Doa Bapa Kami (2), 24 September 2023

Doa Bapa Kami (2)

Vik. Nathanael Marvin

 

Bapak, Ibu sekalian, Katekismus singkat Westminster menjelaskan tentang definisi doa di dalam lima poin ya. Di dalam lima poin yang menjadi sorotan dari definisi doa ini. Yang pertama doa merupakan apa? Doa adalah mempersembahkan sesuatu kepada Allah. Ini merupakan suatu tindakan yang aktif ya, sebuah persembahan, sebuah pemberian kepada Allah. Itu adalah doa. Meskipun kita tahu, Bapak Ibu sekalian bahwa hidup kita ini adalah dari Tuhan, untuk Tuhan semua yang kita miliki, apa yang menjadi milik kita itu adalah milik Tuhan juga dan dari Tuhan, tetapi Tuhan pun menginginkan kita untuk menyerahkan apa yang sudah Tuhan percayakan kepada kita untuk kembali memuliakan nama Tuhan. Ya, segala yang kita miliki asalnya dari Tuhan tetapi kita bisa mempersembahkan sesuatu yang sudah Tuhan percayakan pada kita ini dengan apa? Dengan doa dengan sebuah persembahan yang diinginkan dan diterima oleh Allah itu. Nah apakah wujud dari persembahan itu Bapak Ibu sekalian?

Nah ini poin yang kedua ya, masuk ke poin yang kedua selain doa adalah mempersembahkan kepada Allah sesuatu, yang kedua mempersembahkan keinginan kita untuk menerima hal-hal yang sesuai dengan kehendak-Nya. Jadi ketika kita berdoa, kita sedang memberi kehendak kita untuk apa? Untuk dikuduskan oleh Allah, sehingga apa yang kita kehendaki bukanlah kehendak yang berdosa, melainkan kehendak Allah yang suci. Nah kehendak kita, kita berikan kepada Tuhan. Hidupku bukan milikku lagi, melainkan milik Tuhan. Nah sering kali orang salah berdoa karena apa? Karena yang didoakan adalah kehendaknya sendiri, bukan kehendak Tuhan.

Nah bagian doa di dalam definisi dari katekismus Westminster mengatakan bahwa, doa itu apa? Mempersembahkan kehendak kita. Kehendak kita, kita persembahkan kepada Tuhan supaya dikuduskan untuk bisa menyukai kehendak Tuhan. Hidup kita yang masih egois, masih berpusat pada diri dan kehendak kita sendiri, kita serahkan kepada Tuhan, sehingga hidup kita ini adalah melakukan kehendak Tuhan. Nah sering kali waktu kita berdoa, Bapak Ibu Saudara sekalian, sebenarnya berdoa itu merupakan sebuah peperangan antara kehendak kita dan juga kehendak Allah. Kita berdoa sesuatu, kalau itu bukan kehendak Tuhan kita harus tunduk, bahwa itu kita tidak boleh kehendaki bahkan. Kita harus mengendalikan kehendak kita untuk sesuai dengan kehendak Tuhan. Tetapi bukan berarti kita tidak boleh berkehendak. Tentu kita punya keinginan kita sharing-kan kepada Tuhan, kita mohonkan kepada Tuhan. Tetapi kembali lagi, esensi doa adalah bagaimana kita mempersembahkan kehendak kita ini untuk Tuhan. Kalau kehendak kita apakah harus terjadi semua Bapak Ibu sekalian? Tidak. Melainkan seperti doa Bapa kami yang sudah kita pelajari bahwa kehendak Tuhanlah yang jadi bukan kehendak saya.

Nah masalahnya, kehendak Tuhan itu bagaimana? Nah itu yang perlu kita renungkan di dalam firman Tuhan. Kita belajar terus kehendak Tuhan sampai kita menemukannya dan kita tunduk kepada kehendak Tuhan itu. Jadi ketika kita berdoa Bapak Ibu sekalian, kita sedang menguduskan kehendak kita. Kehendak kita ini bisa salah, bisa berseberangan dengan kehendak Tuhan dan akhirnya kita persembahkan untuk menerima hal-hal yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Nah itu adalah poin yang kedua ya tentang doa.

Dan yang ketiga yaitu mempersembahkan keinginan kita di dalam nama Yesus Kristus. Nah ini adalah fondasi iman orang Kristen, bagaimana ketika orang Kristen berdoa, itu atas dasar diri Yesus Kristus yang adalah pengantara kita satu-satunya. Wujud bagaimana kita mengakui bahwa kita sebagai manusia untuk datang kepada Bapa di surga, itu membutuhkan pertolongan Allah sendiri adalah ketika kita berdoa atas nama Tuhan Yesus Kristus. Ya. Kita itu manusia yang berdosa. Nggak mungkin manusia yang berdosa itu mampu berbicara kepada Allah yang kudus. Tanpa pertolongan Yesus kita nggak bisa berbicara apapun kepada Bapa di surga karena apa? Natur kita sudah berdosa dan apa yang kita katakan, apa yang kita doakan bahkan itu bukan doa yang berkenan di hadapan Tuhan. Maka dari itu Yesus pernah mengatakan bahwa, “Akulah jalan, Akulah Kebenaran, Aku lah Hidup. I am The Way, The Truth and The Life.” Maka waktu kita mau doa kepada Allah Bapa di surga, kita perlu berdoa di dalam nama Tuhan Yesus dan sedang mengakui Yesus Kristus siapa di dalam kehidupan kita.

Nah poin keempat Bapak Ibu sekalian, doa itu seperti apa? Doa juga disertai dengan pengakuan dosa kita. Jadi suatu persembahan pemberian kepada Allah yaitu keinginan kita, kehendak kita, kita serahkan kepada Tuhan di dalam nama Yesus Kristus, dan juga disertai dengan pengakuan dosa tentang siapakah diri kita, bahwa diri kita sudah berdosa dan tidak layak datang kepada Allah yang begitu kudus. Tetapi Allah mengizinkan memberikan anugerah-Nya kepada kita, supaya kita bisa berdoa kepada-Nya. Berdoa ketika kita sadar diri kita berdosa di hadapan Tuhan, berdoa menjadi sebuah hal yang istimewa, sebuah hal yang sangat berharga di mana kita mau berdoa dengan sungguh-sungguh, berdoa dengan benar karena kita mau mengerti makna berdoa tersebut.

Dan poin kelima yaitu apa? Pengucapan syukur atas segala kemurahan-Nya. Jadi kita menyerahkan diri kita, menyerahkan keinginan kita, kita berdoa dalam nama Yesus, kita berdoa dengan pengakuan dosa kita, dan juga kita berdoa dengan mengingat segala kebaikan Tuhan di dalam hidup kita. Mengucap syukur di dalam anugerah Tuhan. Kita bersyukur bahwa di dalam kehidupan kita ini semua di dalam kendali Tuhan. Tidak ada sesuatu yang di luar kendali Tuhan. Allah kita begitu berdaulat. Nah meskipun segala sesuatu ini sering kali terjadinya adalah hal yang tidak sesuai dengan harapan kita, Bapak, Ibu sekalian, tetapi Allah itu tetap baik, Allah itu tetap murah hati meskipun banyak hal yang kita akhirnya kecewa atau akhirnya tidak sesuai dengan harapan kita. Padahal harapan kita baik misalkan ya. Tetapi ketika kita belajar untuk mengucap syukur, kita bisa mengucap syukur terhadap hal-hal yang memang belum diberikan oleh Allah.

Elizabeth Elliot itu, seorang istri dari misionaris Jim Elliot pernah mengatakan bahwa kita harus mengucap syukur kepada Allah meskipun terhadap hal yang belum kita terima. Atau hal-hal yang tidak kita punyai, karena apa? Karena ketika kita tidak punyai hal tersebut, itu memang belum kita butuhkan. Ya. Sampai suatu saat Tuhan berikan itu memang kita butuhkan. Kalau kita belum menerima hal-hal yang kita harapkan mungkin yang baik tapi belum kita terima, padahal kita sudah berdoa cukup lama, itu berarti apa? Hal itu memang belum kita butuhkan. Dan kita harus bersyukur atas hal tersebut. Karena itulah yang Tuhan atur dalam kehidupan kita. Karena Allah itu murah hati kok. Allah itu baik kok. Kalau Tuhan bisa tahan kebaikan-Nya atau hal-hal yang menurut kita baik tidak kita terima itu ada hal yang baik Tuhan sediakan bagi kita. Kita belum butuh hal tersebut.

