Perselisihan antara Paulus dan Barnabas, 10 Juli 2022

Kis. 15:35-41

Pdt. Dawis Waiman

Saudara, kalau kita lihat di dalam perikop sebelumnya, maka itu adalah 1 perikop yang berbicara tentang ada semacam sidang yang cukup besar yang terjadi di Yerusalem untuk membahas mengenai mana berita Injil yang benar, mana berita Injil yang sejati. Dan di situ, baik Paulus maupun Barnabas dan Petrus serta Yakobus yang bukan merupakan Rasul Yakobus yang dipilih di antara 12 Rasul Yesus Kristus, tetapi Rasul Yakobus yang adalah saudara tiri dari Yesus Kristus, kemudian mereka mengambil 1 keputusan bahwa Injil yang benar itu adalah yang dikabarkan oleh Paulus dan juga oleh Barnabas. Yaitu Injil yang seperti apa? Yaitu bukan iman kepada Kristus yang ditambah dengan sunat atau dengan Taurat atau dengan sesuatu perbuatan lain, tetapi murni adalah Injil kasih karunia yang dikerjakan oleh Yesus Kristus dengan mati di kayu salib, lalu kemudian bangkit pada hari ketiga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa, dan setiap orang yang menerima Yesus di dalam iman dan percaya akan kematian dan kebangkitan-Nya itu menyelamatkan kita adalah orang-orang yang sudah diselamatkan. Jadi, kebenaran kita bukan karena perbuatan kita tetapi kebenaran karena kasih karunia yang Tuhan berikan di dalam kehidupan kita. Itu yang menjadi inti atau esensi Injil yang sejati, yang harus dipercaya oleh orang-orang Kristen dan juga harus diberitakan oleh orang-orang Kristen di dalam dunia ini.

Barangsiapa yang berani bermain-main dengan Injil itu, sebenarnya Paulus berkata, tidak ada kompromi sama sekali bagi diri dia. Karena apa? Karena begitu dia bermain-main dengan berita Injil itu, dia sedang membuat satu penyimpangan terhadap iman Kristen yang sebenarnya bukan iman Kristen, karena Injil yang diberitakan bukan Injil yang dari Tuhan Yesus Kristus. Maka kalau Saudara baca di dalam surat Galatia, Paulus sangat tegas sekali di dalam menyatakan hal ini. Dia tidak berkompromi sama sekali, dia tidak bisa ngomong, “Oh..Mereka adalah saudara seiman kita. Mereka adalah orang-orang Kristen, karena itu kita harus menerima mereka walaupun mereka memiliki Injil yang berbeda dengan diri kita.” Tapi bagi Paulus, ketika seseorang menerima Injil yang berbeda dari yang diberitakan oleh Paulus, ketika seseorang memberitakan Injil yang berbeda dari berita yang diberitakan oleh Paulus itu, termasuk Paulus sendiri kalau dia mengubah Injil yang dia beritakan kepada orang-orang dengan Injil yang berbeda, yaitu Injil plus perbuatan atau plus hal-hal yang lain, maka Paulus berkata, orang itu harus terkutuk. Orang itu harus diperuntukkan untuk kebinasaan atau hukuman yang kekal, keterpisahan dari Tuhan Allah yang sejati di dalam hidup mereka.

Jadi, ini bukan masalah yang ringan. Tapi ini adalah masalah yang serius, yang menentukan hidup dan mati dari orang yang percaya kepada Injil itu. Dan hidup dan mati orang yang memberitakan Injil tersebut. Jadi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, itu sebabnya Paulus sangat gigih sekali memperjuangkan itu. Petrus sangat gigih sekali untuk menyatakan bahwa apa yang Paulus katakan adalah sebuah kebenaran walaupun sebelumnya dia sendiri memiliki satu keraguan untuk menerima orang-orang bukan Yahudi ke dalam iman Kristen tanpa perlu melalui penundukan diri di bawah Taurat. Nah, itu juga yang membuat Yakobus kemudian meneguhkan keputusan, baik daripada Petrus ataupun Paulus di dalam kebenaran Injil ini.

Nah, kalau Saudara baca, kemudian mereka mengutus orang -orang yang menyertai Paulus dan Barnabas untuk pergi dan kemudian mendampingi mereka untuk mengkonfirmasi kalau Injil yang Paulus dan Barnabas itu beritakan adalah sebuah kebenaran. Nah, orang ini adalah orang yang dikenal dengan nama Silas yang pertama, dan yang kedua adalah Yudas atau yang disebut Barsabas. Mereka adalah 2 orang yang bersumber dari Yerusalem, orang Yahudi, untuk mengkonfirmasi kalau berita yang dikabarkan oleh Paulus dan Barnabas adalah sebuah berita yang benar tentang Injil, karena ada wakil dari Yerusalem yang mengkonfirmasi itu. Nah, pada waktu mereka memilih wakil itu, mereka bukan memilih orang yang sembarangan. Tetapi mereka memilih orang yang sungguh-sungguh memiliki hati dan iman kepada Kristus yang rela berkorban demi Kristus. Dan bahkan mungkin rela untuk mati bagi Kristus di dalam kehidupan mereka. Itu yang menyertai Paulus dan Barnabas untuk pergi dan menyatakan kebenaran berita yang Paulus dan Barnabas sampaikan itu.

Jadi, ini mengkonfirmasi kalau Injil yang kita terima, bahwa 100% anugerah Allah yang menyelamatkan kita, tanpa memperhatikan suku bangsa yang kita miliki, tanpa perlu kita menjadi orang Yahudi terlebih dahulu baru kita bisa lebih sempurna di dalam keselamatan. Itu adalah berita yang merupakan Injil dari Tuhan Yesus Kristus sendiri untuk dikabarkan dan untuk diterima oleh diri kita. Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, walaupun itu adalah berita yang begitu sederhana, begitu sepertinya tidak menonjolkan kemampuan diri kita untuk bisa berkenan di hadapan Tuhan. Seolah-olah membuat kita menjadi orang yang tidak berarti, atau Injil itu kenapa begitu gampang sekali untuk diberikan dan diterima oleh kita hanya melalui iman, dan kalau kita komparasi dengan agama-agama yang ada di dalam dunia, itu seolah-olah iman Kristen itu adalah iman yang tidak masuk akal seperti itu. Iman yang sepertinya sangat menyepelekan sekali perbuatan baik. Tetapi Saudara, sebenarnya tidak seperti itu.

Pada waktu kita menerima Injil, kenapa Tuhan hanya berikan itu secara cuma-cuma? Karena kita nggak mampu mendapatkannya. Kenapa Tuhan harus yang datang untuk menyelamatkan kita? Karena kita tidak mampu untuk mengusahakan keselamatan itu dari diri kita sendiri. Kenapa kita tidak boleh menonjolkan kebaikan kita, paling tidak respon kita dengan ketaatan kita kepada Tuhan? Karena tidak ada satu pun dari kita yang bisa mentaati Tuhan secara sempurna yang membuat Tuhan berkenan kepada diri kita. Jadi, itu sebabnya Injil harus diberikan, bukan sesuatu yang bisa diusahakan. Dan paralel dari kasih karunia adalah kelembutan hati dan kerendahan hati. Itu yang menjadi esensi dari kehidupan Kristen atau karakter Kristen yang penting di dalam kehidupan kita ya.

Nah, setelah mereka beritakan kabar ini kembali ke Antiokhia dan kota-kota di mana mereka berkunjung, suatu waktu, Paulus kemudian berkata kepada Barnabas untuk mau pergi kembali mengelilingi daerah-daerah di mana mereka pernah pergi berkunjung. Dan itu bukan waktu yang dekat dengan peristiwa perjalanan misi yang pertama itu. Tetapi setelah 1 waktu tertentu, Paulus dan Barnabas tinggal di Antiokhia, Paulus kemudian mengambil 1 inisiatif kembali untuk pergi mengelilingi kota-kota yang ada, yang pernah mereka kunjungi itu. Untuk apa? Untuk melihat apa yang menjadi perkembangan gereja di sana, bagaimana pertumbuhan rohani dari anak-anak Tuhan yang mereka pernah menangkan bagi Kristus dan dari situ mungkin mereka bisa menguatkan iman mereka kembali dan mendorong, memberi pengertian akan Firman Tuhan yang lebih jauh lagi dalam kehidupan mereka.

