Bayi Rohani, 7 Januari 2018

Ef. 4:14

Pdt. Dawis Waiman, M.Div.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, hari ini kita akan melihat kepada ayat yang ke-14, fokus kepada mengenai suatu kehidupan sebagai anak-anak rohani. Tapi sebelumnya, ketika Paulus masuk ke dalam ayat 14, Paulus mengajak kita melihat kepada ayat yang ke-13 terlebih dahulu, bahwa, setiap orang Kristen itu memiliki suatu tujuan yang Tuhan ingin capai, dan tujuannya itu apa? Yaitu di dalam ayat yang ke-13, Tuhan ingin orang Kristen itu memiliki kesatuan dalam iman, Tuhan ingin orang Kristen itu memiliki suatu kedewasaan yang penuh, Tuhan ingin orang Kristen itu memiliki pengetahuan yang benar tentang Anak Allah dan bertumbuh di dalam suatu kepenuhan Kristus di dalam kehidupan dia. Ini adalah target, adalah tujuan dari pada kehidupan orang Kristen, sesuatu yang harus dikejar, sesuatu yang harus dituju dan dicapai ke arah situ. Nah, ini adalah hal yang perlu kita perhatikan baik-baik sebagai kehidupan orang Kristen. Ketika kita hidup, kita harus tahu apa yang menjadi tujuan, kalau kita tidak mengerti apa yang tujuan kita dalam kehidupan kita, maka kita akan memiliki suatu kehidupan yang tidak memiliki arah, kita akan gampang disimpangkan ke kanan dan ke kiri karena kita tidak memiliki tujuan itu. Dan kalau kita tidak memiliki tujuan itu juga maka kita ngggak tahu apa yang harus kita lakukan dalam kehidupan kita saat ini ditengah-tengah dunia ini. Nah, Paulus berkata tujuan kita adalah kesempurnaan iman, tujuan kita adalah kesatuan dalam iman, tujuan kita itu adalah suatu pengetahuan yang benar akan Anak Allah, yang semakin bertumbuh dalam kehidupan kita.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, apa yang membuat orang Kristen itu tidak mengalami suatu pertumbuhan dalam kehidupan yang menuju kepada hal yang menjadi tujuan itu? Saya lihat ada 2 kemungkinan, pertama karena dia memang bukan orang pilihan Tuhan, memang dia bukan yang memiliki kelahiran baru dalam kehidupan dia sehingga dia tidak memiliki suatu arah menuju kepada pengudusan dan kedewasaan di dalam kerohanian; karena itu, dia tidak memiliki sesuatu kehidupan yang mampu menuju kepada kedewasaan yang diminta atau dikehendaki oleh Tuhan Allah dalam kehidupan dia. Tetapi yang kedua adalah, ada kemungkinan dia adalah anak Tuhan, dia adalah orang pilihan Tuhan, tetapi ketika dia hidup sebagai orang Kristen, dia tidak pernah dididik dan diajar dan mengetahui bahwa kehidupan dia sebagai orang Kristen harus menuju kepada kesempurnaan itu; makanya dia dalam kehidupan dia, dia tidak pernah ada suatu tuntutan kerinduan untuk bertumbuh menuju kepada kedewasaan dalam iman tersebut. Dan Paulus berkata kita sebagai orang Kristen harus mengetahui arah kita nantinya itu harus seperti apa. Tetapi, untuk mengetahui arah itu nantinya seperti apa, apa yang menjadi keadaan kita sebelumnya itu juga menjadi sesuatu yang penting. Bapak-Ibu, Saudara yang dikasihi TUhan, kalau kita hanya melihat yang nanti, kita akan berpikir bahwa yang nanti itu menjadi milik kita sekarang ini, kalau yang nanti itu menjadi sesuatu yang sudah kita miliki saat ini, apa yang terjadi? Saya yakin kita akan memiliki suatu kehidupan yang cepat puas diri dan tidak ada suatu tuntutan untuk bisa bertumbuh di dalam kedewasaan iman.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kenapa orang-orang Kristen umumnya jarang sekali mau belajar firman? Kenapa orang-orang Kristen itu ketika ada seminar misalnya, jarang sekali mau datang dan menghadiri seminar tersebut? Kenapa kalau gereja mengadakan suatu fasilitas, sarana untuk PA [Pendalaman Alkitab], sangat sedikit sekali orang yang mau datang ke situ? Kenapa ada persekutuan doa diadakan dalam gereja, maka juga lebih sedikit lagi orang yang mau hadir dalam persekutuan doa itu? Apakah Bapak-Ibu merasa bahwa kehidupan sebagai orang Kristen yang kita miliki, yang Saudara miliki itu adalah sesuatu yang sudah cukup? Kenapa itu semua tidak dijalankan? Karena kita nggak mengerti kita dituntut untuk bertumbuh kepada yang sempurna itu, sesuatu kedewasaan dalam iman. Dan, untuk bisa bertumbuh di dalam kesempurnaan itu, ada hal-hal yang harus kita kerjakan dalam dunia ini, yang Tuhan ijinkan terjadi dalam kehidupan kita untuk kita bisa bertumbuh kepada kesempurnaan tersebut.

Gereja saat ini umumnya sering berpikir bahwa kita adalah seorang yang sudah menjadi orang Kristen itu sudah cukup; ketika kita sebelumnya tidak percaya, masuk ke dalam gereja, itu sudah cukup dalam kehidupan iman dari pada seseorang dan tidak perlu lagi menumbuhkan atau menuntut diri untuk tumbuh pada suatu kedewasaan. Padahal Paulus disini berkata ketika kita jadi orang Kristen, ayat 13 berkata; “ harus menuju kepada kesempurnaan iman.” Tetapi ingat, ada yang lain, yaitu apa? Yang ayat 14, “Supaya kamu tidak menjadi anak-anak bayi rohani dalam kehidupan kita.” Itu berarti bahwa ketika seseorang masuk menjadi orang Kristen, maka di dalam kehidupan dia, dia diminta untuk menyadari kalau dia bukan orang Kristen yang langsung dewasa. Mungkin salah satu sebab lainnya dalam kehidupan kita adalah suatu pemikiran seperti ini, antara orang Kristen sendiri, pada waktu saya menjadi orang Kristen, kalau saya menjadi orang Kristen lalu saya masih anak-anak, maka keberadaan saya sebagai anak-anak itu identik dengan kerohanian saya yang masih anak-anak, tetapi kalau saya menjadi orang Kristen dan masuk ke dalam gereja sebagai orang yang sudah dewasa dalam kehidupan saya, usia belasan tahun, 20-an tahun, 30, 40, 50, atau bahkan 60 tahun, saya merasa langsung secara otomatis saya menjadi orang yang sudah dewasa secara iman di dalam gereja.

