Penghiburan Setelah Dukacita, 17 Juli 2022

Mat. 5:4

Vik. Nathanael Marvin

Tema khotbah kita pada hari ini adalah penghiburan setelah dukacita. 2 hal ini yang akan kita renungkan yaitu soal penghiburan dari Allah sendiri dan juga emosi dukacita yang Tuhan sendiri miliki, dan kita sebagai manusia yang diciptakan serupa dan segambar dengan Allah, kita pun punya emosi dukacita, punya rasa sedih. Kita mampu sebagai manusia itu merasa sedih, merasa menyesal, merasa sakit, merasa tidak enak, merasa berat, merasa letih, lesu, tidak semangat, merasa putus asa. Kita bisa merasakan kesedihan.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Gerald Sitzer, seorang hamba Tuhan, seorang Amerika, profesor teologi, dan pelayan Tuhan yang baik, dia adalah seorang salah satu yang mengalami tragedi, dia katakan tragedi dalam kehidupannya yang begitu besar dan begitu menyedihkan. Dukacita yang sangat sangat besar dialami oleh seorang hamba Tuhan, dialami oleh seorang suami, dialami oleh seorang ayah, dialami oleh seorang anak dia, Gerald Sitzer. 2 tahun setelah istrinya melahirkan anak paling bungsu, yaitu anak ke-4 nya, terjadi sebuah kecelakaan tragis di mana sebuah mobil yang dikendarai pemabuk menabrak mobil keluarganya. Kecelakaannya ini menyebabkan 3 korban jiwa, yaitu mamanya sendiri, istrinya, dan anak perempuan yang berumur 4 tahun. 3 generasi perempuan itu meninggal di waktu tersebut. Mamanya Gerald Sitzer, istrinya Gerald Sitzer, dan anak perempuan Gerald Sitzer diambil Tuhan di satu momen di dalam kecelakaan yang disebabkan seorang pengemudi yang mabuk menabrak mobil mereka. Itu adalah kejadian yang begitu menyedihkan sekali, betapa sedihnya Sitzer. 3 kesedihan itu terjadi bersama-sama. Dan bukan saja meninggal 1 orang yang dikasihi, tetapi 3-3nya langsung meninggal di hari yang sama dan itu pun akibat bukan karena alam, bukan karena kecerobohan diri mereka sendiri, bukan! Karena kecerobohan orang lain, pemabuk di luar sana. Menabrak mobil mereka, menghancurkan mobil tersebut dan 3 orang tewas.

Ketika ada malapetaka yang besar dan dukacita yang begitu besar terjadi, Sitzer mengatakan seperti kebanyakan orang ya, yaitu “Why me God?” “Kenapa aku Tuhan? Kenapa aku yang mengalami kesedihan ini? Kenapa aku yang sakit? Kenapa aku yang menderita? Kenapa bukan orang lain? Kenapa keluargaku yang meninggal? Kenapa keluargaku yang sakit? Kenapa keluargaku yang belum kenal Kristus, aku kenal Kristus, kenapa? Why me?” Nah ini adalah sebuah kesedihan. Ini juga yang terjadi di dalam pandemi selama kurang lebih jalan 3 tahun ini. Banyak kesedihan yang terjadi diakibatkan oleh pandemi ini. Ya bukan hanya pandemi ya, bisa jadi karena perang, karena kenaikan harga tadi ya, seperti yang kita doakan, itu bisa membuat orang itu beban, sedih, kenapa sih dunia ini demikian? Kenapa dunia ini menimbulkan kesedihan di dalam kehidupan saya?

Kita tau sebagai orang Kristen, kita tau jawabannya, setiap ada penderitaan, kesedihan yang kita alami, yang berasal dari dunia yang berdosa ini, itu karena memang dunia sudah jatuh ke dalam dosa dan kita pun sudah jatuh ke dalam dosa. Ya maka kita bisa sedih, kita bisa sakit, kita bisa mati. Itu efek pertama dari dosa. Memang nanti kita bisa lihat ada emosi-emosi kesedihan yang kudus ya, yang bukan disebabkan oleh dosa, bisa terjadi, bisa. Tetapi mayoritas kesedihan yang terjadi ini adalah akibat dosa, akibat kelalaian manusia, akibat dosa manusia sendiri dan juga akibat kita yang melupakan Tuhan.

Tapi puji Tuhan seiring berjalannya waktu, Sitzer mulai merenungkan tentang hak kehidupan yang adil dan sempurna. Dia merenungkan suatu hak yang dia harus terima itu seperti apa ya. Dia katakan bahwa dia pikir dia tidak layak menerima kematian keluarganya, ya, dia pikir bahwa, “Saya itu kayanya nggak layak menerima kematian 3 perempuan yang saya kasihi.” Tetapi sebenarnya dia juga bisa katakan bahwa, “Saya sebagai manusia berdosa tidak layak menerima kehadiran 3 perempuan orang tersebut yang dia kasihi.” Sebagai manusia berdosa apa sih yang layak bagi kita? Mati! Masuk neraka. Cukup. Itu adil, itu sempurna. Tapi kalau kita masih bisa hidup sampai hari ini, masih muda, masih orang tua, masih bisa punya keluarga, masih bisa punya anak, punya istri, pasangan, kita layak menerimanya? Sitzer berpikir bahwa tidak layak juga. Kalau saya tidak layak menerima kematian anggota keluarga saya, saya juga tidak layak menerima kehadiran mereka karena saya berdosa. Nah ini adalah menunjukkan bahwa Tuhan itu berbelas kasihan, Tuhan itu mengasihi kita, Tuhan itu beranugerah.

“Adam dan Hawa kalau kamu makan buah pengetahuan baik dan jahat kamu akan mati.” Adam dan Hawa makan buah pengetahuan baik dan jahat, mereka mati kah? Harusnya mati, masuk neraka, selesai. Tuhan nggak usah sedih. Kalau bisa kita lihat perasaan Tuhan, Tuhan itu sedih setiap hari. Lihat dosa, lihat dosa, lihat dosa, coba Bapak, Ibu, Saudara sekalian kita bayangkan, kalau anggota keluarga kita berdosa terus, berdosa terus, berdosa terus, apa yang kita rasakan? Emosi, marah, sedih. Tuhan sedih setiap hari lihat kita yang berdosa. Tetapi Tuhan menyatakan anugerah dan belas kasihan-Nya apa? Tuhan menyatakan belas kasihan dan anugerah-Nya, “Kamu betul mati, Adam dan Hawa, putus hubungan dengan Allah, diusir dari taman Eden, dihukum Tuhan.” Tetapi Tuhan janjikan keselamatan di dalam Yesus Kristus. Tuhan janjikan bahwa kalau kamu percaya kepada Pribadi Yesus Kristus yang menanggung hukuman dosa, kematian kekal di neraka itu, maka kamu akan selamat.

