Menghidupi Kasih Kristus, 14 Mei 2017

Ef. 3:17-19

Pdt. Dawis Waiman, M.Div.

Bapak, Ibu,Saudara yang dikasihi Tuhan, kita di dalam beberapa minggu, mungkin bulan ini, kita membahas mengenai apa yang menjadi pokok doa daripada Paulus yang merupakan bagian kedua dari doa yang dinaikkan oleh Paulus. Di dalam pembahasan-pembahasan sebelumnya kita telah melihat ada tiga hal yang Paulus naikkan atau doakan kepada Tuhan Allah, sesuatu yang memang didoakan bagi jemaat Efesus, tetapi tidak terbatas hanya bagi jemaat Efesus saja. Saya percaya prinsip yang terkandung di dalam doa yang Paulus naikkan ini itu adalah diperuntukkan bagi semua orang percaya, dimana pun kita berada, di benua apapun, zaman apapun, tetap berlaku prinsip yang sama di dalam poin-poin yang kita naikkan kepada Tuhan Allah, atau yang perlu kita doakan untuk kita minta dalam kehidupan kita. Nah di dalam poin pertama, Paulus berkata, “Aku berdoa supaya engkau dikuatkan secara batin, secara rohani, manusia yang dalammu yang tidak terlihat itu perlu dikuatkan, untuk kita bisa memiliki satu kehidupan yang kuat di dalam menghadapi penderitaan atau pencobaan, tetapi juga tetap memliki kehidupan yang mempertahankan kemuliaan nama Tuhan Allah.” Jadi poin pertama, bagaimana kita bisa hidup kuat di dalam menghadapi ujian, pencobaan, penderitaan dan tetap menyatakan nama Tuhan melalui kehidupan kita, yaitu kita perlu memiliki kekuatan di dalam batin kita. Yang kedua adalah Paulus berkata, kita bukan hanya perlu kuat dalam batin, tapi kita perlu melihat apakah Kristus nyaman di dalam hati kita, tinggal di dalam hati kita. Kalau Dia tidak merasa nyaman tinggal di dalam hati kita, maka kita pun tidak akan memiliki kekuatan di dalam menghadapi kesulitan dalam kehidupan kita. Bukan hanya soal Kristus tinggal dalam diri kita sebagai orang percaya saja, memang setiap orang percaya Kristus akan tinggal dalam dirinya, bahwa kita akan menjadi Bait Allah, tubuh kita ini, berarti kita menjadi rumah Tuhan Allah, tetapi masalahnya adalah apakah Kristus nyaman tinggal di dalam hati kita, apakah Dia nyaman merasa untuk memerintah kehidupan kita, apakah kehidupan hati kita itu dipenuhi dengan kekudusan atau tidak. Kalau itu tidak dimiliki oleh setiap orang percaya bagaimana dia bisa memiliki satu kekuatan untuk menghadapi pergumulan dalam kehidupan ini dan membawa nama kemulian bagi nama Tuhan Allah? Itu yang kedua.

Yang ketiga adalah pada waktu kita ingin memiliki kekuatan untuk menghadapi ujian, pencobaan atau penderitaan dalam dunia ini, yang tetap membawa kemuliaan bagi nama Tuhan, Paulus berkata, kita berakar dan berdasar di dalam kasih Kristus atau tidak? Apakah kita mengenali, mengalami kasih Kristus yang begitu panjang, lebar, tinggi dan dalam itu? Nah apakah kita dipenuhi dengan kepenuhan Allah di dalam kehidupan dari diri kita? Saya tidak akan bahas lagi poin yang pertama dan poin yang kedua, karena kita sudah membahas dengan panjang lebar sekali dalam beberapa pertemuan sebelumnya dan kita bisa membaca itu baik itu di dalam ringkasan ataupun di dalam website daripada MRII Yogyakarta. Nah hari ini saya akan ajak kita fokus kepada poin yang ketiga, mengenai cinta kasih Allah, kepenuhan di dalam kasih Allah, bagaimana kita bisa hidup berdasar dan berakar di dalam cinta kasih daripada Tuhan Allah dalam kehidupan kita. Saya lihat ini adalah hal yang harus kita perhatikan dan tidak kalah penting dengan dua poin berikutnya. Karena Allah sendiri mengatakan bahwa diri Dia adalah Allah yang kasih, karakter Dia adalah kasih itu sendiri. Jadi kalau kita adalah anak-anak Allah yang dimana Roh Kudus tinggal di dalam diri kita dan kita adalah rumah Tuhan, rumah dari Allah yang kasih itu, maka kasih menjadi satu karakter yang harusnya menonjol di dalam kehidupan daripada anak-anak Tuhan. Kasih harus menjadi sesuatu yang sungguh-sungguh berdasar di dalam kehidupan kita sebagai orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Karena itu kalau kita melihat pada kebenaran ini, saya harap melalui kebenaran yang kita bahas hari ini, kita semakin memiliki kerinduan untuk memiliki kehidupan yang dipenuhi dengan kasih Kristus dan berusaha untuk bertumbuh di dalam kasih Kristus dalam kehidupan kita sebagai orang percaya.