Padahal Bapak-Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam ayat 14, “hingga kita bukan lagi anak-anak,” itu menunjukan kalau setiap orang yang menjadi orang Kristen itu berarti dia bukan orang yang dewasa di dalam kerohanian, terutama dimulai dari suatu titik yaitu dia adalah anak-anak rohani atau bayi-bayi rohani. Dan bayi rohani bukan sesuatu yang berkaitan dengan jumlah usia kita berapa banyak. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, usia kita boleh tua, usia kita mungkin dewasa, menurut pandangan dunia kita adalah orang-orang yang sudah mandiri, kita adalah orang-orang yang sudah mapan, kita adalah orang-orang yang sudah dewasa, tetapi ketika kita masuk ke dalam gereja, menjadi orang Kristen, Tuhan akan lihat kita bukan orang yang dewasa, tapi mungkin kita adalah masih bayi rohani di hadapan Tuhan Allah yang perlu bertumbuh di dalam iman, menuju kepada suatu kedewasaan di dalam kerohanian kita. Yang baru masuk harus sadar kita adalah orang yang bayi rohani, yang sudah ada di dalam gereja, kita juga harus sadar kita belum sempurna seperti yang Tuhan kehendaki, itu berarti di dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen, Tuhan tetap menuntu ada suatu proses pertumbuhan bagi orang-orang  yang sudah menjadi orang Kristen, yang sudah mungkin menjadi puluhan tahun menjadi orang Kristen, yang mungkin sudah ribuan kali datang beribadah kepada Tuhan Allah, tetapi Tuhan tetap lihat selama Tuhan ijinkan kita hidup dalam dunia ini, dalam gereja, itu berarti kita masih terus dibentuk, diproses menuju kepada orang yang semakin dewasa dalam kerohanian kita. Setiap orang pasti ada titik awal dan setiap orang yang sudah jadi orang Kristen harus punya kerendahan hati untuk melihat keadaan dia dalam dunia ini, dalam gereja kerohanian dia itu seperti apa; kalau tidak, kita akan jatuh ke dalam suatu keadaan yang merasa cukup. Kita akan jatuh ke dalam suatu keadaan yang mengira kita sudah dewasa, tetapi padahal kita masih anak-anak secara kerohanian kita; kita akan masuk ke dalam suatu keadaan yang mengira kita tidak perlu menuntut diri lagi untuk bertumbuh dalam kondisi kerohanian kita, dan kita akan menusuk ke dalam suatu keadaan yang akan melihat orang lain itu sudah sempurna dan sudah benar, sudah baik dan tidak perlu berubah dan tidak perlu dikasih kesempatan untuk bertumbuh atau mengubah keadaan, yang perlu adalah menghakimi orang tersebut. Ini adalah sesuatu yang kita perlu lihat dan apa yang Paulus katakan di dalam bagian ini dan untuk bisa masuk di dalam kondisi itu, saya percaya kita butuh keberanian. Kita butuh keberanian untuk menilai diri, melihat kepada kondisi rohani kita. Lalu melihat bahwa kita adalah orang-orang yang membutuhkan kerendahan hati untuk mengakui bahwa apa yang dikatakan firman Tuhan mengenai diri kita itu adalah suatu kebenaran. Kalau tidak, Bapak-Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan. yang terjadi adalah kita tidak akan mengalami pertumbuhan dalam kehidupan rohani kita menuju kepada kedewasaan iman tersebut.

Jadi dalam kehidupan rohani ada titik awal, dan titik awal itu Alkitab juga katakan adalah satu titik awal yang bukan hasil kerja dari manusia. Siapa dalam dunia ini yang bisa menjadi orang Kristen? Siapa dalam dunia ini yang bisa menjadi anak-anak Allah? Alkitab bilang nggak ada satu orang pun yang bisa mengusahakan dirinya untuk menjadi anak Allah atau berproses untuk menuju kepada suatu kehidupan menjadi orang Kristen atau anak Allah dalam kehidupan dia. Tetapi kehidupan orang Kristen itu bisa dari orang dunia menjadi orang Kristen Alkitab katakan, itu adalah hasil kerja dari Allah Roh Kudus, Allah Tritunggal dalam kehidupan orang itu. Itu berarti ketika kita menjadi orang yang dari bukan Kristen menjadi orang Kristen, itu adalah suatu perubahan yang mendadak yang seketika terjadi dalam kehidupan kita. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kadang-kadang di dalam pembicaraan, saya pernah berbicara sama seseorang, dia memiliki suatu pemikiran seperti ini, “Kalau engkau ingin menjadikan saya orang Kristen maka itu akan membutuhkan waktu yang lama sekali dalam proses itu. Karena saya di dalam tindakan belajar firman dan segala macam tentang injil dan saya harus mengkomparasi segala sesuatu yang ada dan yang merupakan pengajaran sebelumnya dalam kehidupan saya, itu butuh waktu yang lama, saya butuh diyakinkan akan kebenaran.” Memang injil butuh waktu, memang injil ada sesuatu konsep peyakinan atau meyakinkan orang yang belum mengenal Kristus untuk bisa yakin bahwa dia butuh Kristus; tetapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, untuk seseorang bisa datang kepada Kristus itu bukan hasil usahanya, bukan hasil usaha kita meyakinkan orang itu, tetapi itu adalah suatu titik yang Tuhan kerjakan di dalam kehidupan orang itu.

Dan kalau kita mengerti ini baik-baik, maka itu berarti  diantara proses dari non-Kristen menjadi Kristen, nggak ada bagian dimana ada satu bagian antara dalam kehidupan kita yang menjadi jembatan dari bukan Kristen menjadi Kristen. Tetapi yang menjadi kebenarannya adalah seseorang dari non-Kristen menjadi orang Kristen itu adalah suatu lompatan atau gap yang memisahkan, garis pemisah antara bukan orang Kristen dan orang Kristen; atau istilah lainnya adalah, pada waktu kita menjadi anak Allah, ada di dalam kerajaan, maka ada pemisahan antara kehidupan kita sebagai manusia yang baru, dari kehidupan kita sebagai manusia yang lama. Jangan kira kalau itu adalah sesuatu yang memang adalah proses hidup makin dikuduskan makin dikuduskan, makin dikuduskan, tetapi pada waktu Tuhan menjadikan kita manusia yang baru maka ada suatu perubahan seketika dari hati orang yang lebih dipertobatkan oleh Tuhan Allah untuk hidup dan percaya kepada Kristus dan meninggalkan kehidupan Dia yang berdosa, itu baru namanya kita adalah orang yang ada di dalam Kerajaan Allah, itu namanya kita adalah anak-anak Allah. Bapak-Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ini adalah sesuatu yang hanya bisa dikerjakan oleh Allah Tritunggal dalam kehidupan kita.