Nah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, inilah kehidupan manusia ya, ada kesedihan, ada sukacita, ada anugerah, ada penghukuman, ada kita menyakiti sesama tetapi kita juga dikasihi oleh sesama. Sitzer pernah menulis kalimat berkenaan dengan tragedi tersebut ya, dia katakan bahwa hidup di dunia yang adil dan baik cocok bagi saya, saya pengen hidup di dunia yang baik dan adil. Tapi refleksi yang lebih dalam membuat saya bertanya-tanya jika seperti itu, saya mungkin tidak pernah mengalami tragedi. Toh baik terus, nggak pernah sedih, nggak pernah mengalami tragedy, nggak akan rasa sedih. Kalau memang mengalami kehidupan yang baik. Tetapi itu juga berarti bahwa saya tidak akan mengalami anugerah. Saya tidak akan mengalami anugerah kalau saya tidak menyadari hidup saya ini berdosa dan layak dihukum dan hidup ini di dalam dunia yang berdosa itu banyak begitu penderitaan ya, begitu banyak tragedi. Saya nggak akan mengalami anugerah.

Kalau Adam dan Hawa terus selamat, kita ini imajinasi saja ya, meski pun tidak pernah terjadi, Adam dan Hawa terus baik, terus baik, terus masuk Surga. Sudah. Apakah dia merasakan ada penebusan Kristus? Nggak rasakan juga ya. Apakah dia akan rasakan ada anugerah Tuhan yang begitu besar? Nggak rasakan, biasa aja ya. Bukan berarti kita mengijinkan ada dosa ya, bukan. Tetapi Tuhan bisa bekerja kok, dengan cara-Nya, tanpa dosa pun Tuhan bisa membuat kita melihat Dia itu begitu beranugerah. Tetapi kalau kita kenyataannya sudah jatuh ke dalam dosa, ya sudah lah, kita terima segala penderitaan yang memang Tuhan ijinkan terjadi di dalam kehidupan di dunia ini.

Masalah dari mengharapkan hidup di dunia yang sangat adil itu berarti tidak ada anugerah di dunia itu karena anugerah adalah anugerah hanya bila yang menerimanya itu tidak layak. Anugerah adalah anugerah hanya bila orang yang menerimanya itu adalah tidak layak. Dan anugerah itu adalah pemberian yang cuma-cuma memang. Sitzer mengatakan bahwa segala tragedi, dukacita, kehilangan yang sudah terjadi dialami manusia itu harus dibawa di sisa kehidupan manusia. Dukacita dan tragedi itu bisa Tuhan pakai dan kita pakai untuk bisa menanggung segala dukacita karena ada pengharapan yang diberikan dari Allah. Ada penghiburan.

Seperti Firman Tuhan yang kita baca barusan, ini adalah Firman Tuhan yang sangat singkat sekali, “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” Oleh Tuhan. Ini janji Tuhan ya, ini janji Tuhan setiap orang yang berdukacita akan dihibur. Ada pengharapan. Jadi dukacita itu kita tolak nggak Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Kalau memang karena ya dunia yang berdosa, kita hindari ya, kita hindari. Karena motivasi yang berdosa, karena efek dosa, ya sebisa mungkin kita tidak sedih, masa kita cari-cari dukacita ya. Tetapi kalau karena memang kita melakukan kehendak Allah, penderitaan karena Kristus, kita jadi Kristen orang benci kita. Kita jadi Kristen kok orang benci kita ya? Kita sedih. Ya itu kita harus terima. Menjadi hamba Tuhan, menjadi pengurus, menjadi orang Kristen, ada kesedihan-kesedihan. Kita diasingkan oleh orang, kita dianggap orang yang aneh, kita dianggap orang yang asing bagi mereka, tetapi itu kita terima saja. Yesus menderita, guru kita yang terbesar menderita. Dia terima penderitaan itu meski pun kita lihat Dia tidak berdosa ya, Yesus itu tidak berdosa tapi menderita. Kita yang berdosa, menderita ya wajarlah. Penderitaan karena Kristus mau pun penderitaan karena dosa-dosa kita sendiri mau pun dosa-dosa orang lain di sekitar kita.

Kita coba belajar OK lah, kita kesedihan yang kudus itu kita terima, kita kenakan kesedihan itu sebagai wujud apa? Sebagai wujud iman bahwa kita menerima penghiburan yang dari Tuhan sendiri. Tuhan memberikan kita penghiburan juga, Yesus berkata, “Diberkatilah orang yang berdukacita.” Yesus tidak berkata, “Diberkatilah orang yang mengalahkan dukacita.” Tetapi Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” Yesus berkata diberkatilah, ya diberkatilah. Ini wujud apa sih diberkatilah itu? Itu wujud adalah segala kebaikan Tuhan kiranya diterima oleh orang tersebut. Ketika kita berkata Tuhan memberkati, itu berarti apa? Penyertaan, kebaikan Tuhan, pengakuan Tuhan, persetujuan Tuhan itu ada di dalam orang tersebut. Maka kita berdoa, “Tuhan berkatilah acara ini. Tuhan berkatilah orangorang di sekitar aku. Tuhan memberkati kamu.” Itu adalah suatu doa ya, doa yang sangat baik sekali.