Nah di sini ya, kita bisa lihat bahwa doa bukan bicara tentang meminta memohon kepada Tuhan melainkan juga memberi ya, mempersembahkan sesuatu kepada Allah. Maka bagaimana mungkin ada orang yang tekun berdoa dengan benar, hidupnya tidak berubah. Nggak mungkin. Orang yang tekun berdoa itu hidupnya berubah. Dia meminta berkat Allah, Dia juga mempersembahkan dirinya kepada Allah untuk dibentuk oleh Allah sendiri. Bagaimana mungkin orang itu tidak berubah? Bagaimana kehidupannya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan kalau dia tekun berdoa dengan cara yang benar kepada Allah? Doa berarti apa? Memberi hati kita. Doa berarti apa? Memberi mulut kita meskipun doa-doa yang mungkin dipanjatkan, dinaikkan pokok doa syafaat itu tidak ada kaitannya dengan diri kita. Begitu jauh dengan kehidupan kita, tapi kita mempersembahkan untuk Tuhan kok. Kalau memang itu kehendak Tuhan ya jalankan. Bukankah kita ini adalah milik Tuhan? Jadi kita ketika kita berdoa sesuai dengan kehendak Allah, Allah disenangkan dengan persembahan doa kita. Dengan demikian sebaliknya hati-hati, kalau kita berdoa dengan cara yang salah, kita sedang melawan Tuhan di dalam doa kita. Kalau kita terus doakan keinginan kita, keinginan kita terus, kita sedang egois, kita sedang membuat Allah menjadi kacung kita, menjadi pembantu kita. Karena yang kita doakan kita apa? Kehendak kita terus. Tapi doa itu bicara soal apa? Bicara soal memberi kepada Allah. Apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita.

Nah Bapak Ibu sekalian hari ini kita melanjutkan kembali pembahasan mengenai doa Bapa kami dengan berdoa menggunakan prinsip doa Bapa kami ini. Kita ingin agar apa yang kita doakan sehari-hari, ini adalah hal yang sehari-hari dalam kehidupan kita. Waktu kita berdoa ini adalah bentuk persembahan yang harum bagi Allah. Persembahan yang menyenangkan bagi Allah. Sehingga doa kita tidak menjadi sesuatu hal yang sia-sia tetapi justru sesuatu hal yang menyenangkan bagi Tuhan dan bisa kita nikmati karena kita berdoa secara benar. Ya, inilah harapan orang Kristen yaitu doa kita itu menyenangkan hari Tuhan.

Nah Bapak, Ibu, saudara sekalian, Pendeta Stephen Tong pernah mengatakan bahwa, “The Lord’s prayer is the best prayer at all time.” Nah itu adalah pandangan yang benar karena apa, karena doa Bapa kami ini diajarkan oleh Yesus Kristus yang tidak pernah berdosa. Yesus Kristus yang mengajarkan hal firman Tuhan tidak pernah salah. Tafsiran-Nya selalu tepat dari Perjanjian Lama. Bahkan apapun yang Dia lakukan, apapun yang Dia katakan, apapun yang Dia kehendaki, sempurna. Tidak pernah berdosa. Itu Yesus Kristus. Dan ketika Yesus Kristus mengajarkan berdoa Bapa kami, ini adalah doa yang terbaik sepanjang zaman. Maka sangat penting kita merenungkan tentang doa Bapa kami.

Nah minggu lau Bapak, Ibu, saudara sekalian, kita telah membahas tentang panggilan Allah sebagai Bapa kita. Bapa berarti menunjukkan siapakah Allah itu. Allah Bapa itu menunjukkan Dialah Allah yang sejati yang mau dekat dengan umat-Nya dan seperti apa Dia bagi kita anak-anakNya. Nah hari ini kita membahas tentang “kami.” Ya yaitu bicara tentang perenungan tentang siapakah diri kita di hadapan Allah dan ketika berhadapan dengan Allah seperti apa. Nah makna kata “kami” Bapak Ibu saudara sekalian, yang pertama, Tuhan Yesus mengajarkan satu semangat kemanusiaan. Waktu Yesus Kristus mengajarkan kepada banyak orang, ayo berdoalah seperti ini, Bapa kami. Nah “kami” di sini berarti apa, bukan hanya Yesus yang berdoa sendirian, tetapi Yesus Kristus melibatkan yang lain. Bukan hanya orang lain yang berdoa, sekumpulan orang banyak yang berdoa, tetapi Yesus sendiri berdoa kepada Bapa di Surga. Nah ini adalah semangat kemanusiaan dari Yesus Kristus.

Yesus Kristus menunjukkan ketika Dia mengajarkan doa Bapa kami, kita berdoa “kami”, Bapa kami yang di Surga, itu menunjukkan bahwa Yesus sendiri adalah manusia seutuhnya. Dan setiap manusia itu butuh berdoa. Bahkan manusia yang tidak berdosa seperti Yesus, bahkan Adam dan Hawa yang belum jatuh ke dalam dosa pun itu butuh berdoa. Apalagi kita tahu bahwa diri kita itu berdosa justru harus lebih tekun berdoa. Kalau memang orang tidak berdosa seperti Yesus berdoa, orang yang belum jatuh ke dalam dosa seperti Adam dan Hawa berdoa, apalagi kita yang betul-betul berdosa. Masa kita tidak mau berdoa melakukan perintah Allah dan mendapatkan manfaat yang begitu banyak di dalam doa-doa yang dinaikkan.

Tidak ada manusia yang tidak butuh Allah. Yesus pun di dalam kemanusiaan-Nya, di dalam natur manusia-Nya butuh pertolongan dari Bapa di surga. Tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa doa, dan Yesus berdoa. Dia bukan saja doa sendirian tapi mengajak para murid ataupun orang-orang banyak yang mengikut-Nya untuk berdoa juga. Di sini Yesus menyatakan bahwa diri-Nya manusia, sama seperti kalian. Mari kita sama-sama berdoa. Yesus juga perlu berdoa kepada Bapa yang di surga. Yesus betul-betul manusia 100%. Dia bukanlah Allah yang menampakkan diri seperti manusia. Bukan seperti ajaran Doketisme, yaitu Yesus memakai kostum manusia waktu Dia jadi manusia. Bukan. Yesus betul-betul jadi manusia, dan setiap manusia butuh berdoa kepada Allah. Dia sama seperti kita, dan Dia berdoa dengan tepat. Dan doa Bapa Kami yang diajarkan adalah doa yang sempurna tanpa dosa.

Nah kenapa Yesus jadi manusia? Kita tahu ya, karena Yesus mengasihi manusia dengan luar biasa, Dia rela menyerahkan diri-Nya untuk manusia berdosa bisa selamat, dan bisa berdoa berelasi kembali kepada Tuhan yang di surga, dan juga memiliki doa yang benar di hadapan Tuhan. Itu kasih Tuhan Yesus yang begitu besar. Dia mengganti hukuman dosa kita. Kata “kami” berarti Yesus menyatakan dirinya sama seperti manusia yang lain yang butuh berdoa. Alkitab mengatakan dalam Ibrani 4:15-16,  di situ menjelaskan tentang kemanusiaan Yesus Kristus. Ibrani 4:15-16, mari kita baca, buka suara, bersama-sama, “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.

