Di Dalam Markas, 3 September 2023

Di Dalam Markas

Kis. 22:23 – 23:11

Pdt. Dawis Waiman

 

Paulus setelah perjalanan misinya yang ke-3 memutuskan untuk pergi ke Yerusalem. Tujuannya membawa bantuan untuk menolong orang-orang kristen Yahudi disana, anak Tuhan yang ada di dalam kondisi yang sulit. Karena kasih mereka kepada Kristus, yang dicerminkan dari kasih mereka kepada sesama itu membuat mereka harus memperhatikan, harus menolong kondisi dari saudara-saudara seiman yang ada di dalam kesulitan. Bukan karena merasa lebih superior, tetapi karena kasih yang ada di dalam diri mereka yang telah Kristus berikan, dan telah mereka terima di dalam kehidupan mereka.

Nah Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, tetapi pada waktu Paulus sampai di Yerusalem, dia sebenarnya sudah mendapatkan satu peringatan yang keras dan berkali-kali dari para nabi dan juga orang-orang Kristen yang datang dan beserta dengan Paulus; yaitu, “Engkau jangan ke Yerusalem, karena di Yerusalem engkau akan ditangkap, tanganmu akan dibelenggu dan engkau akan diserahkan ke dalam tangan bangsa-bangsa.” Ini dikatakan oleh nabi Agabus dan juga dikuatkan oleh orang-orang Kristen yang menjadi murid-murid dari rasul Paulus. Tetapi Paulus tidak peduli. Dia tetap datang karena dia mengerti ini adalah kehendak Tuhan dan Tuhan sendiri sudah memberikan peringatan kepada Paulus. Atau bukan peringatan, memberitahukan kepada Paulus berkali-kali bahwa dia harus ke Yerusalem dan di situ dia akan ditangkap dan dia harus menyebarkan Injil sampai ke ujung bumi.

Dan peristiwa yang terjadi di dalam ayat yang ke-23 dan seterusnya, ini adalah peristiwa setelah Paulus ditangkap. Dan Bapak, Ibu, Saudara bisa membaca di dalam perikop sebelumnya, sebabnya kenapa? Karena dia difitnah oleh orang-orang Yahudi yang tidak suka akan Paulus. Dan fitnahan itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan tindakan Paulus yang membawa orang-orang bukan Yahudi masuk ke dalam bait Allah, hal yang sangat dilarang sekali oleh orang-orang Yahudi. Kita sudah melihat bahwa di dalam pertemuan 2 minggu yang lalu ada peraturan yang dicantumkan di dalam tembok bait Allah yang menyatakan ada batasan bagi orang bukan Yahudi untuk tidak boleh lewati. Kalau mereka berani melewati batasan itu berarti mereka harus siap kehilangan nyawa mereka. Dan kelihatannya ini adalah satu-satunya pengecualian yang diberikan kerajaan Roma terhadap Israel, yaitu mereka boleh mencabut nyawa seseorang tanpa intervensi dari kerajaan Roma. Karena setelah Roma menaklukkan Israel atau menaklukkan kerajaan Yahudi, maka orang-orang Yahudi itu walaupun mereka memiliki pemerintahan yang disebut Sanhedrin atau mahkamah agung atau mahkamah agama, maka mereka tidak boleh lagi melakukan hukuman mati kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran terhadap Taurat. Jadi pada waktu mereka melihat ada orang yang melanggar hukum Tuhan atau melanggar hukum bangsa Yahudi, mereka harus melihat, ini masalah yang mengenai nyawa atau tidak. Kalau itu adalah berkaitan dengan nyawa dari orang-orang yang terhukum tersebut, mereka harus membawa itu kepada kerajaan Roma untuk kerajaan Roma memutuskan hal itu bagi mereka. Tapi kalau masalah-masalah internal yang lain kecuali daripada kematian, maka mereka bisa memutuskan hal tersebut. Maka Bapak, Ibu bisa memperhatikan dari peristiwa penyaliban Yesus Kristus, pada waktu Yesus Kristus sudah diadili oleh mahkamah agama atau mahkamah agung dari orang-orang Yahudi, maka Yesus Kristus harus dibawa ke hadapan Pilatus untuk dihakimi dan di situ ditentukan hukuman mati bagi Yesus Kristus.