Edward Payson, dia pernah memberikan satu khotbah dan mengilutrasikan di dalam kehidupan orang Kristen ada terdapat tiga kelompok orang Kristen atau bisa dibagi menjadi tiga kelompok orang. Pertama adalah orang-orang yang dikatakan sebagai profesor agama. Siapa profesor agama? Payson berkata, mereka adalah kelompok orang Kristen yang betul-betul dekat sekali dengan Yesus Kristus. Mereka adalah kelompok orang yang merupakan lingkaran dalam daripada Yesus Kristus. Siapa mereka? Mereka adalah orang-orang yang ketika melakukan segala sesuatu mereka menujukan matanya senantiasa kepada Yesus Kristus. Jadi pada waktu ingin mengerjakan sesuatu, apapun itu mereka melihat kepada Yesus Kristus terlebih dahulu, lalu melihat apakah Yesus Kristus berkenan terhadap apa yang akan mereka lakukan atau tidak. Kalau Tuhan tidak berkenan, mereka tidak akan melakukan hal tersebut, kalau Tuhan berkenan baru mereka akan lakukan hal itu. Dan pada waktu mereka lakukan pekerjaan mereka, pelayanan yang mereka lakukan, mata mereka tetap berusaha untuk melihat kepada Kristus, seakan-akan mereka takut kehilangan Kristus di tengah-tengah kesibukan yang mereka lakukan dalam kehidupan mereka. Jadi pada waktu mereka bekerja sungguh-sungguh selalu menghadap kepada Tuhan, mengharapkan ini adalah suatu pekerjaan yang diperkenan oleh Tuhan dan mereka tidak mau lepas dari Kristus di dalam setiap hal yang mereka lakukan. Ini adalah kelompok orang yang pertama.

Kelompok orang yang kedua adalah orang yang berada di antara lingkaran dalam dan lingkaran luar. Siapa mereka? Payson berkata mereka adalah orang-orang Kristen, tetapi di dalam pelayanan mereka, di dalam kesibukan mereka, mereka adalah orang-orang yang melayani dan sibuk bukan karena mereka memandang senantiasa kepada Kristus, tetapi karena mereka senang untuk melayani dan mengerjakan apa yang mereka kerjakan tersebut. Jadi apa yang mereka lakukan, mereka hanya sekali-sekali memandang kepada Kristus, lalu setelah itu mereka bekerja, mereka seakan-akan aktif melayani dalam gereja, aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan mungkin KKR dan yang lain-lain, tetapi sebenarnya pada waktu mereka melayani mereka bukan melayani berdasarkan cinta kasih mereka kepada Kristus, apakah ini merupakan kehendak Allah dalam kehidupan mereka, tetapi mereka melayani karena suka untuk melayani hal tersebut. Mungkin sekali-sekali mereka akan lihat, “Oh, Tuhan punya kehendak seperti apa, aku perlu lakukan,” tetapi sebagian besar kesibukan mereka itu karena mereka menyukai untuk melakukan hal tersebut. Nah kelompok yang ketiga, menurut Payson adalah sekelompok orang yang sebenernya jauh daripada lingkaran dalam dan juga jauh daripada orang yang ada di lingkaran tengah tersebut. Mereka orang Kristen bukan? Mereka juga orang Kristen. Lalu apa yang mereka lakukan? Mereka adalah orang yang sebagian besar daripada waktu mereka itu adalah hidup membelakangi Tuhan. Sebagian kecil, mereka kadang-kadang melihat, tetapi jarang sekali. Maksudnya adalah, pada waktu mereka menjalani kehidupan mereka sebagai orang Kristen, sebenarnya mereka hamper-hampir tidak pernah melihat atau menujukan matanya kepada terang daripada Kristus. Jadi pada waktu mereka bekerja, sibuk, apa yang mereka lakukan? Mereka mungkin sibuk dalam mengerjakan urusan pribadi mereka, mereka mungkin sibuk dalam pekerjaan mereka, dan mereka mungkin melakukan segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan di dalam Kerajaan Allah. Kristen bukan? Kristen. Orang yang diselamatkan? Iya. Lahir baru? Iya, mungkin saja. Menurut Payson, mungkin saja ada orang-orang Kristen yang sudah dilahirbarukan, tetapi sebenarnya, mereka jauh sekali daripada cinta kasih Tuhan Allah dalam kehidupan dia, atau dipenuhi dengan kepenuhan Allah dalam kehidupan dia.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita melihat ketiga kelompok orang ini. Kepada siapa Paulus menujukan doanya itu supaya mereka menjadi orang yang dipenuhi dengan kasih Kristus, berakar dan mendasar di dalam kasih Kristus tersebut? Saya percaya sekali, Paulus bukan hanya menujukan doakepada kelompok pertama saja, atau kelompok kedua saja, lalu mengabaikan kelompok ketiga, tapi Paulus berdoa, baik itu pada orang Kristen yang sudah dekat dengan Tuhan Allah, kita perlu terus bertumbuh di dalam cinta kasih kepada Tuhan, maupun di dalam kelompok yang paling jauh daripada Tuhan Allah, tapi mereka adalah orang Kristen, kita pun perlu bertumbuh di dalam kasih Kristus dalam kehidupan daripada diri kita. Kasih Tuhan itu, Paulus doakan, bukan bagi orang-orang non-Kristen, karena mereka tidak pernah akan bisa memiliki kasih Tuhan kalau mereka tidak ada di dalam Yesus Kristus, tapi kasih yang dipenuhi oleh Tuhan dalam kehidupan seseorang hanya bisa dimiliki oleh orang-orang Kristen. Nah itu berarti semua cakupan kelompok itu perlu mendapatkan doa dari Paulus. Setiap kita yang berada di dalam Kristus, apakah kita adalah orang yang jauh, ataupun orang yang dekat dengan Tuhan, kita perlu memikirkan dan menggumulkan untuk memiliki satu kehidupan yang dipenuhi dengan kasih Kristus.