Pada waktu Nikodemus datang kepada Yesus Kristus di malam hari, seorang Farisi, seorang ahli agama, tokoh agama, pemimpin agama, datang kepada Kristus, dia berkata begini kepada Yesus Kristus, “Guru, Rabi, kami tahu bahwa Engkau adalah seseorang yang datang bukan dari manusia.” Apa yang bisa membuat dia berkesimpulan seperti itu? Karena dia berkata “Engkau pasti diutus oleh Tuhan Allah.” kenapa bisa begitu? “Karena apa yang Engkau lakukan, itu bukan sekedar mukjizat, itu adalah tanda,” tanda yang dipakai oleh Tuhan Allah untuk mengkonfirmasi kalau Dia adalah orang yang diutus oleh Tuhan Allah, itu adalah suatu tanda yang ada dalam Perjanjian Lama yang  bebicara mengenai siapakah Kristus itu, “karena itu Kamu pasti bukan dari manusia. Kamu bukan diutus oleh seseorang, tetapi Tuhan Allah yang mengutus Engkau sendiri dan itu menyatakan bahwa Engkau disertai oleh Tuhan Allah.” Dari apa? Dari tanda-tanda yang Dia lakukan itu terjadi seperti yang dikehendaki oleh Kristus. Tapi pada waktu Yesus Kristus mendapatkan perkataan ini, Dia berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepada engkau, jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, bagaimana kita bisa ada dalam Kerajaan Allah? Bagaimana kita bisa melihat Kerajaan Allah? Yesus berkata: harus dilahirkan kembali. Dan itu adalah tindakan yang Allah lakukan dalam kehidupan kita sebagai orang yang berdosa sebelumnya. Dan dengan Tuhan melakukan itu, maka kita diberikan suatu kehidupan yang kudus dari hati dan juga dari perilaku kita dan perbuatan kita.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, orang dunia ketika melakukan kebaikan, yang mereka bisa lakukan hanya sesuatu perbuatan baik eksternal, yang dinyatakan kepada dunia: “Aku orang baik”; tetapi kita nggak pernah tahu motivasinya itu seperti apa. Ketika orang melakukan kebaikan untuk membuat diri dia dibenarkan, ketika orang melakukan kebaikan untuk membuat diri dia diterima oleh seseorang, ketika dia melakukan kebaikan supaya dia diterima oleh Tuhan Allah, Alkitab bilang itu bukan kebaikan! Tapi ketika seseorang melakukan kebaikan karena hatinya sudah diubah oleh Tuhan Allah, dikaruniakan suatu kebaikan, dikaruniakan suatu kebenaran, maka dia lakukan kebenaran dalam kehidupan dia, maka itu berarti dia baru bisa melakukan suatu kebaikan yang sungguh-sungguh baik. Makanya di dalam kehidupan orang Kristen, kita tidak hanya cukup untuk datang ibadah di hari Minggu. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, ada orang Kristen yang mengira dalam satu minggu, kalau kita datang ibadah 1 kali, itu sudah cukup, dan itu menjadikan kita orang Kristen yang baik. Alkitab bilang, kalau kita sungguh-sungguh mengerti, ada suatu kekudusan hati dan perilaku yang Tuhan tuntut dalam kehidupan kita, ada suatu pemisah antara orang-orang berdosa yang tidak percaya Tuhan dengan anak-anak Tuhan, itu berarti kehidupan kita di dalam ibadah bukan hanya berkaitan: “Saya datang kebaktian di Hari Minggu.” bukan hanya berbicara mengenai: “Saya berdoa secara pribadi di hadapan Tuhan saat saat teduh.” Bukan berbicara mengenai suatu keadaan di mana: “Saya memiliki suatu pengakuan dari mulut saya: Saya adalah orang Kristen.” Semua itu baik, semua itu diperlukan. Tetapi saya katakan, menjadi orang Kristen nggak cukup seperti itu, Tuhan juga menuntut suatu perubahan perbuatan, tindakan dari pada kehidupan kita. Ini dikatakan di dalam Matius 5:16, di situ dikatakan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”

Kita seringkali mendengar perkataan orang: “Orang Kristen dengan orang non-Kristen sama saja, yang penting perbuatan dan kelakuannya itu bagaimana – itu yang membuat seseorang itu dikatakan baik atau tidak baik. Apa yang menjadi iman itu nggak penting, apa yang menjadi agama itu nggak penting, karena kita semua sama saja, perbuatan itu yang menentukan seseorang itu baik atau tidak baik.” Saya lihat perkataan ini ada benarnya, walaupun ada salahnya. Salahnya adalah, pada waktu seseorang mengatakan, “Imannya apa? Agamanya apa? Nggak penting! Yang penting perbuatannya.” Dia sedang mengutamakan perbuatan menjadi hal utama untuk membuat diri seseorang itu bisa dibenarkan di hadapan Tuhan Allah. Padahal Alkitab berkata, nggak ada seorang pun yang cukup benar, yang memiliki standar benar, seperti yang Tuhan tuntut dalam kehidupan dia. Tetapi di sisi lain, kalimat ini juga ada kebenarannya. Kebenarannya di mana? Kebenarannya adalah, mata orang dunia itu hanya bisa melihat sebatas perbuatan yang dia lihat. Tuhan itu beda dari manusia. Tuhan melihat hati seseorang. Ketika dia melakukan suatu kebaikan, makanya Tuhan berkata, “Jangan kamu menjadi seperti orang munafik!” maksudnya adalah, jangan menjadi seperti orang hipokrat, yang bersandiwara, yang main sandiwara kelihatan sebagai orang yang baik, di hadapan orang lain, tetapi sebenarnya semua yang kebaikan yang dilakukan itu bersumber dari hati yang jahat dan nggak murni, dan Tuhan tahu apa yang menjadi isi hati seseorang. Tetapi Alkitab juga berkata, manusia melihat bukan yang dilihat oleh Tuhan Allah, manusia melihat apa yang dilihat oleh mata manusia.

