orang Kristen, tapi dia Yahudi juga. Mereka sedang dalam kondisi yang susah. Penganiayaan oleh orang Yahudi. Jadi, Yakobus mengatakan, ”sabar.” Sabar ini menjadi 1 hal yang memang hal khusus diberikan kepada para pembacanya, tetapi pembacanya pun bisa melihat bahwa sabarlah dalam segala sesuatu yang mereka alami, penderitaan yang dialami itu. Kesabaran memang sebuah jalan yang sulit, tetapi ketika berhasil melalui jalan sulit itu, kita akan memperoleh sukacita dan upah yang besar.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita sabar dalam hal apa? Kita sabar itu dalam hal mengalami keburukan dari manusia yang berdosa. Penderitaan itu, kita tahu ya bisa datang dari kita sendiri yang berdosa, yang salah, bisa datang dari orang lain, bisa datang dari godaan iblis atau kuasa iblis, tetapi kita perlu sabar. Secara kontekstual, nasehat Yakobus ini sebenarnya berhubungan dengan ayat yang sebelumnya di atas, yaitu ketika kita sempat bahas juga kan, ketika ada para budak, para orang-orang Kristen yang bekerja, terus tuannya itu, yang majikan yang kaya itu cinta akan uang sehingga orang yang di bawahnya itu ditindas. Mereka nggak punya power apa-apa, mereka harus nurut sama majikannya, sama tuannya, terus akhirnya menderita. Dan memang orang kaya yang cinta akan uang ini nggak boleh seperti itu ya. Harus bertobat. Nah, Yakobus katakan, “Karena itu, bersabarlah kamu.” Prinsipnya adalah karena kamu menderita, karena kamu tidak ada kekuatan, kekuasaan, ya kamu ngapain? Sabar. Jangan sampai kita hilang kendali. Jangan sampai kita gagal melawan godaan dan menyerah atau marah terhadap Tuhan. Tunggulah sampai kedatangan Yesus Kristus. Itulah kekuatan kesabaran yang Tuhan anugerahkan kepada kita.

Kesabaran yang Tuhan berikan itu tak terbatas. Sampai kedatangan Yesus Kristus, kita bisa sabar dengan pertolongan Tuhan sendiri. Raja yang sejati akan membela perkaramu dengan adil di akhir zaman. Jadi, kita jangan menuntut semua adil itu di masa ini. Kalau kita menuntut semua keadilan, semua harapan kita di masa ini, kita nggak sabar. Kita jengkel, marah, kecewa. Bisa saja, kita menunggu dengan sabar sampai kedatangan Yesus. Tuhan yang akan mengadili semua orang kok. Memangnya Tuhan tidak adil, sampai kita harus menuntut keadilan Tuhan di masa sekarang? Enggak, kita tunggu saja. Nggak papa. Sabar.

Lalu, Yakobus memberikan ilustrasi. “Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.” Bicara soal musim, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, memang musim ini sulit diperkirakan ya. Kadang-kadang tidak menentu, tetapi kita tahu juga, ini musim hujan, musim kemarau. Kalau di Indonesia kan demikian. Tetapi tidak mesti. Ada kalanya musim kemarau, eh, tiba-tiba hujan. Pada waktu musim hujan, ada juga kemarau, seperti itu ya. Seorang petani pun demikian. Dia pun ketika melihat musim, dia tahu ini musim menanam, musim menabur, musim menuai, dan lain-lain, tetapi ada kalanya dia tidak melihat musim yang teratur sehingga ketika dia berusaha untuk menanam tanaman, dia lihat nggak ada hujan. “Ya sudahlah, saya nggak usah merawat tanaman lagi. Saya sudah menyerah.” Sudah menyerah, nggak mau jadi petani yang menanam tanaman lagi, dan akhirnya sudah berhenti. Ternyata, di situ turun hujan. Ini adalah petani yang memang tidak sabaran. Gelisah, mulai tidak percaya Tuhan. Akhirnya nggak mau lagi jadi petani. Eh, malah ternyata hujan turun.

Nah, kita harus belajar tenang, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, karena dunia ini memang iklim berubah. Kalau kita lihat iklim yang berubah, kita bisa lihat kayaknya dunia ini iklimnya ke arah yang lebih buruk, apalagi ada global warming. Kita bisa khawatir. Kita bisa jadi paranoid juga. “Wah, dunia ini bagaimana nanti ke depannya ya?” Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Nanti nggak ada bensin, nanti semua panas, tumbuh-tumbuhan mati, dan lain-lain. Kita bisa khawatir ya, tapi kalau kita lihat Tuhan, kita tahu Tuhan itu pencipta bumi ini, Tuhan juga pemelihara bumi ini, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dan saat ini pun Tuhan sedang memelihara bumi ini. Apa sih yang perlu kita khawatir? Apa susahnya sih bagi Tuhan membuat bumi ini tetap terawat, terjaga? Tuhan bisa pakai orang-orang untuk membuat teknologi semakin maju supaya bumi ini tidak terlalu rusak parah. Dengan karya-Nya yang begitu berkuasa, Tuhan bisa memelihara setiap kita dalam pekerjaan kita apa pun. Yang Tuhan inginkan kita lakukan adalah apa? Sabar saja. Jangan melihat apa yang terlihat, tetapi berdasarkan firman Tuhan. Andaipun hujan tidak turun, Tuhan betul-betul dapat memberikan bijaksana kepada para petani agar bisa memelihara tanamannya, asal dia sabar, asal dia gigih. Bagaimana supaya tanaman ini bisa tumbuh. Apa dengan kesempatan yang Tuhan berikan, ya pertolongan orang lain, atau dengan teknologi untuk bisa menanam tumbuhan dengan baik, menghemat air, dan lain-lain. Asal setia dan sabar dan bergantung pada Tuhan, petani itu bisa mendapatkan hasil dari jerih payahnya. Ya bersabar. Mungkin, petani ini banyak mengalami kegagalan ya karena dia tidak sabaran. Bisa jadi karena demikian.