Lalu Payson tidak berhenti di sini, dia kemudian lanjutkan lagi. Dia berkata seperti ini, “Tahu tidak, apa yang membuat orang-orang dunia itu adalah orang-orang yang tidak melihat kepada Kristus dan hanya mengerjakan apa yang menjadi urusan pribadi mereka?” Orang kelompok ketiga itu mirip dengan orang dunia sedikit tapi mereka mungkin masih adalah orang percaya. Nah apa yang membuat kelompok orang dunia, yang di luar daripada orang Kristen, tidak pernah memiliki satu kehidupan yang ditujukan kepada Kristus? Payson berkata, sebabnya karena mereka memang memiliki kehidupan yang membelakangi sinar, membelakangi cahaya atau matahari. Kristus sebagai terang, Ia seperti matahari, sehingga pada waktu mereka hidup di luar daripada Kristus, mereka sama sekali tidak mempedulikan Kristus dalam kehidupan mereka, mereka membelakangi Kristus dalam kehidupan mereka. Kalau mereka membelakangi Kristus, yang di depan mereka apa? Kalau cahaya terang sekali di belakang kita, yang di depan kita apa? Bayangan! Maksudnya adalah, kalau kita membelakangi Kristus, yang kita bisa lihat hanya bayangan kita, yang kita fokuskan perhatian kita hanyalah pada bayangan kita atau pada diri kita sendiri – kepentingan diri kita. Sehingga yang tidak salah, atau wajar sekali, bagi orang-orang yang jauh dari Kristus, bagi orang-orang yang ada di luar Yesus Kristus, yang mereka uruskan itu adalah urusan kepentingan diri mereka sendiri. Karena yang mereka bisa lihat adalah “aku, dan aku, dan aku, dan urusan pribadiku yang ada di depan mataku.” Lalu bagaimana kita bisa memiliki satu kehidupan yang dipenuhi dengan cinta kasih Tuhan, dan bukan dipenuhi dengan urusan kepentingan diri kita sendiri?