Itu berarti, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita di hadapan Tuhan, kita nggak bisa berkelit. Tetapi ketika kita di hadapan manusia, mungkin orang bisa membohongi seseorang yang lain. Tetapi ada hal yang penting juga dikatakan, “Ketika seseorang di hadapan manusia, maka perilaku orang itu menjadi hal yang utama daripada penilaian seseorang terhadap diri orang itu.” Kalau kita berkata, kita adalah orang Kristen, anak Allah, bagaimana perilaku kita sebagai anak Allah, itu akan menjadi suatu sorotan yang dipandang oleh manusia, dunia terhadap kehidupan dari pada orang-orang Kristen, itu seperti suatu spotlight yang menyinari kehidupan kita. Lalu ketika dia menyinari kehidupan kita, yang mengatakan: kita harus mengasihi, mengampuni, percaya kepada Kristus karena dia adalah jalan keselamatan, penebus dalam kehidupan kita, tapi kehidupan kita tidak pernah percaya kepada Kristus, penuh dengan kekhawatiran, penuh dengan kebencian, penuh dengan sesuatu kejahatan, penuh dengan umpatan serapah yang tidak baik, yang kita berikan kepada orang lain, yang bukan ciptaan Tuhan Allah, kira-kira mereka akan berkata: “Allahmu sama saja dengan Allahku,” atau, “Allahmu berbeda dari Allahku,” atau bahkan, “Allahku lebih baik daripada Allahmu.” Pada waktu kita melakukan sesuatu perbuatan, dan orang melihat perbuatan yang kita lakukan dalam kehidupan kita, ingat baik-baik: perbuatan kita yang baik dan benar itu menolong orang lain untuk membayangkan siapa Allah yang kita sembah. Saya ulangi ya, kenapa Tuhan menuntut kita perlu suatu kehidupan yang kudus, bukan hanya hati yang kudus tetapi kelakuan yang kudus, yang terpisah dari pada dunia? Karena pada waktu orang melihat suatu kehidupan manusia, itu membantu dirinya untuk melihat ada perbedaan antara anak manusia yang hidup dalam keduniawian dengan anak-anak Allah yang hidup dalam Kerajaan Allah. Itu membantu mereka melihat ada perbedaan antara siapa allah yang disembah oleh dunia dengan siapa Allah yang disembah oleh anak-anak Allah. Kalau kehidupan kita nggak ada suatu kekudusan, kehidupan kita nggak ada suatu kehidupan yang takut akan dosa, kehidupan kita nggak ada suatu kehidupan yang ingin menyenangkan Tuhan Allah, yang tahunya memuaskan apa yang menjadi keinginan kita – lalu apa beda kita dengan orang dunia?

Bapak-Ibu jangan mengira bahwa perbuatan baik itu menjadi suatu standar. Saya ambil contoh, untuk mengatakan bahwa aku sudah cukup baik di hadapan Tuhan. Tuhan punya standar itu jauh lebih tinggi dari hanya sekedar pengertian orang dunia di dalam melakukan kebaikan. Saya di dalam persekutuan doa kemarin ada berkata seperti ini: Orang yang seperti Hitler, jahat nggak? Orang yang masuk penjara, pembunuh akibat membunuh orang, memperkosa orang, jahat nggak? Jahat? Benar-benar jahat? Pernah nggak ke rumah dia? Pernah nggak lihat hubungan dia dengan orang tuanya dan istri dan anaknya? Pernah nggak lihat hubungan dia dengan teman-teman baik dia? Saudara, bagi teman-temannya, mungkin dia adalah orang yang baik sekali; bagi keluarganya, mungkin dia adalah orang yang benar, yang baik, yang mengasihi, yang memperhatikan; tapi kepada orang lain dia berbuat jahat. Kalau engkau memiliki suatu kehidupan yang mengira kebaikan itu adalah sesuatu yang bisa membenarkan diri kita dan konsep kebaikan kita adalah baik kepada orang yang baik sama kita dan jahat kepada orang yang jahat sama kita, apa beda kita dengan orang dunia? Mereka juga lakukan hal yang sama, di antara kejahatan yang mereka lakukan, ada kebaikan yang mereka tunjukkan. Dan diantara kebaikan yang Bapak Ibu tunjukkan, ada nggak kejahatan yang Bapak Ibu tunjukkan dan miliki? Pasti ada. lalu apa beda kita dengan mereka? Karena itu, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, Tuhan menuntut suatu standar yang berbeda, yang lebih tinggi levelnya dari pada orang dunia itu hidup bagaimana. Supaya mereka bisa melihat kehidupan orang Kristen itu berbeda, kenapa bisa berbeda? Karena ada Allah yang, misalnya, mengasihi orang yang baik dan orang yang jahat, Allah yang tidak membedakan memberikan hujan kepada orang yang benar dan orang yang bersalah, memberikan matahari kepada orang yang baik dan orang yang jahat, nah itu sesuatu yang dihidupi oleh orang Kristen dalam dunia ini. Makanya, mereka kemudian mulai melihat, “Oh, ternyata orang Kristen punya kehidupan adalah suatu kehidupan yang jauh lebih baik dari apa yang kami mengerti, dalam konsep kami, dan apa yang agama kami ajarkan kepada kami.”