Kemudian, Yakobus memberi nasehat lagi, kenapa harus bersabar dan kenapa harus meneguhkan hati. Ya ambil lagi kontekstual ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yaitu karena kedatangan Tuhan sudah dekat. Jadi, bukan saja alasan kenapa kamu harus bersabar? Karena bersabarlah sampai kedatangan Tuhan. Dinasehati ya. Dikasih konteks eskatologis. Tetapi, Yakobus katakan juga bahwa ingat bahwa kerajaan Allah itu sudah dekat., kedatangan Yesus Kristus itu sudah dekat juga. Maka bersabar karena sudah dekat. Nah, waktu itu Yesus juga pernah berkhotbah bahwa kedatangan kerajaan Allah itu sudah di depan tangan-Nya, tangan kita. Sudah dekat. Tetapi setelah lewat 2.000 tahun lalu, sampai sekarang pun, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Yesus Kristus belum datang kedua kalinya lagi. Dan kita pikir, ini waktu yang lama. Nah, masalahnya perspektif waktu kita dengan waktu Tuhan itu berbeda. Kita pikir, lama ya. 70 tahun, 80 tahun, kayaknya sudahlah, sudah terlalu lama hidup di dunia ini. Sudahlah, mati saja. Kurang lebih begitu ya. Bagi Tuhan, baru sebentar kok. “Oh, baru 80 tahun, OK, Nabi Musa, pimpin ya bangsa Israel keluar dari tanah Mesir!” Baru 80 tahun kan? Masih ada 40 tahun lagi. Jadi, jarak waktu kita itu kita pikir dekat, padahal bagi Tuhan masih jauh. Kita pikir masih jauh, masih lama, padahal sudah harus dekat, sudah harus kita hati-hati. Point-nya adalah Tuhan minta kita itu agar bersabar dan bijaksana. Akhir hidup kita itu nggak ada yang tahu kapan. Maka, kita bisa tebak nggak? Saya hidup masih lama. Nggak bisa.  Saya hidup tinggal sebentar lagi. Nggak bisa. Jadi, apa yang perlu kita lakukan? Ya sudah, kita tahu bahwa akhir hidup kita pasti ada. Akhir zaman juga pasti ada. Yang kita lakukan di dalam kehidupan dunia yang jatuh dalam dosa ini apa? Sabar. Bertahan. Nasehat selama kita hidup di dunia yang penuh dosa dan penderitaan adalah bersabar.

Selain bersabar, Yakobus juga memberikan nasehat yang lain, tetapi point-nya juga sama, yaitu bersabar. Yaitu dengan apa? Jangan bersungut-sungut dan saling mempersalahkan supaya jangan dihukum, karena Sang Hakim sudah berdiri di ambang pintu. Jadi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bersungut-sungut atau saling mempersalahkan itu lawannya dari kesabaran. Maka nasehat Yakobus itu betul-betul point-nya adalah sabar, sabar, sabar, tapi dengan cara yang berbeda. Sabar sampai kedatangan Tuhan. Sabarlah, ingat bahwa kedatangan Tuhan itu sudah dekat. Lalu, jangan bersungut-sungut, jangan saling mempersalahkan satu dengan yang lainnya. Artinya apa sih? Ya sabar. Jangan sampai kamu dihukum. Bersungut-sungut bukan saja tidak sabar, tetapi Alkitab menyatakan bahwa itu tanda ketidakpercayaan akan pemeliharaan Tuhan, kalau kita nggak sabaran. Nggak sabar! Cepat! Sesuai dengan standar saya! Itu kayak Israel. Israel itu nggak sabaran. Waktu keluar dari tanah Mesir, mereka kan menderita sedikit di padang gurun ya, mengalami yang namanya tidur di padang gurun, meninggalkan tempat tinggal, rumah, meninggalkan daging, brambang goreng, gitu ya, meninggalkan sayur, meninggalkan makanan-makanan yang enak, baju yang bagus, bisa gonta-ganti. Sekarang, keluar dari tanah Mesir, mereka baju terbatas, sandal juga terbatas, tempat tinggal tidak ada, mereka harus berkemah. Wah, tidak sabarlah. Mereka bersungut-sungut. Akibat ketidaksabaran, mereka bersungut-sungut. “Musa, Harun, lebih enak di Mesir! Kami bisa makan daging. Kami bisa tidur. Nggak papalah jadi budak, bekerja, tapi ada kenyamanannya.” Mereka tidak sabar, padahal mereka bisa masuk ke tanah Kanaan dan itu juga nyaman. Nah, ini perlu kita ingat ketika bangsa Israel dibebaskan dari perbudakan Mesir, dosa mereka adalah tidak sabar, bersungut-sungut. “Lebih enak di Mesir, daripada dipimpin oleh Tuhan!” Bayangkan ya. Lebih enak di Mesir, dipimpin Firaun, daripada dipimpin oleh Tuhan, karena mereka salah melihat segala sesuatunya.