Nah Payson berkata: caranya adalah, bukan dengan menyibukkan diri melalui pelayanan. Caranya bukan dengan menarik diri dari dunia lalu menjadi seperti seorang biarawan, yang jauh dari dunia, yang melepaskan segala keinginan, misal urusan pekerjaan dunia, lalu tinggal di sebuah biara, dan di dalam biara itu dia hanya fokuskan diri dalam doa saja, atau di dalam kegiatan-kegiatan yang sepertinya rohani. Itu bukan caranya. Karena apa? Ketika Jonathan Edwards mengamati orang-orang ini, yang hidupnya seperti melepaskan urusan duniawi, lalu masuk ke dalam biara. Dia menemukan satu hal, ternyata orang-orang itu sebenarnya, walaupun mereka meninggalkan sesuatu hal yang kelihatannya merugikan, tapi mereka sebenarnya pada waktu masuk ke dalam biara, mendapatkan sesuatu yang menguntungkan untuk kepentingan diri mereka juga.Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, apakah betul orang yang meninggalkan urusan dunia adalah orang yang rendah hati? Apakah betul orang yang meninggalkan urusan pekerjaan dalam dunia adalah orang yang betul-betul rohani dan mencintai Tuhan dan mengutamakan Tuhan? Belum tentu. Mungkin dia ketika meninggalkan dunia, dia tahu jaminan hidup dia di dalam biara lebih enak, nggak perlu susah-susah bekerja, tapi semuanya sudah disediakan, seperti itu. Mungkin juga, pada waktu dia meninggalkan urusan dunia, dia tahu, ‘Ketika saya masuk dalam biara, saya menjadi orang yang terhormat, yang diakui oleh semua orang, dan dihormati dan didengarkan perkataannya.’ Jadi “aku” pun tidak hilang. Cinta yang pada diri dan kepentingan diri juga tidak hilang. Maka Jonathan Edward berkata, ketika dia melihat pada keadaan seperti ini, dia bilang, “Pada waktu kita meninggalkan satu hal dalam dunia, menarik diri masuk ke dalam biara, itu tidak pernah membuat, akan membuat diri seseorang itu lebih baik dalam kehidupannya. Tapi pada akhirnya, akan membawa dia ke dalam awal yang lebih buruk dalam kehidupan dia. Dia dibatasi oleh satu kondisi pagar yang kelihatannya rohani dan dia masuk ke dalam satu keadaan yang kelihatannya rohani lalu dia merasa dirinya rohani, padahal belum tentu seperti itu.”

Saya percaya kita perlu hati-hati di dalam hal ini. Banyak orang Kristen yang kelihatannya aktif pelayanan, aktif dalam ikut ibadah, aktif dalam ikut PA, aktif di dalam hal-hal yang bersifat rohani, mungkin bukan karena dia rohani, tetapi karena lingkungan yang membentuk dia, mendorong dia untuk melakukan hal-hal itu dalam kehidupan dia, tapi itu bukan dari dorongan internal diri mereka sendiri. Lalu mungkin ada kelompok kedua seperti ini, kalau dia adalah orang yang suka berkata, “Aku adalah orang berdosa. Aku adalah orang yang sungguh-sungguh menyedihkan hati Tuhan. Aku sebenarnya tidak layak di hadapan Tuhan.” Bapak-Ibu, apakah ini juga menunjukkan orang itu adalah orang yang rendah hati, orang yang betul-betul rohani dalam kehidupan mereka? Mungkin kita seringkali dengar orang Kristen berkata, “aku adalah orang yang berdosa, aku tidak layak di hadapan Tuhan,” pasti nggak orang rohani? Belum tentu juga, kenapa? Nah di sini John of the Cross berkata ada orang-orang tertentu yang ketika hidup sebagai orang Kristen, yang kelihatannya mengasihi Tuhan dan begitu mendapatkan cinta kasih Tuhan karena dia merasa diri dia adalah orang yang berdosa, sebenarnya pada waktu dia memberikan pengakuan dia adalah orang berdosa itu bukan karena dia sungguh-sungguh mengerti cinta kasih Tuhan dalam kehidupan dia, atau mengalami cinta kasih Tuhan, tetapi karena dia ingin menghilangkan rasa bersalahnya. Jadi waktu dia merasa tertuduh dalam hati sebagai orang berdosa, dia omong kepada semua orang, “aku memang orang berdosa,” sehingga dari pembicaraan kesaksian itu dia harapkan ada pujian dari orang, ada suatu penghiburan dari orang mungkin, ada pengakuan dari orang bahwa dia adalah orang yang rohani, orang yang baik dalam kehidupan dia. Tahu dari mana dia bukan orang yang rohaninya baik? Coba bilang, “sebenarnya engkau bukan orang Kristen yang baik,” dia marah nggak? Kalau dia marah, itu menunjukkan bahwa apa yang dia katakan bukan dimotivasi kasih kepada Tuhan Allah atau Kristus, tetapi kasih kepada diri dia sendiri, kepentingan dirinya.