Tetapi, Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, sayangnya, banyak orang Kristen, maafkan saya ngomong, tidak mengerti ini, dan belum bisa melihat kepada kebenaran ini. Makanya dalam kehidupan, masih sering jatuh dalam dosa. Dalam kehidupan, tidak terlalu mementingkan suatu kekudusan di hadapan Tuhan Allah dan di hadapan manusia. Dan ketika itu dilakukan, yang lebih tragis lagi adalah: dia merasa dirinya sudah menjadi orang Kristen yang cukup dewasa di dalam kerohanian. Kita perlu melihat, menjaga, mengerti antara yang sudah dengan yang belum. Yang sudah dengan yang belum. Yang belum adalah suatu tujuan yang Tuhan ingin kita kejar, kita tuju, kita capai. Tetapi yang sekarang ini, itu adalah sesuatu yang belum sempurna, dan kita perlu masih menuju kepada hal itu. Dan bahkan mungkin yang sebelum, yang ada sekarang ini, adalah suatu keadaan yang merupakan bayi-bayi rohani, di mana Tuhan ingin kita bertumbuh dan menjadi orang yang lebih dewasa dalam kehidupan kita. Ini adalah hal yang Paulus katakan di dalam ayat 14 bagian yang pertama. Kenapa kita harus bertumbuh kepada kesempurnaan di dalam iman, kesatuan di dalam iman, kedewasaan penuh dalam kehidupan kita, sesuai dengan pertumbuhan, sesuai dengan kepenuhan Kristus, ayat 14 berkata, “sehingga kamu bukan lagi anak-anak,” Dan setelah berbicara seperti ini, Paulus kemudian lanjutkan dengan kalimat, “yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan.” Suatu kalimat yang berbicara mengenai apa yang menjadi kecondongan hati daripada orang-orang yang merupakan bayi-bayi rohani, itu di dalam ayat 14 bagian yang kedua. Dan di dalam ayat 14 bagian kedua ini, Paulus memberikan ada 2 kecondongan hati yang dimiliki oleh seorang yang bayi rohani. Pertama adalah, mereka adalah orang yang tidak memiliki stabilitas, diombang-ambingkan. Yang kedua adalah mereka adalah orang yang terbuka untuk dimanipulasi. Itu adalah 2 ciri orang bayi rohani. Pertama adalah, Paulus berkata, “Dia adalah orang yang diombang-ambingkan ke sana ke mari.” Itu seperti gambaran sebuah perahu kecil yang tidak punya kendali, yang ada di tengah lautan yang luas, ombak yang begitu besar menghantam dia, yang dia hanya bisa ikut jalan terombang ambing di atas ombak tersebut – itu adalah kehidupan dari pada orang yang bayi rohani.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam Kisah Rasul, ada satu ilustrasi yang Lukas berikan, bukan ilustrasi saja, tapi ada satu catatan sejarah yang terjadi sungguh-sungguh, ketika Paulus yang dibawa ke Roma, itu perahunya terdampar di sebuah kepulauan yang namanya Kepulauan Malta. Pada waktu perahu ini terdampar, maka seluruh daripada awak perahu dan orang-orang yang ada di dalam perahu itu, diselamatkan ke pulau itu, Malta, lalu ternyata di pulau itu, ada penduduk yang begitu baik dan memperhatikan mereka. Pada waktu cuaca begitu dingin, hujan mulai turun, maka penduduk pulau itu kemudian mengumpulkan kayu-kayu bakar lalu membuat api unggun yang besar di tengah-tengah mereka sehingga orang-orang yang terdampar dari kapal itu bisa berkumpul di sekitar dari pada api unggun itu untuk menghangatkan diri. Lalu ketika Paulus melihhat tindakan itu, kebaika dari mereka, dia ingin menolong orang-orang itu dengan memelihara api; lalu dia ambil kayu bakar, lalu dia bawa gelondongan kayu bakar itu dan lalu ditaruh diantara api itu. Tapi pada waktu dia menaruh kayu bakar itu di dalam api, tiba-tiba ada seekor ular beludak, ular yang sangat berbisa sekali, itu keluar karena kepanasan, dan mungkin karena terancam dia langsung menggigit tangan dari pada Paulus. Pada waktu Paulus digigit ular ini, orang-orang penduduk Malta itu berkata seperti ini, “Wah ini berarti dia pasti orang yang jahat,” kenapa jahat? Karena ketika kapal itu karam, mungkin dia bisa lolos dari pada hukuman dewi keadilan karena dia bisa menyelamatkan diri dari kapal yang karam; tetapi dia nggak mungkin bisa menyelamatkan diri dari pada gigitan atau keadilan yang sesunggguhnya dari pada dewi. Dengan apa? Ular yang diutus untuk menggigit tangan dari pada Paulus tersebut.

Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, di dalam kehidupan kita sebagai orang percaya, dan bukan hanya orang percaya, bukan percaya-pun, umumnya kita akan melihat sesuatu peristiwa bukan hanya dari sudut pandang apa yang terjadi saja, penyebabnya, tetapi ada unsur teologis yang umumnya ada di balik suatu kebenaran yang kita ambil atau kita putuskan. Pada waktu orang-orang Malta itu melihat Paulus dipagut oleh ular, dalam pikiran mereka, “Wah dia pasti mati sebentar lagi.” Lalu apa yang terjadi? Ketika mereka melihat Paulus yang digigit ular tetap sehat-sehat, bahkan ambil ular itu dan dibuang ke dalam api, ularnya yang mati dan Paulus-nya masih hidup sehat, pikiran mereka berubah; dari seorang yang terkutuk, pembunuh kejam yang harus dihukum, menjadi orang yang dianggap sebagai dewa. Itu yang mereka nilai, gampang sekali berubah seperti itu. Pada waktu Bapak-Ibu hidup dalam suatu kehidupan keluarga yang baik, saya tanya, itu berkat bukan? Berkat ya. Tetapi pada waktu, misalnya ada keributan di dalam keluarga, itu berkat bukan? Atau mulai melihat, “Ini gara-gara shio-nya beda, ada ciong,” makanya harus gimana, harus ganti pasangan gitu? Kerjaan mulai diberkati oleh Tuhan Allah, maju sekali, “O itu berkat, keadaan yang baik bagi orang Kristen.” Tetapi begitu terjadi suatu keterpurukan, mungkin ekonomi mulai resesi, kesulitan ekonomi, ada hal-hal yang tidak baik terjadi dalam hidup kita, apa yang kita pikirkan? Berkat Tuhan atau ini adalah akibat orang jahat yang membuat saya punya pekerjaan rusak, ada orang yang menyantet saya, ada orang yang mengirim sesuatu ilmu ghaib terhadap saya untuk menghancurkan pekerjaan saya, ada kesialan-kesialan yang terjadi dalam kehidupan saya, yang solusinya itu bukan datang kepada Tuhan tetapi mandi dengan air kembang. Yang benar yang mana? Pada waktu, misalnya kehidupan rumah tangga panas, yang disalahkan siapa? Rumahnya yang fengshui-nya jelek atau karakter dua orang itu yang tidak mau tunduk di bawah kebenaran firman? Saudara, apa yang kita lihat dalam kehidupan kita sehari-hari?