Nah Paulus ketika difitnah untuk membawa orang bukan Yahudi datang, fitnahan itu membuat Paulus ada di dalam satu bahaya besar, yaitu dia bisa kehilangan nyawanya. Walaupun sebenarnya yang seharusnya kehilangan nyawanya itu bukan Paulus karena dia adalah orang Yahudi, tetapi orang yang Paulus bawa ke dalam bait Allah. Tetapi kita tahu bahwa ini hanyalah fitnahan. Dan fitnahan itu berarti tidak benar, dan Paulus tidak pernah membawa orang bukan Yahudi masuk ke dalam bait Allah sama sekali karena dia sangat mengerti sekali hukum Taurat. Dia mengerti sekali apa yang dilarang oleh orang-orang Yahudi yang membuat dia tidak mungkin melanggar hal itu. Dan Bapak, Ibu bisa baca di dalam perikop sebelumnya di mana Paulus menjelaskan kalau dia adalah orang yang betul-betul mengerti Taurat, dididik di bawah rabi yang bernama Gamaliel. Dan itu membuat dia kemudian dikatakan tidak mungkin melanggar hukum Taurat itu atau melanggar bait Allah itu.

Tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, orang-orang Yahudi ini menggunakan massa. Para pemimpin ini atau orang-orang yang tidak suka akan Paulus itu menggerakkan orang banyak untuk menghasut mereka menolak Paulus. Akibatnya mereka memberontak atau mereka tidak suka, mereka ribut, mengadakan kerusuhan dengan memukuli Paulus dan membuat Paulus ada di dalam kondisi yang sangat sulit sekali. Di situlah pasukan Roma intervensi masuk ke dalam peristiwa itu untuk mengamankan Paulus. Dan demi untuk mengamankan itu Paulus harus dibawa ke dalam markas dari kerajaan Roma. Karena orang-orang Yahudi begitu marah sekali, dan mereka inginkan Paulus untuk mengalami kematian akibat dari fitnahan yang diberikan kepada diri Paulus tersebut. Sampai mana? Mereka mengejar sampai ke dalam markas dan berada di depan markas itu untuk menuntut Paulus untuk mati.

Nah Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, dalam kondisi ini sikap kepala pasukan ada di dalam kondisi yang bingung. Kenapa bingung? Karena dia tidak tahu apa yang menjadi masalah. Saya percaya dia pasti interogasi Paulus. Dan pada waktu dia menginterogasi Paulus, Paulus berbicara dengan satu kejujuran untuk mengatakan bahwa apa yang terjadi di situ adalah satu fitnahan, “Saya tidak melakukan satu kesalahan tertentu. Saya bukan pemberontak seperti yang dikira kepala pasukan ini.” Sehingga dia menjadi bingung kenapa orang-orang Yahudi itu begitu marah sekali dengan Paulus ini. Di dalam kondisi seperti ini, kepala pasukan ingin mencari sumber masalah dan ingin untuk memutuskan apa yang harus dilakukan berkaitan dengan persoalan ini. Itu sebabnya mereka kemudian memutuskan untuk memanggil mahkamah agama datang ke markas itu. Dan dari situ ia ingin mendengar pendapat mereka itu seperti apa. Tetapi sebelum peristiwa itu terjadi kepala pasukan karena ingin mendapatkan informasi dari Paulus, dia kemudian menyesa Paulus, mengikat dia, menelentangkan dia untuk dihukum atau didera agar dia berbicara secara jujur. Ini adalah salah satu contoh dari akibat Paulus itu memberitakan Injil, dia harus menghadapi kondisi yang sangat sulit, yaitu satu ancaman terhadap nyawanya. Termasuk juga terhadap pemerintah-pemerintah yang meresponi kondisi dari masyarakat itu.