Dengan mengerti bahwa Yesus benar-benar manusia, itu mendorong kita berdoa. Dengan memahami bahwa Yesus adalah manusia yang tanpa dosa, Dia juga dicobai, seperti kita, hanya tidak melakukan dosa, dan ketika Yesus menang atas pencobaan tersebut, Dia menang karena dengan apa? Dia menang dengan berdoa kepada Tuhan dengan pertolongan dari Bapa di surga. Ketika kita melihat Yesus yang berdoa, Yesus yang betul-betul adalah manusia sama seperti kita, itu mendorong kita untuk berdoa. Alasan kita berdoa karena siapa Bapak, Ibu, Saudara sekalian? Karena Yesus manusia, Yesus pun berdoa. Maka kita berdoa juga. Yesus mengerti penderitaan sebagai manusia. Yang namanya manusia itu susah kok berdoa, tutup mata sejenak fokus untuk memikirkan Allah dan firman-Nya, sangat sulit. Tetapi ketika kita melihat juga Yesus berjuang, Dia menang atas pencobaan, Dia mengerti pencobaan dari daging, dari iblis, dari lingkungan yang berdosa, dan Dia berdoa minta kekuatan dari Bapa, itu mendorong kita untuk berdoa juga sebagai manusia.

Maka dari itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian, seseorang yang tidak pernah berdoa, adalah orang yang begitu sombong di hadapan Tuhan karena dia tidak menganggap teladan Yesus. Dia juga tidak menganggap perlu pertolongan dan kekuatan dari Allah. Yesus adalah Saudara Sulung kita. Ya Dia adalah Allah yang menjelma menjadi manusia, Dia adalah Saudara Sulung kita secara rohani bisa dikatakan demikian, karena kita pun sebagai umat pilihan kita sudah diadopsi sebagai anak-anak Allah dan Yesus adalah Anak Tunggal Allah. Yesus adalah Saudara Sulung kita. Maka dari itu Bapak Ibu Saudara sekalian, kita jangan pikir bahwa kita itu lebih menderita daripada orang lain atau Yesus Kristus sekalipun. Kita boleh lah merasa lebih menderita daripada orang lain boleh, tetapi tidak boleh merasa lebih menderita dari Yesus Kristus. Yesus Kristus itu manusia paling menderita. Dia nggak pernah berdosa, tapi menanggung hukuman dosa kita. Dia nggak pernah ngomong salah tapi difitnah, disakiti. Dia nggak pernah macem-macem dalam kehidupannya ya, Dia nggak pernah berdosa, tetapi menanggung segala penganiayaan karena iman-Nya. Kita perlu ya mengikut Yesus seumur hidup kita. Itu yang pertama Bapak Ibu sekalian, kami, kata “kami” berarti semangat kemanusiaan. Kita manusia ingat kita butuh berdoa.

Dan yang kedua, “kami” berarti apa? Semangat kesatuan. Ingat bahwa kita ini adalah satu keluarga rohani di dalam Yesus Kristus. Saya orang Kristen, Bapak, Ibu, Saudara orang Kristen, kita saudara dalam Tuhan secara roh bukan secara fisik jasmani ya. Kita punya satu Bapa yang sama yaitu Bapa di surga, kita juga punya satu Kakak Sulung yang sama yaitu Yesus Kristus, dan kita adalah saudara-saudara seiman, kita anak-anak Allah. Dan satu Bapa dari satu keluarga dan kemudian diberikan satu visi, satu tujuan yang sama yaitu memuliakan Allah dan mengembangkan kerajaan Allah di bumi ini. Kita ada kesuatuan dari Allah sendiri. Inilah semangat persatuan yang membuat kita sebagai saudara seiman itu kuat. Ketika orang Kristen bertemu dengan orang Kristen lainnya, kita akan mendapatkan kekuatan karena kita punya satu Bapa yang sama, satu Tuhan yang sama, satu iman yang sama dan itu membuat kita kuat, kokoh dibandingkan seorang Kristen sendirian, ketika melakukan firman Tuhan misalkan ya. Ini sesuai dengan pepatah bahasa Indonesia yang berkata “bersatu kita teguh ya, bercerai kita runtuh”, itu betul. Ini wahyu umum. Wahyu umum saja menyadarkan kita bahwa kesatuan itu betul-betul meneguhkan. Ini bicara tentang kesatuan yang meneguhkan ya. Semoga semua orang mendapatkan konsep ini. Ayo kita punya satu kesatuan hati dalam mengerjakan pekerjaan Tuhan, dalam membangun keluarga misalkan, dalam membangun gereja Tuhan. Punya kesatuan hati kuat. Tapi kalau tidak ada kesatuan hati ya runtuh, hilang ya. Satu per satu tidak kuat.

Dengan semangat persatuan ini Bapak Ibu sekalian, gereja akan menjadi kuat dan bisa menjadi berkat bagi lebih banyak orang lagi. Itulah kenapa Yesus katakan kita betul-betul harus memiliki satu hati ya, satu tujuan satu iman supaya pekerjaan Tuhan ini bisa disebarluaskan lagi. Mari kita buka Efesus 4:3-6. Nah ini juga bicara soal kesatuan ya. Efesus 4:3-6 ini adalah sesuatu yang kita perlu usahakan. Karena apa Bapak, Ibu sekalian? Sebagai yang namanya sekumpulan orang, kita berbeda-beda latar belakang, berbeda-beda pikiran berbeda-beda pendapat, itu yang sering kali membuat kita tidak satu, karena perbedaan padahal perbedaan itu saling melengkapi untuk kesatuan itu sendiri. Mari kita baca Efesus 4:3-6, “Dan berusahalah memelihara kesatuan  Roh oleh ikatan damai sejahtera:  satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua,  Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua. Ini harapan ya dari Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus, setiap orang Kristen itu punya satu kesatuan. Ya minimal paling mudah paling sederhana ya satu iman lah. Kita sama-sama percaya Yesus Kristus dan itu perlu diusahakan. Dengan cara apa? Dengan cara memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera. Kita harus belajar berdamai dengan sesama. Semakin berdamai dengan sesama, itu ada kesatuan satu dengan yang lainnya. Ini cara yang diberikan oleh rasul Paulus. “Kamu punya kesatuan hati? Coba berdamai dengan sesamamu. Berdamai dengan Allah dulu. Kemudian melakukan firman Tuhan bersama-sama.” “kami”, “kami” yang bersatu bukan “kami” yang terpecah belah. Tuhan mau kita gereja menjadi gereja yang satu di dalam iman, di dalam ajaran. Meskipun kita tahu kenapa akhirnya banyak perpecahan? Perpecahan memang tidak selalu karena hal yang buruk ya. perpecahan itu justru karena di dalamnya sudah rusak, di dalamnya sudah jelek akhirnya orang-orang yang setia kepada kebenaran firman Tuhan di dalam gereja Tuhan, misalkan ya, dia membentuk gereja yang mau tunduk kepada firman Tuhan, mau yang lebih Alkitabiah. Itu kan pecah, tapi itu baik, dapat komunitas yang benar, yang lebih baik, yang lebih sesuai dengan Alkitab.

Maka seorang teolog juga mengatakan bahwa kesatuan gereja adalah hati Yesus Kristus. Hati Yesus Kristus di dalam satu gereja yang sama, ada kesatuan hati. Bagaimanapun yang menyatukan adalah Yesus Kristus dan firman-Nya. Itulah yang menyatukan gereja Tuhan, bukan karena pandangan atau golongan atau pendapat tertentu. Nah doa Yesus sebelum meninggalkan para murid, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di dalam Yoh. 17:21, saya akan bacakan ya, “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Ini adalah union with Christ, bagaimana kita bersatu di dalam keluarga rohani, keluarga Allah itu sendiri. Bapa satu, Yesus juga satu, kita sama-sama percaya kepada Allah Tritunggal.