Tetapi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, sebenarnya, pada umumnya ada teolog berpendapat bahwa waktu kita mengeluh atau bersungut-sungut, sebenarnya ini dosanya cukup minorlah, dibandingkan dengan melukai orang atau langsung membunuh orang yang membenci. Tapi ngeluh doang, “Ah, kamu ini, ini dan itu!” “Ah, nggak enak! Ah, nggak nyaman! Ah, malas! Ah, bosan!” Mengeluh kan? Itu minor. Kita bisa ungkapkan juga, nggak masalah. Tetapi, Yakobus justru menasehati agar menanggapi dosa ini dengan serius. Kalau kita nggak sabar itu harus serius. Kenapa kita bersungut-sungut? Kenapa kita mengeluh? Kenapa kita tidak mengucap syukur atas anugerah Tuhan? Kalau dosa ini ditumpuk-tumpuk, dibiarkan ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, nanti lama-kelamaan, kita sendiri yang akan menjadi lemah, kurang kuat dalam Tuhan, dan akhirnya meninggalkan Tuhan juga. Yakobus kurang lebih seperti menakut-nakuti seorang anak. “Ayo, jangan begitu ya! Jangan tidak sabar! Nanti ada hakim lho yang menghukum kamu!” Menakut-nakuti. “Tuhan itu Hakim. Dia sudah berdiri di depan pintu, siap menghukum kamu yang bersungut-sungut dan saling mempersalahkan. Entah hukumannya bagaimana, pokoknya mengerikan.” Supaya kamu bertobat. Daripada dihukum dulu baru bertobat, mending sekarang. Jangan sampai kebablasan. Jangan sampai kita tidak bersabar.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau kita kedatangan tamu di depan pintu dengan tiba-tiba, hati kita kan langsung tidak nyaman. Ada orang juga ya kalau kedatangan tamu tanpa janjian itu bisa emosi. “Harusnya janjian dulu dong! Ini kediaman saya!” dan lain-lain. Begitu juga, kalau ada orang kalau kedatangan tamu, tiba-tiba ada bell di rumah, wah, shock! Karena apa? Bajunya terlalu nyaman. Terlalu tipis, kurang bahan, tapi enak ya di rumah, nggak dilihat orang siapa-siapa. Langsung ganti-ganti. Ganti baju, rapi-rapi, menampilkan yang terbaik. Tapi, hatinya kan kayak terburu-buru begitu ya. Kayak kesusu gitu ya. Terburu-buru. Demikian ya, kalau Tuhan berdiri di depan pintu, kita yang tidak sabaran, harus segera bersabar. Daripada kita kena teguran Tuhan, daripada kita menderita sendiri ya, atau melakukan hal yang buruk. Jangan sampai, wah, kita itu “Sudah tenanglah, mengeluh sedikit nggak papa.” Keluhan terus hidup kita. Itu berarti kita tidak mengucap syukur atas kedaulatan Tuhan dalam hidup kita. Kita terus complaint ke Tuhan, complaint ke Tuhan. Tuhan mungkin ngomong ke kita ya, “Maksud kamu, Aku tidak sempurna? Maksud kamu, Aku gagal untuk mengatur segala sesuatu sehingga kamu complaint terus, complaint terus, complaint terus? Maksud kamu apa?” Ini hakim. “Aku tidak pandai menilai orang? Aku tidak pandai menilai situasi dan kondisi? Maksud kamu apa sih complaint terus?” Kurang lebih begitu ya. Wah, ngeri ya kalau Tuhan sampai kayak gitu ke kita. Kita di hadapan hakim. Maksud kamu apa? Begitu ya. Hakim ini sudah tahu yang paling benarlah. Dia adil, Dia benar, Dia betul-betul punya otoritas. Kita ini di hadapan Tuhan itu siapa sampai kita berhak complaint terus ke Tuhan. Kita kurang sabar.

Dan bagian terakhir Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Yakobus menasehati agar kita bersabar dengan mengambil contoh atau teladan dari para hamba Tuhan yang dipanggil untuk memberitakan firman Tuhan. Jadi caranya Yakobus untuk menyatakan “kamu harus bersabar” itu dalam acara saya pelajari pada hari itu. Sabar sampai kedatangan Tuhan, sabar karena kedatangan Tuhan sudah dekat, dan sabar juga supaya kamu jangan bersungut-sungut atau jangan saling bertengkar satu dengan yang lainnya. Dan yang terakhir Yakobus ambil contoh pelayan Tuhan, yaitu siapa? Para nabi. Pertama Yunus, ambil contoh para nabi. Nggak disebutkan nabinya siapa tapi Yakobus mengambil contoh nabi. Nabi adalah memang seorang yang dipakai Tuhan memberikan teladan dalam ketahanan, endurance, di tengah segala penderitaan. Jadi orang yang mau jadi hamba Tuhan salah satu cirinya harus ada endurance dalam segala penderitaan. Banyak nabi itu menderita ketika dia melayani Tuhan, tetapi mereka tetap setia karena apa? Ada kesabaran yang Tuhan berikan pada mereka. Ambil contoh lah ya, kan Yakobus tidak memberikan contoh nabinya siapa, kita pilih sendiri nabinya siapa. Ambil contoh lah ya, nabi-nabi besar. Nabi-nabi besar ini dalam arti bukan badannya besar ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya, tapi kitab nabi-nabi besar adalah beritanya meluas ke Yehuda, Israel, bahkan bangsa lain atau pun juga dia memberitakan suatu hal yang khusus, hal yang penting.