Ada yang mengatakan saat itu Paulus bukan hanya dipukuli, tetapi ketika dia ingin disesa oleh pemerintah Roma ini, maka dia sebenarnya, istilah sesa itu dia akan dicambuk dengan satu cambukan yang ujungnya ada tulang-tulang dan besinya. Sehingga pada waktu dia dicambuk, biasanya tubuh bagian belakang itu akan robek-robek seperti Kristus ketika dicambuk. Banyak yang tidak kuat, dan banyak yang mengalami kematian akibat dari cambukan itu. Tapi ini yang namanya menjadi murid Kristus. Ini yang namanya menjadi pengikut Kristus atau menjadi orang Kristen. Zaman sekarang kita pikir bahwa mengikut Kristus itu seringkali merupakan hal yang baik, hal yang menyenangkan, hal yang tidak ada resiko sama sekali, baik di dalam kehidupan kita di tengah-tengah dunia ini maupun di akhirat nanti. Ya salah satu sebab mungkin orang seringkali datang kepada Kristus adalah ada jaminan. Jaminannya itu apa? Yaitu saya mendapat hidup yang kekal, saya diselamatkan di dalam Kristus, tidak ada lagi penghukuman orang-orang yang ada di dalam Yesus Kristus. Dan hidup dalam dunia bagaimana? Di dalam dunia juga belakangan banyak sekali yang mengajarkan hidup mengikut Kristus akan ada di dalam kondisi yang diberkati oleh Tuhan, dalam kondisi yang baik.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, apakah seperti itu yang menjadi murid Kristus? Kalau kita perhatikan, menjadi murid Kristus di zaman Paulus, Petrus, rasul-rasul yang lain, gereja mula-mula, itu sangat mengerti sekali resiko atau konsekuensi akibat dari mengikut Yesus Kristus. Yaitu dari awal mereka bergabung dan memutuskan “Saya mengaku dengan mulut saya kalau Yesus Kristus adalah Juruselamat, adalah Tuhan!” maka pada waktu itu mereka tidak mungkin bisa tidur dengan nyenyak lagi. Saya pakai istilah itu untuk menggambarkan bukan karena mereka tidak bisa tidur nyenyak, tetapi karena mereka sadar bahwa pada waktu itu mereka punya nyawa bisa sewaktu-waktu dihukum atau diambil oleh orang-orang yang merupakan anak buah dari kaisar atau prajurit dari kaisar. Karena begitu mereka mengaku kalau ada Tuhan yang lain selain Caesar, ada juruselamat yang lain selain Caesar, itu berarti mereka menduakan Caesar. Dan kalau mereka menduakan Caesar itu berarti nyawa mereka melayang. Makanya di dalam Perjanjian Baru, di dalam Roma Paulus berkata, “Kalau engkau mengaku dengan mulutmu Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam hatimu kalau Yesus adalah Tuhan, engkau diselamatkan.” Tapi di dalam zaman kita di sini diterjemahkan seperti ini, “Kalau engkau percaya Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat, engkau diselamatkan.” Artinya apa? Ya saya percaya saja, saya mengaku dengan mulut saya, saya percaya dengan hati saya kalau Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Cukup. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, gereja mula-mula berani ngomong itu taruhannya apa? Nyawa! Berarti ada konsekuensi di dalam mengikut Kristus, ada harga yang harus dibayar, ada salib yang harus mereka pikul ketika mengikut Yesus Kristus.

Dan prinsip ini tidak berubah dari zaman gereja mula-mula sampai dengan zaman hari ini. Kita yang mengikut Kristus akan tetap harus menyangkal diri. Kita yang mengikut Kristus, walaupun kita hidup dalam kondisi yang baik hari ini, tetapi tetap harus memiliki hati yang siap sedia untuk menghadapi hal-hal yang mungkin saja terjadi dari orang-orang yang tidak percaya. Kita yang mengikut Kristus harus mengerti bahwa pada waktu kita mengikut Kristus ada konsekuensi atau taruhan yang harus kita korbankan demi untuk menyatakan nama Tuhan di dalam hidup kita. Dan hal itu termasuk juga dengan nyawa kita sendiri. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, itu sebabnya Bonhoeffer berkata bahwa mengikut Kristus itu ada harga, mengikut Kristus itu tidak murahan, mengikut Kristus itu harus ada konsekuensi yang berani kita bayar. Paling tidak, kalau kita tidak mendapatkan ancaman itu, paling tidak, kita belajar untuk tidak mengikuti apa yang menjadi keinginan daging demi kita berjalan mengikuti keinginan Roh di dalam hidup kita.