Karena itu Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, bagaimana caranya kita bisa meninggalkan ‘aku’-ku, cintaku kepada diriku, lalu melalui meninggalkan itu kita bisa memiliki kasih kepada Tuhan Allah yang lebih besar? Payson berkata caranya adalah bukan lakukan semua tadi tetapi berbaliklah dan memandanglah kepada Kristus. Pada waktu kita memandang kepada Kristus kita melihat kepada sinar matahari yang terang itu. Pada waktu kita dipenuhi dengan terang dari pada Tuhan Allah, apa yang terjadi? Kita akan lupa kalau kita punya bayangan, karena kita dipenuhi oleh terang dalam kehidupan kita. Nah ini adalah kunci rahasia dari bagaimana kita bisa memiliki kehidupan Kristen dan memiliki pengalaman kristiani dalam kehidupan kita. Bapak, Ibu, Sudara yang dikasihi Tuhan, hidup dipenuhi kasih Tuhan itu bukan sesuatu yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang kelas rohani atas seperti pendeta atau hamba Tuhan, atau rasul, orang-orang kudus yang namanya sudah tercantum jelas-jelas kudus, bukan. Hidup yang dipenuhi oleh cinta kasih Tuhan adalah untuk semua orang Kristen. Tapi pada waktu kita berkata seperti ini mungkin ada beberapa orang berkata, “Aduh, terlalu susah untuk hidup dalam kasih Tuhan. Hidupku ini kalau saya usahakan untuk seperti yang Alkitab katakan, terlalu berat, standarnya terlalu tinggi.” Kalau kita bilang seperti ini, itu berarti kita hanya masih berfokus pada kekuatan diri kita dan kemampuan diri kita untuk memiliki kehidupan yang dipenuhi oleh kasih Tuhan, padahal caranya bukan seperti itu. Caranya adalah kita memandang kepada Kristus dan Kristus yang mengerjakan itu semua dalam kehidupan kita. Kita mendekatkan diri kita kepada Kristus dan terang-Nya, maka itu secara otomatis akan mengubah kehidupan kita untuk semakin dipenuhi oleh kasih Kristus dalam kehidupan kita.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, standarnya memang tinggi sekali, standarnya tidak mungkin kita bisa capai dalam kehidupan kita, kecuali Kristus yang mencapai itu, menggapai itu bagi diri kita dan memberikan itu kepada kehidupan kita. Tapi sayangnya pada waktu kita berbicara seperti ini, ada 3 kelompok orang Kristen: satu, yang begitu kasih kepada Kristus; satu di tengah-tengah; satu yang begitu jauh; pertanyaannya adalah, kita masuk dalam kelompok yang mana? Saya harap kita menjadi orang yang belajar menggumuli kita berada di kelompok yang mana dan berusaha untuk mendekatkan diri terus kepada Kristus. Atau kita adalah seperti seorang yang ditinggalkan warisan yang begitu limpah, kekayaan yang begitu berlimpah oleh orangtua kita, tapi kita tidak pernah menyadari kita punya kekayaan itu dalam kehidupan kita. Atau kita adalah orang Kristen yang telah mendapatkan undangan pernikahan, satu resepsi yang begitu mulia, yang begitu penting, dimana tidak ada orang yang bisa masuk ke dalam resepsi itu tanpa ada membawa undangan ini, tetapi setelah kita memiliki undangan ini dalam tangan kita yang kita lakukan adalah tetap berdiri di luar, di dalam cuaca yang dingin, hujan mungkin, lalu kita berusaha mengintip ke dalam ruangan resepsi itu, lalu kita dari celah jendela kita lihat kehangatan yang keluar dari cahaya yang ada di dalam ruangan itu, lalu kita mulai merasa-rasakan, membayang-bayangkan rasanya bagaimana ada di dalam situ. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, maksud saya berkata seperti ini adalah kita sebagai orang Kristen, saya ingatkan kembali, kita bukan orang-orang yang belum dikaruniakan karunia rohani dalam kehidupan kita. “Di dalam Kristus,” Paulus berkata, “semua orang Kristen sudah diberikan dan dikaruniakan kelimpahan karunia rohani,” masalahnya adalah kita mau gunakan itu atau tidak, masalahnya adalah kita menyadari kita memiliki itu atau tidak dalam kehidupan kita; atau kita berusaha terus mengggapai itu seolah-olah kita belum memperoleh itu padahal Tuhan sudah memberikan itu bagi diri kita; atau membayang-bayangkan kita belum memiliki itu padahal kita sudah memiliki itu dalam hidup kita.