Dan kalau kita mengenal Allah Tritunggal, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, Allah Tritunggal ini juga menunjukkan sifat apa? Sifat kesatuan! Allah itu satu, esensi-Nya satu, hanya ada satu tapi Pribadi-Nya ada tiga. Kok bisa gitu? Namanya Allah ya, terserah Allah mau bagaimana. Allah itu satu, tapi tiga Pribadi tapi satu kesatuan. Ini memang tidak mungkin bisa dimengerti oleh logika manusia sampai kapan pun, hanya bisa diterima oleh iman yang Tuhan berikan kepada kita. Tapi waktu kita mengenal Allah Tritunggal, Allah itu satu tapi punya tiga Pribadi yang beda, Bapa, Anak yaitu Yesus dan Roh Kudus, kita bisa melihat, belajar apa? Belajar kesatuan di antara tiga Pribadi mereka. Saling bekerja sama, saling harmonis satu dengan yang lainnya. Dan itu membuat apa? Relasi Allah Tritunggal ini cukup. Relasi Allah Tritunggal di dalam tiga Pribadi-Nya itu menjadi relasi yang hangat, penuh kasih. Dan Allah tidak membutuhkan manusia untuk menyembah-Nya. Allah tidak butuh untuk menciptakan sesuatu yang di luar Dia yang akhirnya Allah harus bergantung kepadanya. Nggak perlu! Tuhan tidak perlu ciptakan malaikat, Tuhan tidak perlu ciptakan manusia, apalagi manusia berdosa lagi ya. Tuhan sudah cukup dalam tiga Pribadi-Nya karena Allah itu satu tapi tiga Pribadi, mereka cukup. Mereka ada kesatuan, mereka ada kasih, mereka ada keharmonisan. Tidak butuh yang lain. Itu Allah. Kalau Allah sampai harus butuh manusia untuk menyembah-Nya, itu bukan Allah. Kalau Allah harus butuh sesuatu yang di luar Dia sehingga Dia harus menciptakannya, itu bukan Allah. Allah itu Maha cukup, Allah itu Maha kuasa, dan Allah itu punya semangat kesatuan juga di dalam diri-Nya.

Nah semangat persatuan orang Kristen ada pada diri orang Kristen sendiri ketika dia menyadari siapakah dirinya di hadapan Tuhan. Kita tahu sebagai manusia berdosa kita sudah hilang identitas. Dan ketika kita memahami identitas diri kita di dalam Kristus, kita tahu bahwa setelah kita lahir kembali, kita mengalami adopsi. Meskipun itu kita tahu ya, itu terjadinya bersama-sama; lahir kembali, pertobatan, pembenaran, kemudian juga adopsi. Itu semua terjadi secara bersama-sama meskipun bisa diurutkan. Tapi ketika kita menyadari diri kita diselamatkan, kita lahir kembali. Lahir kembali berarti lahir dua kali atau hidup dua kali. Lahir kembali adalah berarti menunjukkan apa? Dulu pernah lahir, tapi kemudian mati. Terus kemudian lahir kembali atau hidup kembali rohnya bersama dengan Kristus. Itu mengalami apa? Mengalami adopsi, kita diangkat menjadi anak-anak Allah. Dan ini adalah suatu karya bagaimana Allah sendiri memilih kita sebelum dunia dijadikan supaya apa? Supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya supaya kita menjadi anak-anak Allah. Satu Bapa dalam satu ikatan yang sama.

Nah ini ya, jadi kalau kita merenungkan diri kita sendiri saja, kita tahu kok bahwa kita ini adalah orang-orang Kristen dalam satu keluarga rohani atau keluarga surgawi. Kita punya Bapa yang sama, kita punya saudara-saudara lain yang sama-sama adalah anak Allah. Dan kita punya kakak sulung kita, yaitu Yesus Kristus. Ini kita satu kesatuan, bukan terpecah-pecah. Maka dari itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita perlu ya untuk mengusahakan perdamaian, mengusahakan supaya gereja Tuhan itu tidak terpecah-pecah karena apa? Karena dosa, karena keegoisan, karena kehendak diri. Tidak! Kehendak Tuhan harus menjadi sumber kita untuk kesatuan satu dengan yang lainnya. Maka dari itu dalam gereja tidak ada diskriminasi, dalam gereja tidak ada perbedaan kasta; yang duduk di depan ini yang kaya-kaya, misalkan ya atau yang VIP, very important person. Tidak! Itu semua sama. Tidak ada kubu-kubu tertentu; kubu A lebih baik daripada kubu B. Tidak! Sama! Kita sama-sama punya satu kepala yaitu Yesus Kristus. Tidak ada partai, tidak ada pangkat. Kita semua sama di hadapan Tuhan, kita semua satu.

Ada istilah ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, di dalam teologi Reformed itu yang mirip seperti semangat kesatuan ini yaitu adalah priesthood of all believers atau imamat umat percaya. Nah ajaran ini menjelaskan bahwa semua orang percaya itu sama di dalam Yesus Kristus. Kok bisa sama? Karena kita punya Roh Kudus yang sama. Masa Roh Kudus saya berbeda dengan Roh Kudusnya Saudara sekalian? Kan nggak kan! Sama Roh Kudusnya. Berarti kita punya kemampuan mengerti yang sama. Dalam mengerti apa? Dalam beribadah kepada Tuhan, dalam menjalankan panggilan Tuhan atas hidup kita. Kita punya sama kok. Dalam membahas firman Tuhan. Kita membaca firman Tuhan, ada hamba Tuhan baca firman Tuhan sama jemaat baca firman Tuhan ya sama. Kalau Roh Kudus bekerja itu membuat dia mengerti juga. Menafsirkan juga tentu dengan cara-cara yang lain tetapi, di dalam priesthood of all believers, sama-sama sudah percaya Tuhan Yesus itu punya kemampuan kok membaca firman, kemampuan membaca, menafsirkan bahkan mengaplikasikan Alkitab dalam kehidupan masing-masing. Itu kita punya kemampuan yang sama, ada kesatuan. Maka dari itu Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita jangan sampai meng-kultuskan seorang pemimpin gereja, apa yang dikatakan dia pasti benar, misalkan. Salah ya! Kita punya penilaian firman Tuhan kok, kita bisa mem-filter apa yang dikhotbahkan itu adalah firman Tuhan atau bukan. Dengan cara apa? Dengan baca firman. Tapi kalau kita tidak pernah baca firman, kita sudah punya hak untuk bisa membaca, menafsirkan, bahkan mengaplikasikan firman, terus kita bergantung kepada sosok pemimpin gereja, kita menjadi orang buta, kita menjadi orang yang tidak mengenal anugerah Tuhan di dalam Roh Kudus yang sudah Tuhan berikan.

Semangat persatuan berarti menghilangkan pembedaan, seperti itu, membedakan kaum-kaum yang lebih tinggi pangkatnya di dalam gereja, menghilangkan rasis, suku dan lain-lain. Semangat persatuan justru menghilangkan perbedaan-perbedaan yang kecil yang dapat memecah dari persekutuan umat Allah. “Sudahlah beda sedikit tetapi prinsip-prinsipnya sama, ya sudah, kita satu hati melayani Tuhan.” Kita bisa saling menoleransi, saling berdamai asal betul-betul sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Nah itu yang kedua ya Bapak, Ibu sekalian, kita harus mengingat semangat persatuan. Ayo kita belajar menjadi satu seperti doa Yesus kepada Bapa di surga. Kita orang Kristen itu jangan berkubu-kubu, jangan memisah-misah, berpecah-pecah. Jangan! Tapi punya semangat kesatuan, ayo jalankan firman Tuhan. Kalau mau melakukan sesuatu dasarnya apa? Firman Tuhan bukan kehendak kita. Nah itu doa mengubah kehendak kita.

Yang ketiga Bapak, Ibu, Saudara sekalian, “kami” berarti apa? Itu adalah semangat kebersamaan, mengingat kepentingan bersama. Kita doa itu jangan sendiri terus. Tapi kita juga doakan secara bersama-sama, secara publik. Kamis yang lalu Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ada salah satu tim pelayanan Rumah Sakit di Solo bercerita bahwa ada seorang ibu masuk Rumah Sakit karena apa? Karena depresi, sedih sekali. Karena apa? Karena anaknya yang berusia 30 tahun meninggal dunia. Si ibu itu merasa tidak terima, “Anak saya masih muda, kenapa diambil duluan daripada saya?” Dia begitu sedih, sampai depresi sampai masuk Rumah Sakit. Nah kalau kita sebagai orang Kristen punya semangat kebersamaan Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita bisa berduka cita dengan yang sedang berduka cita. Meskipun kita tahu bahwa duka cita seorang itu tersebut tidak mungkin sama seperti kita yang turut berduka cita. Beda! Jauh mungkin perbedaannya. Di zaman sekarang juga akhir-akhir ini banyak sekali yang sedang sakit. Sakit, radang, batuk, demam dan yang lain-lain. Kita bisa juga berempati, turut merasa berduka cita juga, kita bisa doakan mereka yang sedang sakit. Orang-orang yang dalam pergumulan besar, sakit luar biasa, yaitu apa selain obatnya doa kepada Tuhan? Obatnya adalah semangat kebersamaan. Orang itu ditemani atau diperhatikan. Seperti Ayub, kisah Ayub bagaimana dia begitu menderita, sangat menderita, sahabat-sahabatnya datang. Itu semangat kebersamaan, ingin sama-sama menanggung penderitaan dan ada bersama dengan dia. Itu sudah cukup baik. Merasakan apa yang dirasakan orang, berpikir seperti orang yang sedang sulit itu berpikir. Itu adalah semangat kebersamaan. Waktu kita belajar katakan “kami”, “kami ini GRII Yogyakarta” misalkan, kita juga harus belajar memperhatikan sesama kita yang sedang berduka, sedang ada pergumulan. Setidaknya kalau tidak bisa bantu apa-apa setidaknya kita tahu lah ya, setidaknya kita doakan dan juga ada bersama-sama dengan dia.