Jadi ini adalah satu hal yang Bapak, Ibu, Saudara harus pegang baik-baik. Bahkan Yesus Kristus sendiri pernah berkata, ada waktunya nanti ketika kita mengikut Kristus ada orang-orang yang justru akan melawan diri kita. Dan ketika mereka melawan diri kita, mereka bukan dalam kondisi yang merasa diri mereka bersalah di hadapan Tuhan, karena mereka telah melawan orang Kristen dan membunuh orang Kristen, menganiaya orang Kristen, tapi mereka berpikir dan percaya bahwa mereka sedang melakukan kebenaran karena mereka sedang menaati Tuhan. Itu adalah satu konsekuensi yang akan dihadapi oleh orang percaya. Nah kalau kita tanya, kenapa ya? Kenapa kita harus mengalami hal itu? Karena Yesus Kristus sendiri mengalami hal itu di dalam hidup Dia. Jadi menjadi murid Kristus itu berarti bahwa kita menjadi pengikut Kristus. Ke mana Kristus pergi, kita pergi mengikuti Dia. Apa yang menjadi jalan yang dilalui oleh Yesus Kristus, kita berjalan mengikuti jalan yang dilalui Yesus Kristus itu. Baru dari situ kita bisa memiliki satu keyakinan kalau kita adalah murid Kristus, ada satu penghiburan di dalam diri kita yang menyatakan kalau kita sungguh-sungguh adalah milik Yesus Kristus.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, saya perhatikan banyak sekali orang Kristen yang suka bertanya, “Kira-kira bagaimana ya hidup daripada keluarga kami? Nasib mereka seperti apa?” Kenapa mereka bertanya seperti itu? Mungkin karena di dalam hidup mereka mereka tidak mengerti akan firman Tuhan. Tapi di dalam hidup orang yang mereka kasihi, itu juga mungkin mereka tidak melihat ada ciri atau tanda orang yang menjadi murid Yesus Kristus. Kemarin di pemuda kita sudah membahas Galatia 5, dan di dalam Gal. 5 Paulus berkata, yang 2 minggu lalu saya juga pernah kutip, yang mengatakan bahwa, “Kalau engkau mengikuti keinginan daging, maka jangan pernah berkata engkau adalah anak-anak Tuhan.” Tetapi Paulus berkata, “Kalau engkau terus menerus mengikuti keinginan dagingmu, itu berarti engkau adalah orang-orang yang ada di luar dari Kerajaan Allah. Karena ciri dari anak Tuhan adalah mengikuti pimpinan Roh Kudus, melangkah bersama dengan Roh Kudus. Dan hasil dari hal itu ada buah yang dinyatakan di dalam hidup kita. Ada kasih, ada damai sejahtera, ada kemurahan, belas kasih, dan seterusnya.” Itu adalah buah-buah yang pasti dicerminkan dalam hidup kita.

Jadi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ada harga yang harus kita bayar, ada ciri-ciri dari orang yang sungguh-sungguh mengikut Kristus yang harus menyertai kehidupan kita. Nah Paulus adalah orang yang seperti itu. Demi Kristus, dia menderita. Demi Kristus, nyawanya terancam. Demi Kristus, dia tidak mau menutup mulutnya untuk menyampaikan kebenaran tentang Kristus walaupun nyawanya itu terancam akibat dari kebenaran yang dia beritakan tersebut. Di mana? Di hadapan dari mahkamah agama. Siapa mahkamah agama ini? Mahkamah agama itu adalah para pemimpin dari orang-orang Yahudi. Kalau ditanya, ada berapa orang di dalam mahkamah agama itu? Kira-kira ada 71 orang yang menjabat sebagai pemimpin dari orang-orang Yahudi ini. Mereka adalah orang-orang yang terdiri dari orang Farisi, orang Saduki. Dan sebagian besar adalah orang-orang Saduki yang duduk di dalam pemerintahan tersebut. Nah Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, mengapa saya bicara seperti ini ya? Di mana Paulus memberikan kesaksian itu? Yaitu di hadapan mahkamah agama. Mengapa mahkamah agama ini menjadi hal yang penting? Tentunya karena dia adalah otoritas tertinggi dari orang-orang Yahudi dan mereka adalah orang-orang yang menuduh Paulus telah melakukan satu kejahatan tertentu yang layak untuk mengalami kematian. Tetapi di sisi lain, saya mau ajak Saudara untuk melihat, sebenarnya mahkamah agama ini adalah orang yang betul-betul mendapat belas kasih Tuhan di dalam kehidupan mereka, orang yang sungguh-sungguh mendapatkan kemurahan Tuhan. Dari mana? Dari banyaknya kesempatan yang mereka terima untuk mendengarkan Injil Kristus.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, mereka mendengar itu mulai dari pelayanan yang Yesus Kristus lakukan di dalam dunia ini. Pada waktu Yesus Kristus akan disalibkan maka mereka kemudian membawa Yesus ke hadapan mahkamah agama untuk mencari bukti-bukti untuk menuduh Yesus telah berdosa dan harus dihukum mati. Tapi di situlah Yesus memberikan satu kesaksian bahwa diri Dia tidak berdosa, diri Dia tidak menghujat Allah tetapi justru diri Dia telah menggenapkan apa yang telah menjadi nubuat Allah melalui para nabi di dalam Perjanjian Lama. Itu adalah kesempatan pertama mereka mendengarkan Injil Yesus Kristus.