Tetapi Saudara, pada waktu Paulus berbicara seperti itu, Alkitab berkata, terjadi 1 masalah di antara Paulus dan Barnabas. Ini bukan sesuatu yang menyenangkan. Saya sendiri bergumul berat untuk menyampaikan berita ini. Karena ada hal-hal yang menjadi prinsip yang saya yakin kita perlu belajar dari Paulus dan Barnabas walaupun tidak diungkapkan secara spesifik atau secara eksplisit di sini. Tetapi dari keseluruhan Kitab Suci kita bisa mendapatkan prinsip-prinsip berkaitan dengan bagaimana kita menghadapi perselisihan dan kenapa ada perselisihan yang ada di dalam gereja Tuhan. Dan ini adalah 1 realita yang kita nggak bisa abaikan karena Alkitab sendiri mencatat hal ini terjadi. Dan ketika terjadi, itu bukan kepada jemaat biasa. Mungkin kalau Saudara baca di dalam surat Korintus yang begitu banyak persoalan yang ada, Saudara akan berpikir, “Ya wajarlah, mereka adalah jemaat kok. Mereka adalah orang-orang yang masih memiliki mungkin rohani yang masih bayi atau masih anak-anak yang masih perlu berproses di dalam pertumbuhan.” Itu wajar. Tetapi sekarang yang berselisih itu bukan jemaat, tetapi yang berselisih adalah rasul, baik Paulus ataupun Barnabas. Yang berselisih adalah orang nomor 1 di dalam gereja Tuhan.

Lalu, kenapa hal itu bisa terjadi? Dan bagaimana harus kita menyikapi hal ini, atau fakta yang ada di dalam gereja Tuhan ini? Sekali lagi, ini bukan sesuatu yang mudah, sekali lagi saya katakan. Karena apa? Karena kita ketika menjadi orang Kristen, kita dipanggil untuk hidup di dalam cinta kasih, dan yang kedua adalah hidup di dalam kesatuan. Sedangkan orang yang dipanggil untuk menyatakan cinta kasih dan kesatuan itu, hidup di dalam 1 kondisi di mana mereka berselisih 1 dengan yang lain. Yang menjadi panutan justru yang berselisih. Yang mengajarkan tentang cinta kasih dan kesatuan justru akhirnya melayani secara terpisah dan tidak bisa bersama-sama melayani kembali.

Saudara, ini adalah hal yang sulit. Dan kasih seperti apa yang Tuhan Yesus ajarkan? Bahkan Alkitab berkata, kasih yang bukan mementingkan diri sendiri. Kasih yang seperti Kristus mengasihi diri kita. Jadi Saudara, ini yang menjadi 1 hal yang mungkin kita perlu dengan 1 kerendahan hati untuk belajar mengerti apa yang terjadi di dalam bagian ini. Dan juga dengan 1 kerendahan hati kita boleh belajar untuk bagaimana mengatasi itu dan mengurangi persoalan seperti ini di dalam kehidupan gereja Tuhan. Memang ada 1 bagian yang menarik di dalam surat Galatia. Kalau Saudara baca di dalam Galatia pasal 5, Paulus pernah bilang seperti ini, “Kalau engkau saling menggigit satu dengan yang lain, jangan membinasakan.” Artinya apa? Saudara, sebagai orang Kristen, kalau kita melihat berbagai pengajaran yang diajarkan oleh Kristus dan rasulrasul yang lain, satu sisi kita tahu kita harus dipersatukan. Kita harus hidup di dalam kesatuan. Kita harus belajar untuk mengasihi di dalam kesatuan itu, dengan 1 kasih yang bersifat agape, 1 kasih yang tidak mementingkan diri sendiri tetapi mengorbankan diri untuk kepentingan dari saudara seiman kita yang lain.

Tetapi, di dalam kita proses untuk mengasihi dan hidup di dalam kesatuan itu yang saling bergantung 1 dengan yang lain seperti yang Paulus ajarkan bahwa setiap orang Kristen diberikan karunia masing-masing oleh Tuhan secara berbeda yang satu dengan yang lain, yang digambarkan seperti sebuah tubuh manusia, di mana tidak semua bagian itu adalah tangan atau kaki seperti itu. Tetapi ada bagian yang menjadi tangan, ada bagian kaki, ada mata, telinga, mulut, dan kepala, dan yang lainnya. Maka di situ berarti, orang Kristen yang 1 dengan orang Kristen yang lain ada 1 ketergantungan. Ada 1 keterikatan. Ada 1 dependency 1 dengan yang lain, di mana kita nggak bisa menjadi orang Kristen yang individualis yang berdiri sendiri tanpa membutuhkan orang Kristen yang lainnya di dalam gereja Tuhan atau di dalam dunia ini. Tetapi, menariknya adalah pada waktu Paulus berkata, ”Kalau engkau menggigit, jangan membinasakan.” Itu berarti, di antara kita, walaupun kita tahu kita harus bersatu, kita harus saling mengasihi, tidak boleh ada 1 perpecahan di dalam gereja. Realitanya adalah, kita tidak bisa menghilangkan yang namanya duri itu. Atau menghilangkan yang namanya jarum yang saling menusuk 1 dengan yang lain dan akhirnya mengakibatkan luka dan juga kekecewaan atau kepahitan di dalam kehidupan kita ya.

Nah, ini terjadi sendiri di dalam kehidupan Rasul Paulus dan Barnabas. Sebenarnya Barnabas dikatakan sebagai rasul dalam pengertian bukan dipanggil oleh Yesus Kristus secara pribadi, tetapi dia diutus oleh gereja ya. Tetapi, Paulus adalah seorang yang dipanggil oleh Kristus untuk melayani Tuhan di dalam kerasulan seperti itu. Nah Saudara, mereka, Barnabas dan Paulus juga mengalami perselisihan itu. Dan dari sini kita bisa melihat akan 1 hal yang penting ya untuk kita mungkin belajar menerima. Yaitu fakta apa? Pada waktu kita berbicara tentang Paulus dan Barnabas yang berselisih, atau 2 orang Kristen berselisih, umumnya perselisihan itu diakibatkan oleh karena apa? Mungkin kita bisa dengan gampang menyimpulkan “Oh, karena rohaninya masih kecil atau masih anak -anak sehingga mereka berselisih 1 dengan yang lain.” Maksudnya adalah kalau dia adalah orang yang bertumbuh di dalam kerohanian yang makin dewasa, maka dia akan tidak berselisih 1 dengan yang lain. Setuju nggak? Realitanya adalah, kalau kita ngomong seperti itu ya, Paulus orang yang dewasa di dalam rohani, pasti. Barnabas adalah orang yang dewasa di dalam rohani. Tetapi mereka tetap berselisih. Ada perselisihan yang terjadi di antara mereka. Berarti, pada waktu kita melihat kepada perselisihan yang terjadi, kita harus memiliki 1 kebesaran hati untuk mengakui kalau ternyata kedewasaan rohani itu tidak menghilangkan perselisihan yang diakibatkan oleh, nah di sini yang pasti adalah bukan doktrinal, melainkan mungkin karakter yang berbeda antara pribadi yang 1 dengan pribadi yang lain.