Nah ambil contoh nabi Daniel. Kita tahu ya Daniel itu di masa remaja, mungkin usia 15 tahun, 16, 17 tahun, dia harus dibuang ke Babel. Bayangin ya masih remaja, masih semangat-semangatnya, masih muda. Tetapi kemudian dia dibuang di Babel, dia tahu bahwa dia harus bergantung kepada Tuhan. Masalahnya, di Babel itu dia diganti namanya. Bukan hanya diganti namanya, dia dikasih jabatan untuk melayani raja sepenuh hidupnya. Tapi, mending kalau Rajanya itu raja yang baik hati, raja Kristen. Ini raja Nebukadnezar, ya, tidak mengenal Tuhan. Kemudian Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Pdt. Stephen Tong waktu di NRETC menjelaskan bahwa nabi Daniel ini, dia menjelaskan mungkin yang tidak pernah dijelaskan orang-orang. Daniel ini menderita, Daniel ini begitu setia. Ketika dia dibuang ke Babel dia masih remaja dan dia pekerjakan oleh raja. Kemungkinan besar, Daniel ini sejak muda sudah dikebiri, jadi kasim. Karena kita tahu kelihatannya Daniel ini tidak berkeluarga, tidak punya istri, tidak punya anak. Dia rajin berdoa, setiap hari 3x. Itu adalah penderitaanya. Siapa sih yang mau dari muda dikebiri? Nggak usah nikah. Anak remaja mau nikah. Anak SD bahkan sekarang pacaran. SMP mulai pacaran, SMA mau menikah. Susah ya sekarang. Tapi Daniel ya sudah, terima, terima nasib kurang lebih. Sabar dia. Dia tidak kecewa kepada Tuhan. “Ya sudah, saya memang kaya begini. Saya tidak bisa menikah, tidak bisa kembali ke Yerusalem. Saya harus layani raja, saya layani raja segenap hati saya.” Ini adalah nabi Daniel. Dia sabar.

Nabi Yeremia, disebut sebagai nabi yang meratap. Karena apa nabi yang meratap? Karena dia tertolak oleh bangsanya sendiri. Dia khotbah ke bangsa Israel, ditolak. Mending kalau cuma ditolak, didiemin. Nabi Yeremia itu digambarkan seperti nabi yang ngomong ke tembok. Ngomong ke tembok karena ditolak, nggak ada respons sama sekali. Dia bukan saja ditolak, dia juga kesepian, nggak ada teman, seorang nabi ini. Dan bukan hanya saja itu, lebih parah lagi, Israel itu lawan dia. Seorang penulis berkata bahwa nabi Yeremia berkhotbah kepada telinga yang tuli dan menuai kebencian dari orang yang dikasihi. Dia tuai kebencian. Dia mengasihi bangsa Israel, tapi yang dia tuai adalah kebencian. Dia khotbah segenap hati, tapi telinga bangsa Israel tuli. Uniknya, nabi Yeremia bisa berkata dalam kitab Ratapan, (Ratapan 3: 22-23) “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” Kenapa ya? Nabi Yeremia hidupnya pelik, rumit, ditolak, kesepian, dilawan, dibenci tapi dia katakan tetap kasih setia Tuhan itu baru setiap pagi. Karena dia sabar, dia tahan, dan dia gigih berjuang.

Ada penafsir sempat berkomentar ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kenapa ya Yakobus kok tidak pakai teladan Yesus Kristus waktu mengatakan, “Kamu sabar seperti Yesus tuh, sabar banget, tidak berdosa.” Kenapa Yakobus menggunakan contoh para nabi untuk menjelaskan kamu harus bersabar. Kenapa demikian? Bukankah Yesus itu paling sabar sedunia, Dia tidak pernah melakukan dosa, dan Yesus juga adalah hamba Tuhan yang paling menderita? Bapak, Ibu, Saudara sekalian, memang ya, kalau kita mau cari teladan, langsung lah lihat Yesus. Itu paling sempurna, paling lengkap, paling cukup. Nggak usah lihat teladan orang lah di dunia ini, karena manusia itu ada kelemahan dan kekuatan, ada dosa juga. Kita berdosa ya. Kita semua bisa langsung melihat kepada Yesus Kristus, betul. Tetapi Alkitab sendiri, Yakobus sendiri, itu tidak selalu mengambil teladan kepada Yesus Kristus. “Kamu lihat para nabi itu.” Para nabi yang hidup di zaman dulu di Perjanjian Lama. Supaya apa? Supaya lebih kontekstual dengan para pembacanya. Dia pilih para nabi. Lihat Perjanjian Lama lho, Perjanjian Lama itu mereka belum melihat, masih bayang-bayang, Mesias yang akan datang. Tapi mereka bisa tetap bersabar. Padahal Yesus yang mereka kenal itu kurang, kalau mau dibandingkan ya. Ini teori apalagi. Teori apalagi adalah apalagi sekarang, sudah lihat Yesus dengan jelas, kematian Yesus di atas kayu salib, kasih-Nya yang begitu besar, masih kita menggap Tuhan itu jahat? Masihkah kita tidak mau bersabar dalam penderitaan? Kurang lebih seperti itu ya Yakobus tekankan dari Perjanjian Lama bukan dalam Perjanjian Baru. Meskipun para nabi hidupnya tidak sejahtera secara materi, tetapi relasi mereka dengan Tuhan itu penuh dengan sejahtera.