Kesempatan kedua, yaitu pada waktu Petrus dan Yohanes ditangkap. Di dalam Kis. 4, pada waktu Petrus dan Yohanes mengabarkan Injil, tiba-tiba Bait Allah itu memerintahkan polisi bait Allah untuk menangkap Petrus dan Yohanes. Lalu kemudian masukkan mereka ke penjara tanpa pengadilan. Lalu mereka diadili di hadapan dari mahkamah agama. Dan pada waktu itu, Petrus dan Yohanes memberi suatu kesaksian bahwa mereka tidak mungkin tutup mulut terhadap berita yang mereka kabarkan itu karena Kristus sungguh-sungguh benar, Kristus sungguh-sungguh telah bangkit dari kematian, dan Kristus telah benar-benar menggenapi apa yang dinubuatkan di dalam perjanjian Lama. Waktu itu, pimpinan dari orang Yahudi tetap tidak mau percaya kepada pemberitaan dari Petrus dan Rasul Yohanes. Itu kali kedua.

Kali ketiga adalah pada waktu sekali lagi di bait Allah, mereka tetap melihat para rasul memberitakan tentang Kristus. Dan saat itu, mereka menangkap orang-orang yang merupakan rasul dari Yesus Kristus. Tapi sebelumnya, mereka pasti pernah mendengar kesaksian dari para rasul yang membuat mereka marah dan ingin menangkap orang dan ada 2 perwakilan yang ditangkap kembali, Petrus dan Yohanes. Lalu, yang ketiga adalah di hadapan Stefanus. Pada waktu Stefanus akan dirajam mati, maka di situ dia harus mempertanggungjawabkan apa yang menjadi iman dia, pengajaran dia di hadapan mahkamah agung. Dan mereka mendengar, tetapi mereka tetap menolak pemberitaan tentang Kristus melalui hamba-hamba-Nya ini. Dan yang berikutnya adalah Paulus. Paulus kembali menyaksikan tentang Kristus di hadapan mereka.

Nah, semua ini menunjukkan apa? Kalau Bapak, Ibu bandingkan dengan Kisah Rasul, mulai dari pelayanan Yesus Kristus, juga sampai akhir dari Kisah Rasul, ada 1 hal yang terus diulang juga, yaitu bangsa Israel adalah bangsa yang punya telinga, tapi tidak mendengar, punya mata, tapi tidak bisa melihat, sehingga Injil Kristus harus dikabarkan kepada bangsa lain dan bangsa Israel ditinggalkan seperti itu. Jadi 1 sisi, Kisah Rasul mengabarkan perkembangan dari gereja Kristus. Tapi di sisi lain Kisah Rasul juga menggambarkan penolakan yang telah dilakukan Allah kepada bangsa Israel yang membuat ketika mereka mendengar itu, mereka sangat marah sekali. Dan salah satu wujud dari bentuk penolakan itu adalah contohnya dari mahkamah agama ini terhadap pemberitaan Injil Yesus Kristus. Tetapi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, walaupun mereka menolak, mereka menolak, mereka menolak, tetapi apa yang dilakukan oleh Tuhan? Tuhan tetap mengabarkan, mengabarkan, mengingatkan, memperingati, menawarkan keselamatan dari Kristus kepada diri mereka. Paling tidak, berapa kali? Ada lima kali mereka mendengarkan kesaksian dari Kristus di hadapan mereka, tapi mereka tetap mengeraskan hati mereka. Saya mau tanya, salah siapa? Salah siapa? Tuhan yang tidak mau membuka hati mereka? Bukan! Tuhan sudah begitu berkemurahan untuk mereka mendengar Injil Kristus, tetapi mereka terus menolak dan menolak, mengeraskan hati mereka. Itu adalah tanggung jawab mereka di hadapan Tuhan.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kita sebagai orang Kristen, mungkin tidak sampai kepada sikap seperti mahkamah agama itu yang dengan terang-terangan menolak seperti itu. Tapi, ada 1 bahaya yang kita juga perlu perhatikan, yaitu walaupun kita datang ibadah, walaupun kita sepertinya suka mendengarkan firman Tuhan, walaupun kita membicarakan firman Tuhan dalam hidup kita, tetapi kita tidak diubahkan oleh firman Tuhan itu. Atau kita datang ibadah, tapi yang kita lebih pentingkan adalah hal-hal lain, kita nggak bisa berkonsentrasi juga dan kita tidak punya kerinduan untuk menyelidiki kebenaran firman Tuhan, sehingga walaupun kita mendengar dan mendengar, kita seperti orang yang digambarkan sebagai benih yang jatuh di pinggir jalan itu. Firman datang, tetapi tidak masuk dalam hati. Firman datang dan diperdengarkan. Mungkin kita tahu, tetapi firman itu tidak menggerakkan kita dan membawa kita ke dalam pertobatan. Firman datang, tapi kita ada saja alasan-alasan, argumentasi-argumentasi yang kita berikan untuk menolak menaati apa yang Tuhan katakan. Tetapi di situ kita merasa diri kita adalah anak Tuhan.