Panggilan sebagai murid Kristus bukanlah kabur dari dukacita atau pun menghindari dukacita, tetapi bertumbuh di dalamnya. Kalau penderitaan karena kita berdosa, karena kita curi barang orang, itu adalah penderitaan yang tidak kudus, itu layak kita terima itu adalah karena kita harus dihukum. Karena kita mencuri kok, karena kita menyakiti orang, berbuat dosa kepada orang lain. Tetapi ada dukacita yang sumbernya bukan karena kita berdosa melainkan karena Kristus, karena iman kita, karena taat Firman Tuhan kita bisa menderita. Buktinya siapa Bapak, Ibu, Saudara sekalian, taat Firman Tuhan lalu menderita bahkan mati? Yaitu adalah Habel. Habel itu taat memberikan persembahan kepada Tuhan, sungguh-sungguh, baik, mengasihi kakaknya, mengasihi orang tuanya, mati. Dibunuh oleh kakaknya sendiri, yaitu Kain. Kain nggak kasih persembahan hidupnya panjang, dia punya keluarga yang banyak sampai keturunannya menjadi keturunan yang justru melakukan dosa begitu banyak. Tapi Habel mati, waktunya singkat. Karena apa? Taat Tuhan. Taat Tuhan tidak selalu enak, tidak selalu sehat, tidak selalu kaya, tidak selalu hidup. Mati! Itu Habel kok, Alkitab sudah jelaskan sejak awal. Taat Tuhan itu nggak selalu kekayaan materi ya, Tuhan itu nggak selalu diberkati, wah sehat, hebat, kuat, nggak! Bisa menderita, bisa mati juga. Dan itu adalah realita di dalam dunia ini.

Yesus mengatakan, “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” Ini adalah perkataan Yesus Kristus diucapkan di gunung di Galilea. Di gunung di Galilea Dia melihat begitu banyak kerumunan orang berkumpul di sekitar-Nya dan di sore hari itu Yesus duduk di sebuah puncak gunung yang agak tinggi, bukit ya, bukit di Galilea dan Yesus seolah-olah Dia bertahta sebagai guru teragung, yaitu di gunung Galilea tersebut, dan dia mengucapkan 10 ucapan penghiburan, ucapan bahagia. Mengucapkan Firman Tuhan. Tidak hanya sedikit orang saja yang berkumpul pada waktu itu, tetapi banyak sekali orang berkumpul di sana. Yesus duduk di atas gunung, memberitakan Firman, ucapan-ucapan bahagia.

Nah ketika kita melihat konteks pemberitaan Yesus Kristus pada waktu itu, kita ingat bahwa di gunung Sinai itu Tuhan juga pernah menampakkan diri dalam awan, dalam awan kemuliaan yang begitu tebal, dan sinar kemuliaan yang begitu terang kepada Musa hamba-Nya. Dan di situlah Musa menerima 10 hukum Taurat. Musa menerima 10 hukum Taurat mendengar sendiri apa yang dikatakan oleh Allah dan kemudian Musa memiliki 2 loh batu diberikan oleh Allah sendiri. Allah menulis 10 hukum Taurat di atas 2 loh batu tersebut. Wah itu suatu pemberitaan yang sangat mencekam, waktu di gunung Sinai tersebut. Jangan ada Allah lain di hadapan-Ku, jangan membuat patung dan sujud menyembah kepadanya, jangan menyebut nama Tuhan dengan sembarangan, ingat dan kuduskanlah hari Sabat, hormatilah ayahmu dan ibumu, jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengingini milik barang sesamamu, jangan mengucapkan saksi dusta, dan lain-lain, itu 10 hukum Taurat. Semua Musa sendiri gentar ya pada waktu menerima Firman tersebut.

Tetapi di bukit Galilea tersebut, Yesus duduk dengan tenang, dapat dilihat oleh banyak orang, ribuan orang, dan Yesus mengucapkan ucapan-ucapan yang bahagia. Ini kontras berbeda dengan Gunung Sinai. Itu hukum Taurat, ya ucapan-ucapan yang begitu tegas, “Jangan! Jangan! Jangan! Jangan lakukan dosa! Tetapi lakukanlah ibadah kepada Tuhan.” Keras sekali. Tetapi di sini, Yesus katakan, “Berbahagialah. Berbahagialah. Berbahagialah.” Mungkin Yesus sambil berkata berbahagialah, diberkatilah itu dengan tersenyum. Diberkatilah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur oleh Allah. Berbahagialah, berbahagialah orang yang menderita karena kebenaran, karena diakui oleh Tuhan, dan lain-lain.

Yesus membuka mulut-Nya dan mulai mengajar mereka semua. Inilah khotbah di atas bukit yaitu ketika Yesus membuka mulut-Nya dan mengkhobahkan ucapanucapan bahagia. Ini mengingatkan kita bahwa manusia tidak hanya hidup dari roti saja tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. Yesus membuka mulut-Nya dan mengatakan kepada banyak orang berbahagialah, blessed are those who mourned for they shall be comforted. Terjemahan lainnya adalah berbahagialah orang yang bersedih hati sebab Allah akan menghibur mereka. Diberkatilah, ya diberkatilah, ini adalah doa ya, doa yang sangat baik sekali. Diberkati berarti Allah berinisiatif memberkati dan merendahkan diri untuk menyelamatkan kita. Diberkati adalah sungguh-sungguh suatu tindakan yang Allah berikan di mana Allah itu mencurahkan setiap kebaikan Allah kepada diri kita semua. Dan ketika kita diberkati oleh Tuhan, kita itu respons nya apa? Respons nya seharusnya adalah membalas cinta kasih Tuhan dengan mentaati Firman Tuhan, hidup memuliakan Dia.

Nah sekarang kita merenungkan tentang dukacita, ini adalah sebuah emosi dari manusia tetapi kita tau bahwa emosi ini ya Tuhan sendiri yang memberikan kepada kita. Karena Tuhan itu beremosi ya. Saya nggak tau Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu Tuhan belum ciptakan malaikat, waktu Tuhan belum ciptakan manusia, apakah Tuhan bisa bersedih atau nggak? Waktu itu ada Allah Tritunggal saja, apakah Tuhan bersedih? Kayanya nggak, mungkin ya. Saya nggak tahu juga. Ini misteri. Karena apa? Karena waktu Tuhan ciptakan malaikat, itu ada malaikat yang sebagian, akhirnya jatuh melakukan dosa, menyembah diri mereka sendiri, melawan Allah. Dan kemudian ketika Tuhan ciptakan manusia, ternyata manusia juga, Adam dan Hawa, melakukan dosa. Nah di situ perasaan sedih Tuhan itu pertama kali adalah ketika malaikat-Nya jatuh ke dalam dosa. Kemudian yang kedua kali adalah ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Sebelum menciptakan malaikat Tuhan sedih nggak? Nggak tahu. Kita nggak tahu Tuhan sedihnya seperti apa. Tapi yang kita tau adalah yang diceritakan oleh Alkitab sendiri, iblis sudah jatuh ke dalam dosa, yaitu adalah malaikat yang jatuh, Tuhan sedih? Saya yakin Tuhan sedih. Tuhan sedih ketika melihat para malaikat-Nya itu yang harusnya menyembah Dia itu jatuh ke dalam dosa. Bukan hanya itu, ya Adam dan Hawa juga jatuh ke dalam dosa.