Paulus berkata bayi rohani adalah orang yang gampang sekali terombang-ambingkan dari suatu keadaan menjadi keadaan lain, pikirannya gampang sekali berubah. Bapak-Ibu bisa lihat anak-anak, anak-anak persis seperti itu. Misalnya saya ambil contoh, kalau anak bayi digendong oleh orangtua dan orangtua itu biasanya mamanya, anak itu diam; tapi kalau anak itu kemudian menangis, umumnya karena masalah apa? Bayi kalau nangis kenapa biasanya? Lapar. Kalau sudah dikasih susu? Diam. Kalau masih nangis karena apa? Popok mungkin, ngompol atau buang air besar, kalau sudah diganti diam. Kalau masih nangis lagi? Mungkin digendong oleh orang lain atau papanya yang gendong makanya anak itu nangis. Sekarang, kalau mama yang gendong dia diam, kalau orang lain yang gendong dia nangis, cara diemin-nya bagaimana? Kasih mamanya lagi? Kalau mamanya lagi sibuk bagaimana cara diemin? Biasanya bayi itu nangis itu karena dia merasa nggak aman, sehingga kalau kita memeluk dengan cara yang aman maka dia bisa diam. Kedua, karena fokusnya ditujukan kepada mama dan kita bukan mama, makanya dia akan merasa nggak aman, nggak nyaman, lalu nangis. Lalu diemin-nya bagaimana? Ada orang bilang kasih mainan, ada orang yang bilang, “Coba alihkan fokusnya kepada benda-benda lainnya atau hal-hal lain yang dia nggak pernah lihat sebelumnya, yang menarik.” Dan ketika kita alihkan perhatiannya, umumnya anak diam. Satu sisi ada nilai positif; positifnya adalah ketika kita menjadi seorang anak kecil kita gampang dipuaskan oleh apa yang menjadi kebenaran Tuhan Allah dalam kehidupan kita. Tapi sisi negatifnya adalah, jadi anak kecil itu adalah gampang didistraksi. Fokus kita dari kebenaran Tuhan gampang dialihkan kepada hal-hal yang bersifat duniawi, yang menurut orang dunia itu benar tapi menurut firman Allah itu salah; tetapi anak-anak Tuhan yang masih bayi-bayi rohani ketika dibawa kepada yang dunia, dia akan berkata yang dunia benar, bahkan mungkin lebih benar dari firman Tuhan. Ini hal yang serius sekali Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan.

Kita nggak bisa melihat apa yang menjadi kebenaran firman Tuhan sebagai sesuatu yang harus dipegang teguh dan kita lebih gampang digoyangkan oleh keadaan yang ada di sekitar kita, yang menimpa kehidupan kita, nggak ada kestabilan sama sekali. Selain itu Alkitab juga berkata “diombang-ambingkan” itu berarti seorang yang tidak dewasa rohani atau masih bayi rohani adalah orang yang tidak memiliki atau kurang dalam kontrol diri. Coba lihat anak-anak ya, kalau bayi pingin sesuatu, yang dia bisa lakukan adalah nangis; kalau dia ingin sesuatu tidak dapat, dia marah, dia nggak bisa kendalikan diri dia, nggak ada kontrol diri. Tetapi orang yang dewasa dalam iman dia tidak lekas marah, dia tidak lekas emosi dan melampiaskan apa yang dia inginkan, dia bisa menahan diri dia. Makanya di dalam Amsal 16:32 itu ada perkataan “orang yang sabar itu lebih daripada seorang pahlawan”; orang yang menguasai dirinya, dia adalah orang yang melebihi dari orang yang merebut kota, itu yang dikatakan oleh Amsal. Penguasaan diri itu adalah salah satu buah dari pada Roh Kudus, tetapi bayi rohani itu berpikir, “Kalau saya nggak dapat sesuatu maka itu masalah, karena keinginan saya harus saya dapatkan,” dan ‘keinginan saya yang harus saya dapatkan’ itu bukan sesuatu yang dasar penilaiannya adalah ini menyenangkan Tuhan atau tidak; kalaupun itu adalah sesuatu yang tidak menyenangkan Tuhan, karena saya inginkan itu saya harus dapatkan itu; dia nggak punya kontrol diri. Lalu Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, orang yang berusaha menahan dia mungkin menjadi orang yang merupakan musuh besar dia, karena bagi dia itu menjadi penghambat untuk mencapai apa yang menjadi kehendak diri dia, bukan apa yang menjadi kehendak Allah dalam kehidupan dia. Perlu ada penguasaan diri. Orang yang dewasa dalam iman, walaupun dia tahu apa yang dia alami itu tidak menyenangkan, apa yang dia alami itu menyusahkan, tapi kalau dia mengerti itu adalah suatu kebaikan yang Tuhan izinkan terjadi dalam kehidupan dia, dia akan menjalankan itu dengan suatu kerelaan hati walaupun itu adalah hal yang berat, itu adalah hal yang tidak mudah. Ini yang bicara mengenai bagian pertama.

Siapa yang bayi rohani? Dia adalah orang yang gampang diombang-ambingkan oleh keadaan yang ada di sekitar dia, dan dia adalah orang yang punya penilaian yang begitu gampang beralih dari yang satu ke yang lain, dan dia tidak punya sesuatu kontrol terhadap diri. Bahkan mungkin kita bisa katakan dia adalah orang yang lebih menyukai perpecahan daripada kesatuan. Nanti ini adalah topik yang akan kita bahas tersendiri, karena ketika kita berbicara mengenai kesatuan, umunya cara kita pandang, nilai, kesatuan, definisinya itu beda dengan Alkitab, bahkan orang gereja sendiri bicara kesatuan itu sangat bertentangan sekali dengan apa yang menjadi prinsip Alkitab. Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita menyukai perpecahan, kita tahunya berselisih, kita nggak mau cari solusi dalam suatu keadaan dan permasalahan, kita nggak mau bagaimana mencari hal yang terbaik menurut firman Tuhan yang harus kita lakukan itu seperti apa, maka itu kemungkinan kita masih adalah orang yang bayi rohani, kita nggak mau tundukkan diri di bawah kebenaran dan kita lebih memilih perpecahan dan bukan kesatuan.