Terakhir, Yakobus mengambil contoh Ayub. Para nabi dan Ayub. Ayub memang sabar, sudah dibahas juga tadi. Dalam hati dan doanya dia berdoa kepada Tuhan, bersandar kepada Tuhan tapi Ayub pun sebenarnya pernah tidak sabar. Dia sempat complaint, berkeluh kesah kepada Tuhan atas penderitaan yang dia alami. Dia alami banyak penderitaan dan ketidakadilan dan itu dia berjuang untuk sabar. Meskipun dia sadar sendiri kalau dia itu tidak sabar, pernah mengeluh dan yang lain-lain. Tetapi kurang lebih Ayub itu betul-betul bertahan atas seluruh penderitaannya karena apa? Dia melihat penderitaan itu seperti tugas, assignment. Assignment yang harus kita lalui. Yah OK lah, ambil contoh paling sederhana, waktu kita ke dokter ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita ingin sembuh. Dokter kasih tugas kepada kita, harus istirahat cukup, tidak boleh makan ini dan itu, harus minum obat, harus begini dan begitu. Nah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, namanya harus begini dan begitu kan kita seolah-olah diatur, dikekang. Dan kita bisa katakan itu peraturan itu kita menderita. Tapi anggaplah itu sebagai tugas yang memang harus kita kerjakan supaya kita memang bisa sembuh. Nah demikian waktu Ayub melihat penderitaannya, dia ingin bereskan seluruh penderitaan itu. Dia ingin terima seluruh penderitaan itu seperti layaknya beresin PR satu per satu. OK penderitaan, terima, tahan. Apa lagi? Kurang lebih ya kalau mungkin bisa berkata demikian, “Apa lagi penderitaan yang harus aku alami.” Alami lagi, tahan lagi. Dia tahu bahwa ini ada akhirnya kok penderitaan itu, bukan terus menderita sampai mati. Dia tahu bahwa itu harus saya lalui satu per satu dan saya harus membuktikan bahwa saya itu tetap setia kepada Tuhan. Mungkin dia anggap penderitaan itu seperti misi, misi yang harus dibereskan, dibereskan, dibereskan. Maka dia mau jalankan, bukan hindari. Bukan dihindari, gagal, nggak! Dia lawan, dia gigih. Maka tidak salah Tuhan izinkan penderitaan kepada Ayub itu bertubi-tubi, bahkan bersamaan lagi. Kan ada yang bilang penderitaan Ayub itu silih berganti. Tapi sebenarnya bukan saja silih berganti, antri ya. Bersamaan lagi. Antrinya berdua, bukan hanya satu-satu. Penderitaan Ayub itu bertubi-tubi dan bersamaan. Tapi dia sabar dan bertekun kepada Tuhan.

Maka Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di dalam teologi itu ada istilah “ketekunan Ayub”, “kesabaran Ayub”, “ketahanan Ayub”. Ini yang menjadi istilah, vocabulary bagi kita bahwa kita itu coba meneladani Ayub dengan begitu serius. Kalau kurang, “Saya itu jauh lebih menderita daripada Ayub” mungkin ada yang mengatakan demikian ya karena penderitaan saya terlalu berat. Kalau kita menganggap diri kita itu lebih hebat daripada Ayub ya, sekarang lihat kepada Yesus. Lihat kepada Yesus, Yesus itu orang paling menderita seluruh dunia. Karena apa? Bandingkan saja, Yesus tidak pernah berdosa. Kalau kita berdosa kan. Kalau kita berdosa menderita ya wajarlah, kita menderita karena dosa kita. Tapi Yesus itu tidak pernah berdosa tapi Dia menderita. Apakah itu fair? Apakah itu adil? Nggak kan. Dari satu sisi pandang itu saja, Dia paling menderita. Ayub bagaimana pun saleh dia tetap berdosa kok. Dia bisa introspeksi “saya ada dosa”, bahkan dia mengeluh kepada Tuhan, bahkan dia mau mati. Itu bisa saja berdosa. Tapi Yesus tidak pernah berdosa, maka Dia adalah orang yang paling menderita. Dia turun ke dunia, Tuhan menjelma menjadi manusia, Dia betul-betul menderita. Dia benar, Dia setia, Dia sabar, bahkan harus mati di atas kayu salib. Itu sangat menderita. Tidak ada penderitaan yang lebih besar daripada penderitaan yang dialami Yesus Kristus. Jadi jangan sampai kita anggap penderitaan kita itu terlampau besar. 1 Korintus mengatakan bahwa pencobaan yang kamu alami itu adalah pencobaan yang umum, common. Semua orang alami. Semua orang bisa alami bukan hanya diri kita sendiri saja.