Spurgeon itu pernah berkhotbah satu hal tentang delusi yang dimiliki oleh anak-anak Tuhan. Saya pakai istilah anak Tuhan di sini, bukan berarti bahwa mereka sungguh-sungguh anak Tuhan, tetapi mereka adalah orang-orang Kristen yang berpikir kalau mereka adalah anak Tuhan. Dan di dalam khotbah itu dikatakan banyak sekali contoh yang dia berikan. Banyak orang Kristen yang berpikir mereka sungguh-sungguh mengikut Kristus, setia, tapi sebenarnya mereka sedang menipu diri mereka sendiri dengan berkata kalau mereka percaya kepada Kristus, tetapi sesungguhnya mereka tidak percaya kepada Yesus Kristus.

Jadi, pada waktu kita melihat di dalam kehidupan dari Sanhedrin ini, atau dari mahkamah agama ini, mereka mendapatkan Injil, kita mendapatkan Injil Tuhan. Mereka mendapatkan pengajaran, kita mendapatkan pengajaran. Mereka mengerti Taurat, kita mengerti tentang kitab Injil. Tapi yang lebih penting kita lihat adalah, ada penyangkalan diri nggak? Ada kelembutan hati tidak? Ada penerimaan tidak terhadap firman Tuhan itu? Bukan hanya persetujuan. Ada pertobatan dan perubahan tidak, yang diakibatkan firman di dalam hidup kita? Ada penundukan diri tidak dari diri kita akan kebenaran yang kita percayai itu, walaupun itu berarti kebenaran itu harus membuat diri kita rugi dan mengorbankan hal-hal yang penting atau kita anggap utama di dalam kehidupan kita? Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, pada waktu hari penghakiman kita nggak mungkin bisa berkata di hadapan Tuhan, “Tuhan, saya adalah orang yang percaya kepada Engkau!” Lalu, ketika Tuhan berkata, “Enggak! Enyahlah engkau dari hadapan-Ku!” kita kemudian berkata, ”Tuhan, bukankah aku sudah melakukan perintah-Mu? Bukankah aku adalah orang yang percaya kepada Engkau?” atau “Bukankah Engkau yang menetapkan segala sesuatunya juga, Tuhan?” Tetap Tuhan akan berkata, “Tidak, engkau harus pergi dari hadapan-Ku!”