Lalu bagian yang kedua, Paulus berkata bukan hanya diombang-ambingkan, seorang bayi rohani adalah orang yang terbuka untuk dimanipulasi. Di sini dikatakan “diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan.” Anak kecil ketika dia mengalami sesuatu keadaan, misalnya orangtua melarang dia menerima sesuatu yang dia sukai, lalu datang kakek dan neneknya yang memberikan apa yang dia tidak boleh miliki dari orangtuanya; siapa yang baik menurut anak ini? Umumnya kakek. Kita pada waktu menjalani kehidupan kita, Paulus mau ingatkan kita ada banyak sekali aspek yang terjadi dalam kehidupan kita, ada banyak sekali angin pengajaran yang menimpa kehidupan kita; nah pada waktu begitu banyak angin pengajaran yang ada dalam kehidupan kita, khususnya dari orang-orang yang mengklaim diri mereka adalah orang Kristen, apakah semuanya baik? Apakah semuanya benar? Apakah semuanya adalah sesuatu yang harus kita ikuti dan terima semua? Nah ayat 14 bilang nggak bisa. Kalau kita ikuti segala sesuatu itu berarti bahwa kita diombang-ambingkan oleh segala hal yang ada dalam dunia ini yang merupakan pengajaran yang datang kepada diri kita; itu hanya menunjukkan kalau kita menerima segala sesuatu itu membuat kita itu dikatakan sebagai orang yang gampang atau terbuka untuk dimanipulasi. Seperti halnya orang yang berteman, nggak semua orang bisa menyenangkan orang; pada waktu seseorang memutuskan sesuatu pasti ada pro dan kontra, yang setuju dia akan suka sama kita, yang nggak setuju dia pasti akan menentang kita; kita nggak bisa menyenangkan semua orang, pada waktu kita ingin menyenangkan semua orang maka pada waktu itu justru kita akan berkompromi terhadap semua orang. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kita nggak bisa menerima semua pengajaran. Di dalam Kisah [Para Rasul] 20, Paulus ada berkata seperti ini, ketika dia tahu dia tidak akan kembali lagi ke Efesus, ketika dia tahu dia akan ditangkap di Yerusalem lalu akan dibawa ke Roma, Paulus berkata, “diantara kamu nanti akan muncul orang-orang yang merupakan guru-guru palsu; mereka akan mengajar, mereka akan berusaha untuk menyesatkan kamu, dan kamu harus hati-hati.”

Bapak, Ibu yang dikasihi Tuhan, siapa yang bisa disesatkan? Kemungkinan besar adalah orang yang masih bayi rohani, karena dia terbuka untuk diombang-ambingkan dan dimanipulasi oleh berbagai pengajaran yang ada dalam dunia ini. Dan ketika dia melihat semua itu, kecondongan hatinya adalah jangan dikonfrontasi, terima, karena itu adalah suatu kebaikan; dan segala sesuatu itu adalah sesuatu yang bisa membangun diri dia. Dia nggak tahu, bukan membangun, tetapi justru mungkin menghancurkan dia. Jadi, kalau dia adalah orang yang bayi rohani, mudah terbuka terhadap manipulasi, saya mau tanya, sebabnya kenapa? Apa yang membuat kita terbuka terhadap manipulasi? Apa yang membuat kita mudah terombang-ambing oleh keadaan? Untuk bisa tidak terombang-ambing dan tidak mudah dimanipulasi oleh keadaan dan pengajaran, harus ada apa? Harus ada standar pengukur kan? Harus tau kan standar pengukur. Bapak-Ibu kalau kerja di onderdil kendaraan, tahu mana yang asli mana yang nggak kok sparepart, anda tahu ukurannya. Kalau Bapak-Ibu kerja di dalam usaha, orang bayar uang tertentu 100 ribu, langsung dicek dulu, nggak langsung diterima. Kenapa begitu? Karena kita punya suatu standar yang menyatakan uang ini asli atau palsu. Apa pun yang Bapak Ibu kerjakan dalam dunia ini ada satu standar yang membuat kita bisa dikatakan orang yang mengerti, orang yang menguasai, nggak mudah dimanipulasi dan dibohongi oleh seseorang; dan kita gunakan standar itu di dalam menilai segala sesuatu. Tapi pada waktu kita berbicara mengenai iman, ada standar tidak? Harusnya ada standar. Standarnya apa? Standarnya adalah kita tahu firman yang benar. Kalau kita tidak tahu firman yang benar, kita nggak mungkin bisa gunakan itu sebagai penilai apa yang benar, yang baik, dan apa yang bukan dari pada Tuhan Allah. Itu yang pertama. Makanya untuk bisa mencapai standar itu, selalu terus menerus Alkitab katakan belajar, manfaatkan setiap kesempatan untuk belajar, menuntut diri, mengenal Tuhan secara lebih limpah dalam kehidupan kita. Itu yang harus kita lakukan.

Selain belajar dan menuntut standar yang sesuai dengan firman Tuhan, ada hal lain nggak, kenapa kita gampang dimanipulasi dan diombang-ambingkan oleh keadaan? Pertama karena kita nggak punya standar yang benar, yang sesuai firman. Kedua, karena kita nggak suka didisiplin. Coba lihat ya, saya kursus-in anak musik, atau Bapak-Ibu mungkin punya anak yang dikursus-kan di bidang musik. Kadang-kadang orang yang mau belajar sesuatu, untuk bisa mahir dalam memainkan sesuatu, hal yang paling utama dalam dunia musik adalah belajar scale, tangga nada, tetapi orang yang belajar musik umumnya anak-anak nggak suka belajar scale. Yang mereka mau lakukan adalah ada buku, bisa baca not balok, langsung dibuka dan main. Tetapi tangga nada C seperti apa, D seperti apa, Dis seperti apa, Des seperti apa, dan yang lain-lainnya itu nggak pernah mereka mau kuasai untuk kelincahan jari. Lalu bagaimana mereka bisa menjadi seorang pemusik yang baik? Tetapi bagi orang yang bayi, dia akan tuntut diri secara instan, saya mau yang mudah itu bagaimana? Saya mau langsung bisa, nggak perlu yang sulit itu, nggak mau didisiplin diri, nggak mau dikoreksi, inilah yang terjadi. Mungkin bagi yang sekolah adalah, pengen lulus dapat universitas yang baik, yang kualitasnya baik. Sekolah lulus SMP ingin dapat SMA yang baik. Saya kadang tanya anak saya, kalian mau sekolah di mana? Oh, sekolah A, sekolah B. Kenapa? Karena di situ bagus. Kalau itu bagus, bisa nggak sekolah tanpa belajar masuk situ? Maunya yang bagus, tapi anak-anak umumnya adalah mau yang bagus tapi nggak mau berjuang untuk dapat yang bagus, nggak ada disiplin diri. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kita nggak bisa seperti itu. Kalau kita tidak punya disiplin, kita maunya yang mudah, yang langsung bagus, kita akan gampang sekali untuk dimanipulasi. Makanya mungkin ya, anak sekolah pengin pintar tapi nggak mau belajar, nyontek manipulasinya, itu hal yang paling gampang. Mau kaya nggak mau bekerja, apa? Korupsi, itu caranya. Yang instan, yang gampang, yang mudah. Tapi itu bukan cara firman Tuhan.