Kemudian Yakobus memberikan motivasi lain atau motivasi dorongan ya dalam bersabar dalam penderitaan yaitu lihat hasil yang Tuhan berikan kepada Ayub. Sekarang kamu sudah melihat beberapa nasehat, sekarang lihat hasil yang Tuhan berikan kepada Ayub. Nah hasilnya bukan serta merta cuma pemulihan. Kita tidak termotivasi dengan ketika kita melalui penderitaan ada pemulihan di depan maka kita mau sabar di dalam penderitaan. Tidak. Seorang Kristen kita termotivasi melalui penderitaan itu selain karena perintah Tuhan tetapi banyak hal lain yang di depan yang akan kita terima, bukan serta merta pemulihan yang secara materi. Maka ada beberapa orang yang menafsirkan atau menjelaskan bahwa apa sih yang disediakan Tuhan bagi orang yang bersabar dalam penderitaan? Yang pertama adalah yaitu apa yang diberikan oleh Yesus Kristus di dalam kematian dan kebangkitan-Nya; keselamatan dan pengenalan akan Allah yang setia. Itu bisa ke arah keselamatan ya, atau kita itu bisa mengenal Tuhan lebih dalam lagi lah point-nya. Bukan berarti karena kita sabar maka kita selamat, tetapi karena kita sudah selamat dulu kemudian kita bisa sabar di dalam Kristus.

Kemudian yang kedua adalah hidup yang kekal. Kita menikmati hidup yang kekal yang diterima dan dijanjikan oleh Tuhan kepada kita. Maksudnya apa sih? Ya kita waktu bersabar dalam penderitaan kita bisa terhibur karena apa? Karena ada janji hidup kekal Tuhan berikan kepada kita. Masa kita nggak mau sih mengucap syukur atas hidup yang kekal yang Tuhan berikan kepada kita dengan bersabar? Kurang lebih seperti itu ya. Kemudian yang ketiga, pemulihan kehidupan seseorang, baik materi, ini yang dialami oleh Ayub, maupun juga secara rohani. Ayub dipulihkan, tubuhnya sehat, harta kekayaannya 2x lipat, istrinya baik lagi, anaknya juga dilahirkan kembali, banyak lagi. Itu pemulihan dari Tuhan sendiri. Bayangin kalau Ayub menyerah. “Sudah saya bunuh diri saja. Saya sudah percaya Yesus. Saya mendapatkan anugerah keselamatan, saya putus asa. Bunuh diri. Toh betul kan, tidak ada dosa yang memisahkan kita dari kasih Yesus, saya bunuh diri saja.” Kalau Ayub bunuh diri, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, OK, betul, dia bisa masuk surga betul, tetapi dia tidak mendapatkan upah yang disediakan Tuhan bagi orang sabar. Karena apa? Dia menyerah kok. Ya sudah, nggak dapat upah. Tetap masuk surga, masuk surga. Emangnya orang bunuh diri pasti masuk neraka? Nggak. Apa dong arti dari ayat kitab Roma, tidak ada yang bisa memisahkan kita dari kasih Kristus, baik pemerintah, baik kuasa, baik dosa, baik malaikat, baik apapun di bumi ini. Tapi bukan berarti kita menjadi orang Kristen yang hopeless, yang tidak sabaran pengen masuk surga, sudah bunuh diri. Seperti ajaran sesat di mana-mana ya. Sudah, Tuhan Yesus akan datang kedua kalinya, kita sambut, kita bunuh diri bersama-sama. Toh masuk surga toh. Iya. Itu tidak menghargai kehidupan yang Tuhan berikan kepada kita. Mungkin kita pun betul-betul bukan orang Kristen. Mungkin kita tidak beriman, kita tidak sabar kepada Tuhan dan kepada hal yang terjadi dalam hidup kita.

Yang keempat adalah upah bagi orang sabar adalah rencana Allah itu bisa kita ketahui, nyata dalam hidup kita. Oh, saya bersabar, ternyata Tuhan itu mau mengerjakan sesuatu di depan dengan lebih indah. Saya bisa merasakan pekerjaan Tuhan ketika saya bersabar. Tapi kalau nggak sabar, ya sudah. Bukan kita yang tidak melihat anugerah Tuhan, Tuhan yang tidak mau kita melihat pekerjaan Tuhan. Wong tidak sabar kok, sudah. Kurang lebih Tuhan juga punya gengsi-Nya sendiri. Ya sudah, kamu tidak sabar ya nggak lihat rencana Tuhan di depan. Nggak ada wahyu yang Tuhan nyatakan di depan. Kan nggak sabaran kok. Nah itulah motif-motif yang Yakobus berikan agar kita itu lebih niat lah bersabar. Ada beberapa alasan harus bersabar, motivasi tambahan. Ada upah loh bagi orang yang sabar.

Bahkan di bagian terakhir Yakobus menekankan 2 sifat Allah yang agung, yang menolong kita juga untuk bersabar dalam segala kesulitan dan penderitaan, yaitu apa? Allah itu merciful, Allah itu murah hati. Kamu minta kesabaran? Tuhan berikan. Allah itu Maha penyayang, Maha pengasih. Mana mungkin sih ada orang tua yang tega anaknya menderita terus. Orang tua itu ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, sampai memiliki kasih yang berkorban, “Lebih baik aku yang berkorban daripada anakku yang menderita.” Itu kasih orang tua. “Daripada anak saya yang menderita, nggak punya masa depan. Saya sudah tua ini. Ambil nyawa saya demi anak saya itu bahagia. Jangan sampai menderita dia. Kalau dia menderita, saya saja yang menderita.” Itu orang tua di bumi. Allah itu jauh melebihi orang tua yang penuh kasih. Maka waktu kita menderita, Tuhan itu ngerti. Tuhan itu merciful. Tuhan itu pengen berhentikan penderitaan. Tuhan itu Maha penyayang, tapi ada suatu rencana Tuhan yang perlu Tuhan nyatakan melalui penderitaan dan kesulitan kita. Maka Tuhan izinkan. Itu pun dalam hati Tuhan juga hati Tuhan sedih ketika melihat anak-anakNya itu menderita. Jika kita sadar memiliki Allah yang merciful dan compassionate, kita akan sabar di dalam Kristus, kita akan jalani hari dengan ketenangan dan kita tahu bahwa kesusahan sehari itu adalah kesusahan sehari. Ada pada porsinya. Kita jalani hari kita, besok ada kesukaran lagi, ya sudah. Jangan tumpukan kesusahan di masa depan ke hari ini. Semua ada porsi penderitaan, kesusahan hari demi hari.