Nah ketika Tuhan menciptakan manusia, kita punya emosi sedih. Dan kita tau emosi itu bisa kita bedakan nantinya, yaitu emosi sedih yang kudus, dukacita yang kudus, atau dukacita yang tidak kudus. Nah di sini kita belajar bahwa emosi dukacita adalah respons manusia terhadap apa? Biasanya adalah terhadap malapetaka, seperti yang dialami oleh Gerald Sitzer. Oh ada malapetaka terjadi, kematian orang yang dikasihi, kita sedih. Ada pandemi terjadi, dan lain-lain, kita sedih. Ya itu bisa terjadi. Tetapi ada juga kesedihan yang kudus di mana kita sedih kalau apa? Kalau orang itu melakukan dosa kita sedih, bukan diketawain ya, bukan ketawa. Orang melakukan dosa kita ketawa, kita senang, ya, orang lebih buruk daripada kita ya, “Wah biarin lah.” Tidak! Sedih. Orang belum percaya kepada Kristus kita sedih. Itu kesedihan yang kudus. Orang tidak mengenal Tuhan, orang tidak ibadah hari Minggu, udah Tuhan kasih hari Minggu lho, libur lho, ini penetapan Tuhan sendiri ya, hari Minggu libur. Ada satu hari dalam seminggu libur, supaya apa? Bisa ibadah. Ada yang nggak ibadah, kita sedih. Kadang-kadang jengkel ya, kadang-kadang hamba-hamba Tuhan itu kan jengkel ya, kenapa sih nggak ibadah, kan libur, kan 6 hari sudah kerja. Tuhan saja yang nggak perlu kerja, nggak perlu istirahat, Tuhan itu menciptakan dunia itu 6 hari. Dicicil lho, Tuhan itu mencicil pekerjaan, ya mengatur urutan dengan bijaksana-Nya. Hari 1 ciptakan apa, hari kedua ciptakan apa, urutan, 6 hari kerja. Kita cicil, kita bijaksana Tuhan, 1 hari Tuhan istirahat. Tuhan yang tidak perlu kerja, Tuhan yang tidak perlu istirahat, Dia kerja, Dia istirahat. Untuk apa? Supaya manusia ciptaan-Nya itu kerja dan istirahat. Istirahat nya bukan santai-santai ya, tetapi beribadah. Mungkin waktu di hari ke-7 itu Tuhan istirahat adalah bukan istirahat sungguh-sungguh diam ya, tetapi memantau ciptaan-Nya, melihat ciptaan-Nya. Wah semua indah ya, Tuhan hadir, Tuhan bangga terhadap ciptaan-Nya. Ada manusia, ada hewan, ada tumbuhan, ada daratan, lautan, langit, bintang, bulan dan lain-lain, Tuhan itu memantau lho. Bukan istirahat itu diam, nggak ngapa-ngapain. Tapi Tuhan memantau, Tuhan bangga terhadap ciptaan-Nya.

Demikian juga waktu kita datang ibadah di hari Minggu, kita itu ke gereja kita bangga kepada Tuhan, Tuhan yang sudah ciptakan kita, Tuhan yang sudah panggil kita ibadah. Nah ini sebuah pekerjaan, kita ibadah hari Minggu pekerjaan 2 jam, bukan berarti kita diam saja di rumah tidur-tiduran, nonton tv, main game. Hari minggu itu ibadah, toh cuma 2 jam, selebihnya bisa kerja lagi kalau yang suka bekerja ya. Bisa, tetapi Alkitab katakan bahwa hari Minggu itu sebaiknya 2 pekerjaan yang harusnya kita lakukan yaitu ibadah, dan kedua adalah pekerjaan kemurahan hati atau belas kasihan. Ya seperti kaya dokter, pemadam kebakaran, polisi kan ya nggak istirahat lah ya hari Minggu, masa mereka istirahat nggak mau kerja. Nggak! Mereka harus kerja hari Minggu, kalau ada yang sakit, ada yang kebakaran, ada yang kriminal, harus kerja. Tapi ibadah, ibadah juga. Kaya gitu ya. Kita pun sama, Minggu itu kerja juga, tapi ibadah dan belas kasihan. Kita bisa ke gereja, kita bisa berkunjung keluarga, kita bisa berkunjung ke panti asuhan, ke penjara mungkin, dan lain-lain. Itu adalah pekerjaan.

Nah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orangorang Yahudi ketika mereka mengatakan orang yang sedang sedih ada 2 hal yang dialami oleh orang yang sedang sedih. Ini pemikiran dari Ibrani atau orang Yahudi. Mereka katakan bahwa orang yang sedih itu biasanya adalah orang yang merasa hatinya itu berat. Berat, nggak enak, kaya bawa beban berat gitu ya. Kita angkat galon air ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, angkat galon air kan OK lah, paling beberapa detik bisa masukkan ke tempatnya, tetapi orang yang sedih hati itu angkatnya itu lama sekali, bebannya itu dipegang terus berat sekali. Capek. Kayanya itu males, kayanya abis tenaganya. Nah itu kesedihan yang dipikirkan oleh orang-orang Yahudi, yaitu berat hati, banyak keluhan, komplain, ngomel. Bapak, Ibu, Saudara sekalian, mungkin kita sering ngomel, sering berargumen, komplain, itu bukan karena ada melihat “Oh ini salah! Nggak bener ini.” Bukan. Mungkin kita rasa berat, sering mengeluh, komplain, ngomel, menghina orang itu karena hati kita sedih. Kita itu lagi sedih sesuatu. Kita melampiaskannya dengan omelan, marah, ada beban berat di hati kita sehingga kita keluarnya adalah komplain. Tapi kalau orang yang hatinya sukacita, ada yang salah pun dia belajar benerin. Ada yang salah dia belajar doakan. Dia hatinya sukacita kok, enteng gitu ya. kalau hatinya enteng, ada masalah dia beresin, dia bantu beresin bukan malah ngomel “Ini kamu salah! Ini gini, gini gini.” Itu orang yang sedih, orang yang sering komplain, komplain, komplain, sedih ya. lagi sedih. Sedih apa? Ya dia yang tau. Harus bawa ke Tuhan perasaan sedihnya itu.