Dan bukan saja di masa sulit Bapak, Ibu, Saudara sekalian, tapi semangat kebersamaan ini menjadi penting yaitu ketika kita berusaha untuk menjalankan perintah-perintah Tuhan. Perintah-perintah Tuhan, tentu dengan perspektif kuasa Tuhan, tidak ada yang sulit. Tetapi kalau dalam perspektif manusia yang berdosa pasti sulit. Kita lemah kok, kita bisa lupa, kita bisa ceroboh dalam melakukan firman Tuhan. Maka Bapak, Ibu, Saudara sekalian, waktu kita punya semangat kebersamaan, itu akan menguatkan kita. Beda kok kalau kita melayani seorang diri, saya pernah mengalami itu juga, pelayanan Rumah Sakit seorang diri, 13 pasien, dengan bersama-sama dengan yang lain. Sama-sama 13 pasien tapi berdua. Nah itu sangat menolong ya, ada teman, ada bisa saling bergantian dalam doa. Daripada sendiri Bapak, Ibu, Saudara sekalian, doa ya doa terus 13 kali. Terus kunjungi orang, sapa 13 kali dalam 2 jam itu. Itu berat kalau sendirian. Tapi kalau bersama-sama itu kita bisa saling enak, saling melengkapi, saling membangun dan bahkan bisa saling koreksi. “Ya bagaimana tadi pelayanannya? OK? Good. Sudah bagus. Ada masukan?” Itu bisa kasih masukan satu dengan yang lainnya.

Kita sebagai orang Kristen menjalankan perintah Tuhan itu tidak seorang diri saja. Mengasihi Tuhan itu bersama-sama secara komunitas, berjuang untuk memperhatikan sesama kita. Kita mau saling memperhatikan, saling mendahulukan kepentingan bersama supaya kita menjauhi diri kita yang egois, yang betul-betul memikirkan diri kita sendiri. Nah waktu kita masuk ke kamar, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita berdoa kepada Allah secara privat, kita juga diingatkan dengan berdoa Bapa kami, kita tahu bahwa waktu kita sendirian di kamar pun kita tidak berdoa untuk diri kita sendiri saja, melainkan kita doakan yang lain juga. Banyak orang-orang yang berdoa tekun sendirian itu justru mendoakan orang lain. Tapi orang yang jarang berdoa, biasanya ketika berdoa itu berdoa untuk dirinya sendiri. Tetapi orang yang sudah rajin berdoa, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, nggak mungkin doanya itu porsinya selalu egois untuk diri. Karena nanti lama-lama juga bosan kok doain diri, kehendak diri, doain ini lagi, ini lagi. Kita butuh mendoakan yang lain juga karena itu adalah perintah Tuhan untuk berdoa bagi sesama kita, mengasihi sesama kita.

Kita lihat Ayub Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita tahu bahwa Ayub itu dikenal sebagai orang yang saleh, yang benar, yang tanpa cacat. Tetapi kalau kita lihat cara berdoanya, kita bisa tahu bahwa Ayub juga adalah orang yang tekun berdoa. Karena apa? Waktu dia berdoa, dia bukan cuma doakan dirinya, bukan juga kasih persembahan untuk dirinya, kasih korban untuk dirinya, melainkan kasih korban untuk anak-anaknya, setidaknya kalau anak-anaknya ini berdosa maka saya doakan mereka. Ini adalah doa yang untuk sesama, ada semangat kebersamaannya. Karena apa? Bukan kita saja, bukan saya saja, bukan diri kita saja yang adalah biji mata Tuhan, melainkan orang lain pun biji mata Tuhan, kenapa kita tidak doakan orang lain? Kepentingan yang lain juga.

Nah dengan adanya semangat kebersamaan kita akan menolak semangat individualistis juga. Kita nggak ingin kita yang menonjol sendiri. Kita tidak ingin kita itu yang terkenal, dipuji sendiri. Nggak! Itu semua demi kemuliaan Tuhan dan juga karena pekerjaan bersama. Kalau kita bisa membangun gedung gereja misalkan, terus kita bisa melayani, ada kegiatan-kegiatan di gereja ini, itu karena semangat kebersamaan. Tidak ada yang bisa melayani di dalam komunitas itu sendirian. Semua di handle sendiri, baik musik, baik liturgis, baik singer, bahkan khotbah sekalian itu sendiri. Kecuali kalau itu KKR regional di pedalaman, di handle sendiri. Tapi kalau sudah banyak orang, kenapa tidak melibatkan atau tidak ada semangat kebersamaan itu? Kita bukan menjadi orang yang ekslusif, segini saja yang melayani. Tidak! Kalau bisa orang lain melayani, melayani. Tapi harus dipersiapkan. Kita nyanyi pujan saja dipersiapkan dengan latihan lagu. Tadi sebelum pujian kita latihan dulu, supaya apa? Waktu kita nyanyi, memuji kepada Tuhan itu betul-betul baik, jangan sampai salah. Katanya mau mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhan, tapi salah-salah, kaya gitu ya. Ini adalah proses, latihan di dalam pelayanan.

Kita mau berbagi pelayanan. Kita mau berbagi cerita, berbagi pengalaman. Itulah kenapa Tuhan memberikan arti gereja adalah sebuah perkumpulan kan. Gereja itu perkumpulan, cuma perkumpulannya bukan perkumpulan arisan, perkumpulan hobi, dan lain-lain. Bukan! Perkumpulan orang-orang yang mau hidup kudus atau mau menyembah Allah. Itu gereja Tuhan. Maka kalau gereja Tuhan akhirnya menjadi punya semangat individualistis atau semangat konsumerisme, “Kamu kasih apa, saya beli. Kalau kamu nggak kasih yang saya mau saya pergi dari gereja tersebut.” Itu bukan semangat yang benar di dalam bergereja.

Memang ada baiknya Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya bagaimana kita bisa saling membaur satu dengan yang lainnya, caranya ya dengan adanya waktu kita bisa saling kenal. Tapi memang sangat sulit di masa-masa ketika kita ada acara terus selesai, kadang-kadang memang kita ada kegiatan sendiri ya, acara sendiri. Tetapi itu juga bisa diusahakan oleh kita sendiri. Gereja sih sebagai komunitas, orang Kristen sebagai pemimpin-pemimpin gereja sudah menyediakan wadah di mana kita boleh memiliki kebersamaan. Misalkan nanti ya, ada perjamuan kasih tiap akhir bulan. Supaya apa? Yang penting bukan makanannya, yang penting kita diam di tempat lalu bertemu dengan orang lain. Makanannya mungkin kita bisa nggak makan juga ya, tapi yang penting apa? Yang penting kita ada waktu untuk ngobrol. Sangat baik ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian kalau kita selesai ibadah ya coba lah diam-diam dulu, 15 menit, di gereja. Pasti ada orang yang bisa ngobrol dengan kita meskipun kita pemalu, meskipun kita pendiam. Jangan sampai seperti saya dulu Bapak, Ibu, Saudara sekalian ya, dulu masih muda, sekarang juga masih muda ya, dulu masih muda itu kan pemalu ya. Datang ibadah, pulang. Persekutuan pemuda, langsung pulang. Akhirnya jarang sekali orang yang mengajak pelayanan dan yang lain-lain. Nah tapi atas anugerah Tuhan lah ya, kenal orang, terus kemudian orang itu mau membimbing saya untuk kemudian aktif pelayanan. Akhirnya ya bisa juga aktif pelayanan.