Ada yang mengatakan, ini adalah masalah personalitas Paulus dan Barnabas yang berbeda 1 dengan yang lain. Kenapa masalah personalitas? Karena pada waktu kita melihat kehidupan Paulus dan Barnabas, ini adalah 2 orang yang punya doktrin yang sama. Sama-sama mengutamakan Kristus. Sama-sama melihat bahwa Injil itu adalah Injil kasih karunia. Bukan seperti Galatia dan guru-guru palsu itu. Sama-sama melayani Tuhan selama bertahun-tahun di dalam kehidupan mereka. Tetapi, orang yang memiliki konsep yang sama, tujuan yang sama, keutamaan kepada Kristus yang sama ternyata masih bisa bermasalah 1 dengan yang lain. Makanya ada yang menafsirkan sebabnya karena apa? Yang pasti bukan karena doktrin. Yang pasti bukan karena yang 1 rohaninya masih anak-anak, yang 1 sudah dewasa atau dua-duanya adalah anak-anak seperti itu. Tetapi, mereka adalah orang-orang yang sama-sama dewasa di dalam iman, sama-sama memiliki tujuan yang di hadapan Tuhan, yang membedakan atau membuat perselisihan adalah masalah personalitas.

Lho, personalitas? Saudara kalau perhatikan Paulus, dia adalah orang yang begitu berani. Orang yang tidak takut mati. Orang yang maju terus demi Injil. Siapapun yang berusaha menghalangi Injil, dia akan hantam orang itu, bahkan kalau Saudara lihat di dalam Galatia pasal yang ke-2, di situ dikatakan, ketika Petrus kemudian terseret dengan orang-orang Yahudi yang datang mengatakan bahwa,”Engkau tetap harus mempertahankan yang namanya haram dan halal atau Taurat Tuhan.” Maka Petrus akhirnya meninggalkan meja makan orang-orang bukan Yahudi di situ lalu pindah kepada orang-orang Yahudi Kristen, maka Paulus langsung berdiri dan berkata, ”Petrus, engkau tidak bersikap sebagai orang Kristen. Engkau harusnya tidak pindah dan akhirnya membuat orang-orang non-Yahudi Kristen itu ada di dalam suatu kondisi yang sepertinya lebih rendah dibandingkan orangorang Kristen Yahudi tersebut.” Jadi, ada pemahaman itu ya.

Saudara jangan kira bahwa persoalan itu karena dasar teologi yang berbeda. Saudara jangan kira bahwa mereka adalah salah satunya tidak dewasa di dalam kerohanian. Tetapi dua-duanya adalah orang yang sangat mengutamakan Kristus di dalam kehidupan mereka. Tetapi mereka masih bisa berselisih satu dengan yang lain. Barnabas bertolak belakang dengan Paulus. Kalau Paulus gigih. Paulus maju ke depan. Paulus nggak pernah mundur. Saudara taruh di depan Paulus misalnya pistol atau pisau atau cambuk, dia nggak akan mundur. Dia akan maju terus. Tetapi, Barnabas adalah orang yang punya karakter yang sangat memperhatikan orang yang lemah. Dia bisa melihat kemungkinan-kemungkinan yang tidak dilihat oleh Paulus. Contohnya siapa? Markus. Bagi Barnabas, Markus adalah seorang muda yang berpotensi, seperti pada waktu dia melihat kepada Paulus. Saudara, kalau kita lihat dalam Kisah Rasul yang sebelumnya, Paulus adalah orang yang bertobat, betul. Memberitakan Injil, betul. Tetapi dia masih belum diterima di kalangan orang-orang kristen. Dan tidak ada satu orang Kristen pun yang berani menerima Paulus ada di tengah-tengah mereka, lalu melayani. Ada 1 kecurigaan, mungkin tetap dipelihara di situ, atau mungkin keraguan dan sakit hati yang ada di antara orang Kristen itu. Tetapi menariknya adalah, Barnabas cari Paulus, dampingi dia, bawa dia ke Yerusalem, melayani bersama.

Waktu Barnabas diutus ke Antiokhia untuk melayani jemaat di Antiokhia, dia teringat Paulus. Dia cari Paulus lagi di Kilikia, lalu bawa Paulus bersamasama dengan diri dia untuk melayani di Antiokhia. Pada waktu dia melihat Paulus menolak Markus, dia memilih untuk mendampingi Markus dan membimbing anak muda ini sampai akhirnya anak muda ini menjadi orang yang sangat penting di hadapan Paulus dan dia adalah orang yang dipakai Tuhan untuk menulis Injil Markus. Ini Barnabas. Jadi, yang 1 adalah orang yang tidak pernah menyerah, orang yang tidak bisa toleransi kepada kelemahan seperti itu, tetapi yang 1 lagi adalah orang yang begitu memperhatikan orang yang lemah, saudara seiman yang lemah, bagaimana memberikan kekuatan bagi diri dia untuk mau melayani Tuhan dan terus bertumbuh di dalam imannya tersebut, di dalam Tuhan.

Jadi, pada waktu itu, ini adalah masalah personalitas, katanya. Karena karakter yang berbeda. Cara meresponi masalah yang berbeda. Cara melihat masalah yang berbeda. Itu membuat kedua orang ini mengalami perselisihan. Bukan masalah rohani. Tetapi ada hal kedua yang Saudara perlu perhatikan juga. Pada waktu kita ada di dalam perselisihan itu, termasuk Paulus dan Barnabas sendiri ada di dalam perselisihan itu. Walaupun saya sebenarnya agak sulit atau agak hati-hati mau menyatakan kalau mereka mungkin ada dalam kondisi yang berdosa pada waktu itu. Tetapi, ada orang yang menafsirkan, kemungkinan besar mereka ada di dalam satu tindakan yang salah. Dan mungkin saya bisa agree sedikit dengan penafsiran seperti itu ya. Karena apa? Karena pada waktu mereka ada perbedaan pendapat itu, sebenarnya mereka perlu tidak sampai berselisih begitu kerasnya?

Masing-masing, yang Paulus mempertahankan posisinya, “Pokoknya, saya nggak mau Markus ikut!” Yang satu lagi ngomong, “Pokoknya, saya mau Markus ikut!” Yang satu lagi bertekan lagi, “Saya sudah putuskan nggak mau Markus ikut!” Yang satunya lagi ngomong, “Kalau dia nggak ikut, saya nggak bisa ikut! Saya nggak akan mau ikut!” Perlu nggak, sampai seperti itu ya? Nah, ada yang mengatakan tidak perlu sebenarnya. Yang mengakibatkan di dalam bahasa Yunani kalau Saudara baca ketika mereka mengalami perselisihan itu, mereka betul-betul mengalami 1 perselisihan yang begitu hebat sekali, yang begitu tajam sekali di antara kedua orang ini, kedua orang besar pemimpin Kristen ini.

Nah, ini membuat kita perlu memperhatikan 1 hal, ya. Walaupun 1 sisi kita mungkin berkata, agak hati-hati harus berkata, ”O..Paulus jatuh dalam dosa, Barnabas jatuh dalam dosa.” Kenapa saya ngomong hati-hati seperti itu? Mungkin saya punya pemikiran seperti ini. Orang yang sangat keras, dan orang yang punya determinasi yang begitu kuat sekali. Hal apa yang bisa menghentikan dia untuk tidak meneruskan apa yang dia inginkan? Pertentangan yang sangat keras sekali untuk dia tidak meneruskan apa yang dia inginkan itu. Saya kira seperti itu. Baik Barnabas punya determinasi yang begitu kuat sekali ataupun Paulus yang punya determinasi yang begitu kuat sekali.

Dan yang kedua adalah, kalau Saudara perhatikan, ketika mereka berjalan lebih jauh, Saudara akan menemukan ternyata Paulus juga adalah seorang yang tetap menghargai Barnabas. Dia adalah seorang yang tetap memuji Barnabas dan mengangkat pelayanan Barnabas sebagai seorang yang begitu baik di dalam melayani Tuhan. Saudara boleh buka itu di dalam 1 Korintus 9:6. 1 Kor 9:6, saya baca dari ayat ke-4 ya. “Tidakkah kami mempunyai hak untuk makan dan minum? Tidakkah kami mempunyai hak untuk membawa seorang isteri Kristen, dalam perjalanan kami, seperti yang dilakukan rasul-rasul lain dan saudara-saudara Tuhan dan Kefas? Atau hanya aku dan Barnabas sajakah yang tidak mempunyai hak untuk dibebaskan dari pekerjaan tangan?” Lalu Saudara bisa lihat di dalam 2 Timotius 4, di situ dikatakan, Paulus menerima Markus yang lemah itu, yang dianggap sebagai orang yang tidak layak untuk melayani Tuhan bersama dengan diri dia untuk bisa melayani Tuhan bersama dengan diri Paulus kembali.