Lalu apa hal lain? Kenapa kita gampang dimanipulasi dan diombang-ambingkan? Karena yang kita tuntut sering kali adalah sesuatu yang baru, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang menarik. Kita tidak lebih fokus kepada hal yang esensi, yang intrinsik, yang berkualitas; tapi kita lihat penampilan itu lebih memiliki daya tarik yang besar. Saya tahu itu memiliki daya tarik yang besar. Tetapi kita sebagai orang yang sungguh-sungguh mengerti kebenaran kita nggak akan hanya lihat kulit. Ambil contoh aja ya, kalau Bapak-Ibu kasih sesuatu mainan kepada anak-anak, satu harganya mahal tapi kelihatan biasa-biasa, satu harganya murah tapi bagus sekali, milih yang mana anak-anak? Umumnya yang bagus, yang murah itu. Tapi ini yang terjadi, sering kali. Kenapa kita gampang diombang-ambingkan? Karena kita hanya lihat yang eksternal, yang di kulit, bukan yang internal, yang intrinsik, yang esensi itu seperti apa. Atau saya ambil contoh kayak gini ya, kalau orang Reformed ditanya kenapa pergi ke gereja di sini? Umumnya bicaranya adalah karena firmannya, walaupun itu kita bisa perpanjang lagi ya. Tapi apa umum yang mendasari orang itu pergi ke suatu gereja tertentu? Mayoritas orang Kristen biasanya ngomongnya  karena apa? Tempatnya dekat rumah, makanya saya pergi; Oh, gedungnya bagus, besar, ini pasti diberkati oleh Tuhan, makanya saya pergi ke situ; Oh pendetanya necis, kalau saya kayak gini. Maka dia mempunyai daya tarik. Penampilannya rapi, meyakinkan, seperti itu. Saya bilang sama Yudha, pedagang aja kalau mau meyakinkan customer-nya dia harus pakaian necis, mungkin hamba Tuhan juga perlu seperti itu ya? Penampilannya menarik, meyakinkan, gedungnya bagus, dekat rumah, acaranya menyenangkan hati, membuat hati itu terayun-ayun perasaan dan ini, apa itu, bahkan bisa menangis merasa sangat rohani sekali. Itu menjadi sesuatu tujuan kita. Tapi hal yang paling esensi itu nggak kita pikirkan. Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita punya prinsip seperti ini, saya yakin kita akan tidak pernah punya satu kestabilan dalam kehidupan kita dan terus menerus akan dihanyutkan ke arah mana kita akan dibawa.

Saya pernah bicara juga mungkin di sini ya, dan bicara sama seseorang, ada orang yang pernah berkata seperti ini, “kita harus menjadi ikan yang selalu melawan arus, baru dari situ kita bisa bertahan.” Tapi orang itu bilang, “coba perhatikan ikan, ikan nggak selalu berenang melawan arus kan? Ikan ada waktu-waktunya berenang ikuti arus kan? Jadi sekali-sekali kita boleh ikuti arus dunia ini seperti apa.” Setuju nggak? Saya perhatiin ikan di akuarium, saya suka ikan, lalu saya pelihara. Ada filternya di situ arus yang mengalir. Saya perhatiin, ikan berenangnya lawan arus atau nggak ya? Oh kadang-kadang dia ada lawan arus. Tapi kadang-kadang dia ada ikut arus. Kenapa dia ikut arus? Karena dia pingin pergi ke tempat lain. Lalu setelah dia pergi ke tempat lain yang melawan arus, dia stop di situ. Apa yang dia lakukan? Ikan bisa stop kan? Bisa kan? Bisa. Bisa mundur nggak? Nggak bisa mundur kan. Kalau arusnya dari kanan ke kiri, dia bisa nggak kepalanya hadap kiri ekornya hadap kanan tapi dia stop di situ? Biasanya dia akan balik dan tetap lawan arus. Nah itu saya selalu perhatiin. Karena itu Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kalau kita ingin bisa berdiri teguh, kita harus mengerti, kebenaran itu seperti apa. Kita jangan hanya diombang-ambingkan oleh arus dunia ini seperti apa, tapi kita harus betul-betul mengerti esensi untuk bisa berdiri teguh menghadapi semua itu. Dan itu yang dituntut oleh Tuhan, dituntut oleh Paulus dari pada kehidupan kita. Jangan menjadi anak-anak, tetapi bertumbuhlah menjadi orang yang dewasa di dalam Tuhan menurut kepenuhan dari pada Kristus. Tetapi untuk bisa bertumbuh menuju kepada kepenuhan Kristus, kita harus dengan rendah hati ngomong, kita nggak tahu saat ini, kita belum mengerti, kita belum sempurna, banyak hal mengenai kebenaran firman yang saya tidak pahami, saya harus tuntut diri untuk bertumbuh kepada kesempurnaan itu; kalau tidak, kita akan tetap tinggal di sini. Mau 10 tahun lagi, 20 tahun lagi, sampai Tuhan datang atau sampai kita dipanggil oleh Tuhan pasti nggak akan ada kemajuan dalam kehidupan iman kita.

Saya harap ini menjadi sesuatu yang kita boleh gumulkan sebagai anak-anak Tuhan, bagaimana kehidupan kita sebagai orang Kristen, apakah sudah sesuai dengan apa yang firman Tuhan katakan atau belum? Dan mari kita bersama-sama bertumbuh dan ketika kita mendengar mengenai apa yang disampaikan, tolong jangan nilai orang lain, tetapi nilailah firman itu untuk diri sendiri; karena orang Kristen punya kecondongan lain, dia akan ngomong, “sayang ya, orang itu nggak datang. Coba dia dengar firman itu, kalau dia datang dia pasti ditegur oleh firman itu.” Tapi Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, firman yang diberitakan ketika engkau datang beribadah adalah untuk dirimu, bukan untuk orang lain. Dan saya harap ini menjadi suatu koreksi yang kita sama-sama gumulkan sebagai orang yang percaya dan takut akan Tuhan. Mari kita berdoa.

Kembali kami bersyukur Bapa, untuk firman yang boleh kami renungkan dan kami dengarkan siang ini. Kiranya kembali setiap kebenaran firman menjadi sesuatu yang boleh menegur hati kami, membawa kami semakin mengkoreksi diri dengan suatu terang yang dari Tuhan dan bukan terang dari dunia ataupun dari diri kami sendiri. Tapi ketika kami dibukakan hati kami untuk diperlihatkan apa yang menjadi hal yang tidak sesuai dengan kebenaran firman, kami juga berdoa mohon kiranya Engkau boleh berikan kepada kami kerendahan hati untuk mau mengakuinya dan mengkoreksi hal tersebut untuk kami hidup sesuai dengan apa yang menjadi terang firman Tuhan. Mohon belas kasihmu ya Bapa, mohon pimpinan-Mu bagi kami semua, anak-anak-Mu yang berbakti pada hari ini. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami bersyukur dan berdoa. Amin.

[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]

Comments