Yang kedua, bagi orang Yahudi, orang yang sedih itu adalah orang yang gelisah. Ya,gelisah. Kayaknya nggak enak untuk tidur, bingung, ada rasa ketidakpastian, banyak pikiran, kekhawatiran. Karena apa? Karena tidak dekat-dekat dengan Tuhan, jadinya gelisah. Tuhan apakah pernah gelisah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Tuhan kaget, bingung, “Harus ngapain ya Saya? Wah, rumah Tuhan kok nggak ada yang datang ke gereja ini?” Tuhan sibuk, bingung. “Bagaimana caranya supaya rumah-Ku ini dipenuhi banyak orang?” Tuhan nggak pernah gelisah. Tuhan nggak pernah bingung. Tuhan nggak pernah khawatir. Tuhan itu Mahakuasa, kok. Dia itu betul-betul memelihara seluruh ciptaan-Nya. Kita yang seringkali galau,ya. “Wah, gimana, nih?” Misalkan ini tim pembangunan gereja ya, tim pembangunan gereja di Jl. Bener pasti ada masalah. Pasti. Ada hambatan, ada tantangan, pasti. Tapi respons kita gimana? Berat, sedih, atau juga gelisah? “Wah, gimana nih, ini saya nggak tau.” Ya memang, kita nggak bisa apa-apa. Kita bisa kerjakan apa yang kita tahu untuk kerjakan. Nah, itu yang kita setia lakukan. Pasti kok, Bapak, Ibu, Saudara sekalian.

Namanya buat acara itu pasti ada tantangan, ada hambatan. Buat acara doang ya. Acara apa pun di dalam kehidupan keluarga atau masyarakat kalau buat acara itu pasti harus rapat dulu, harus persiapan dulu, harus latihan dulu. Ini kita juga bangun gedung gereja juga pasti ada kesulitan. Ada proses yang harus dilalui oleh tim pembangunan ataupun jemaat kita semua ya, sekalian. Nah, kita boleh ya ada waktu beres ke gereja, yuk mampir ke gedung, ke tempat pembangunan. Kita lihat saja, sudah lihat-lihat, doakan. Itu bagus. Itu pekerjaan kemurahan juga kok. Kita bisa lakukan hal demikian ya. Mendoakan, meskipun mungkin kita nggak bisa bagian apa-apa yang lain.

Yang menjadi pertanyaan adalah dukacita di dalam Matius 5:4 ini, dukacita karena apa? Kalau kita baca seayat ini saja, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita pikir semua dukacita. Betul. Semua yang berdukacita nanti Tuhan hibur. Makanya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau orang Kristen ada yang meninggal, pasti di rumah pemakaman ada yang hadir. OK lah,kalau orang itu nggak terkenal gimana, orang itu jahat begitu pastilah setidaknya ada hadir keluarga. Tetapi bagaimana dengan orang yang non-Kristen meninggal? Ada yang hadir kan? Ada juga! Ya, nggak setiap pemakaman itu hanya orang Kristen yang Tuhan Yesus hadir, gitu ya. Tuhan Yesus bisa hadir juga kok, kalau Dia mau di dalam pemakaman yang non-Kristen. Untuk apa? Untuk menghibur orang tersebut.

Memangnya Tuhan Yesus itu anti sama orang non-Kristen? Yesus ketemu banyak orang non-Kristen di dalam sejarah kehidupan-Nya, kok. Dia datang, kok. Itu janji Tuhan. Siapapun yang berdukacita, pasti ada penghiburan. Ya meskipun, okelah penghiburannya tidak seluar biasa atau sebesar orang Kristen ya. Tapi, Tuhan sendiri yang menghibur mereka. Karena apa? Tuhan yang ciptain manusia. Masa Tuhan nggak mau menghibur manusia yang lagi sedih. Tuhan yang ciptain manusia, nggak mungkin Tuhan nggak hibur manusia yang sudah diciptakan. Sekalipun dia berdosa. Untuk kriminal, sekriminal-kriminal apapun, ada penjara, tidak ditelantarkan kok. Ada penghukuman supaya dia bertobat.

Nah, itu ya, Bapak, Ibu, saudara sekalian, Tuhan itu pasti menghibur. Tetapi, ada teolog menafsirkan bahwa dukacita di sini itu bukan saja semua dukacita, tetapi lebih fokus kepada orang yang sungguh-sungguh bersedih karena dosa-dosanya. Orang yang sungguh-sungguh bersedih karena dosadosanya, Tuhan akan hibur dia. Tuhan akan kuatkan dia. Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kapan kita nangis karena dosa kita? Atau karena dosa kita, kita have fun aja ya? “Saya senang berdosa ya. Nggak sedih, nggak kenapa-napa. Biasa aja saya melakukan dosa.” Nah, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orang yang biasa saja ketika melakukan dosa, nggak sedih, itu nggak akan dihibur oleh Tuhan. Nggak dihibur oleh Tuhan berarti ditegur, dihukum. Tetapi orang yang menyadari, “Saya berdosa. Wah, saya lemah. Saya butuh Tuhan. Ampuni saya, dosa saya begitu besar. Saya sudah orang Kristen, saya sudah pelayanan, saya sudah rajin ke gereja, kok masih bisa berdosa begini sih?” Sedih.

Tetapi satu sisi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau kita memikirkannya pola demikian, ini kan pola penghakiman ya. “Kamu sudah ke gereja tiap Minggu, masih kayak gini!” Jangan lupa sisi yang lain. “Justru kalau nggak ke gereja tiap Minggu, saya lebih parah dari ini. Saya lebih kacau, saya lebih berdosa dari ini. “Sudah ke gereja aja masih begini, apalagi enggak! Sudah ke gereja aja masih begini, berdosanya parah. Udah orang Kristen aja nggak percaya Yesus lo, apalagi bukan orang Kristen. Agamanya saja Kristen tapi nggak percaya Yesus. Itu keterlaluan. Itu dosanya besar sekali. Keluarga Kristen, agama Kristen, dirinya nggak percaya Yesus. Itu udah parah lho, parah sekali. Nah, ini ya. Ini kita merenungkan tentang kehidupan kita ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian.