Jadi, pada waktu Paulus menolak Markus, atau pada waktu Barnabas berusaha untuk mempertahankan Markus seperti itu, mereka berpisah. Apa yang membuat mereka berpisah? Mungkin perdebatan bahwa Markus tidak layak atau layak untuk mengikuti Paulus di dalam pelayanan atau tetap di dalam pelayanan. Bukan masalah sekali lagi, doktrinal. Tetapi karena mereka punya karakter yang sama-sama kuat di dalam hal itu. Mereka tidak bisa mengalah 1 dengan yang lain. Tetapi justru, di dalam kekerasan itu, yang kita pikir, ”Kenapa orang Kristen yang pemimpinnya tidak bisa menjadi teladan itu”, ternyata Tuhan punya 1 rencana yang lain melalui perpisahan itu. Di mana Tuhan menggunakan Barnabas untuk mempersiapkan Markus, untuk satu pekerjaan pelayanan yang akhirnya mendukung dan juga menguatkan Paulus di dalam pelayanannya.

Tetapi Saudara, Saudara juga bisa lihat kalau Saudara baca di dalam Kisah Rasul selanjutnya, ternyata setelah mengakibatkan perselisihan yang memecah itu, Paulus kemudian memilih Silas, yang kemudian sama-sama diberkati di dalam gereja untuk diutus pelayanan misi kembali. Tetapi, di dalam Kisah rasul pasal 16 dicatat, mereka masuk di dalam wilayah Romawi, di mana di situ adalah orang-orang yang semuanya bukan Yahudi, atau mungkin sebagian ada Yahudi, tapi umumnya mayoritas bukan Yahudi, yang bisa memperlakukan orang Yahudi atau bukan Romawi secara sembarangan. Dan di dalam kisah itu dicatat, pernah 1 kali ketika Paulus berada di Filipi dan bersama Silas, mereka memberitakan Injil, mereka langsung ditolak, lalu langsung dicambuk, langsung dipenjarakan. Ada kalanya Paulus langsung dirajam dengan batu untuk membunuh diri dia. Saudara, tapi di dalam Filipi itu dikatakan, pada waktu mereka mau melayani di situ, ternyata Paulus kemudian mengungkapkan identitas diri dia dan Silas yang adalah orang Roma, sehingga membuat para pemimpin Roma tidak bisa mengganggu dan tidak berani macam-macam dengan diri mereka. Jadi, dari sini saya merasa satu sisi kita bisa berpikir bahwa pada waktu mereka berselisih, kelihatannya perselisihan mereka itu tidak mungkin ada proses untuk bisa menerima satu dengan yang lain, kalau kita mau ngomong seperti itu ya. Tetapi perselisihan mereka tidak berdampak sampai kepada relasi mereka rusak. Karena mereka kemudian dipakai oleh Tuhan di dalam pelayanan masing-masing. Nah, kenapa saya bilang seperti ini? Karena Saudara, pada waktu mereka berselisih Lukas tidak mendukung siapapun di situ dan walaupun ada yang mengatakan sebenarnya Lukas sepertinya mendukung Paulus dan Silas, karena setelah peristiwa itu Barnabas hanya dicatat untuk pergi meninggalkan mereka lalu berlayar ke Siprus, sedangkan Paulus dan Silas kemudian didoakan dan diutus oleh gereja.

Tapi Saudara, mungkin Saudara juga perlu melihat seperti ini, pada waktu Lukas mencatat peristiwa itu, Lukas tidak pernah memberi tahu kelanjutannya seperti apa. Lukas tidak pernah mencatat Paulus menjelek-jelekkan Barnabas, dan di dalam kitab lain juga tidak pernah dicatat Barnabas menjelek-jelekkan Paulus. Mereka diam. Stop di situ, nggak dilanjutkan sama sekali. Nah, mengapa begitu ya? Saya kira ini adalah hal yang kita perlu pelajari ya. Pertama adalah itu berarti mereka tidak mau menjadikan perselisihan itu sebagai sesuatu yang besar, yang akhirnya membawa baik Paulus dan Barnabas ada di dalam dosa ataupun orang-orang Kristen yang mengikuti mereka ada di dalam dosa. Yang kedua adalah, memang bukan masalah. Kenapa diam? Memang bukan masalah besar. Karena bagi Paulus, Barnabas tetap adalah pelayan Tuhan yang baik, dia menerima sebagai saudara seiman. Bagi Barnabas, Paulus tetap adalah seorang pelayan rasul Tuhan yang baik, dan dia adalah saudara seiman dia. Kami cuma beda masalah apa? Pada Markus saja. Makanya, nggak ada yang perlu diangkat lagi.

Tetapi yang kedua ini, yang pertama tadi saya katakan, itu menjadi hal yang kita perlu perhatikan. Pada waktu orang berselisih satu sama lain, kadang -kadang yang terjadi adalah kelompok dia nggak bisa terima kelompok yang satu ini. Akibatnya apa? Bukan tokohnya yang berlawanan, tetapi anak-anak yang di bawahnya turut berperang satu dengan yang lain. Dan ini mengakibatkan hal yang sebenarnya tidak menjadi satu masalah terlalu besar di antara 2 tokoh itu menjadi sesuatu yang makin besar. Dan mungkin juga permasalahan yang seharusnya tidak perlu dibesarkan itu menjadi besar karena diangkat terus-menerus.

Di dalam surat Efesus 4:26-27 itu dikatakan seperti ini ya, ”Kalau engkau marah, janganlah engkau biarkan amarahmu itu tetap tinggal sampai matahari terbenam.” Berarti pada waktu kita melihat kepada orang-orang Kristen yang lain, ada kemungkinan kita bisa marah, kita bisa mungkin tidak setuju dengan keputusan mereka, atau pemikiran mereka, atau apa yang mereka lakukan seperti itu, tetapi Paulus berkata, ”Kamu jangan biarkan itu terus ada.” Sampai kapan? Matahari terbenam. Berarti apa? Kita nggak bisa pasif, kita harus aktif untuk membuat supaya kita tidak terus menerus ada di dalam kebencian kepada saudara kita tersebut sampai matahari terbenam itu. Kenapa? Di dalam ayat 27 dikatakan, “Supaya iblis tidak memiliki kesempatan atas engkau.”

Saudara, artinya adalah pada waktu kita berselisih satu dengan yang lain, ada kemungkinan besar kita dimanfaatkan oleh iblis untuk membuat perselisihan yang ada itu makin tajam, makin tajam, makin besar, makin dalam, makin melukai, makin menyakitkan. Dan kalau kita sampai memelihara luka itu terus menerus, maka kita sudah, tanpa sadar mungkin, dipakai iblis untuk merusak pelayanan Tuhan. Orang yang menyimpan luka yang tidak mau disembuhkan, dia punya kecondongan seperti ini. Pertama, dia dipenjarakan oleh lukanya itu. Saudara, kita kalau bicara tentang pemenjaraan kadang-kadang kita cuma berpikir, ”O, itu adalah tempat untuk orang yang jahat, yang melakukan 1 perbuatan yang membuat dia dikurung. Dan penjara itu menunjukkan kejahatan dia” seperti itu. Tapi Saudara tahu tidak, orang yang memelihara luka di dalam hatinya, yang tidak pernah mau diberi kesempatan untuk sembuh, dan tidak mau disembuhkan, selalu berpikir kembali kepada masalah itu, selalu mengangkat masalah itu kembali, selalu mengingatkan diri terhadap masalah itu, selalu menjelekkan orang lain dengan masalah yang ada itu, dia sebenarnya sedang membuat dirinya ada di dalam penjara. Penjara apa? Sakit hati. Penjara kebencian. Penjara yang tidak mau mengampuni. Karena setiap kali ada kesempatan, dia korek kembali lukanya itu. Korek kembali. Akhirnya dia terus dibelenggu oleh masa lalu, yang tidak pernah lepas dari masa lalu itu.