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ada beberapa kali di dalam persekutuan saya bicara ini, tetapi saya akan bicara kepada Bapak, Ibu ya. D. L. Moody itu menggambarkan orang yang menolak Injil Kristus itu seperti orang yang ketika sakit mendapatkan satu kabar baik tentang pengobatan yang dia bisa jalani dan memberi kesembuhan, tetapi dia tidak mau menjalani pengobatan itu. Jadi, pada waktu misalnya saya mengalami sakit parah dan ketika saya mengalami sakit parah yang menurut dokter tidak ada obatnya sama sekali. Misalnya apa ya? Kalau dulu itu, TBC. Dulu, kalau sakit TBC itu kan pasti mengalami kematian karena nggak ada obatnya sama sekali. Lalu, ketika saya mengalami sakit TBC seperti itu, saya berobat ke mana-mana dokter sudah vonis, ”Kamu sudah kena TBC. TBC nggak ada obatnya.” Akhirnya bagaimana? Hari-hari saya pasti dilalui dengan satu ketidakadaan pengharapan dan hari-hari saya adalah tentang menantikan kematian. Tapi di dalam kondisi seperti itu, ada orang yang datang kepada saya, misalnya Pak Heru. Pak Heru bilang, “Pak Dawis, kamu sakit TBC?” “Iya.” “Saya tahu kalau TBC sekarang ada obatnya.” “Lho, obatnya apa?” “Pokoknya ada obatnya. Obatnya adalah ini.” Misalnya kayak gitu. Lalu, saya ngomong, “Ah, nggak mungkin ada obatnya! Saya sudah ke dokter, ke mana-mana, nggak ada obatnya sama sekali. Dokter sudah ngomong, saya pasti mati karena TBC yang saya alami. Nggak mungkin!” Pak Heru bilang, ”Ada! Pasti ada! Sudah ada! Terbukti ada! Nggak percaya? Saya bawa orangnya untuk datang dan bersaksi di hadapan engkau.” Lalu, Pak Heru kemudian pergi. Dia bawa Samson datang kepada saya. Lalu, Samson bilang, “Pak Dawis, saya ini adalah pengidap TBC. Dan sewaktu bertahun-tahun, saya juga pikir, nggak ada obatnya. Tapi akhirnya saya bertemu dengan satu orang atau satu dokter yang memberitahu saya, Ini lho obatnya! Saya coba gunakan, tetapi ketika saya gunakan ternyata obat itu efektif. Obat itu sungguh-sungguh menyembuhkan saya. Ayo, coba!” Saya ngomong, “Enggak, itu kebetulan saja! Saya nggak mau coba. Saya lebih percaya kepada dokter-dokter dan studi ilmiah. Apa yang kamu katakan itu belum teruji.” Lalu, Pak Heru dan Samson nggak putus asa karena mereka mengasihi saya. Mereka bawa orang lain lagi. Bawa orang lain lagi yang sakit TBC kayak itu yang sudah disembuhkan oleh obat itu. Tetap saya dengan berbagai alasan menolak untuk menggunakan obat itu.

Akhirnya, saya hidup atau mati? Saya mati. Yang membuat saya mati itu keputusan siapa? Keputusan saya. Bukan keputusan orang lain, tapi keputusan saya yang menolak kebenaran di dalam kehidupan saya. Berita Injil dan orang yang mengeraskan hati. Jangan kira mengeraskan hati itu nggak ada alasan lho. Banyak sekali alasan logis yang mereka bisa berikan. Jangan kira, pada waktu mereka mengeraskan hati itu berarti bahwa Tuhan bertanggung jawab terhadap keputusan mereka untuk mengeraskan hati. Alkitab berkata, kita bertanggungjawab sendiri atas keputusan kita yang menolak Tuhan seperti saya yang mengidap TBC itu yang kemudian akhirnya harus mengalami kematian karena saya tidak percaya dan saya tidak mau mencoba obat itu. Jadi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, mahkamah agama adalah orang-orang yang mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan Injil, tetapi mereka mengeraskan hati untuk datang dan percaya kepada Yesus Kristus.