Ada beberapa alasan dukacita yang terjadi. Ya tadi kita sudah bahas juga bahwa ada dukacita karena penderitaan jasmani atau fisik, tetapi juga ada penderitaan karena rohani ya. Dan yang Tuhan sedih itu adalah dua-duanya. Tuhan sedih ketika ada suatu kekacauan, penderitaan di dalam dunia ini. Secara fisik ya, ada kecelakaan, ada bencana alam yang terjadi, ada sakit, ada kematian, Tuhan sedih. Dan Tuhan juga sedih karena apa? Karena hal-hal rohani. Tadi kita sudah bahas bahwa hal-hal rohani yang membuat kita sedih adalah kalau kita jatuh ke dalam dosa. Nah, kalau kita sedih ketika kita jatuh ke dalam dosa pasti Tuhan hibur. Yaitu apa? Tuhan akan mengarahkan kita, Tuhan akan menguatkan kita. Ada juga kesedihan-kesedihan yang rohani, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, yang bisa kita pelajari, yaitu yang kita lihat adalah, orang yang tidak mendapatkan berkat Tuhan atau kehilangan berkat Tuhan. Yaitu apa? Berkat rohaninya.

Berkat anugerah Tuhan yang Tuhan tidak berikan kepada Esau. Esau itu anak sulung, ini salah satu contoh bagaimana berkat kesulungan itu diberikan di dalam konteks Perjanjian Lama. Esau itu anak sulung, seharusnya dia yang mendapatkan berkat Tuhan. Berkat Tuhan pada waktu itu bagi anak sulung adalah berkat secara jasmani ya. Lahan, kesehatan, keturunan itu dianggap berkat ya. Tanah itu dianggap berkat. Tetapi juga bukan saja itu, tetapi janji Tuhan bagaimana Tuhan menyertai orang tersebut. Anak sulung dari Ishak dan Ribka, yaitu adalah Esau. Nah, Esau anak sulung tetapi tidak menghargai berkat rohani. Dia menjual berkat kesulungannya kepada Yakub dengan sup kacang merah yang dimiliki oleh Yakub. Dia sepelekan berkat tersebut. Itulah yang artinya kehilangan berkat Tuhan. Itu harusnya kita sedih. Kita harusnya sedih kalau tidak dapat berkat Tuhan.

Nah, yang sedih itu siapa, Bapak, Ibu, Saudara sekalian kalau tidak dapat berkat Tuhan? Harusnya adalah mereka yang betul-betul menyadari berkat yang bisa mereka terima ketika mereka bisa melakukan Firman Tuhan atau datanglah di dalam suatu konteks ibadah. Misalkan, Bapak,Ibu, Saudara sekalian ya, orang itu tidak tahu akan dirinya menyesal kalau dia tidak tahu kejadiannya apa yang bisa dia terima. Misal kan ya, ambil contoh sederhana. Orang yang menyesal tidak bisa ibadah hari ini, itu adalah orang yang tidak hadir dalam ibadah hari ini. Tetapi mereka menyesal nggak? Nggak menyesal. Karena apa? Nggak datang ibadah. Tapi, kita yang tahu datang ibadah, kita bisa memprediksikan, “Kalau saya nggak datang ibadah ketemu Tuhan Yesus Kristus, saya menyesal nggak datang ibadah hari ini.” Tapi orang yang nggak datang ibadah di luar sana, bisa menyesal? Nggak bisa. Karena nggak datang, kok. Nah, itu maksudnya ya kehilangan berkat Tuhan yang mereka tidak ambil. Tapi mereka nggak sadar. Kita yang ambil berkat Tuhan, kita bisa prediksi, kita bisa proyeksi bahwa, “Kalau saya tidak datang seminar, saya nggak dapat Firman Tuhan ini. Kalau saya nggak datang ibadah, saya nggak ketemu orang ini. Kalau saya nggak sekolah minggu, saya nggak dengar cerita ini.” Itu dirasakan oleh kita. Nah, ini artinya apa? Kehilangan berkat Tuhan yang kita bisa peroleh sebenarnya.

Nah, mungkin banyak kesempatan berkat Tuhan yang kita sudah hilangkan selama hidup di dunia ini. Kita sudah menyianyiakan begitu banyak kesempatan yang Tuhan berikan di mana kita bisa diberkati Tuhan. Nah, khususnya Tuhan juga memberikan janji ini. Kita dukacita ya, ada penghiburan dari Tuhan, entah bagaimana caranya. Khususnya bagi kita yang berdukacita karena dosa-dosa kita. Ini adalah sebuah janji Tuhan yang menguatkan bahwa setelah dukacita itu ada sesuatu hal yang menyejukkan, menyegarkan jiwa kita. Ketika kita sedang bersedih,ingat bahwa Tuhan itu menghibur kita sendiri.

Saya pernah dihibur ya, oleh seorang teman baik saya, beragama Katolik waktu itu di Bandung. Itu pernah saya injili dengan metode evangelism explosion. Saya cocok dengan dia orangnya. Suatu waktu lagi kuliah, lagi nongkrong di Kampus, di lantai. Saya coba aja langsung kasih 2 pertanyaan diagnostik. “Eh, kira-kira kalau kamu mati hari ini, kamu yakin nggak masuk ke Surga?“ Wah, inikan pemuda, sesama teman ya enak ngobrolnya. Diskusinya enak. “Oya, kalau saya berbuat baik, ya, harap masuk Surgalah.” Terus tanya lagi pertanyaan diagnostik selanjutnya. Ketika kita sudah mati, kemudian datang di hadapan Allah, terus Allah itu bertanya, “Kenapa Aku harus memasukkan kamu ke Surga-Ku? Apa alasan Tuhan memasukkan kamu ke Surga-Ku? Apa jawabmu?” Yah, ini mulai bingung ya. Apa ya? Jawabnya apa ya? Kita kan sebagai orang Kristen, orang Reformed taulah ya. Kita bisa yakin masuk Surga? Yakin. Tetapi bukan usaha kita melainkan anugerah Yesus Kristus. Sederhana. Masuk Surga itu sederhana. Percaya Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, menerima anugerah-Nya, kita bisa masuk Surga. Tetapi itu adalah anugerah pemberian dari Tuhan sendiri. Kalau Tuhan tidak berikan iman, kita nggak akan percaya. Sudah dijelaskan bertahun-tahun tentang Kristus, sudah lihat mujizat, sudah lihat Musa, Elia, datang juga di hadapan kita. Musa, Elia, Elisa datang di hadapan kita, kalau kita nggak dapat anugerah iman, nggak akan percaya! Pdt. Stephen Tong mau datang injili ke rumah kita, ngomong-ngomong sendiri, pribadi, kalau nggak dapat anugerah iman itu juga nggak akan percaya kita. Tetapi kalau kita bisa percaya, berarti Tuhan bekerja, Roh Kudus bekerja di antara kita.