Akibatnya apa? Akibatnya adalah Saudara akan jatuh ke dalam kepahitan yang membuat Saudara bersikap sarkastik kepada orang lain. Atau bahkan, yang lebih buruk adalah Saudara mulai menghina Kekristenan dan Saudara meninggalkan iman Kristen dan gereja. Kalau nggak meninggalkan iman Kristen, mungkin Saudara meninggalkan gereja. Contohnya, Saudara pernah nggak dengar kalimat, ”Orang Kristen itu munafik deh. Kenapa saya nggak mau ke gereja? Karena orang Kristen itu munafik.” Artinya apa, Saudara? Betul nggak, orang Kristen munafik? Saya akui, saya juga munafik kok. Seringkali jatuh dalam kemunafikan. Kenapa? Saya masih berdosa. Menariknya adalah, pada waktu Tuhan menebus kita menjadi orang Kristen, gereja itu bukan kumpulan orang benar. Tetapi gereja itu adalah kumpulan orang berdosa yang mengerti dia berdosa dan yang mengenali kasih karunia Kristus.

Kemarin di dalam KTB Bapak-bapak dan Ibu-Ibu, kita ada bahas berkenaan dengan apakah orang Kristen membutuhkan gereja atau tidak?” Karena ada kebohongan di antara orang Kristen, khususnya laki-laki, adalah “saya bisa menjadi orang Kristen yang baik tanpa butuh gereja atau tubuh Kristus.” Nah di dalam pembicaraan itu ada pembahasan, gereja itu adalah orang-orang berdosa yang memiliki dosa itu, tetapi yang mengalami anugerah Kristus dan penebusan Kristus. Waktu itu Pak Heru mengeluarkan satu kalimat yang menarik, apa ya pak, masih ingat Pak? “Gereja adalah orang berdosa, kami adalah orang berdosa, tetapi” butuh satu kalimat lagi apa? “Kita juga harus siap untuk diproses” ya. Untuk siap diproses oleh Tuhan. Karena apa? Kita adalah orang yang ada di dalam anugerah itu, yang menerima anugerah itu di dalam kehidupan kita.

Saudara, sebagai orang yang berdosa, satu hal yang kita harus mengenali adalah apa? Adalah kita adalah orang yang bisa munafik, saya mengajarkan sesuatu kebenaran tetapi saya tidak menghidupi kebenaran itu. Saya menyatakan tentang cinta kasih tetapi hati saya penuh dengan kebencian kepada orang lain. Saya mengatakan kita harus satu tetapi kita menghasut orang lain untuk memisahkan atau memecah gereja. Itu kemunafikan. Saya mengatakan saya butuh Kristus tapi saya tidak butuh orang Kristen yang lain misalnya. Kita bisa jatuh ke dalam hal-hal seperti ini. Tetapi Saudara, pada waktu kita jatuh ke dalam hal itu, karena kita adalah orang berdosa, kita juga harus melihat kalau kita adalah orang yang mendapatkan kasih karunia. Kalau kita adalah orang yang mendapatkan kasih karunia berarti apa? Berarti ada pengharapan, ada penerimaan, ada pengampunan, ada kesempatan kedua untuk memperbaiki diri. Yang sering kali tidak bisa diberikan oleh orang yang mengatakan orang Kristen itu munafik padahal diri dia juga munafik

Di dalam buku “Lies Men Believe” itu kita bahas dia ngomong kaya gini, “Anehnya ya, setiap kali kita berhadapan dengan orang yang mengatakan gereja itu munafik, orang-orangnya tidak hidup sesuai dengan ajaran, selalu ada tempat untuk orang yang ngomong seperti itu selain dari orang yang berdosa yang ada. Tapi selalu ada tempat untuk orang yang menghakimi orang Kristen yang lain.” Karena dia juga orang berdosa. Jadi Saudara, pada waktu kita melihat kepada prinsip ini, satu sisi kita harus mengerti bahwa perselisihan belum tentu akibat dari perbedaan doktrinal, tetapi karena personalitas yang berbeda. Tetapi personalitas yang berbeda bisa membawa masuk ke dalam satu perselisihan yang menjurus kepada dosa, karena apa? Karena kita adalah orang yang berdosa, di mana pada waktu kita dalam kondisi berselisih kita terus menerus mungkin mengingatkan diri kalau orang itu sudah melukai diri kita, menyakiti diri kita, dan kita ini adalah korban. Akibatnya kita akan jatuh ke dalam satu sikap yang mulai sarkastik, mulai membenci, mulai menjaga proteksi diri, mulai mungkin kalau orang suka bilang “membangun tembok” seperti itu untuk bergaul dengan orang lain yang adalah saudara seimannya, dan tidak lagi memberi kesempatan kedua itu untuk mereka kembali.

Tuhan kita adalah Tuhan yang satu sisi kayanya tidak memberikan kesempatan, tapi sebenarnya Tuhan kita adalah Tuhan yang selalu memberi kesempatan kepada orang yang berdosa. Saudara bisa lihat itu dari Kejadian 3 pada waktu Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Tuhan harusnya hukum dia langsung matikan saja kan 2 orang ini? Tapi Tuhan nggak matikan lho, Tuhan biarkan mereka hidup dengan pengorbanan binatang supaya mereka bisa beranak cucu dan tetap bisa beribadah kepada Tuhan, mengajarkan kebenaran tentang Tuhan kepada anak-anaknya.

Lalu pada waktu, siapa lagi yang berdosa, Yunus, pada waktu Yunus diminta untuk pergi ke Niniwe, memberitakan pertobatan di situ, dia melarikan diri. Seharusnya kalau kita yang jadi bosnya, atau Tuhannya Yunus mungkin kita ngomong, “Sudah kamu nggak mau pergi ke situ, aku panggil orang lain untuk pergi ke Niniwe!” Tapi Tuhan nggak mau panggil orang lain lho, Tuhan tetap usahakan Yunus untuk kembali ke Niniwe dan memberitakan pertobatan di sana. Siapa lagi? Mungkin Saudara bisa bilang bapak Abraham sendiri, pada waktu bapak Abraham dipanggil oleh Tuhan keluar, dikasih tau Sarah, istrimu, itu yang akan melahirkan anakmu, yang menjadi anak perjanjian, tetapi karena rasa takutnya akan kematian, dia lebih memilih supaya istrinya bisa diambil orang lain, raja lain, daripada dia mengalami kematian. Dan ketika peristiwa itu pertama kali terjadi, dia tidak belajar dari masalah itu, dia berikan istrinya kembali kepada orang lain di dalam kesempatan yang lain. Tapi Tuhan tetap menjaga Abraham menjadi bapak rohani kita. Pada waktu Israel keluar dari perbudakan di Mesir, saya mau tanya berapa banyak kali Israel itu sebelum akhirnya satu generasi dimusnahkan oleh Tuhan di dalam padang gurun itu, tetapi sebelum itu dia terus dididik, dia terus diingatkan untuk beriman kepada Tuhan. Saudara nggak terhitung banyaknya Tuhan memberikan kesempatan untuk kembali, kembali, dan kembali lagi kepada diri dia.