Gagal di dalam mengasihi sesama kita itu sama dengan gagal di dalam memenuhi kehendak Allah di dalam kehidupan kita. Saudara, kita harus paham tadi, karakter Allah adalah dipenuhi oleh kasih, kalau kita adalah anak-anak Tuhan kitapun perlu dipenuhi oleh kasih Kristus dalam kehidupan kita. Kalau kita gagal menyatakan kehidupan yang dipenuhi oleh kasih, hati-hati itu berarti kita telah gagal menyatakan kehendak Allah melalui kehidupan kita. Di dalam Perjanjian Baru Tuhan Yesus seringkali menggunakan ilustrasi antara bapa dan anak di dalam mengkaitkan hubungan antara Allah adalah Bapa kita dan kita adalah anak-anak dari pada Tuhan Allah. Misalnya saya ambil contoh dari Matius 7:9-11, di situ pada waktu Yesus mengajarkan soal berdoa, bagaimana kita berdoa, Yesus berkata, “Mintalah,” setelah itu, setelah minta apa? “Carilah dan ketoklah.” Setelah minta, cari, dan ketok, apa yang Tuhan katakan di bawah? “Adakah seorang dari padamu memberi batu kepada anaknya yang meminta roti? Atau memberi ular kepada anaknya yang meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apa lagi Bapamu yang di sorga, Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” Itu satu gambaran bagaimana relasi Allah dengan umat-Nya digambarkan di dalam relasi seperti ayah dan anak dalam dunia ini. Nah, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu kita hidup sebagai seorang tua dan memiliki anak-anak atau seorang ayah yang memiliki anak-anak, kita pasti memiliki harapan terhadap anak kita. Kita ingin anak kita itu baik, kita ingin anak kita itu memiliki satu kesejahteraan, kita ingin anak kita itu memiliki kehidupan yang membanggakan hidup kita. Kalau kita mau tarik hal ini, kita bisa ilustrasikan kepada apa yang Allah harapkan dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan. Kalau bapa dunia saja memiliki harapan-harapan yang begitu besar terhadap anaknya, bagaimana dengan Allah sendiri? Dia pasti inginkan anak-anak-Nya itu memiliki satu kehidupan yang baik, walaupun anak-anak-Nya, kita ini sering kali mempertanyakan kebaikan Tuhan Allah dalam kehidupan kita. Dia pasti menginginkan kita memiliki satu kesejahteraan, walau kesejahteraan yang kita bayangkan itu sering kali tidak sesuai dengan apa yang Allah harapkan atau tetapkan bagi diri kita. Dan Dia pasti ingin kita menjadi seorang yang menyatakan pembentukan Allah di dalam kehidupan kita terutama di dalam kasih Tuhan Allah tersebut. Jadi pada waktu Dia menebus kita, Dia menempatkan kita dalam dunia sebagai anak-anak-Nya, Dia punya harapan agar melalui hidup kita orang-orang dunia itu bisa melihat cinta kasih Allah kepada diri kita, melalui cinta kasih yang kita nyatakan dalam kehidupan kita pada orang-orang dunia maupun sesama dari pada orang-orang percaya. Itu yang menjadi harapan Tuhan di dalam  kehidupan dari pada anak-anak-Nya.

Nah, Bapak Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau ini menjadi harapan Tuhan yang begitu besar, hidup dalam satu cinta kasih yang dipenuhi oleh cinta kasih Tuhan, karena itu Paulus doakan itu pada Tuhan untuk meminta cinta kasih itu dipenuhi dalam kehidupan kita. Bagaimana kita bisa memperoleh cinta kasih itu? Yang pasti adalah harus berdoa. Tapi dalam berdoa ini, kita tidak bisa berdoa dengan se-alakadar-nya, tapi kita perlu belajar menurut cara doa yang diajarkan oleh Kitab Suci sendiri atau prinsip yang diajarkan Kitab Suci sendiri. Tapi sebelum kita masuk ke dalam hal itu, ada satu hal yang saya mau tekankan. Pada waktu kita mengharapkan kehidupan yang dipenuhi dengan cinta kasih Tuhan atau kekayaan rohani yang Tuhan sudah karuniakan bagi diri kita, jangan gunakan teori bisnis ATM ‒Amati, tiru, modifikasi. Banyak orang-orang Kristen itu ketika melihat ada tokoh yang dia idolakan, orang Kristen yang baik, rohani sekali, yang pelayanannya begitu diberkati Tuhan, ada kecondongan seperti ini, saya pengen tahu rahasianya apa. Lalu pada waktu saya ingin tahu rahasia itu saya mulai menyelidiki latar belakang dia mungkin, kehidupan dia, buku-buku yang dia baca, apa yang mengubah kehidupan daripada orang tersebut, dengan buku-buku yang mungkin dia baca apa kita pun baca apa. Alkitab bagian apa yang mengubah dia, kita pun baca bagian itu. Supaya apa? Kita pikir kalau dia diubahkan dengan cara itu, kenapa saya juga tidak bisa diubahkan dengan cara itu? Karena itu saya ingin meniru cara itu untuk saya diubahkan seperti yang dia alami. Pertanyaannya, kita diubahkan nggak? Tidak kan? Ketika dia bilang, “Oh, kalimat ini begitu hangat sekali, begitu menggugah hatiku, menggerakkan diriku,” kita baca ayat Alkitab yang sama, ada nggak gerakan Tuhan yang mengubah kita, yang menyadarkan kita, membuat kita didorong untuk melakukan apa yang dia lakukan? Belum tentu. Karena apa? Karena urusan rohani itu tidak seperti urusan dunia. Bukan seperti urusan bisnis, walaupun tidak semua orang setuju ATM itu ya, tapi urusan rohani bukan urusan mekanik.