Dan kemudian diinjili, diinjili ya, terus ya relasi baik kalau saya ke Bandung pulang pasti cari dia. “Ayo, ketemuan!” Atau dia kalau lagi liburan mau ke Solo ya, “Ayo, ke Solo!” dan lain-lain. Terus dia pernah kasih nasehat yang hanya umum sebenarnya. Nasehat yang umum, di situ juga saya sedang mengalami berat, sedih ya. Beban berat, lagi capek, kaya gitu ya. Dia cuma bilang, “Ya, semangat, semangat, Vin. Ya, ingat saja bahwa sehabis badai, sehabis hujan, pasti ada pelangi.” Sehabis badai, sehabis hujan, pasti ada pelangi. Ini natur ya. Ini wahyu umum, lho. Tetapi saya terhibur dengan perkataan itu. Terhibur. Setelah kesulitan yang besar, ada penghiburan. Setelah penderitaan yang besar untuk Kristus, ada kemuliaan yang Tuhan janjikan. Ada sukacita yang Tuhan berikan kepada kita.

Mari kita baca 1 Korintus 10:13, ini juga adalah ayat penghiburan ya bagi kita yang sedang mengalami pencobaan atau ujian hidup di dalam kehidupan kita. Kita baca bersama-sama 1 Kor. 10:13, “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” Pencobaan-pencobaan yang kamu alami itu pencobaan yang biasa. Biasa di sini bukan berarti sepele ya, “Biasalah, kaya gitu.” Bukan ya. Tapi biasanya adalah common. Kamu menderita, orang lain menderita. Memangnya orang lain nggak menderita? Hamba Tuhan menderita, ya orang-orang Kristen lainnya kan menderita. Orang Kristen menderita, orang non-Kristen pun menderita. Orang di zaman abad 21 menderita, abad pertama pun menderita. Jangan sok heboh-lah sama penderitaan kamu, kurang lebih kayak gitu ya. Kurang lebih, Jangan sok merasa victim, victim, victim, self-pity, self-pity, self-pity. Jangan merasa kamu yang paling menderita, kamu yang paling menderita, kamu yang paling menderita. Semua orang lain itu menderita. Namanya juga sama-sama hidup di Bumi yang berdosa kok. Jangan pikir orang kaya nggak menderita. Orang kaya juga bisa menderita. Jangan pikir orang miskin bisa hidup panjang. Belum tentu, bisa sakit-sakitan, banyak pikiran juga. Itu, pencobaan-pencobaan itu sama, common. Itu biasa dialami oleh kita semua. Baik laki-laki maupun perempuan, baik orang dewasa, anak-anak, pemuda kita alami lah. Jangan merasa diri tidak adil, tidak adil, tidak adil. Kamu lihat, ada penghiburan juga sama Tuhan berikan. Semua orang menderita kok. Ada penderitaannya masing-masing.

Jadi di sini dikatakan, pencobaan-pencobaan yang kamu alami itu adalah pencobaan yang umum, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Karena, kita tahu bahwa di dalam kedaulatan Allah siapa sih yang memberikan, mengizinkan pencobaan terjadi, penderitaan terjadi, kesedihan terjadi? Ya Tuhan sendiri! Tuhan sendiri yang izinkan di dalam kedaulatan-Nya. Supaya apa? Supaya kita bergantung kepada Tuhan. Supaya kita tidak memiliki ilah yang lain. Supaya kita jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri. Supaya kita semakin bergantung kepada Tuhan. Dan bukan saja itu, Tuhan katakan, janjikan, Allah itu setia, dan Dia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai, Tuhan pasti memberikan jalan keluar sehingga kamu dapat menanggungnya. Ini adalah ucapan bahagia yang diberikan Rasul Paulus yang senada dengan perkataan Yesus Kristus sendiri. “Berbahagialah orang yang berdukacita karena mereka akan dihibur.” Pasti akan dihibur oleh Tuhan sendiri.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, John Calvin mengatakan bahwa “Kepercayaan yang umum adalah malapetaka membuat seorang tidak bahagia dan akan selalu membawa dukacita.” Itu kepercayaan yang umum. Maka, gereja-gereja itu ada yang menganut teologi kemakmuran. Karena apa? Karena kepercayaan umum mengatakan malapetaka membuat seseorang itu tidak bahagia dan selalu membawa kepada dukacita. Maka, orang-orang yang tidak suka dukacita, tidak suka malapetaka, tidak suka ketidakbahagiaan di dalam hidupnya, dia katakan, ”Ikut Tuhan pasti sukses. Ikut Tuhan pasti bahagia. Ikut Tuhan pasti sehat, kaya.” Karena apa? Karena kepercayaan umum ini.