Jadi pada waktu kita berbicara tentang kehidupan gereja, satu sisi natur berdosa kita bisa dimanfaatkan oleh iblis ketika kita ada satu perselisihan untuk makin jauh dari Tuhan dan masuk ke dalam satu kehidupan yang berdosa, seperti itu, yang mulai memukul rata menghakimi semua orang Kristen yang lain karena kita tidak mau menyatakan hidup yang ada di dalam kasih karunia. Tetapi Saudara, saya juga percaya satu hal, bahwa Tuhan di dalam hikmat-Nya dan bijaksana-Nya, Dia tetap ijinkan kita ada di dalam satu kondisi yang bisa satu, harus belajar mengasihi, tetapi bisa menusuk satu dengan yang lain. Mengapa ya? Karena, karena apa? Karena Tuhan ingin melatih pengampunan kita dan kasih kita. Karena Tuhan ingin kita melatih bagaimana menyatakan cinta kasih, menyatakan kelemahlembutan, menyatakan kemurahan di dalam kehidupan kita, dan menyatakan satu penerimaan dan pengampunan di dalam hidup kita kepada orang lain yang menyatakan cinta kasih Kristus.

ini ya, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi oleh Tuhan, apa yang membuat Bapak, Ibu, Saudara ada di gereja ini? Atau kalau mau lebih sempit, apa yang membuat Bapak, Ibu, Saudara menjadi orang Kristen? Yang membuat kita jadi Kristen karena apa? Mau masuk Surga? OK, mau masuk Surga ya. Tetapi untuk bisa masuk Surga bagaimana caranya? Caranya gimana? Saya harus perjuangkan itu, begitu nggak? Saya harus mengusahakan itu dengan kemampuan saya, begitu nggak? Nggak kan! Tetapi melalui apa? Penerimaan Tuhan atas hidup kita yang berdosa tanpa syarat. Tetapi sebelum itu, yang dilakukan apa? Tuhan Yesus harus mengorbankan diri Dia mati di atas kayu salib supaya ada pengampunan yang diberikan kepada kita yang berdosa ini. Jadi kalau mau bicara esensi dari kehidupan Kristen terletak pada? Kepada apa? Pengampunan yang didasarkan kepada cinta kasih. Itu esensi kehidupan orang Kristen. Dari sejak semula kita hidup sebagai orang Kristen karena kita menerima pengampunan dan cinta kasih dari Tuhan Allah. Dan kita sebagi orang Kristen yang ada di dalam pengampunan dan cinta kasih dari Tuhan Allah diminta untuk memberikan pengampunan dan cinta kasih kepada manusia saudara seiman yang lain karena itu adalah karakter dari Tuhan kita.

Di dalam Surat Filemon ada satu kata yang menarik sekali yang Paulus katakan kepada Filemon, untuk menerima Onesimus kembali. Onesimus siapa? Dia adalah seorang hamba, budak yang menyakiti tuannya, Filemon, melarikan diri, merugikan Filemon yang adalah seorang tuan yang baik itu. Tapi di dalam penerimaan itu Paulus ngomong kepada Filemon kaya gini, “Filemon, aku tau tentang kasihmu kepada saudara seimanmu. Aku tau tentang imanmu kepada Kristus. Dan kamu mengutamakan persekutuan. Tapi saya juga minta supaya engkau memiliki pengetahuan yang efektif akan imanmu kepada Kristus.” Di dalam LAI nggak ditambahkan efektif itu, tapi di dalam bahasa Inggris ada kata “efektif” itu muncul.

Saudara boleh buka di dalam Filemon 1:6, “Dan aku berdoa, agar persekutuanmu di dalam iman turut mengerjakan pengetahuan akan yang baik di antara kita untuk Kristus.” Di dalam bahasa Indonesia, “pengetahuan akan yang baik” tetapi dalam bahasa Inggris atau bahasa aslinya adalah, “pengetahuan yang efektif”. Nah menariknya di mana? Istilah “pengetahuan” di situ bukan “gnosis” tetapi “epignosis”. Epignosis itu adalah sesuatu pengetahuan yang melampau pengetahuan secara logika, secara knowledge kita, tetapi itu adalah suatu pengetahuan yang menyatakan diri di dalam kehidupan. Jadi Paulus berkata seperti ini, “Filemon, kamu mau nggak menjadi saksi Kristus yang efektif tentang kasih Kristus dan pengampunan Kristus di dalam hidupmu? Kalau engkau mau menjadikan hidupmu saksi yang efektif untuk membawa orang melihat cinta kasih Kristus dan pengampunan Kristus dalam kehidupan mereka atau bagi diri mereka, terima Onesimus kembali maka engkau akan menjadikan hidupmu sebagai orang yang menyatakan pengampunan Kristus dan kasih Kristus secara realita, secara fakta yang disaksikan oleh orang lain.” Jadi Saudara, ini kenapa kita bisa lakukan? Karena kita hidup di dalam kasih karunia. Kita ada anugerah. Dan anugerah yang kita terima itu menolong kita atau mempermudah kita harusnya, untuk menerima orang lain yang bersalah kepada diri kita.

Ada satu pengkotbah saya lupa namanya, dia ngomong kaya gini, kita kadang di dalam berelasi dengan orang Kristen, kita maunya teman yang sempurna, kita maunya orang yang baik secara moral, kita maunya orang yang tidak melukai hati kita, kita maunya orang-orang yang baik di dalam mengikut Kristus dari sononya, kaya gitu. Tapi pertanyaannya ada nggak orang yang mengikut Kristus dari sononya sudah baik? Nggak ada kan. Tetapi persoalannya gereja sering kali di dalam satu kondisi yang tidak siap untuk melayani orang yang kurang itu, yang lemah itu, yang ada cacatnya itu, yang ada dosanya itu. Saudara, saya mau tanya, kalau Saudara cuma menerima orang yang baik kepada Saudara, Saudara munafik nggak? Karena nggak ada yang namanya orang baik di dalam gereja yang ada adalah orang berdosa, orang yang mendapatkan kasih karunia di dalam hidupnya karena dosa yang dia miliki. Jadi jangan biarkan kita masuk ke dalam satu level yang lebih jauh, yaitu kita hidup di dalam satu kebencian yang dimanfaatkan oleh iblis untuk memecah gereja atau merusak gereja dan relasi orang Kristen atau kesatuan di antara Kristus.

Hal yang berikutnya yang mungkin Saudara bisa pelajari juga dalam bagian ini adalah pada waktu kita melayani Tuhan, sama doktrin, sama di dalam pemahaman iman, tetapi ada perselisihan yang bisa timbul di situ. Yang menjadi penyebab perselisihan itu apa? Mungkin saya kira pertama bisa masalah personalitas itu. Kalau masalah personalitas itu yang menjadi persoalan, di situ Saudara belajar untuk bagaimana? Mungkin saya ambil contoh kaya gini ya, kalau Saudara menikah, bisa nggak menikah itu pasangan suami istri mengalami perbedaan personalitas? Bisa kan, harus kan kaya gitu. Kalau harus mengalami perbedaan personalitas, bisa nggak mengalami perselisihan akibat personalitas? Bisa nggak? Bisa sekali, sangat mungkin sekali, kaya gitu.

Nah sekarang, saya bandingkan kaya gini ya, Saudara suami istri ada masalah personalitas, Saudara teman seiman, bukan suami istri ada masalah personalitas, Saudara harus bagaimana? Harus bagaimana? “Oh yang bukan suami istri, nggak apa-apa saya putus, beda pendapat, beda cara kerja, beda sudut pandang, saya nggak bisa kerjasama dengan diri dia!” OK ada kemungkin bisa seperti itu karena penekanan panggilan, beban yang Tuhan berikan dalam hidup kita, ini yang kedua ya, beda satu dengan yang lain. Makanya pada waktu kita melihat satu persoalan, cara kerja kita beda, penekanan kita beda, jangkauan kita beda, mungkin, tujuan yang Tuhan mau pakai itu kita masing-masing beda, kita nggak bisa terus satu. Tapi kita mungkin akan penekanan kita secara beda pelayanan secara beda, kaya Paulus dengan Barnabas, mereka beda, dan dua-dua nya dipakai oleh Tuhan.