Yang saya mau katakan, maksudnya adalah, kalau saya memberikan input A, outputnya pasti B; kalau saya memasukkan input C, outputnya pasti D? Itu tidak seperti itu. Apa yang kita masukkan belum tentu keluarnya seperti apa yang kita harapkan. Apa yang membuat hal ini terjadi? Karena kita sedang berurusan dengan karunia yang dimiliki oleh Allah yang berdaulat, walaupun penuh dengan cinta kasih. Sehingga kita ketika berelasi, kita sedang berurusan dengan Allah yang berdaulat. Itu berarti, apa yang baik bagi kita, atau tidak baik bagi kita, bukan berdasarkan apa yang kita pandang baik dan tidak baik, tetapi apa yang Allah pandang baik dalam kehidupan kita. Apa yang kita inginkan yang tidak dimiliki oleh orang lain, yang dimiliki oleh orang lain tapi kita tidak miliki, kita inginkan itu. Bagi Allah belum tentu itu adalah baik untuk kita dan bertujuan untuk diri kita dan pelayanan kita. Tetapi itu memang dikhususkan untuk orang itu karena Allah ingin orang itu yang bekerja dalam posisi itu karena itu dia berikan itu kepada orang itu. Karena itu, ini adalah berbicara mengenai kedaulatan Allah. Kita tidak bisa memaksakan apa yang kita minta Tuhan pasti menjawab apa yang kita minta sesuai dengan keinginan diri kira sendiri. Kedua, pada waktu kita berbicara mengenai urusan rohani, ini bukan berbicara mengenai urusan program mesin atau komputer, tetapi bicara mengenai relasi antara pribadi yang satu dengan pribadi Tuhan Allah sendiri. Kita sedang mendekatkan diri kita kepada Tuhan Allah yang adalah pribadi, bukan benda, bukan mesin yang sudah terprogram. Karena itu adalah satu pribadi, tentu memiliki hikmat, memiliki kehendak, memiliki satu pertimbangan yang sering kali tidak sesuai dengan pertimbangan kita dan cara pandang kita dan penilaian diri kita. Kita di dalam berelasi dengan manusia saja, ya, kita tahu kita tidak bisa pagerin orang kan? Walaupun kita suka magerin orang dengan satu konsep tertentu. Ternyata sering kali kita salah di dalam penilaian kita akan orang. Karena apa? Dia adalah pribadi. Dia bukan benda atau mesin, seperti itu. Nah di dalam kita mendekati Tuhan Allah, kita harus tahu Dia adalah Allah yang berdaulat, Dia adalah suatu Pribadi yang kita tida bisa atur sesuai dengan keinginan diri kita.

Lalu dalam kita menghadapi Tuhan Allah seperti itu, bagaimana kita bisa memperoleh suatu kelimpahan di dalam kasih?Apakah kita pasti bisa mendapatkan kelimpahan kasih itu?Apakah ada jaminannya kita mendapatkan itu? Bapak-Ibu, Saudara, yang dikasihi Tuhan, saya katakan kalau kita berdoa, meminta kepada Tuhan untuk memberikan sesuatu kepada kita sesuai dengan keinginan kita, maka tidak ada jaminan yang Alkitab pernah berikan untuk kita peroleh itu. Tetapi, kalau kita mengikuti cara kehidupan dari orang-orang rohani dalam Alkitab, atau orang-orang kudus yang diluar Alkitab tapi memiliki suatu relasi yang erat dengan Tuhan Allah, mengikuti prinsip yang mereka pakai untuk hidup di dalam kelimpahan rohani, maka kita bisa melihat orang-orang yang melakukan prinsip itu akan dipenuhi cinta kasih Tuhan dalam kehidupan mereka.Maksudnya adalah, saya ambil contoh seperti ini, pada waktu Yesus berjalan menuju suatu kota, di situ dikatakan ada seorang buta bernama Bartimeus di kota itu.Lalu pada waktu Bartimeus itu mendengar Yesus akan pergi ke kota itu, melalui jalan itu, apa yang Bartimeus lakukan? Dia berusaha untuk mendekat kepada jalan yang dilalui oleh Kristus.Lalu pada waktu dia mendengar Yesus melalui jalan itu, dia kemudian berteriak minta Yesus untuk memberikan belas kasihan kepada Bartimeus, lalu Bartimeus punya doa itu di jawab oleh Tuhan Yesus. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita ingin memliki suatu kehidupan yang dipenuhi oleh cinta kasih Tuhan, maka jangan jauhkan diri dari jalan yang dilalui oleh Tuhan Allah atau Tuhan Yesus Kristus.Saya pakai gambaran seperti ini maksunya apa?Jangan menjauhkan diri dari jalan yang ditentukan Tuhan Allah. Tuhan selalu bekerja di dalam dunia ini dan Tuhan menggunakan cara-cara tertentu untuk mungkin memenuhi apa yang menjadi kebutuhan rohani kita dan pembentukan rohani kita untuk menjadi semakin dewasa.Misalnya kalau Tuhan berkata jangan jauhkan diri dari pertemuan ibadah, maka kita kalau ingin bertumbuh di dalam cinta kasih Tuhan, jangan jauhkan diri dari pertemuan ibadah. Kalau Tuhan menggunakan faisilitas firman sebagai alat untuk kita bertumbuh di dalam cinta kasih Tuhan, jangan jauhkan diri kita dari mendengar firman. Kalau Tuhan menggunakan persekutuan sebagai suatu alat untuk membentuk suatu kehidupan Kristen yang dipenuhi oleh kasih jangan jauhkan diri dari persekutuan orang-orang percaya.Atau, saya katakan minggu lalu, kalau Tuhan menggunakan keluarga sebagai suatu alat untuk membentuk kekudusan kehidupan kita dan belajar mengasihi orang yang tidak layak kita kasihi, yaitu pasangan kita, jangan mengambil keputusan untuk bercerai dari pasangan kita dan jangan mengambil jalan untuk tidak hidup di dalam komunikasi dengan pasangan kita, itu adalah cara Tuhan. Jadi, kalau kita ingin bertumbuh di dalam hal itu, tempatkanlah diri kita di dalam jalur yang Tuhan sudah tentukan untuk kita bisa bertumbuh di dalam  kedewasaan rohani dalam kehidupan kita, dari situ harapannya adalah, tidak tahu kapan, Tuhan di dalam belas kasih-Nya menganugerahkan pertumbuhan itu, kesadaran itu dan kepenuhan akan kasih Tuhan dalam kehidupan kita.Itu yang pertama.