Tetapi pada umumnya Bapak, Ibu, Saudara sekalian, memang kita itu inginnya ya melakukan kehendak kita. Nah bagaimana untuk kita bisa melakukan kehendak Tuhan? Caranya mungkin melakukan yang banyak bukan kehendak kita. Nunggu dulu 15 menit, mungkin sebelum pulang kita ngobrol dulu deh sesama pemuda atau sesama tua ya. Ibu-ibu, Bapak-bapak, ngobrol dulu sederhana terus pulang ya sudah selesai. Setidaknya kebutuhan fellowship kita itu tercukupi untuk ngobrol satu dengan yang lainnya. Dan itu hal yang baik kok bukan hal yang buruk. Masa ada yang mengatakan kalau kamu ngobrol sama orang itu buruk lho. Nggak mungkin kan ya. Ngobrol sama orang itu baik, dan itu bisa memberikan kita perspektif tentang pengenalan akan Tuhan yang Tuhan bekerja kepada orang yang kita ajak ngobrol. Kita bisa melihat Tuhan juga. Karena apa? Karena manusia adalah diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Siapapun yang kita ajak ngobrol, kita bisa melihat ada jejak tangan Allah di dalam dirinya, sekalipun orang itu bukan Kristen, sekalipun orang itu siapapun lah yang kita berusaha untuk mengasihi dia.

Ada baiknya juga Bapak, Ibu, Saudara sekalian, selain perjamuan kasih, memang gereja itu perlu kaya perpustakaan, toko buku, di mana orang itu bisa menunggu di sana sambil baca terus ketemu sambil ngobrol satu dengan yang lainnya. Supaya apa? Supaya ada semangat kebersamaan. Dan semangat kebersamaan ini kuncinya apa? Kuncinya adalah mengenal, kuncinya adalah adanya relasi. Tapi kalau tidak pernah ada relasi ya nggak bisa sama-sama, berjuang bersama-sama karena tidak kenal satu dengan yang lain.

Jadi Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ketika kita merenungkan kata “kami”, kami ini kita ya, sama-sama. Kita sedang di hadapan Allah. Tuhan melihat kita bagaimana kita beribadah kepada-Nya saat ini, bagaimana kita ber-fellowship dengan saudara seiman, apakah kita betul-betul mengasihi saudara seiman kita. Itu dinilai oleh Tuhan sendiri. Dan semangat kebersamaan ini sangat penting bagi gereja Tuhan.

Dan yang terakhir Bapak, Ibu, Saudara sekalian, semangat persaudaraan. Kata “kami” ini bukan saja semangat kebersamaan, semangat kesatuan, semangat kemanusiaan, tetapi kata “kami” di sini bicara soal semangat persaudaraan satu dengan yang lainnya. Waktu kita berdoa, kita berdoa itu bukan soal relasi aku dan Bapa. Bukan relasi itu saja meskipun bisa. Tetapi waktu kita berdoa, itu bicara soal kami dan Bapa yang satu itu, Bapa di surga. Waktu kita bicara Bapa kami, berarti relasi kita dengan Bapa tidak terlepas dengan anak-anak Bapa yang lain, anak-anak Tuhan yang lainnya. Bahkan tidak terlepas dari Anak Sulung Bapa, Anak Tunggal Bapa, yaitu Yesus Kristus. Waktu kita doa Bapa kami saja, wah itu begitu banyak maknanya. Dan itu berkaitan dengan Bapa dan anak-anak Allah yang lainnya dan juga Yesus Kristus.

Relasi kita, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, berkaitan satu dengan yang lainnya. Kita tidak bisa anggap hidupku adalah hidupku sendiri. Mau aku hidup bagaimana, orang lain tidak berdampak pada kehidupan saya, tidak kena efeknya. Tidak! Waktu kita melakukan hal yang buruk, Bapa di surga kecewa, sedih. Anak-anak Allah lainnya juga ikut bersedih waktu kita melakukan hal yang buruk. Padahal itu hidup kita sendiri. Bukan orang mau mencampuri hidup kita tapi itulah semangat kebersamaan, persaudaraan. Kalau kamu buruk, kamu berdosa, ya kita juga ikut prihatin, kita juga tidak suka orang lain jatuh dalam dosa. Kita suka ketika orang lain itu taat kepada Tuhan. Karena apa? Bersaudara. Kita sama-sama bersaudara di dalam Tuhan.

Nah ketika kita berdoa kita ingat bahwa kita ini di dalam keluarga rohani, keluarga Allah, bahkan rumah tangga Allah sendiri. Itu gambaran-gambaran ketika kita berdoa kepada Tuhan. Allah itu seperti atau sebagai orang tua kita. Kita ini anak-anak Bapa kita. Dan juga ada Yesus Kristus sebagai Anak Tunggal, Anak Sulung dari Bapa kita. Inilah rumah tangga Allah, rumah tangga iman, dan “kami” berarti suasana kekeluargaan atau suasana kasih persaudaraan. Ini yang perlu kita tumbuhkan. Kita adalah bagian dari keluarga Allah, kita anggota keluarga Allah, kita keluarga surgawi. Dan hubungan kita dengan saudara-saudara yang lain, orang-orang Kristen yang lainnya adalah kita saudara. Kita mau mengasihi, kita mau memperhatikan.

Nah mari kita lihat Gal. 6:10 Bapak, Ibu, Saudara sekalian, ini mungkin ayat yang sudah kita pernah renungkan dalam kehidupan kita masing-masing. Di sini justru Rasul Paulus menjelaskan kepada jemaat Galatia itu justru kepada saudara seiman, kita kurang lebih, lebih mengasihi, mendahulukan. Mari kita baca bersama-sama Gal. 6:10, “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.” Orang Kristen harus mengasihi orang-orang yang bukan Kristen. Harus! Tetapi Alkitab menyatakan bahwa terutama kasihi saudara seiman juga. Kita dahulukan karena apa? Yang satu anak-anak Allah, yang satu bukan toh. Tetapi yang bukan anak-anak Allah apakah kita membencinya? Nggak! Tetap mengasihi. Sama seperti kita punya keluarga, anak kita kita kasihi, anak orang lain kita benci? Nggak kan! Meskipun kita inginnya mungkin membenci ya anak orang lain, tapi nggak juga. itu perintah Tuhan kasihi. Tetapi yang lebih dikasihi di mana? Anak sendiri dong. Masa anak orang lain kita biayai kuliah, kita kasih, anak kita dibiarkan di rumah? Kan nggak, nggak adil itu. Ini bicara soal keadilan Tuhan, memberikan sesuatu kepada yang layak diberikan. Kalau dia anak-anak Allah, coba lebih mengasihi, lebih memperhatikan. Jangan orang yang bukan anak-anak Allah atau belum menjadi anak-anak Allah itu lebih mengasihi. Kita lebih senang main sama dia, lebih senang dekat dengan dia. Itu nggak cocok, itu nggak adil. Kita sama-sama keluarga Allah kok, kok mengasihinya orang yang tidak mau atau menolak Allah. Kita lebih senang sama mereka, ikut pergaulan mereka, mereka lebih baik daripada orang Kristen. Oh apakah betul lebih baik dari orang Kristen, orang yang tidak Kristen? Mungkin itu secara fenomena saja, tetapi secara hati Bapak, Ibu, Saudara sekalian, orang yang seiman, sekeluarga Allah seharusnya saling mengasihi. Inilah namanya kasih persaudaraan atau bahasa Inggrisnya adalah brotherly love. Kita betul-betul mengasihi persaudaraan.