Tetapi Saudara, kita juga perlu pertimbangkan seperti ini, kalau kita adalah seperti seorang yang diikat di dalam keluarga, relasi suami istri, ada beda personalitas di situ, yang terjadi bagaimana? Boleh nggak kita ngomong kaya orang ini, yang dua orang ini, “ya sudah kita beda personalitas kita nggak bisa jalan bersama” kaya gitu? Nah di dalam hal ini Saudara harus masukkan pertimbangan yang ketiga, yaitu, pada waktu Saudara memutuskan itu, apakah Saudara makin membawa kemuliaan kepada Tuhan atau tidak? Saudara makin menyatakan karakter Tuhan atau tidak? Nah pada waktu Saudara misalkan suami istri memutuskan “Saya mau pisah!” karena apa? Kita punya personality beda, kita nggak bisa jalan sama-sama. Saudara ingat, bercerai itu adalah hal yang dibenci oleh Tuhan. Jadi nggak bisa cerai? Nggak bisa. Lalu bagaimana? Belajarlah beradaptasi menerima karakter satu dengan yang lain, diproses, diasah, diamplas untuk tidak terlalu tajam.

Saudara, kapan kita bisa makin mengasihi? Kapan kita bisa makin bermurah hati? Kapan kita bisa makin menerima perbedaan yang ada? Kalau kita sudah memiliki itu semua, atau pada waktu kita ditegur oleh pasangan kita atau saudara seiman kita yang lain? Karakter itu muncul, diproses kalau ada yang mengasah kita baru itu bisa terjadi di dalam hidup kita. Tuhan gunakan orang Kristen yang lain untuk memproses kita. Tuhan gunakan keluarga kita untuk memproses kita. Tuhan menggunakan mungkin perbedaan yang ada untuk melihat lebih jelas Tuhan punya kehendak di dalam hidup kita itu apa. Makanya pada waktu Saudara mengalami perselisihan, hal berikutnya adalah perselisihan itu tidak pernah boleh menghentikan kita dari pelayanan.

Pertanyaan saya ya, banyak orang sih ngomong kaya gini, “Sudahlah saya pengen mundur, saya pengen tenangkan hati, saya pengen tata hati saya dulu, saya nggak mau terlibat di dalam pelayanan lagi. Mungkin suatu hari Tuhan baru ingatkan saya atau gerakkan saya untuk melayani kembali.” Tetapi pertanyaannya begini, waktu Barnabas berpisah dari Paulus, Barnabas ke mana? Ke mana? Siprus, ngapain? Menjadi kecewa, tinggal di dalam rumahnya lalu nggak melayani Tuhan lagi? Tidak kan. Dia bawa Markus untuk melayani. Paulus ke mana? Tetap pergi untuk melayani bersama dengan Silas. Mereka tidak menjadikan perselisihan itu sebagai sesuatu yang membuat mereka kecewa, pahit, akhirnya mengundurkan diri. Sama-sama tetap melayani Tuhan walaupun mungkin metode dan caranya berbeda, tetapi sama-sama tetap melayani Tuhan. Tapi mereka tidak menyimpan hati yang membenci satu dengan yang lain. Itu perlu belajar seperti itu Saudara.

Tapi ada satu hal yang saya juga renungkan sekali ya, misalnya, pada waktu Barnabas memilih untuk memisahkan diri dari Paulus, pertanyaannya kaya gini, pertama, Barnabas dipakai oleh Tuhan tidak? Saya yakin dipakai oleh Tuhan. Buktinya apa? Markus yang dia bawa, kemudian hari menjadi berkat bagi Paulus di dalam pelayanan Paulus. Berarti dia dipakai oleh Tuhan. Saudara bisa lihat di Korintus dia juga adalah seorang yang kemudian memberkati jemaat di dalam Korintus itu. Dia tetapi melayani orang-orang yang ada di dalam Korintus.

Tetapi Saudara juga perlu perhatikan seperti ini ya, pada waktu Kitab Suci mencatat setelah Kisah Rasul 15 ini, masuk pasal 16 dan seterusnya, nama Barnabas masih muncul lagi tidak? Yang dicatat siapa? Paulus, Silas, Paulus, Silas, itu yang terus dicatat. Maksudny apa? Terus terang saya gumul ini cukup berat ya, lama saya gumulkan ini. Maksud saya adalah gini, Saudara ketika melayani, kadang-kadang kita bisa dibatasi oleh personalitas, cara pemikiran kita, pertimbangan kita, cara melihat kita, atau beban yang ada di dalam hati kita serta kemampuan yang kita miliki, atau karunia yang kita miliki di dalam pelayanan. Sehingga ini membuat kita tidak bisa menerima orang lain yang punya perbedaan dan punya cara pandang yang berbeda dengan diri kita dan penekanan dan cara kerja yang berbeda dengan diri kita. Padahal mungkin kaya gini, porsi orang ini Tuhan akan pakai jauh lebih besar daripada orang yang satu ini. Kalau Saudara memutuskan untuk pisah dari diri dia, Saudara mungkin tetap dipakai oleh Tuhan, tentunya Saudara harus gumulkan ini di hadapan Tuhan apakah Saudara tetap bersama dengan dia atau pisah dari diri dia, tetapi Saudara tetap dipakai Tuhan, tetapi Saudara akan dipakai sesuai dengan porsi yang Tuhan berikan ke dalam hidup Saudara atau keputusan yang Saudara ambil untuk memisahkan diri dari orang ini. Sedangkan orang ini akan terus maju dipakai oleh Tuhan jauh lebih besar dari orang ini. Itu yang akan terjadi dan itu sering kali terjadi, termasuk di dalam pelayanan Paulus dan Barnabas ini, Tuhan menggunakan dua prinsip ini ya.

Jadi Saudara, saya kira di dalam kita melayani kita perlu punya satu kepekaan untuk melihat apakah, atau tempat mana Tuhan menempatkan diri kita. Tetapi juga kita perlu menggumulkan apakah kita ada di dalam satu payung besar yang Tuhan sedang bekerja di dalamnya secara lebih besar daripada apa yang kita bisa kerjakan di dalam hidup kita. Kalau kita ada di dalam payung ini kita akan terus mengikuti jalur utama dari pelayanan Tuhan di tengah-tengah dunia ini. Makin dekat atau menjauh. Tetap melayani atau memisahkan diri dari Tuhan. Tetap mau ikut dengan satu kerendahan hati atua kita mengatakan sudah, stop jalan ini berbeda. Mungkin bisa terjadi. Tetapi Saudara jangan simpan kebencian, jangan simpan permusuhan di dalamnya.

Tapi mungkin kita masuk ke dalam bagian terakhir kaya gini ya, kalau gitu saya harus bagaimana di dalam menghadapi hal ini? Pertama hal yang paling penting adalah Saudara harus bisa mengenali diri Saudara itu siapa. Saudara harus bisa mengetahui karunia Saudara itu apa. Saudara harus mengetahui kelebihan Saudara dan kelemahan Saudara itu di mana. Dan itu adalah sesuatu yang Saudara harus lihat secara jujur kepada diri sendiri. Itu yang pertama. Yang kedua adalah Saudara harus bisa dengan jujur melihat sebenarnya persoalan yang sedang dihadapi itu apa? Masalahnya apa yang membuat kita berselisih? Apakah masalah doktrinal kah? Ataukah masalah personalitas kah di situ? Atau masalah metode kerja kah di situ? Saudara harus bisa melihat lebih jelas. Kenapa? Karena orang yang berselisih biasanya semuanya digeret. Padahal masalah personalitas mungkin, masalah metode kerja, masalah yang bukan masalah prinsipil, tetapi karena semuanya digeret karena sakit hati, itu kita biasanya menjadikan itu masalah prinsip. Kalau hal ini terjadi, Saudara nggak pernah bisa keluar dari hal itu, sering kali. Tetapi kalau Saudara ingin dapat harus mengerti kalau masalah doktrin, OK, itu adalah masalah serius, kita nggak bisa kerjasama. Tapi masalah yang lain seperti apa. Itu yang harus kita bisa lihat ya. Dan minta Tuhan memberikan kemampuan untuk melihat itu.