Yang kedua adalah, pada waktu kita bertumbuh secara rohani yang melimpah, jangan mengarahkan hati kita kepada berkat Tuhan, tetapi arahkanlah hati kita kepada Pribadi Kristus sendiri. Tadi saya bilang, cara kita untuk bisa meninggalkan ‘aku’ -ku bukan dengan tidak membalikkan diri, bukan hanya menyibukan diri dengan urusan yang lain, selama kita tidak membalikkan diri kita kepada Kristus dan menujukan kita punya padangan kepada Kristus, kita tidak mungkin bisa terlepas daripada hal-hal duniawi, hal-hal yang berkaitan dengan ke-aku-an kita. Setiap firman yang diberitakan itu tujuannya adalah untuk membawa kita mengenal Pribadi Kristus sendiri, setiap teologi yang kita belajar atau doktrin itu bertujuan untuk kita mengenal Pribadi Kristus, bukan untuk kita puas dengan teologi yang kita ketahui atau doktrin yang kita ketahui. Setiap pergumulan yang Tuhan ijinkan terjadi dalam kehidupan kita, kesulitan yang terjadi dalam kehidupan kita tujuannya adalah untuk membawa kita mengenal pribadi Kristus dalam kehidupan kita. Tuhan ingin kita memiliki relasi pribadi itu dan Tuhan ingin kita mengerti karakter Tuhan, diri Tuhan itu sendiri seperti apa, itu yang menjadi kekuatan kita atau jaminan kita untuk bisa memiliki kekuatan dalam menghidupi, menjalani kehidupan dunia yang sulit ini dan tetap membawa suatu kemuliaan bagi nama Tuhan Allah.Nah, yang ketiga adalah yang kita minta adalah tentunya berdasarkan apa yang Tuhan harapkan dan berikan, atau janjikan kepada diri kita. Kalau Tuhan berkata kamu harus dipenuhi dengan kasih Kristus maka mintalah diri kita dipenuhi kasih Kristus itu dalam kehidupan kita. Berdiri disitu, dijalur Tuhan, jangan lari dari situ, minta ketemu pribadi Kristus dan dipenuhi oleh cinta kasih Tuhan dalam kehidupan kita. Saya percaya kita akan dipenuhi cinta kasih Tuhan dalam kehidupan kita.

Bapak-Ibu, Saudara, yang dikasihi Tuhan, Tuhan tidak ingin kita menjadi orang Kristen biasa-biasa, Tuhan tidak ingin kita menjadi orang Kristen rata-rata, tetapi Paulus dalam doanya dikatakan, “Supaya kita dipenuhi dalam seluruh kepenuhan Allah,”berarti kita harus bertumbuh menuju kepada kepenuhan Allah, bukan menjadi seperti Allah yang setara dengan Allah, tetapi kita harus bertumbuh dalam kepenuhan Allah,sesuai dengan apa yang Allah karuniakan bagi diri kita. Kita tidak boleh mandek sebagai orang Kristen, kita harus terus menuntut diri untuk bertumbuh di dalam karunia rohani terutama di dalam cinta kasih Tuhan yang begitu lebar, panjang, tinggi dan dalam  dalam kehidupan kita. Saya akhiri khotbah saya sampai disini, mari kita masuk ke dalam doa.

[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]

Comments