Saudara kita, namanya saudara, ya saudara. Kita nggak pernah ngobrol sama keponakan kita tapi keponakan kita ada celaka, kasihi! Kita nggak kenal, tapi keponakan. Saudara kok. Paman, bibi kita, ya, kakek, nenek kita, kita hormati. Karena apa? Saudara. Meskipun kita nggak kenal, cuma tau namanya lah, ngobrol juga nggak pernah. Tapi namanya saudara itu begitu. Nah demikian ya secara Kristen, secara rohani, saudara seiman itu demikian. Maka sangat aneh Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kalau ada kita orang Kristen mengadakan kebaktian penginjilan, kebaktian sekota, tapi yang menolak adalah gereja-gereja sekitar sendiri. Sama-sama saudara. Sama-sama gereja Kristen, sama-sama percaya Yesus tapi gereja itu malah “jangan buat kebaktian penginjilan! Jangan buat kebaktian di tempat ini!” Melarang, menolak. Itu bukan kasih persaudaraan. Itu musuh, musuh dalam selimut mungkin ya. Maka dari itu kita perlu ya memahami tentang persaudaraan ini.

Bapak, Ibu, Saudara sekalian, kita pernah merenungkan nggak, di antara kita mungkin ada anak yang tunggal tetapi ada juga yang tidak tunggal, bagaimana sih sebagai saudara yang baik? Ini antar anak ya. Kalau anak yang tunggal mungkin agak bingung ya bagaimana berelasi ke kakak atau ke adik karena dia tunggal. Tetapi kalau yang banyak anak, saudara, nah bagaimana untuk menjadi kakak yang baik? Bagaimana untuk menjadi adik yang baik? Itu kita bisa renungkan demikian ya Bapak, Ibu, Saudara sekalian. Tetapi, di dalam firman Tuhan ini menyatakan bahwa saudara yang baik itu bagaimana? Yaitu yang punya kasih persaudaraan. Di dalam bahasa Yunani, kasih persaudaraan adalah Philadelphia, kasih kepada saudara. Ini disebutkan di dalam Perjanjian Baru. Mari kita lihat beberapa ayatnya, Roma 12:10. Ini adalah Philadelphia ya, “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.” Kita saling mengasihi, saling mendahuli dalam memberi hormat. Ini adalah bagaimana menjadi saudara yang baik. Ya hormat dulu, kita tahu bahwa Tuhan Yesus juga pernah menyatakan golden rule ya, lakukanlah apa yang ingin orang lain lakukan kepada kamu. Kamu ingin apa sih di dalam hatimu? Ini sangat menolong kita untuk mengenal diri kita, atau kehendak kita. Golden rule ini ya, “Lakukanlah kepada orang lain yang ingin orang lain lakukan kepadamu!” Kamu inginnya apa? Ingin dihormati? Hormati orang lain. Ingin mendapatkan kehangatan dari orang lain? Beri kehangatan kepada orang lain. Ingin dibaikin orang? Baikin orang lain. Ingin diperhatiin orang? Perhatikan orang lain. Jadi ini bicara soal apa? Bagaimana kita menjadi saudara yang baik, bagaimana kita menjalankan perintah Tuhan. Jangan tuntut orang lain dulu, tuntut kita dulu. Pasti dapat kok, hukum tabur tuai kok. Mana mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak kita tuai? Kalau betul-betul memperhatikan pasti diperhatiin kok. Itu firman Tuhan ya. Maka dari itu salah kalau kita mengatakan bahwa “Saya tidak pernah diperhatiin orang Kristen. Orang Kristen di gereja ini lebih cuek daripada orang yang non-Kristen.” Akhirnya iri hati, akhirnya marah sendiri. Salah! Dia sendiri nggak mau perhatiin orang lain kok. Dia belum melakukan apa yang menjadi perintah Tuhan atasnya. Kalau sudah dilakukan pasti dapat. Meskipun ada penderitaannya juga ya.

Lalu kita lihat lagi dalam 1 Tes. 4:9, ini juga bicara soal brotherly love ya, Philadelphia, “Tentang kasih persaudaraan tidak perlu dituliskan kepadamu, karena kamu sendiri telah belajar kasih mengasihi dari Allah.” Lalu Ibr. 13:1, “Peliharalah kasih persaudaraan!” 1 Petrus 1:22, “Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu.” Ayat terakhir ya, 2 Petrus 1:7, “dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang.” Nah ini kasih persaudaraan Bapak, Ibu, Saudara sekalian, sebagai orang Kristen coba dulu ya, kasihi orang Kristen yang lainnya dulu. Ini memang bahkan mungkin lebih sulit, karena kita kenal dia, karena kita tahu kelemahan dia, apalagi kita sudah mengenal dalam waktu yang cukup lama. Ya pastilah kelemahan ada, kelebihan juga ada, tetapi bagaimana terus saling mengasihi karena apa? Relasinya itu nggak bisa putus kok. Kasih persaudaraan. Saudara tetap saudara. Kakak tetap kakak. Anak-anak Allah tetap sama-sama anak-anak Allah. Lalu bagaimana supaya tetap bisa berelasi dengan baik? Ya tunjukkan kasih persaudaraan. Jangan sampai seperti Kain terhadap Habel, tetapi kita harus belajar seperti Habel terhadap Kain. Kain sebagai kakak, tetapi dia tidak mau mengasihi adiknya, tidak mau menjaga adiknya, bahkan membenci, iri hati sama adiknya. Tetapi Habel, dia baik-baik sama Kain, dia hormati Kain, dia nurut. Diajak “Ke padang yuk!” Nurut. Dia sangat mengasihi Kain. Yang melakukan kasih persaudaraan adalah Habel terhadap Kain, bukan Kain terhadap Habel.

Kasih persaudaraan juga bicara soal bagaimana kita ketika kita sudah mengasihi saudara seiman terlebih dahulu, tetapi ada kasih persaudaraan di mana dijelaskan oleh Yesus Kristus yaitu seperti seorang Samaria yang baik hati. Good Samaritan. Samaria ketemu orang Yahudi yang sudah terkapar, yang sudah di pinggir jalan, sudah mau mati, tapi namanya apa? “Kami ini sama-sama manusia. Saya ingin melakukan apa yang orang lain ingin lakukan kepada saya. Waktu saya di posisi dia sedang terkapar, sudah dicuri barangnya, sudah dipukuli sampai setengah mati ya, sudah mau mati, saya pasti ingin ditolong.” Maka orang Samaria ini menolong dia, memberikan minyak supaya luka-lukanya cepat pulih, nggak kepanasan juga, terus membawa ke penginapan, dan lain-lain. Ini adalah wujud kasih persaudaraan, tapi persaudaraan secara manusiawi. Ya, sesama manusia. Ini adalah hal yang baik ya, Bapak, Ibu sekalian untuk mengerti sesama manusia dan mengasihi sesama manusia. Tetapi yang dimaksudkan dalam “kami di sini, itu bicara soal bagaimana kita itu adalah saudara seiman di dalam Tuhan. Maka dari itu, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, dengan menyadari bahwa kita adalah saudara seiman dalam Kristus, maka kita menghindari setiap pertengkaran, menghindari setiap perselisihan, atau pikiran yang negatif karena itu adalah sebuah kebodohan, sebuah tipuan dari iblis bagaimana iblis itu senang ketika anak-anak Allah saling bertengkar satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, kita perlu ya mengasihi orang itu betul-betul seperti saudara kita, seperti anggota keluarga kita secara jasmani.

Maka dari itu, sangat baik ya sebenarnya waktu kita belajar bertemu dengan orang yang lain, orang tua, ya kita anggap kurang lebih, tidak menyamakan tentu, tapi anggap mereka itu seperti orang tua kita. Ya kita harus hormati. Kita harus mengasihi. Teman, sepantaran, anggaplah itu teman ya, seperti saudara kita. Anak, seperti anak kita juga. Ini adalah semangat persaudaraan ya, bagaimana kita mau mengasihi. Tentu tidak mudah ya, Bapak, Ibu sekalian, tetapi ini adalah kehendak Tuhan, di mana Tuhan menyatakan juga kita harus memiliki brotherly love ini. Kita mau saling mengasihi satu dengan yang lainnya.