Mari kita baca Roma 12:12 Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini adalah suatu nasehat yang sangat bagus bagi kita yang di dalam penderitaan. “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!” Seringkali kita di dalam hidup ini kita berpikir bahwa hidup ini bahagia kalau tanpa penderitaan. Kan itu pikiran manusia. “Hidup bisa bahagia deh kalau saya tidak menderita.” Padahal tidak demikian. Manusia tidak harus selalu bahagia untuk bisa hidup. Manusia bisa hidup karena memang anugerah Tuhan yang menopangnya dan juga manusia tetap bisa hidup meskipun hidupnya penuh dengan penderitaan. Tetap bisa hidup. Namun ketika manusia itu hidup di tengah-tengah penderitaan, jangan lupa bahwa Tuhan yang memberikan kekuatan karena Allah itu Maha kasih, Maha penyayang. Dan Tuhan juga menyediakan kekuatan surgawi bagi kita semua yang di tengah penderitaan.

Memang penderitaan itu memang menyakitkan ya, menekan dan membuat kita tidak enak. Siapa sih yang mau menderita? Nggak ada. Maka yang kita butuhkan apa? Yaitu kesabaran untuk melampaui penderitaan. Sesuatu yang melampaui penderitaan itu apa sih? Kesabaran. Kesabaran bisa memakan penderitaan. Terus kemudian kita bisa melanjutkan hidup kita. Dalam 2 Tim. 3:12, memang seringkali orang yang hidup kudus di hadapan Tuhan, mau hidup suci itu pasti mengalami penderitaan, ada penganiayaan. Mau hidup kudus? Ada penderitaan. Mau hidup tidak kudus? Ada penderitaan. Mending yang mana Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Hidup tidak kudus, menderita. Hidup kudus, menderita. Ya mendingan hidup kudus. Kita lihat coba ya 2 Tim. 3:12, “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya”. Ya, jadi jangan pikir kita hidup saleh, hidup benar, hidup kudus tidak ada aniaya, tidak ada penderitaan. Salah! Justru makin ada. Makin ada juga ya ketika hidup kudus di hadapan Tuhan, makin banyak penderitaan. Nggak masalah! Memang itu yang harus kita alami supaya kita makin menjadi dewasa. Kesusahan. Kesusahan memang harus kita alami.

Dalam pelayanan, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kesabaran kita diuji memang. Beberapa hal yang saya alami sendiri, misalkan ya, ada ketika mengerjakan pelayanan itu, pelayanan sendirian. Sendirian, tanpa ada orang tahu, memang kesabaran kita diuji. Bukan berarti saya malu ya kalau sendirian pelayanan, nggak masalah. Tapi ada kalanya ya waktu pelayanan di rumah sakit, itu betul-betul saya sendiri, yang lain memang tidak bisa. Saya tidak menyalahkan yang lain karena memang tidak bisa, ada kegiatan lain. Saya sendirian, saya pikir pasiennya sedikit, ternyata 13 orang. Bayangkan ya 13 orang, siap? Siap! Mulai dari jam 8, selesai jam 10, 2 jam. Saya 2 jam keliling, terus mengunjungi orang, saya jadi kaya robot ya, sama ngomong. Tapi di situ ada penghiburan Tuhan berikan. Saya bukan mengeluh gimana ya, tapi dalam arti, saya jalani dengan biasa saja. Puji Tuhan, biasa 1 orang melayani 13 pasien. Yang di ICU 3 lagi. Aduh, mau ngomong juga itu memang seperti ngomong nggak ke orang ya karena dia kesadaran berkurang. Kita hanya bisa melihat matanya, nafasnya. Ya sudah, bacain firman Tuhan, mendoakan. 2 jam sendiri. Nah kalau tidak sabar, mungkin mengeluh. Saya kasih contoh ini bukan saya mengeluh ya, tapi saya bersyukur boleh dapat kesempatan. Padahal sudah ajak orang lain, PIC yang di rumah sakit sudah diajak, nggak bisa. Ajak pemuda lain, nggak bisa. Ajak istri, jangan, nanti kecapean, nanti bahaya. Karena istri kan sedang hamil, katanya ibu hamil trimester pertama nggak boleh terlalu capek, nanti bayinya jatuh karena bayinya sedang berkembang di dalam perutnya. Akhirnya nggak bisa ajak siapa-siapa. Ya sudah, sabar. Nah itu, ada kalanya kita sendiri pelayanan, nggak masalah. Tapi kalau kita nggak sabar Bapak, Ibu, Saudara sekalian, mungkin kita putus asa. Daripada pelayanan sendirian, nggak ada yang men-support saya dan lain-lain, bisa mundur.