Dan Saudara, di dalam poin ini, ada satu hal yang Saudara juga perlu gumulkan seperti ini ya, pada waktu Saudara melihat ada 2 orang berselisih, pertanyaan saya adalah, mungkin pertanyaan yang Saudara perlu tanyakan adalah, di mana posisi Saudara? Misalnya ya, saya berteman sama Yudha, saya berteman sama Yanto. Lalu saya berselisih dengan Yanto, berselisih hebat, kaya gitu. Yudha teman sama Yanto juga dan teman sama saya. Yudha pernah mikir nggak, peran saya apa. Ada nggak bagian yang saya harus lakukan? Atau saya ambil jalan aman, pokoknya kaya gini, saya nggak usah konfrontasi Dawis, saya nggak usah konfrontasi Yanto, yang penting saya baik kepada Dawis dan baik kepada Yanto walaupun mereka konfrontasi. Peran kita gimana?

Saudara, dalam hal ini saya tetap percaya ya, selalu percaya dan selalu berusaha ketika ada 2 orang konfrontasi, mungkin Tuhan sedang menempatkan kita di antara 2 orang itu untuk menjadi pendamai mereka bukan membuat mereka makin bermasalah. Itu tujuannya. Dan Saudara bisa lihat itu di dalam Filipi 4:2-3, ini Paulus yang menulis, nasihat terakhir, “Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan. Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan.” Jadi pada waktu Paulus melihat ada 2 saudara yang berselisih, Euodia dan Sintikhe, yang terjadi adalah apa? Paulus sendiri menasihatkan 2 orang ini untuk tidak berselisih, tetapi juga dia mendorong satu orang yang bernama Sunsugos yang mengenal 2 orang ini untuk membuat mereka bisa tidak berselisih satu dengan yang lain.

Jadi Saudara, pada waktu kita ada di tengah-tengah 2 kelompok orang ini, kita tau ada masalah di situ, Saudara mengompori, “Pokoknya apapun yang menjadi keputusanmu, saya berpihak kepada engkau karena engkau temanku!” Yang satu itu gimana? “Ya karena saya kurang dekat sama orang itu maka saya lebih memihak yang lebih dekat sama saya walaupun engkau benar atau engkau salah.” Atau kita berusaha untuk mendamaikan 2 orang ini karena 2 orang ini sama-sama saudara seiman? Dan sering kali Saudara, persoalan itu bukan masalah prinsip doktrinal, sering kali masalah keputusan pribadi karakter kita yang berbeda, cara melihat berbeda. Dan saya kira itu bukan sesuatu hal yang terlalu serius yang harus diangkat dan dibesarkan.

Lalu yang berikutnya adalah yang ketiga, pada waktu kita ada di dalam satu perselisihan, apa yang harus kita lakukan? Nah ini yang lebih penting, coba lihat ada prinsip Alkitab tidak yang mendukung diri kita? Tapi biasanya orang yang berselisih itu mau cari back up Alkitab nya untuk mendukung diri dia. OK. Kalau si A ini berselisih ada back up Alkitab untuk mendukung dia, si B berselisih ada back up Alkitab yang mendukung diri dia, harus gimana? Misalnya pada waktu Paulus menolak Markus, ada back up Alkitab nggak? Mungkin ada, Paulus ngomong ayat yang berkata bahwa orang yang kaya gini nggak perlu lagi untuk dilibatkan atau dipercayakan dalam pelayanan, orang yang meninggalkan pelayanan. Tetapi bagi Barnabas dia bisa ngomong, “Eh Paulus, tunggu dulu, Tuhan kita kan Tuhan yang memberikan kesempatan kedua, jadi kamu nggak bisa tinggalkan Markus seperti itu lho.”

Jadi kalau kita berprinsip dengan satu dasar Firman yang maksudnya adalah gini ya, kita masing-masing harus bertanggungjawab di hadapan Tuhan. Kita masing-masing ketika memutuskan itu, menggumulkan diri di hadapan Tuhan, saya punya keputusan ini saya lakukan karena saya, motivasi diri saya, ego diri saya sendiri, atau karena saya betul-betul ingin menjalankan prinsip Tuhan dalam hidup saya? Si B juga menggumulkan itu, masalah ini adalah masalah ego saya kepada diri dia, atau masalah prinsip saya di hadapan Tuhan saya ingin melayani Tuhan dan pengertian saya untuk melayani Tuhan seperti ini. Kalau Saudara sudah uji motivasi hati Saudara masing-masing dan Saudara melihat bahwa memang sama-sama utamakan Tuhan, sama-sama bukan karena masalah personalitas atau sakit hati satu dengan yang lain, tetapi Saudara penekanannya selalu berbeda, di situ yang saya bilang mungkin ada kesempatan untuk kita bisa jalan berpisah untuk melayani. Tetapi kalau itu masalah personalitas, masalah ego, jangan biarkan itu menjadi masalah yang memecah. Jadi itu menjadi hal yang kita perlu uji ya.

Yang terakhir itu yang tadi saya bilang, coba uji pada waktu kita memutuskan itu membawa kita makin memuliakan Tuhan atau tidak. Kalau itu tidak membawa kita makin memuliakan Tuhan, maka lebih baik kita sangkal diri, pikul salib, ikut Kristus. Saudara, iman Kristen adalah selalu, saya pakai istilah selalu walaupun agak hiperbola, atau mungkin Saudara merasa terlalu simplified, tetapi saya mau ngomong kaya gini, iman Kristen selalu yang dijadikan korban adalah siapa? Siapa? Orang lain atau diri? Iman Kristen mengajarkan yang selalu jadi korban siapa? Kalau Saudara bermasalah dengan orang lain yang harus dikorbankan siapa? Orang lain? Yang harus dikorbankan siapa? Diri bukan orang lain.

Kenapa Musa doa pada waktu mereka menyembah lembu emas, “Tuhan lebih baik namaku yang dihapuskan dari Kitab Kehidupan.” Mengapa Paulus pada waktu dia menulis suratnya kepada jemaat di Roma, di pasal 10, dia katakan, “Tuhan aku lebih suka saudara seimanku tidak dibinasakan tapi namaku yang dicoret dari Kitab Kehidupan.” Atau “Aku lebih suka namaku dicoret dari Kitab Kehidupan asal saudara seimanku di dalam Abraham, Ishak dan Yakub itu, atau sedarah sedaging itu tidak dibinasakan oleh Tuhan.” Yang selalu jadi korban itu adalah diri. Bukan karena kita melihat kita dikorbankan oleh orang lain, tetapi karena kita melihat saya perlu mengorbankan diri saya dan ego saya, kepentingan saya sendiri, supaya nama Tuhan yang dimuliakan, karena apa? Kristus yang adalah Tuhan saya, Juruselamat saya memilih mengorbankan diri Dia sendiri demi supaya kita bisa diperdamaikan dengan Bapa. Itu prinsip Alkitab.

Saya yakin sekali kalau kita dalam prinsip seperti ini, yang penting Tuhan, masalah relasi itu adalah masalah yang tidak terlalu menjadi problem yang utama di dalam jemaat Kristen, karena kita tau yang penting adalah Tuhan yang harus diutamakan dan ditinggikan. Walaupun kita jalan berbeda tetapi karena Tuhan yang diutamakan dan ditinggikan, saya tidak boleh bermasalah dengan orang itu. Tapi lebih baik kalau bisa kita jalan bersama untuk melayani Tuhan dan terus menerus membuka hati memberikan satu kebesaran hati untuk menerima orang yang bermasalah dengan diri kita. Saya kira itu menjadi satu hal yang kita perlu gumulkan ya, khususnya sebelum kita masuk ke dalam Perjamuan Kudus pada pagi hari ini. Saudara ingat kembali akan cinta kasih Kristus, pengorbanan Kristus bagi diri Saudara. Apa yang sudah Saudara lakukan bagi Kristus? Sudahkah Saudara mencerminkan kasih-Nya itu? Adakah kehidupan Saudara adalah Kristus yang hidup dalam dirimu yang telah mati bagi engkau dan bangkit untuk memberikan satu kehidupan yang baru bagi kehidupan kita? Kiranya Tuhan boleh menolong kita ya. Mari kita siapkan hati untuk masuk ke dalam Perjamuan Kudus pada pagi hari ini. (HSI)

 

Transkrip Khotbah ini belum diperiksa oleh Pengkhotbah.

Comments