Hal yang berikutnya, yang saya mau ajak kita lihat juga adalah pada waktu Paulus berada di hadapan dari para orang-orang Yahudi ini, apa yang dia katakan kepada mereka? Yaitu ada hal yang penting yang kita perlu perhatikan di dalam pasal 23:1. (Kis 23:1-2) “Sambil menatap anggota-anggota Mahkamah Agama, Paulus berkata: “Hai saudara-saudaraku, sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah.” Tetapi Imam Besar Ananias menyuruh orang-orang yang berdiri dekat Paulus menampar mulut Paulus.” Kita nggak akan bahas soal tamparan itu. Nanti di dalam pertemuan berikutnya saja, tetapi yang saya mau ajak kita lihat adalah kesaksian yang Paulus berikan berkenaan tentang Kristus itu adalah sesuatu yang bersumber dari hati nurani yang murni di hadapan dari Tuhan Allah. Dan ini juga sebenarnya adalah sesuatu yang tidak lepas dari kehidupan Paulus sebelum dia menjadi orang Kristen. Jadi, Paulus pada waktu dia sebelum menjadi orang Kristen, dia adalah orang yang begitu saleh sekali di dalam ajaran agamanya, begitu setia sekali di dalam menjalankan ajaran agamanya, dan dia di dalam Filipi pasal 3 itu adalah orang yang dikatakan sebagai orang yang lebih maju daripada semua orang yang seusia dengan diri dia. Dan demi kepercayaannya itu, dia tidak segan-segan untuk mengejar orang-orang Kristen Yahudi untuk menangkap mereka, meminta mereka murtad dari agama, kepercayaan kepada Kristus, dan kalau mereka tidak mau menyangkali Kristus, dia tidak segan-segan untuk menyesah, menganiaya, dan bahkan membunuh mereka. Dan pada waktu itu, Paulus bekerja berdasarkan hati nurani. Dan dia percaya bahwa apa yang dia lakukan itu adalah satu kebenaran.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini bukan satu, dua kali Paulus lakukan. Dia berkali-kali lakukan itu. Dan kenapa Paulus mengungkapkan hal ini? Karena dia tahu, para pemimpin dari orang-orang Yahudi dan para orang-orang Yahudi itu adalah orang-orang yang dengan tulus hati mengikut Tuhan, Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Dia dengan tulus hati mengikuti hukum Musa dalam kehidupan mereka. Bapak, Ibu boleh bandingkan itu di dalam Roma pasal 10 ya. Roma 10:1-3, “Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah.” Jadi, siapa orang-orang Yahudi itu? Orang-orang yang pikir dan suara hatinya mendukung kalau mereka adalah orang yang beribadah kepada Allah. Mereka pikir, mereka sedang melakukan kebenaran, mereka sungguh-sungguh setia kepada Allah, mereka sedang melakukan perintah Allah di dalam kehidupan mereka. Orang-orang Kristen adalah orang-orang yang menghujat Allah. Dan mereka pikir itu adalah benar. Tetapi Paulus berkata apa? Orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang  mengikut Tuhan tanpa pengertian yang benar. Mereka mengikut Tuhan mengikuti suara hati mereka dengan satu ketulusan melayani Tuhan. Tetapi tanpa kebenaran firman, mereka tetap diperhitungkan salah.

Bapak, Ibu jangan pikir, saya mengikut Tuhan dengan perasaan hati nurani saja cukup. Jangan berpikir bahwa ketulusan saja di dalam saya mengikut Tuhan dan beribadah kepada Tuhan itu cukup. Ketulusan tanpa kebenaran itu adalah seperti orang-orang Yahudi yang dihasut oleh orang-orang Yahudi tertentu untuk melakukan pengumpulan massa untuk menganiaya Paulus. Tanpa kebenaran, orang-orang Yahudi itu kemudian mengumpulkan massa untuk menyalibkan Yesus Kristus. Itu yang terjadi. Jadi, pada waktu kita berbicara tentang hidup mengikut Tuhan, hal pertama yang paling penting itu adalah pengetahuan yang benar tentang firman Tuhan. Walaupun pengetahuan yang benar tentang firman itu adalah karena kasih karunia dari Tuhan di dalam kehidupan kita, tapi itu tetap adalah unsur yang penting yang harus kita miliki. Dan yang kedua adalah pada waktu kita memiliki pengetahuan yang benar, kita juga perlu belajar untuk menaati pengetahuan yang benar itu atau suara hati kita yang sudah diterangi oleh firman Tuhan itu untuk melakukan apa yang menjadi peringatan Tuhan yang Tuhan berikan di dalam kehidupan kita.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Paulus adalah orang yang dari mula hidup mengikut Tuhan dengan ketulusan hati, tetapi ternyata dia sadar, ketulusan hatinya itu telah salah. Lalu dia kembali datang kepada Kristus untuk percaya kepada Kristus. Dan ketika dia percaya kepada Kristus, dia tetap menjalankan apa yang menjadi perintah Tuhan berdasarkan ketulusan hati dia. Dan di sini, peran Roh Kudus itu menjadi peran yang sangat penting sekali. Bapak, Ibu boleh buka Roma 9:1 ya. “Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus.” Jadi, apa yang menjamin Paulus itu memiliki hati nurani yang benar? Sebelumnya, dia berkata, dia menjalani berdasarkan hati nurani. Apa yang membuat dia bisa berkata, “Hati nuraniku kali ini benar?” Ya tetap kasih karunia. Kalau kita percaya kepada Kristus, Roh Kudus akan menerangi hati kita untuk menjadikan hati nurani kita itu sebagai satu wadah untuk berbicara atau sarana untuk berbicara kepada kita tentang kebenaran-kebenaran Tuhan. Itu sebabnya Paulus suka berkata, “Jangan keraskan hati.” Yesus Kristus berkata, ”Jangan keraskan hati kita.” karena pada waktu kita percaya kepada Tuhan, Tuhan menggunakan hati nurani yang telah diterangi oleh firman untuk memberikan peringatan bagi diri kita.  (HSI)

 

Comments