Bapak, Ibu sekalian, sebagai komunitas di dalam 1 gereja ya, para pemimpin gereja terbatas jumlahnya, para pelayan pun, orang Kristen yang aktif secara gereja ya, secara institusi pun terbatas, tetapi pribadi kita sebagai orang Kristen itu tidak terbatas untuk melakukan firman Tuhan. Kalau gereja ya, Bapak, Ibu, Saudara sekalian, bagaimana menunjukkan kasih persaudaraan itu kan biasa lewat pemimpin gereja, lewat aktivis. “Yuk, ada orang yang sakit. Kita kunjungi” Tetapi waktu kita, anggap kita bukan sebagai pemimpin gereja sekalipun, bukan sebagai aktivis, apakah salah, kita mengunjungi sesama kita yang sedang sakit tanpa menggunakan label GRII Yogyakarta? Nggak salah! Kita namanya bersaudara kok. Kita menggunakan atas nama Yesus Kristus lah. Nggak perlu GRII Yogyakarta, misalkan ya kalau memang ada ketentuan yang tidak bisa, harus bersama dengan hamba Tuhan, misalkan ya. Ya sudah! Apa salahnya, kita saling mengunjungi satu dengan yang lainnya? Sesama dengan mahasiswa memperhatikan. Kita ingat nama Tuhan yang kita bawa seumur hidup kita. Nama Yesus Kristus. Andai ada yang lama sudah tidak ke gereja, kita juga bisa kunjungi, kita bisa perhatikan. Yang dalam pergumulan, kita bisa kunjungi juga atau mendoakan dan lain-lain. Ini adalah saling membangun satu dengan yang lainnya. Kita bisa semangat persaudaraan. Orang Kristen itu melakukan firman Tuhan tidak terkurung dalam konteks institusi gereja. Di luar gereja, kita bisa visitasi kok.

Saya ingat cerita mama Pdt. Stephen Tong ya. Dia itu selalu ya, padahal mungkin dia bukan aktivis, bukan pengurus gereja, tetapi dia punya rutinitas yaitu mengunjungi sesama yang membutuhkan dengan membawa beras, membawa gula, minyak goreng, kunjungi yang betul-betul membutuhkan. Yang tepat, dia kunjungi. Itu komitmennya ya. Dia setiap hari Jumat memakai baju putih ya sebagai pelayan Tuhan. Dia tidak menggunakan nama gereja. Dia nama Yesus lah. “Saya orang kristen kok! Saya ingin menolong orang-orang yang sedang membutuhkan.” Nah, kita bisa lakukan demikian kalau memang secara institusi terbatas. Tapi kalau secara institusi lebih baik kan ya. Bagaimana orang-orang kristen bisa berkumpul satu dengan yang lainnya, saling membangun, saling menolong satu dengan yang lainnya. Kita ingat semangat persaudaraan.

Nah, Bapak, Ibu sekalian, di dalam perenungan kata “kami” ini, kita bisa mengingat kembali bahwa ketika berdoa doa Bapa kami, Bapa di surga memperkenalkan diri-Nya siapakah Dia dan kita juga mengakui “kami ini siapa di hadapan Allah. Kita ini orang yang lemah. Kita orang yang berdosa dan membutuhkan semangat kebersamaan, semangat kesatuan, semangat kemanusiaan bahwa kita butuh berdoa kepada Allah. Tanpa doa, kita tidak bisa hidup. Dan juga bagaimana kita punya semangat persaudaraan. Mari kita bersyukur atas doa yang sudah Tuhan berikan kepada kita ini, doa Bapa kami dan bagaimana kita menjalankan firman Tuhan dalam kehidupan kita. Yaitu dengan apa? Doa Bapa kami ini. Prinsip satu-satunyalah doa yang diajarkan Yesus Kristus, doa terbaik. Prinsipnya kita pegang dan kita bisa doakan dengan aplikasi yang berbeda tentunya ya. Nah, kita bersyukur bahwa Yesus itu sungguh-sungguh menjalankan diri-Nya, ketaatan-Nya kepada Tuhan dengan secara manusiawi itu. Yesus itu manusia 100%, tetapi Yesus juga adalah Allah 100%.

Mari, Bapak, Ibu sekalian, ketika kita berdoa, kita juga jangan pikirin kepentingan diri saja, tapi pikirkan orang lain. Ya, coba perhatikan satu dengan yang lainnya. Tentu, masing-masing orang ada yang kenalannya lebih dekat ya, cocok. Nah, itu yang justru lebih utama kita perhatikan. Kemudian ada orang-orang yang di luar lingkaran dari pergaulan kita, kita pun tetap mengasihi mereka. Ingat, kita adalah gereja Tuhan. Kita keluarga seiman, maka saling perhatikan dan saling menolong. Andaipun kita tidak bisa memperhatikan saudara kita, Bapak, Ibu sekalian karena kita terbataslah dalam berbagai sesuatu, maka kita bisa melakukan hal-hal yang betul-betul sebenarnya menjadi saran lain ya untuk dalam hal doa, yaitu turn your cares into prayers. Ubah perhatianmu itu menjadi di dalam doa. Meskipun kita tahu bahwa tidak cukup ya kita berdoa saja dalam mempengaruhi atau berelasi dengan orang lain, tetapi kita mau supaya hidup kita ini berdoa terlebih dahulu dan Tuhan pimpin kita untuk melakukan apa di dalam kehidupan kita. Kita bisa ubah perhatian kita menjadi doa. Setelah doa, Tuhan ubah juga doa kita menjadi perhatian kepada sesama. Nah, ini adalah kehendak Tuhan. Kita mau berdoa, tetapi kita juga mau melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi kita dalam kehidupan kita. Bahkan, kurang lebih ya istilahnya kita bisa menjadi jawaban doa bagi orang lain karena kita berdoa kepada Allah yang sama, orang lain berdoa kepada Allah yang sama. Allah yang sama ini menggerakkan kita yang sudah berdoa mau dipakai Tuhan untuk menolong sesama kita yang membutuhkan pertolongan Tuhan. Tuhan pakai cara yang demikian dalam kehidupan sehari-hari ya. Tuhan bisa saja memakai cara yang supranatural, tetapi Tuhan pakai kita untuk melaksanakan kehendak-Nya. Mari kita sama-sama bersyukur atas doa Bapa kami yang sudah Tuhan berikan dan kita juga mau merenungkan lebih dalam lagi tentang Bapa, tentang “kami” dan kita akan melanjutkan lagi ke pembahasan-pembahasan selanjutnya. Mari kita sama-sama berdoa ya.

Ya Tuhan, Allah Bapa kami yang di surga, saat ini kami bersyukur untuk firman Tuhan yang boleh kami pelajari kembali bahwa hidup kami di dunia ini bukan hidup seorang diri saja. Kami salah kalau kami suka sendirian dan akhirnya menjadi egois di hadapan Tuhan. Hidup kami bukanlah hidup kami sendiri, melainkan kami hidup bersama-sama dengan orang-orang yang sudah Tuhan ciptakan dan juga Tuhan tempatkan di sekitar kami. Ajar kami Tuhan untuk boleh memiliki kesatuan di dalam gereja Tuhan. Kami mau supaya Tuhan pun boleh bertakhta di dalam gereja Tuhan secara institusi di gereja ini, maupun juga Tuhan boleh bertakhta di dalam hati kami sebagai orang Kristen. Kami bersyukur, Tuhan sudah menyelamatkan kami. Kami sudah beryukur juga bahwa Tuhan sudah mengadopsi kami menjadi anak-anak Allah. Kiranya kami bisa bersikap sebagai anak-anak Allah yang benar, yang baik, yang menghormati Tuhan kami, yang menghormati sesama, dan juga saling memperhatikan sesama kami yang membutuhkan. Berikan bijaksana Tuhan ketika kami melakukan kebaikan kepada sesama, kami pun tidak menjatuhkan orang itu ataupun memanjakan orang itu sehingga orang tersebut tidak punya pertolongan dari Tuhan sendiri atau tidak punya kekuatan dan tanggung jawab dari Tuhan. Pimpin supaya kami pun ketika melakukan perbuatan baik, itu adalah perbuatan baik yang direncanakan oleh Tuhan sendiri dan juga kehendak Tuhan. Sertailah hidup kami Tuhan. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup, kami sudah berdoa. Amin. (HSI)

 

Comments