Kepercayaan umum mengatakan bahwa malapetaka membuat seseorang tidak bahagia akan selalu membawa dukacita. Namun, Kristus menyatakan kebenaran yang lain, bahwa dukacita itu tidak akan menjadi dukacita saja, melainkan akan memperoleh penghiburan. Ini unik ya. Perkataan Yesus Kristus itu, dukacita tidak berhenti di dukacita saja. Ada tahapan selanjutnya setelah dukacita. Yaitu apa? Penghiburan. Comfort, kenyamanan. Dari siapa? Dari Yesus Kristus sendiri, Tuhan Juruselamat kita. Sebab, Allahlah yang memberikan penghiburan tersebut. Kita bisa katakan bahwa ternyata dukacita itu “berkontribusi” kepada kehidupan yang bahagia dan sukacita ya. Kita tidak negatif selalu ketika mengalami penderitaan dan dukacita. Kalau kita sedih, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ingat di depan kesedihan itu ada pengharapan akan penghiburan dari Tuhan sendiri. Jadi kita nggak anti. “Wah, saya nggak boleh sedih, nih.” “ Wah saya lagi sedih, lagunya harus happy di gereja, nggak boleh yang makin sedih lagi!” Coba Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya, kita lihat. Kita ke pemakaman kan sedih. Lagunya sedih-sedih atau sukacita? Lagunya ya sedih, tapi itu membawa sukacita, membawa pengharapan. Nggak ada kan, di kebaktian pemakaman “Ayo, pakai band, semua happy! Ayo, semua, kan lagi sedih. Lagi sedih harus happy!” Nggak ada. Justru lagu pemakaman itu membawa orang itu kepada pengharapan akan penghiburan. Ya slow aja. Tenang. ada sukacitanya, tapi nggak sukacita- sukacita banget. Kenapa lagu dukacita itu justru membawa kepada penghiburan? Ini paradoks. Kita datang ke pemakaman, sedih. Lagunya sedih tapi dijanjikan penghiburan dan kekuatan dari Tuhan sendiri. Roma 5:3- 5 mengatakan, “Kami malah bermegah dalam kesengsaraan, karena kami tahu kesengsaraan menimbulkan kesabaran, dan kesabaran menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan itu tidak membuat malu dan kecewa.” Itu Roma 5:3-5. Jadi, Tuhan janjikan kok di dalam setiap kesengsaraan, kesedihan, kesulitan, ada pengharapan.

Sekali lagi, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, terakhir, apakah kita boleh bersedih? Boleh, asal jangan berlarut-larut. Jangan sampai dukacita itu hanya menjadi dukacita saja, berlarut-larut sampai menghilangkan sukacita di dalam Tuhan. Ya, kita ingat, ketika dukacita kita datang kepada siapa? Kepada Kristus yang memberikan, menjanjikan penghiburan itu sendiri. Seorang mengatakan bahwa manifestasi terkuat dari dukacita adalah air mata. Manifestasi terkuat dari dukacita adalah air mata. Bisa saja yang lain. Bisa saja omelan tadi seperti yang saya katakan, kemarahan, bisa saja. Tetapi manifestasi yang terkuat adalah air mata. Ketika manusia menangis, itu berarti dia mengalami dukacita yang luar biasa. Karena dia dukacita, dia menangis. Namun perlu berhati-hati. Tangisan kita itu tangisan apa? Karena apa? Karena keegoisan kita, atau karena kemuliaan Tuhan, atau karena dosa-dosa yang kita lakukan? Kesedihan kita itu kudus atau tidak kudus? Ini perlu pengendalian diri. Kita perlu cek motivasi kita. Kapan kita sedih? Jangan-jangan kita nggak pernah rasa sedih ya. Happy aja. Happy karena apa? Happy karena melakukan dosa. Justru ketika kita melakukan dosa, melakukan dosa, melakukan dosa, kita menutupi kesedihan dengan melakukan dosa. Kita pasti sedihlah.

Sebagai manusia ciptaan Tuhan itu ada perasaan penolakan terhadap perbuatan dosa, tapi kita tutupi kesedihan kita itu dengan melakukan dosa lagi dan mengatakan, “Saya senang! Saya senang! Saya senang!” Karena apa? Dosa! Yesus mengatakan, “Marilah kepadaku yang letih lesu dan berbeban berat, aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” Kita lihat, dari 3 ayat yang tadi kita renungkan, atau 4 lah ya, dari Matius, dari Roma, dari 1 Korintus, kita bisa lihat, selalu ada janji. Yang sedih Tuhan hibur. Yang letih lesu akan Tuhan beri kelegaan. Yang dukacita akan Tuhan beri jalan keluar. Tuhan akan memberikan kekuatan kepada kita. Kiranya kita bisa menyadari bahwa Tuhan selalu menolong kehidupan kita. Dan ingat bahwa Tuhan Yesus menolong dengan cara apa? Yesus Kristus sekarang ada di Surga. Dia di Surga duduk di sebelah kanan Allah Bapa, memerintah sebagai Allah. Dia adalah Allah. Lalu bagaimana Tuhan menghibur kita? Yaitu ada Roh Kudus. Roh Kudus itu adalah Roh Penghibur. Roh Kudus ada di dalam hati saya. Roh Kudus juga ada di dalam hati Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Ini Allah. Roh Kudus menghibur dari dalam. Yesus Kristus berdoa bagi kita supaya kita kuat menjalani kehidupan yang sulit dan penuh tantangan ini. Mari kita sama-sama berdoa.

Bapa kami yang di Surga, kami bersyukur Tuhan pada hari ini kami datang dengan segala keberadaan kami di hadapan Tuhan. Mungkin di antara kami ada yang sedang bersedih, ada yang berbeban berat, ada yang gelisah, khawatir akan kehidupan yang kami akan jalani di dalam hari-hari hidup kami. Mungkin kami juga datang dengan hati yang sukacita, dengan penuh pengharapan. Tapi kami sadar Tuhan, bahwa Tuhan-lah yang senantiasa memelihara hati kami. Dan Tuhan juga senantiasa memberikan penghiburan kepada kami yang sedang berdukacita, sedang berkeluh kesah, berbeban berat akan masalahmasalah hidup kami ini. Kami percaya Tuhan pada Firman Tuhan 100% bahwa Tuhan adalah Allah yang memberikan penghiburan, Allah yang memberikan jalan keluar, Allah yang memberikan kelegaan kepada kami yang sedang bergumul atas dosa-dosa kami ataupun sedih dan berbeban berat ketika kami menghadapi masalah kami masing-masing. Kiranya Roh Kudus dalam hati kami boleh bekerja, Tuhan, supaya kami boleh senantiasa taat kepada Firman Tuhan dan Firman Tuhan juga memberikan arah kepada hidup kami supaya kami boleh semakin mendekat kepada Tuhan. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup,kami sudah berdoa. Amin. (HSI)

 

Transkrip Khotbah ini belum diperiksa oleh Pengkhotbah.

Comments