Terus yang kedua, pelayanan juga bisa tidak sesuai dengan ekspektasi dan rencana kita. Wah itu jengkel, kita sudah rencana baik-baik, eh tiba-tiba berubah. Ya sudah, apa yang perlu kita lakukan? Sabar. Sabar, bertahan, lakukan yang terbaik, ada rencana Tuhan, pembentukan yang Tuhan berikan kepada kita. Bukan saja itu, dalam pelayanan Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ada gesekan dalam pelayanan dengan orang yang berbeda pendapat dengan kita. Yang satu ngomong A, yang satu ngomong B, yang satu ngomong C, mau pilih yang mana. Ya sudah, pilih sabar. Pilih sabar saja, yang penting itu baik, lakukan, kerjakan dengan sungguh-sungguh. Dan kita pun di gereja demikian, sebenarnya Tuhan menginginkan kita sabar juga. Gereja yang Alkitabiah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bukan gereja suku, bukan gereja yang satu warna saja. Yuk, pemuda doang berkumpul, anak-anak doang berkumpul, itu bukan gereja. Itu komunitas sosial. Klub, klub pemuda, klub anak-anak, klub lansia, atau persekutuan khusus. Tapi gereja itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian, gereja itu semua suku boleh datang, semua umur boleh datang, semua latar belakang boleh datang. Orang yang pintar, orang yang bodoh, orang yang miskin, orang yang kaya, semua boleh datang. Terus berkomunikasi satu dengan yang lain. Dan di situ melatih apa sebenarnya? Sabar. Kita beda kok. Orang Makasar sama orang Jawa beda. Orang Jawa halus-halus, orang Makasar mungkin kasar-kasar, gitu ya. Orang Sumatera teriak-teriak, orang Jawa. Beda kan. Terus harus gimana? Sabar aja, memahami orang itu berbeda-beda suaranya, mukanya beda-beda. Kita memperlakukan anak juga beda, nggak bisa memperlakukan ke anak-anak, kita ngobrol ke anak-anak gimana sih? Itu melatih kesabaran. Jadi gereja itu memang dibuat Tuhan supaya kita juga saling mengasah. Manusia menajamkan sesamanya, besi menajamkan besi. Dan akhirnya kita belajar sabar. Tahan. Bertahan. Dan kiranya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita boleh terus bersabar demi kemuliaan nama Tuhan.

Orang yang sabar itu adalah orang yang kuat, tidak jadi lemah, dia menjadi gigih, berjuang bagi kemuliaan Tuhan, bagi perluasan Kerajaan Allah. Ada sesuatu kesulitan, ada hal yang memang kita tidak sesuai, coba sabar dulu. Sabar itu pasif dulu ya. Sabar, berdoa, tidak salah ambil keputusan, terus juga kemudian gigih. Ayo berjuang untuk yang benar. Harus ada aktif. Aktif sesuai dengan porsi kita masing-masing, sesuai kebijaksanaan yang Tuhan berikan pada kita. Maka kita akan menerima upah kita. Bapak, Ibu, Saudara sekalian, banyak para pemuda-pemuda juga yang bekerja karena nggak sabar. Baru setahun di kantor, pergi, nggak sabar. Padahal di tahun kedua, tahun ketiga, mungkin jodohnya di kantor itu. Atau mungkin bisa naik pangkat, naik jabatan. Kurang sabar dikit. Itu belajar setia juga ya. Sabar itu luar biasa, pengaruhnya sangat besar, memberkati kita, mendewasakan kita. Tuhan kasih upah bagi orang-orang yang bisa sabar dan setia menghadapi segala penderitaan. Kesulitan di mana pun ada kok, namanya dunia berdosa. Tetapi orang yang sabar itu sulit dicari. Orang yang bisa bertahan, orang yang bisa kuat, yang bisa gigih untuk melakukan sesuatu dengan baik itu jarang. Kiranya kita menjadi orang-orang yang sabar di dalam Tuhan. Mari kita sama-sama berdoa.

Bapa kami yang ada di surga, kami bersyukur Tuhan untuk firman Tuhan yang kami boleh renungkan pada pagi hari ini. Kami berdoa Tuhan supaya kami boleh melihat Tuhan lebih jelas lagi di dalam kehidupan kami, kami boleh semakin mengenal Tuhan, kami pun boleh semakin serupa dengan Kristus. Tolonglah kami Tuhan, yang lemah ini, ampuni jikalau kami di dalam segala sesuatu, di dalam penderitaan dan masalah kami sering menyerah, kami seringkali malas untuk bekerja bagi Tuhan, kami seringkali mundur dan tidak sabar, bersungut-sungut dan juga sering bertengkar satu dengan yang lain, ampunilah kami Tuhan atas segala dosa-dosa kami. Dan kiranya Tuhan boleh semakin menolong kami untuk bisa memiliki kekuatan, baik di dalam pikiran kami, hati kami, jiwa kami, kami boleh mempersembahkan segala sesuatunya demi kemuliaan nama Tuhan. Ajarilah kami Tuhan untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati kami, juga mengasihi sesama kami manusia seperti kami mengasihi diri kami sendiri. Berkati setiap kami Tuhan. Di dalam nama Tuhan kami, Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup kami sudah berdoa dan mengucap syukur. Amin. (HSI)

 

Comments